Bu Lim Su Cun 3

Diposting oleh eysa cerita silat chin yung khu lung on Jumat, 09 September 2011

Di lain pihak Giok liong sendiri juga insyaf bahwa jago tua
yang dihadapi ini adalah musuh paling kuat yang belum
pernah diketemukan selama ini, maka sedikitpun ia tidak
berani lalai, pelan-pelan dikerahkan seluruh tenaga murninya
terus dilancarkan pelan-pelan. Menurut pertimbangannya
terlebih dulu ia memperkokoh kedudukannya baru selain itu
melancarkan serangan balasan yang mematikan.
Kedua belah pihak mempunyai maksud yang terkandung
dalam benaknya dan mulai dipraktekkan, siapapun tak berani
semberono bergerak, begitulah mereka berdua menjadi
berhadapan kaku dipinggir sungai berjarak lima tombak, biji
mata mereka mendelik tak berkesip. empat telapak tangan
saling berhadapan diam-diam mereka tengah mengerahkan
tenaga untuk bertahan.
Tenang dan sunyi mencekam seluruh penghuni alam ini,
seolah-olah seluruh alam semesta ini sudah mati sehingga
suasana menjadi hening lelap. Hanya terdengar lapat-lapat
hawa udara bergelombang mengeluarkan desis rendah yang
semakin keras.
Kira-kira seperminuman teh kemudian, sampai diatas
kepala sip-hiat-ling Toan Bok ki mengepul sinar merah darah
yang lembut dan tipis terus terus membumbung tinggi
setombak lebih-
Demikian juga keadaan Giok-liong, tampak dua jalur kabut
putih laksana tonggak batu pualam menguap dari kepalanya.
sebentar lagi mulai terdengar pernapasan yang berat, jidat
mereka sudah basah oleh keringat dan memancarkan cahaya
terang-
Cahaya merah darah semakin susut dan menipis, demikian
juga kabut putih mulai sirna menghilang.
Akhirnya kedua tangan masing-masing sudah tak kuasa lagi
diangkat dan semampai lemas walau sekuatnya bertahan

dengan gaya duduk bersila, tapi tenaga sudah dikuras habis,
seperti pelita yang kehabisan minyak, tanaman yang mulai
layu kekeringan, mati atau hidup tinggal terpaut seutas
benang saja.
Keheningan alam sekelilingnya kini diramalkan dengan
dengusan napas yang berat serta suara "krak keok" dari
tenggorokan kedua orang yang kehabisan tenaga ini.
"Hooaaaa...." tiba-tiba terdengar loroh gelak tawa panjang
aneh yang menusuk telinga dari tumpukan puing sebelah
sana, belum hilang suara tawa ini, di keremangan sinar bulan
tampak berjalan keluar seorang kate cebol setinggi tiga kakiorang
kate cebol ini mengenakan jubah panjang yang
terbuat dari kain iaci, kepalanya gundul tinggal berapa utas
rambut yang sudah uban, raut mukanya Jenaka menyerupai
wajah bayi, tingkah lakunya sangat lucu.
orang tua cebol bermuka seperti orok kecil ini pelan-pelan
menghampiri Giok-liong saat mana Giok liong sudah kehabisan
tenaga, seluruh tubuh lemas lunglai seperti kapas, sedikitpun
tak kuasa mengerahkan sedikit tenagapun.
Demikianjuga keadaan Toan Bok ki duduk mematung
seperti tonggak, jangan kata hendak main menang-menangan
merebut seruling apa segala, dihembus angin keras saja
tanggung roboh terkapar.
yang membuat mereka gegetun adalah meskipun
kehabisan tenaga namun pikiran dan perasaan mereka masih
peka, begitulah dengan mendelong saja mereka mandah
diejek oleh orang tua cebol bermuka bocah ini tapi apa yang
dapat mereka perbuat, walau hati gelisah dan was-was namun
tenaga untuk membuka suara saja tak mampu.
Kira-kira dua kaki didepan Giok-liong orang tua cebol
bermuka bocah berhenti lalu menjura katanya:

"Terlebih dulu aku si orang tua mengucapkan terima kasih
atas pemberian seruling ini."
lalu seenaknya saja ia mulai membuka kencing baju luar
Giok liong terus mengulur tangan merogoh keluar jan-hun ti,
seketika terpancar cahaya putih cemerlang menerangi alam
sekelilingnya, begitu gemilang cahaya ini menyilaukan mata.
seperti bocah mendapat mainan yang disenangi orang tua
cebol bermuka bocah ini meugelus-elus seruling di tangannya,
lalu dengan langkah lebar mendekati sip hiat-ling Toan Bok ki
katanya pula menggoda:
"saudara tua untuk mendapatkan jan-hun-ti ini mungkin
dalam mimpi kaupun tak tenang, nih silakan kau lihat biar
terang supaya tidaklah sia-sia puluhan tahun angan-angan itu.
Ha Hahaha..."
seruling diangkat lalu digoyang-goyang-kan didepan mata
sip-hiat-ling Toan Bok ki katanya pula:
"Kesempatan sukar didapat, kalau aku siorang tua sudah
kembali di Ling lam, untuk melihatnya lagi sudah tidak begitu
gampang lho " sembari kata ini ia mundur lima tombak
jauhnya terus putar tubuh tinggal pergi-
Dalam hati Giok liong gugup bukan buatan, matanya saja
yang mendelik mengawasi kepergian orang.
Di lain pihak sip-hiat-ling Toan Bok ki sendiri juga gelisah,
hati sangat pilu seperti diiris-iris, ada hati hendak mengejar
dan merebutnya kembali sayang tenaga sendiri tak berdaya.
sementara itu orang tua cebol bermuka bocah itu sudah
berjalan tujuh delapan tombak mendadak ia berteriak sambil
menepuk jidatnya:
"Hayooo, aku sungguh goblok, bila Iwekang mereka pulih
kembali bukankah akan meluruk mencari perkara kepadaku
Kalau sekarang kubunuh mereka siapa yang tahu kalau

seruling sakti ini terjatuh ditanganku, inilah yang dinamakan
membabat rumput tidak seakar-akarnya, dihembus angin
musim semi ia akan tumbuh lagi. ya, seorang laki-laki sejati
harus berani bekerja secara jantan, mereka harus dilenyapkan
supaya tidak meninggalkan bencana di kemudian hari "
begitulah sambil mengguman seorang diri ia sudah putar
balik,
setelah dekat kelihatan muka bocahnya yang lucu itu kini
sudah berubah menyeringai iblis sangat ketakutan, sambil
angkat seruling diatas kepala ia memburu kearah sip-hiat ling
Toan Bok ki, katanya sambil mengertak gigi:
"sahabat tua jangan salahkan aku berlaku kejam padamu "
Jan-hun-ti sudah diangkat diatas kepalanya hampir
dikeprukan. Kebetulan saat mana teng gorokan Toan Bok ki
berbunyi berkerok-kerok keras terus menyemburkan segumpal
darah segar, tampak air mata meleleh diri kelopak matanya.
Karena tidak menduga, dan berjaga-jaga saking kaget
orang tua cebol itu meloncat lima kaki, teriaknya tertawa:
"sahabat tua Kenapa berduka Apakah karena tidak dapat
melewatkan hari ulang tahun yang keseratusanmu itu,
sudahlah sidak perlu manusia hidup seratus tahun akhirnya
juga mesti mati, legakan saja saatmu hari ini tahun depan
adalah... aduh"
setitik sinar putih perak melesat secepat kilat menyambar
tiba, kontan si orang cebol bermuka bocah menjerit ngeri,
badannya terhuyung terus tersungkur jatuh.
Tepat saat itujuga tampak sebuah bayangan hijau pupus
berkelebat mendatangi secepat mengejar angin, begitu dekat
terdengar teriakan:
" Kakek Kakek"

kiranya itulah seorang gadis rupawan bertubuh langsing
sudah meluncur datang ditengah tumpukan puing itu.
Tanpa memperdulikan si orang tua cebol bermuka bocah
yang bergulingan sesambatan langsung gadis rupawan itu
menubruk kearah sip-hiat-ling Toan Bok ki, teriaknya
menangis sambil mendekap lengannya:
"Kek Kenapa kau Kenapa tidak bicara,"
berteriak lalu menangis lagi sikapnya yang gelisah dan
gugup itu sungguh sangat kasihan.
sip hiat-Ling Toan Bok-ki menderita luka dalam yang
teramat parah, mana bisa ia bicara.
gadis baju hijau itu sudah payah memapahnya bangun,
mulutnya mengomel panjang pendek:
"Aku mau ikut keluar kau tidak mengijinkan kalau aku tidak
mengelabui ayah dan mengintil kemari, coba siapa yang dapat
merawat mu Kek Lain kali kaiau ke luar lagi kau harus
mengajak aku, marilah kita pulang ke Hiat-hong-cay, setelah
lukamu sembuh kita bisa melancong lagi "
gerak geriknya memang lincah dan bersifat kanak-kanak,
tanpa hiraukan Giok-liong yang terduduk sila, lebih tidak
pedulikan si orang cebol bermuka bocah yang bernapas ngosngosan,
mukanya sudah menjadi kuning dan kaku.
Tatkala itu sip-hiat-ling Toan Bok ki sudah dipapahnya
bangun, namun tubuhnya lemas lunglai menggelendot
dipundaknya, mulutnya tidak kuasa bicara.
Kata gadis baju hijau lagi:
"Kek berpegangan kencang, kita harus cepat cepat pulang
mengobati lukamu"

Karena mulut tak dapat bersuara, sip- hiat-ling Toan Bok ki
menggerak-gerakkan biji matanya yang redup itu melihat
kebawah tanah, ujung mulutnya juga bergerak-gerak-
Giok-liong paham akan syarat ini. Tahu dia maksud Toan
Bok-ki menyuruh gadis rupawan itu menjemput seruling
samber nyawa, sudah tentu hatinya kembali gelisah kalau
seruling samber nyawa terjatuh ditangan pihak Tiang-pek san,
untuk memintanya kembali tentu tidak mudah.
sebaliknya gadis baju hitam itu tidak mengerti akan maksud
kakeknya, katanya:
"Aku menyambitnya dengan sebatang sio-hiat gin ciam
(jarum perak penyedot darah), kutanggung jiwanya takkan
hidup sampai terang tanah, buat apa pedulikan bocah cebol
ini"
kiranya ia menyangka kakeknya menyuruh dirinya
membunuh si cebol itu.
seperti orang bisu ada mulut hendak berkata namun sia-sia
belaka, demikianlah keadaan Toan Bok-ki, namun matanya
tetap memandang kebawah terus, tapi lama kelamaan
matanya itu juga terasa berat untuk di-bukagadis
baju hijau masih tak mengerti, mulutnya
dimonyongkan sungutnya:
"Kakek ada-ada saja, biarlah ia menderita lebih lama lagi
biar kapok ? siapa suruh dia berani memukul kau dan orang
itu menjadi demikian rupa " sembari berkata ia angkat tangan
kanannya terus menepuk dari kejauhan kepala si orang cebol
yang masih menggerung-gerung ditanah, serunya:
"Baik kuturuti kemauan kakek, supaya hatinya lekas lega "
Terdengar kesiuran angin keras menyampok kedepan "
blang"

"aduh " si orang tua cebol berteriak setengah jalan lantas
berhenti kepalanya pecah berhamburan otaknya berceceran
terang jiwanya tak dapat diselamatkan lagi.
Giok-liong berlega hati diam-diam dia berteriak girang
merasa beruntung, syukur gadis baju hijau ini tidak
mengetahui asal-usul jan hun ti, senjata sakti yang menjadi
perebutan kaum persilatan.
Tapi sekarang pandangan mata siap-hiat ling Toan Bok-ki
melirik kearah Giok liong yang masih duduk bersila.
Lagi lagi baju hijau bersungut uring-uringan, ujarnya:
"Kek kau betul-betul bawel, seorang diri mana aku bisa
mengepruk-mati banyak orang-"
Memandang kearah Giok liong ia berkata lincah:
"Engkoh kecil Aku tahu kau dan kakekku dipukul luka parah
oleh si orang tua cebol keparat itu, karena luka kalian berdua
sama, tapi aku tak bisa menolongmu karena tenagaku kecil,
tak mampu aku memaya dua orang, dendam ini sudan
kebalasan, terpaksa kau kutinggalkan aku bersama kakek
hendak pulang, kelak datanglah ke Tiang pek san di Hiat
hong-cay, tentu kutemani bermain"
Dalam hati Giok liong merasa geli dan ingin bergelak tawa,
segera sekuatnya ia manggut manggut.
Kata gadis itu lagi:
"Kalau ke Hiat-hong-cay, carilah Toan Bok ki wsi, kalau
orang tak tahu tanyakan Ciong ci liong li banyak orang tahu
itulah aku adanya"
Giok liong mengharap dia memayang kakeknya lekas
meninggalkan tempat ini, tempat ini sepi tak ada orang, ia
bisa mengerahkan hawa murni memulihkan tenaganya, asal
bisa menghimpun hawa murni dan memulihkan tenaga murni
dan memulihkan tenaga tentu dapat bergerak dan menyimpan

kembali jan-hun-ti selanjutnya gampang saja mencari tempat
tersembunyi untuk menyembuhkan luka dalamnya. Maka
sekali lagi ia manggut-aianggut sambil tersenyum simpul.
Melihat Giok liong beruntun manggut dua kali Ciang ci
liong-liToan Bok si menjadi lega dan menghela napas serta
tersenyum manis. Tanpa melihat sikap Toan Bok ki lagi, sekali
melejit ia panggul tubuh kakeknya terus berlari kencang,
terdengar ia berteriak:
"Engkoh kecil janganlah lupa datang ke Tiang pekssan
untuk bermain"
belum hilang uaranya beberapa kali loncatan saja
bayangannya sudah jauh berada di puluhan tombak sana.
Mana dia tahu, kakek yang dipanggul dipunggungnya saat
itu sangat gemas dan gegetun sekali, tapi apa boleh buat,
karena diri sendiri tak kuasa buka suara, rasa dongkolnya
ditelan bulat-bulat.
Mengantar bayangan ciang Hiong-li yang menghilang
dikejauhan, hati Giok-liong seperti terlepas dari tindihan batu
besar, diam-diam ia berseru dalam hati. "Sungguh
berbahaya."
Pelan-pelan ia mengheningkan cipta, lalu menghimpun
hawa murni, mulai mengatur pernapasan.
Tak duga baru saja ia mulai, tiba-tiba terdengar lambatan
baju yang dihembus angin maka dilain kejap meluncur lurus
sesosok bayangan orang, pendatang ini adalah seorang muda
yang bermuka pucat kurus.
Giok-liong tersentak bangun, luka dalam yang sudah mulai
terawat dan hampir sembuh tadi kini menjadi berantakan
karena gangguan dari luar ini, keadaan menjadi payah karena
hawa murni yang terhimpun menjadi buyar.
" Celaka " diam-diam Giok liong mengeluh dalam hati.

"Apakah Jan hun ti sudah di takdirkan bukan menjadi
milikku abadi ? Atau mungkin bintangku sedang guram ? Kalau
tidak kenapa aku harus menghadapi berbagai bencana
bergelombang yang selalu mengintai ini."
Betul juga ternyata pemuda muka pucat itu tahu akan
benda antik, setelah berteriak teriak sekian lama mendadak ia
meraih jan-hun-ti yang masih dipegang oleh orang cebol itu,
gumamnya:
"Suhu, terang kau sudah berhasil, kenapa tidak segera
tinggal pergi "
saat itulah baru ia melihat Giok-liong yang sudah empas
empis itu, maka dengusnya dengan menyeringai:
"Hm, kiranya beliau terluka parah setelah mengadu
Iwekang dengan bocah keparat kau ini "
setelah berkata giginya gemeratak menahan amarah yang
tak tertahan, setindak demi setindak dengan langkah berat ia
menghampiri ke arah Giok-liong, sepuluh jarinya dipentang
melengkung laksana cakar garuda siap menerkam mangsanya,
demikianjuga seringainya menakutkan.
Giok-liong mandah mendelong saja mengawasi orang, yang
tenaga sendiri sudah hilang daya untuk bergerak saja tidak
mampu lagi, terpaksa tinggal menunggu ajal saja, diam-diam
ia mengeluh dalam hati sambil pejamkan kedua mata pasrah
pada nasib.
Derap langkah berat si pemuda pucat terdengar sangat
menusuk telinga, setiap langkah bagi Giok-liong menjadi lebih
dekat nyawanya diambang elmaut.
sebetulnya hatinya berontak, pikirnya- "aku tidak boleh
mati, dendam kesumat ayah bunda belum dibikin terang, budi
perguruanpun belum terbalas tentang bencana dunia
persilatan sebagai kaum persilatan betapa juga harus ikut

prihatin akan keselamatan sesama golongan, Dan yang
terpenting lagi adalah seruling samber nyawa bila terjatuh ke
tangan orang jahat kelakpasti membawa bencana besar yang
susah dibayangkan dan sumber dari semua kekalutan ini
bukan lain adalah gara gara dirinya bukankah dosaku
bertumpuk setinggi langit. Coh Ki-sia teringat Coh Ki-sia boleh
di kata merupakan penyesalan terbesar selama hidup ini-
Lagipula.....untuk sesaat pikiran Giok-liong menjadi timbul
tenggelam.
Derap langkah kakijuga semakin dekat.
Terdengar pemuda pucat itu menyeringai sinis, serunya:
"Kau membunuh suhuku, maka aku harus membunuh kau,
ini sudah jamak danjangan kau sesalkan perbuatan aku Hunbin-
ji-long terlalu kejam pulanglah menyusul nenek
moyangmu"
Angin kencang menderu.
"Aooooo—" jeritan panjang yang mengerikan melengking
tinggi menembus angkasa bertepatan dengan itu darah
tampak muncrat kemana-mana.
"Bluk." sesosok mayat terbanting keras celentang di tanah.
Diam-diam Giok liong berteriak:
"Tamat.. segalanya berakhir sudah " tapi yang terasa
olehnya adalah mukanya seperti ketetesan air hujan,
meskipun tubuhnya terdampar oleh terpaan angin kencang,
namun badannya tetap berduduk tanpa roboh.
Dia berpikir, apakah orang setelah mati beginikah rasanya ?
kematian siapapun tiada yang tahu, sebab kalau kau betulbetul
sudah merasakan saat itu jiwa jaga sudah melayang.
Karena pikirannya ini Giok liong lantas merasa kelopak
matanya rada pedas bau anyir darah juga lantas merangsang
hidung menyesakkan.

Coba-coba ia melirik membuka kelopak matanya, tak
tertahan lagi ia berseru kejut seperti disengat kala. Ternyata
keadaan di depan mata yang dilihat ini seolah-olah dalam
mimpi belaka.
Kiranya pemuda pucat yang mengaku bernama Han-binjilong,
saat itu terkapar ditanah dengan batok kepalanya sudah
pecah berhamburan mayatnya digenangi air darah,
menggeletak hanya tiga kaki di hadapannya keadaannya
sungguh mengerikan.
sekelilingnya sunyi senyap tak kelihatan bayangan
seorangpunjuga. Giok liong menjadi heran. Apalagi yang
barusan terjadi. Apakah aku belum mati? secara tak sadar
seperti diperintah oleh nurani ia menggigit lidahnya. "Aduh "
hampir saja ia berteriak saking kesakitan.
Ternyata aku belum mati, kenapa aku tidak mati ? Ini
merupakan teka-teki, teka teki yang sulit ditebak dan
dipecahkan sebagai manusia yang masih segar bugar tentu
mempunyai pikiran demikianjuga keadaan Giok- liong. Hal
pertama yang ingin diketahui adalah seruling samber nyawa
yang di-kempit dibawah ketiak Hun binji long tadi-
'Haya' Jan hun ti sudah lenyap tanpa bekas, Giok-liong
betul-betul menderita dan sengsara kalau kehilangan seruling
samber nyawa, rasanya lebih baik mati daripada hidup- Tapi
apa pula yang dapat ia per buat ? Terpikir olehnya selama
gunung masih menghijau tak usah kwatir tiada kayu bakar.
urusan terpenting yang dihadapi sekarang adalah
menyembuhkan luka-luka dalam dulu baru nanti mengambil
langkah-langkah lebih lanjut.
Maka mulai lagi ia mengheningkan cipta dan menghimpun
semangat mengatur pernapasan, sang malam semakin larut,
kesunyian mencekam alam sekelilingnya. Air embun mulai
membasahi seluruh badannya, waktu angin malam

menghembus lalu terasa badannya menjadi dingin bergidik,
mengandal hawa dingin inilah Giok-fiong melancarkan hawa
murni yang sudah tersusun dan lancar mengitari seluruh
tubuh.
sang waktu berjalan terus tanpa terasa, terdengar
kentongan ketiga dan tak lama pula terdengar kentongan
keempat. Bulan sabit lambat laun sudah doyong kearah barat,
ini pertanda bahwa pergantian cuaca sudah menjelang tiba,
tak lama kemudian diufuk timur sudah terpancar sinar kuning
cemerlang menerangi jagat raya.
seiring dengan terpancang sinar matahari Iwekang Giok
liong juga sudah mulai pulih dan sembuh seperti sedia kala.
sebuah bola api bundar besar lambat-lambat terus merayap
semakin tinggi sampai dipuncak gunung, seluruh maya pada
sudah terang cemerlang, kabut pagi mulai menipis dan
akhirnya hilang. Keadaan Giok liong juga sudah pulih
seluruhnya, hawa murni tengah berputar sembilan kali setelah
berputar kesepuluh boleh dikata keadaannya sudah seperti
manusia umumnya, kesehatannya sudah sembuh seluruhnya.
Namun ia tetap duduk terpekur tanpa berniat berdiri,
matanya mendelong mengawasi tumpukan puing disekitarnya,
dipandang juga mayat Hun-binji-long dan orang tua cebol
bermuka bocah itu sebab sekarang ia tidak tahu lagi kemana
dirinya harus mencari tujuan.
Meneruskan perjalanan ke Ping-goan. Perjalanan ini terlalu
banyak makan waktu, setelah kembali nanti beiarti sudah
lewat pertemuan besar di Gak yang itu. Kalau saat mana
bersua dengan guru tanpa membekal seruling samber nyawa
bagaimana dirinya harus memberikan pertanggungan jawab.
Atau ke hutan kematian saja? Tanpa seruling samber
nyawa seumpama harus berkelahi disana, bagaimana kuat
dirinya menghadap tokoh-tokoh silat begitu banyak dan lihay,
bukan berarti mencari gebuk dan malu saja.

"Tidak, betapapun aku harus menemukan kembali seruling
samber nyawa itu dulu"
demikian akhirnya Giok liong berketetapan dalam batin.
Tapi dunia sedemikian luas manusia begitu banyak- kemana
dan kepada siapa pula dirinya harus minta kembali
serulingnya, tugas ini seumpama harus menggagap jarum di
tengah lautan samudera.
sungguh sesal Giok liong bukan kepalang, kenapa waktu itu
dirinya harus memejamkan mata, kalau dapat melihat tegas
paling tidak ada sumber penyelidikan, sekarang pikirannya
menjadi kosong hampa-
Dalam keadaan serba sulit dan kewalahan ini terpaksa
pelan-pelan ia merangkak bangun, dengan lesu ia menghela
napas panjang, lalu keluar pelan-pelan keluar dari tumpukan
puing Bwe-hun san cheng?
Dengan patah semangat seorang diri ia melenggong
menuju kejalan raya, Ditengah jalan Giok liong menemukan
sebuah perigi, disini ia mencuci mukanya yang penuh
berlepotan darah yang sudah kering. Dunia selebar ini tak
tahu dia kemana kakinya harus melangkah.
Mendadak empat ekor kuda tinggi besar warna kuning
langsat berlari kencang mendatangi dari belakangnya, begitu
cepat lari kuda ini sampai debu mengepul tinggi, sehingga
tubuh Giok liong dikotori debu.
Meskipun kuda pilihan itu berlari pesat, namun dengan
ketajaman mata Giok-liong dilihatnya tegas keempat
penunggangnya adalah empat laki-laki kekar berseragam ungu
berpakaian ketat, diatas punggungnya kelihatan terselip
senjata tajam, gerak-geriknya mereka kelihatan gugup gelisah
seperti memburu waktu.
Tengah ia terlonggong sambil menerawang. Didengarnya
lambaian angin kencang dari belakang, ternyata itulah seorang

nenek tua berambut uban berkulit hitam yang menyolok mata
adalah pakaian yang dipakainya itu adalah baju dan blus yang
berkembang warna-warni.
Dan yang lebih mengherankan langkah kakinya itu ternyata
begitu ringan laksana terbang, kelihatan lebih pesat dari laju
keempat kuda pilihan tadi, sekejap jaraknya sudah dekat
sekali.
Jilid 25
"Hai bocah cilik adakah empat ekor kuda lewat kedepan ?"
Giok-liong berlagak seperti orang kampungan yang takut
kena perkara, sahutnya.
"Baru saja lewat" lalu bergegas tinggal pergi dengan
langkah lebar.
Dilihat gelagatnya mereka para kaum persilatan ini tengah
mengejar sesuatu, dirinya saat ini sedang dilibat oleh urusan
besar yang harus cepat-cepat dapat diselesaikan kalau sampai
ikut terlibat dalam urusan tetek bengek dengan mereka ini
tentu serba berabe. Tak duga nenek beruban itu berteriak
lagi.
"Bocah cilik berapa ia tua mereka lewat"
"Baru saia belum lama " sahut Giok-LLong dari kejauhan.
Si nenek lantas tersipu-sipu berlari ke depan sambil
mulutnya mengomel panjang pendek. Tak nyana belum
berapa jauh tiba-tiba ia putar balik lagi, tanyanya keras:
"Didepan keempat ekor kuda adalah kau melihat seorang
gadis baju hitam lewat disini ?"
Giok-Liong menunduk dan menyahut mafas-malasan: "Aku
tidak melihat"

"Tidak melihat ?" si nenek seperti tidak percaya, matanya
berkedip-kedip, lalu desaknya lagi:
"Gadis baju hitam itu berusia enam tujuh belasan,
tangannya membekaL sebatang seruling batu pualam "
"Hah." tak tertahan Giok-liong sampai berseru kejut,
tergetar seluruh badannya.
Agaknya si nenek tidak perhatikan sikap perubahan Giok-
Liong ini, katanya pula tak sabar:
"Hai, apa kau tuli ? Kataku seorang gadis baju hitam yang
membawa sebatang seruling batu pualam warna putih, berapa
lama lewat dan sini?"
sungguh girang Giok-liong bukan main, bangkit
semangatnya secara reflek ia kembangkan kesehatan ringan
tubuhnya, sekali melesat tiga tombak lebih mendahului didepan
si nenek, mulutnya berseru keras:
"Benar ada kejadian ini" sekejap saja bayangannya sudah
berlari kencang berapa jauh.
Terdengar si nenek berseru tertahan, gerungnya gusar:
"Kurang ajar, aku salah mata "
Jantung Giok-liong berdegup keras sekali, ingin benar
segera mengejar kedepan mendapatkan gadis baju hitam
yang dikatakan si nenek itu, maka Leng-hun-toh
dikembangkan sampai puncak tertinggi untung hari belum
terang tanah, manusia masih jarang berlalu lalang maka
secepat terbang ia kembangkan ilmunya tanpa kuatir sesuatu
apapun terjadisekejap
saja dilihatnya dikejauhan sana debu mengepul
tinggi, terang sebentar ke-empat ekor kuda yang dicongklang
cepat itu pasti dapat disusulnya. Terlihat seratusan tombak
didepaa sana adalah hutan pohon cemara yang lebat sekali,

kelihatan keempat ekor kuda itu membelok masuk hutan terus
lenyap dari pandangan mata.
Kuatir kegilangan jejak kuntitannya, Giok- liong kerahkan
tenaganya, badannya melesat ke depan bagai terbang
langsung meluncur memasuki rimba lebat itu.
"Aih, kemana mereka ?" tampak empat ekor kuda yang
basah kuyup dengan keringat tengah kempas-kempis tersebar
dalam hutan, empat orang laki-laki kekar diatas kuda tadi tak
kelihatan bayangannya entah kemana-
Tengah Giok-lioag terlongong bingung mendadak disebelah
dalam hutan sana terdengar suara bentakan dan gemboran
nyaring, angin menderu keras berseliweran didalam hutan
sebelah sana.
Tanpa ayal segera ia memburu masuk ke sebelah dalam,
menurut dugaannya pasti keempat laki-laki itu sudah
menyusul orang yang hendak dicarinya itu, karena tiada
persesuaian paham lantas berkelahi mati matian, yang
bertempur dengar mereka juga bukan lain si gadis baju hitam
yang dikatakan oieh nenek beruban itu. Tanpa banyak pikir
Giok-liong lantas meloncat kearah dimana terjadi pertempuran
itu.
Tepat menurut dugaannya terlihat didalam hutan sana
seorang gadis baju hitam tengah berkelahi sengit melawan
musuhnya senjata ditangannya itu memang bukan lain adalah
seruling samber nyawa miliknya yang telah hilang itu.
Naga-naganya si gadis tidak tahu cara permainan silat
menggunakan seruling itu, karena tidak menyalurkan
Iwekangnya, bukan saja jan-hun-ti tidak dapat
memperlihatkan perbawanya, sampai cahaya terang yang
terpancar dari batu pualam itupun tidak terpancar keluar.
Lawan sigadis baju hitam ternyata bukan empat laki-laki
diatas kuda, ternyata adalah seorang pemuda berpakaian baju

biru dan pemuda ini sudah dikenal oleh Giok-liong karena dia
bukan lain adalah murid Lining mo-io Li siang-san, yaitu Lanitong-
kim Hoa sip-i.
Begitu tiba cepat-cepat Giok-llong berteriak-
"saudara Hoa, lekas berhenti " seiring dengan teriakan
langsung ia melesat memasuki gelanggang terus berdiri
bertolak-
Maka tampaklah tangan orang terpental mundur. Lani-longfcuo
Hoa sip-i meloncat mundur tujuh kaki, menghindari
sejurus seringan Giok ci-liang-jay dari si gadis baju hitam,
terdengar ia berseru dengan kegirangan:
"siau-hiap Tepat benar kedatanganmu"
kiranya napas sudah ngos-ngosan, tenaga juga hampir
habis, jidatnya sudah basah oleh keringat.
si gadis baju hitam melintangkan seruling di depan
dadanya, begitu melihat Giok-liong ia rada tercengang,
matanya tak berkedip memandang Giok-liong, ujarnya heran:
"Aih, bukankah kau sudah mampus?"
Giok liong mandah tertawa geli, sahutnya-
"Nona ini betul betul pandai main kelakar"
Gadis baju hitam mengangkat alis, serunya:
"siapa berkelakar dengan kau, waktu aku lewat bekas
tempat terbakar itu, kulihat kau berduduk mematung seperti
Hwesio yang sudah mati- sedang kurcaci yang membawa
seruling ini tanpa menghiraukan undang-undang dalam rimba
persilatan hendak menghancurkan jenazahmu- maka tanpa
tanggung tanggung lagi kupersen sebuah kemplangan di
belakang batok kepalanya- Apakah itu kejadian yang purapura
saja?"

Giok-liong semakin tertawa lebar, katanya lembut sembari
menjura:
"Terima kasih akan bantuan nona, sebetulnya aku yang
rendah belum mati, memang aku terluka parah karena
mengadu Iwekang dengan seorang musuh"
sekarang berkerut alis si gadis baju hitam, dengan sikapnya
yang besar-besaran berkata dengan nada penuh teguran,
"usia masih muda sudah berani gagah-gagahan mengadu
tenaga dalam dengan orang jangan sekali-sekali kau ulangi
lagi ya"
Hoa sip-i yang berdiri disamping menjengek dingin dan
hendak membuka mulut.
Cepat-cepat Giok-liong mencegah orang bicara dengan
syarat tangannya- sebab meski pun baru pertama kali ini
bertemu, namun Giok-liong tahu bahwa nona ini tentu biasa
sangat dimanjakan, seorang gadis binal seperti kuda pingitan
yang jarang bergaul dengan umum, sekarang seruling samber
nyawa masih berada ditangannya, sekali-kali jangan sampai
membuatnya marah.
Giok liong lantas membungkuk serta katanya:
" ucapan nona memang benar "
sigadis baju hitam semakin mendapat angin, katanya-
" Hidup dikalangan Kangouw kok gampang-gampang
mengadu jiwa mati-matian."
Giok liong mengiakan "ya, memang benar "
si gadis baju hitam semakin berbesar hati, seperti orang
dewasa saja manggut-manggut, katanya.
"Sudahlah aku hendak pergi-"

Bergegas Giok-liong lantas memburu maju menghadang
didepannya, katanya sambil memberi hormat:
"Nona, ada sesuatu urusan kuharap nona suka memberi
maaf kepadaku"
"Urusan apa ?"
"Tentang seruling itulah "
"seruling ? Bagaimana dengan seruling ini ?"
"Seruling ini sebenarnya adalah milik-ku."
"Terang nyata adalah milik pemuda pucat itu, bagaimana
bisa- - -"
Lan-i-long-kun Hoa sip-i segera menyela bicara:
"ya memang milik Ma siau hiap, aku berani menjadi saksi-"
Giok-liong khawatir membuat orang jengkel, maka lekaslekas
ia bicara lagi:
"sebetulnya memang milikku, justeru karena jan.. ."
mendadak tergerak hatinya, kata-katanya sudah sampai
diujung mulut lantas ditelannya kembali, gadis baju hitam
dihadapannya ini terang tidak tahu asal usul dan nilai seruling
ini, andaikata diketahui sebagai senjata sakti dan benda
pusaka dunia persilatan, mungkin ia tidak mau menyerahkan
kembali.
Benar juga tampak si gadis baju hitam bersungut, katanya
cemberut.
"Hanya karena sebatang seruling saja lantas mengadu jiwa
apa segala, sungguh nakal benar kau ini" Giok-liong lantas
berkesempatan bicara lebih lanjut:
"Betul, seperti lelucon saja "
"Sudahlah tak perlu banyak bicara lagi, nah kau ambil
kembali "

seperti mendapat anugerah dari sang raja layaknya Giokliong
melangkah setindak sambil mengulur tangan
menyambut.
sekonyong-konyong terlihat bayangan orang bergerak
gerak didalam hutan sana di susul terdengar sebuah bentakan
berkata:
"Jangan kau serahkan kepadanya "
Empat laki-laki penunggang kuda itu juga serentak
merubung datang, sikapnya garang dan mengancam, senjata
terhunus dengan berdiri tegang, mata mereka tertuju ke arah
seruling samber nyawa.
Mata gadis baju hitam berkedip-kedip, tanyanya heran:
"Kenapa ?"
serempak ke empat laki-laki kekar itu berseru:
"Serahkan kepada kita"
Muka si gadis baju hitam mengunjuk rasa tak senang,
katanya mendesis:
"Apa yang hendak kalian lakukan ?"
"Kau tidak kenal kita, tapi kita kenal siapa kau ?"
"siapa kalian ?"
"Apakah pernah dengar Kuisan-su kiat? (empat gagah dari
gunung kura)."
"Tidak pernah dengar"
"Bersama ayahmu Hwi-thian-bu-siong siangkwan Hou kita
adalah kawan sehidup semati-"
Bercekat hati Giok liong, saat masa tak menguntungkan
bagi dirinya kalau terus merebut secara kekerasan, terpaksa

harus menggebah keempat Kui-san-su-kiat lebih dulu, segera
ia melangkah maju sambil bersiap siap hendak menyerang.
Tak duga si gadis baju hitam sudah bertindak lebih cepat,
serunya tertawa :
"Ka-lian sahabat ayahkujuga kenal aku- Tapi, apa peduli
kalian atas diriku ?"
salah seorang dari Kui-san-su-kiat berteriak: "Apakab kau
tahu asal usul seruling ini?"
"Kalian tidak perlu urus tentang hal ini " sahut si gadis baju
hitam uring-uringan.
"seruling ini adalah senjata kuno yang sakti mandraguna,
pusaka dunia persilatan itulah seruling samber nyawa. yang
menggetarkan seluruh Kangouw "
"Aku tidak peduli, aku harus mengembalikan secara adil
kepada pemiliknya " sembari berkata ia angsurkan seruling
samber nyawa kepada Giok-liong.
Tampak bayangan berkelebat dibarengi sinar abu-abu
melesat tiba, empat bayangan abu-abu menubruk tempat
kosong, kirinya ringan sekali gadis baju hitam itu telah
melayang jauh setombak lebih, serunya tak senang sambil
mengebutkan lengan bajunya:
"Apa yang kalian hendak lakukan ?"
su-Kiat berkasa berseru: "serahkan seruling samber nyawa
kepada kita "
"Mimpi seumpama memang benar pusaka Bulim, kalau
tidak kukembalikan kepada dia juga harus menjadi milikku,
kenapa harus kuserahkan kepada kalian ?"
Giok-liong menjadi gugup, cepat-cepat ia menyela bicara:
"Nona .. ."

"Legakanlah hatimu," ujar si nona baja hitam sambil
tersenyum manis
" Kalau memang milikmu nanti kukembalikan kepadamu"
salah seorang dari su-kiat berkata lagi:
"Usiamu masih muda dengan bekal kepandaianmu
sekarang takkan mungkin dapat melindungi pusaka itu,
kupandang muka ayahmu dan demi keselamatan jiwamu,
maksud kita adalah baik"
Gadis baju hitam menjadi berang, semprotnya:
"Pembual Iwekang kalian lebih lihay dari aku ? Marilah kita
coba coba "
apa yang dikatakan lantas dilaksanakan tampak bayangan
hitam berkelebat sekali melejit ia tiba dihadapan Giok liong
langsung menyisipkan seruling ke tangan Giok-liong, katanya
tertawa :
"Jangan pergi dulu, lihatlah biar kuhajar mereka."
Kelakuan si gadis ayu ini benar benar diluar dugaan Giok
liong, setelah seruling berada ditangannya hatinya menjadi
lega, ia berdiri di tempatnya tanpa bergeming, matanya
mendelong mengawasi gelanggang.
Lan ie long kun Hoa sip i lantas mendekati Giok hong,
katanya lirih:
"Siau-hiap sekarang juga kau tidak maupergi masih tunggu
apa lagi?"
Giok liong menggeleng kepala. matanya masih mengawasi
kenakalan sepak terjang si gadis baju hitam.
Kata Hoa sip-i lagi:
"siau hiap, ayah bocah perempuan ini bukan sembarang
tokoh yang boleh dibuat permainan, ilmu kepandaian Hwithian

bu-siong-tun-hiat elang sudah mencapai tingkat yang
sempurna,"
Giok-liong manggut-manggut, ujarnya:
"Karena aku dia sampai berkelahi mana bisa aku tinggal
pergi tanpa pamit, tanpa pedulikan mati hidupnya ?"
saat mana si gadis baju hitam sudah melangkah ke depan
Kuisan su-kiat kira-kira tujuh kaki, sembari menepukkan
tangannya ia berseru lantang:
"Berkelahi cara bagaimana, satu lawan satu, atau kalian
maju bersama ?"
Bersungut muka Kui-san-su kiat, serunya bersama:
"Tujuan kita adalah Jan-hun-ti, siapa yang sudi main
tangan dengan kau "
lalu saling memberi isyarat dan serentak bergerak
menghampiri kcarah Giok-Liong.
Gadis baju hitam semakin naik pitam, dengan sejurus TOpa
cui-liu tiba-tiba badannya jumpalitan menghadang didepan
Kui-san-su-kiat, katanya tak senang:
"Memandang rendah aku siangkwan Hong-cu ya ?"
Kui-san su kiat menjadi mangkel, serentak mereka
membentak:
"Budak binal, terlalu kurang ajar"
Makian budak binal betul-betul membuat siang-kwan Hongcu
berjingkrak gusar, makinya:
"Kentut" kedua kepalannya lantas bergerak sambil
menubruk menyerang-
Kui-san-su-kiat betul-betul dibuat mencak-mencak, mereka
tak menduga kalau bakal diserang, maka dengan gugup saling
berebutan meloncat menghindar selamatkan diriTIRAIKASIH
WEBSITE http://kangzusi.com/
sekali serang berhasil membikin kocar kacir pihak musuh,
siang-kwan Hong cu semakin mendapat hati, seperti bayangan
mengikuti bentuknya serentak ia kembangkan ilmu
pukulannya, sekejap saja beruntun ia lancarkan dua belas
pukulan tangan terbagi empat Melihat cara permainan gadis
baju hitam ini diam-diam Giok-liong terkejut dalam hati,
bahwa kepandaian siangkwan Kong-cu ini memang cukup
lihay.
saat itulah terdengar sebuah gerangan keras dari luar
rimba, suara sember seperti gembreng pecah berkata:
"Hong Cu Jan- hun-ti jangan sampai hilang " seiring dengan
habis perkataannya, segulung sinar terang berkelebat masuk
ke dalam gelanggang.
Begitu melihat si nenek ubanan, segera siangkwan Hong cu
berteriak:
"Si lolo, Kui-san-su-kiat terlalu menghina orang "
Tak tahunya perhatian si-lolo ternyata tertuju ke seruling
sambar nyawa yang di pegang Giok-liong, tanpa pedulikan
teriakan siangkwan Hong cu, langsung ia menyerbu ke arah
Giok-liong sembari menggerung gusar:
"Bocah keparat, kau menipu aku "
gesit sekali Giok-lioag meloncat mundur dua tombak, kedua
biji matanya bersinar tajam, ujarnya.
"Aku menipu kau apa ?"
"Mulutmu bawel, serahkan jiwamu " seperti banteng
ketaton si-lolo menyerbu lagi dengan ancaman cakarnya yang
berbahaya.
" Celaka Awas dialah Li ciau-sin si ji-ping " tiba-tiba Hoa
sip-i berteriak kaget sambil menarik lengan baju Giok-liong.

"Lolo, jangan " dari samping sana Siangkwan Hong-cu
berteriak sambil memburu tiba.
Kebetulan Li-ciau-sin siJiping tengah melancarkan 'ui-yan
toh-hong-ciang' begitu melihat siangkwan Hong cu memapak
datang, kejutnya bukan main, cepat ia menarik kembali
serangannya, mulutnya ikut berteriak:
" Hong-cu Bocah gendeng "
Jikalau kurang sigap ia menarik kembali serangannya tentu
kedua telapak tangannya tadi sudah telak mengenai badan
siangkwan Hong cu.
Siangkwan Hong-cu merengut sambil membanting kaki:
"Lolo, kenapa kau hendak memukulnya ? Marilah kita hajar
dulu empat kura-kura banci itu"
Keruan kata-katanya ini semakin membuat Kui san su-kiat
murka, serunya-
"Bagaimana Hwi thian bu siong siangkwan Hou mendidik
anak gadis yang kurang ajar ini"
Li ciau sin sendirijuga dibikin kewalahan ujarnya:
"Hong cu yang penting sekarang kita menebus jan hun ti
itu dulu"
Justru siangkwan Hong cu tak mau dengar nasehatnya
katanya marah-marah:
"Aku tidak sudi, baik aku tidak perlu bantuan Lolo, masa
aku tidak berani menempur empat kura kura ini"
Lekas-lekas Li ciau sin memburu maju merintangi, ujarnya.
"Hongcu, buat apa...."
Tanpa hiraukan nasehat orang, segera siangkwan Hong cu
menerjang dengan serangan yang lebih gencar, betapa lincah
dan gesit permainannya laksana seekor burung hong yang

tengah menari dan berloncatan kedua lengannya tak berhenti,
setiap pukulannya tentu mengarah Kui san su kiat.
Diam-diam Giok liong merasa geli dalam hati, sambil
menenteng seruling samber nyawa ia acuh tak acuh menonton
dari samping, coba cara bagaimana mereka hendak
menyelesaikan urusan konyol ini, maka diam-diam ia ambil
keputusan pada saat yang tidak dibutuhkan dia takkan sudi
turun tangan mencampuri urusan ini.
Demikianjuga Lan i long-kun Hoa sip i berdiri berendeng
bersama Giok- liong bersikap menonton saja.
sementara itu dengan gaya yang lincah serta ilmu pukulan
yang lihay itu siangkwan Hong cu menyerbu ke tengah
kawanan Kui-sansu kiat, beruntun ia lancarkan pukulan
tendangan serabutan yang membikin lawannya kocar kacir,
untuk mengalah sudah tidak mungkin bagi Kui san su kiat,
atau sebaliknya mereka sendiri yang bakal menerima bogem
mentah.
Namun karena Li ciau sin siji-ping juga hadir, supaya tidak
dimaki orang tua menindas anak kecil, apalagi mereka masih
gentar dan tak berani menyalahi terhadap siangkwan Hou
maka cara permainan silat mereka juga rada tendor dan tak
berani menyerang sungguh-sungguh, paling-paling cuma
membelas diri saja. sebaliknya siangkwan Hong cu seperti
mendapat hati saja, serangannya terus membadai tak tahu
apa yang dinamakan takut dan khawatir untuk menjaga diri,
begitulah seperti orang kerasukan setan ia menyerang
musuhnya habis-habisan dengan kalapnya-
Keruan Kui-san su-kiat semakin mencak-mencak keripuhan
sambil berkaok-kaok. namun dasar kepandaian mereka lebih
tinggi gesit dan tangkas sekali mereka dapat menghindarkan
diri dari rangsekan musuh kecil ini.

Melihat keberandalan si gadis pingitan ini, akhirnya Li ciausin
siji-ping menjadi dongkol, teriaknya:
"Hong cu, kenapa kau ini Hayo lekas berhenti" lalu ia
berseru lagi:
"Para saudara dari Kui-san, kalian berempat masa hendak
mengeroyok bocah kecil "
Baru saja lenyap suaranya mendadak terdengar siangkwan
Hong cu menggerang keras:
"Roboh "
"Aduh " terdengar losam atau orang ke tiga dari Kui-san-su
kiat mengeluh kesakitan, kedua kakinya lantas dijejakkan dan
mundur beberapa tindak- saking besar tenaga yang telah
dikerahkan tak waspada lagi kontan tubuhnya menumbuk
sebuah batang pohon besar, lagi-lagi ia menjerit kesakitan
terus membalik-balik dan terhuyung jatuh tersungkur, kepala
berat dan mata berkunang-kunang babak belur.
Keruan tiga saudara lainnya menjadi gusar.
"Budak kurang ajar cari mati kau" demikian mereka memaki
berbareng.
sekali pukul dapat merobohkan salah seorang musuhnya,
sudah tentu siangkwan Hong-cu semakin takabur, terdengar
tawanya cekikikan seperti keliningan ujarnya:
" Empat lawan satu, kalau tidak kurobohkan kalian satu
persatu tentu aku yang rugi "
sebetulnya ditimbang secara wajar dengan bekal
kepandaiannya untuk melawan Kui-san-su kiat sebenarnya
kemampuannya sangat terbatas, soalnya memang pihak lawan
sengaja mengalah dan terlalu memberi hati.
Kini Kui-san-su kiat tidak tahan lagi, salah seorang yang
tertua terdengar membentak :

"sikat "
"su-kiat" terdengar U-ciau sin siji-ping berteriak:
"Apakah kalian akan mengadu jiwa ?"
"Apa kau tidak lihat keadaan ini, atau kau sengaja hendak
menghina dan mentertawakan kami?" sembari berkata
serentak enam kepalan mereka bertiga bergerak mengepung
siangkwan Hong cu ditengah arena.
"Lolo," omel si Lotoa dengan gemas.
sebagai kambing gembel yang masih muda, tidak takut
melihat harimau layaknya, siangkwan Hong cu semakin
bernafsu berkelebat meski dikepung ketat dan setiap saat
terancam mara bahaya masih terdengar suara tawanya yang
cekikikan, sepasang tangan kecilnya yang putih halus bergerak
lincah dan menderu membawa angin kencang terdengar suara
merdu menggoda:
"Heh- Masih ada simpanan apa lagi yang belum kalian
lancarkan ?"
sementara itu si Losam yang jatuh muntah darah itu sudah
merangkak bangun sambil menyeka darah yang meleleh di
ujung mulutnya terus menyerbu ke dalam gelanggang
pertempuran.
Pertempuran menjadi semakin sengit, angin menderu dan
debu serta daun-daun kering beterbangan menari-nari di
tengah udara.
Giok liong manggut-manggut merasa kagum, sungguh
diluar dugaannya. bahwa dengan sepasang kepalannya
kiranya siangkwan Hong-cu kuat bertahan melawan keroyokan
empat musuhnya yang kekar dan cukup tinggi kepandaiannya
seperti Kui-san-iu-kiat ini, malah sama kuat dan kadangkadang
mendesakTIRAIKASIH
WEBSITE http://kangzusi.com/
Meskipun tingkat kepandaian Ku>san-su-kiat belum
termasuk katagori kelas wahid dan tokoh-tokoh kenamaannya,
paling tidak nama mereka juga sudah disegani oleh kalangan
persilatan sekitar daerahnya, sekarang hanya melawan gadis
kecil macam siangkwan Hong-cu saja sudah begitu terdesak
keripuhan, walaupun belum kelihatan kena kejotos roboh,
menurut gelagatnya saja mereka sudah jatuh pamor dan
malu.
sementara itu sambil mengikuti jalan pertempuran, tak lupa
Li-ciau-sin siji-ping selalu melirik kearah seruling samber
nyawa ditangan Giok- liong.
Kira-kira setengah jam sudah lewat, pertempuran masih
kelihatan sama kuat, siang-kwan Hong cu mengandal ilmu
pukulannya yang penuh mengandung tipu-tipu aneh dan lihay
selalu menyergap musuh dan melancarkan sennpan
menentukan, sehingga lama kelamaan tenaga mesti terkuras
habis apalagi kalau diukur perorangan saja Iwekangrya masih
setingkat lebih bawah, semakin lama maka kelihatan akan
kelelahan dalam latihannya yang kurang sempurna.
Napas sudah megap-megap, tenaga juga semakin lemah,
gerak geriknya semakin-lamban, tak kuasa menjebol
kepungan Kui san-su kiat, sering kali sekarang ia menghadapi
elmaut yang mengancam jiwa.
Tanpa merasa Giok-liong menggumam sendiri:
"sepuluh jurus lagi mungkin ia tak kuat bertahan"
pelan-pelan jan hun-ti dimasukan kedalam kantongnya.
Melihat Giok liong menyimpan seruling sambar nyawa,
sedang matanya tidak berkesip mengawasi gelanggang
pertempuran, pundak juga sudah terangkat dengan kaki
sudah bersiap bergerak. Li ciau-sin menjadi kwatir kalau Giokliong
melarikan diri segera ia menubruk maju sambil
membentak:

"Kau hendak merat Tak begitu gampang "
Perhatian Giok-liong hanya tertuju kepada keselamatan
siangkwan Hong cu, maka terhadap sikap terjang Li ciau-sian
ini sedikitpun ia tidak ambil perhatian. Tepat pada saat itulah
perubahan dalam gelanggang pertempuran. Dengan jurus yacan-
pat hong (bertempur dari delapan penjuru) ia lancarkan
sebuah pukulan dahsyat yang lihay, sayang tenaga sudah
terkuras habis, tenaga yang terkerahkan tidak mencukupi
jatah yang seharusnya diperlukan sehingga kakipun ikut
tergoyah kedudukannya sehingga terlihatlah lobang
kelemahannya.
Lotoa dari Kui san-su-kiat sudah pengalaman dalam
pertempuran sengaja ia memancing musuh-musuh dalam tipu
dayanya, sedikit tubuhnya terjengkang kebelakang untuk
menghindar.
siangkwan Hong cu yang baru saja kelana di Kangouw dan
belum berpengalaman menyangka bahwa serangannya pasti
berhasil dan dirinya bisa segera menerobos keluar kepungan,
maka dengan gesit sekali ia menerjang kearah lobang jebakan
ini.
Adalah melihat kesempatan bagus ini, tiga saudara Kui-sansu
kiat serempak menggembor keras enam tangan pukulan
bersama memukul kedepan.
Dalam keadaan kritis bagi jiwa siang-kwan Hong-cu ini
melihatlah sesosok bayangan putih berkelebat, tahu-tahu
segesit kabut Giok liong sudah menerjunkan diri ke dalam
gelanggang pertempuran sekali ulur ia cengkeram baju di
tengkuk siangkwan Hong-cu terus menggembor keras,
seketika seperti elang menyambar kelinci kontan tubuhnya
melejit tinggi menjulang ke tengah angkasa setinggi tiga
tombak, tepat sekali menyelamatkan jiwa siangkwan Hong-cu
dari cengkraman elmaut dari pukulan gabungan musuh.

Maka terdengarlah suara "blang" yang keras, begitu
dahsyat gabungan pukulan ini sehingga tanah dimana
siangkwan Hong cu berpijak tadi kini sudah berlobang dalam..
Karena pukulan mengenai bumi dan tenaga yang
terkerahkan juga sekuatnya maka tangan ketiga
penyerangnya menjadi kaku kesemutan.
Waktu Kui san-su kiat angkat kepala, entah kapan tahutahu
dipinggir lobang bekas kena pukulan itu kini sudah berdiri
seorang tua pertengahan umur yang mengenakan pakaian
jubah hitam dan topi rumput, wajahnya tampak bersegi
empat.
Kejadian ini berlangsung begitu cepat sehingga Hoa sip-i
dan si jiping juga tidak melihat jelas. Tahu-tahu Giok liong
sudah melayang jauh terhindar dari bahaya, setelah hinggap
ditanah ia letakkan tubuh siangkwan Hong-cu diatas tanah,
katanya lirih:
"Nona Hong cu Kau tidak kaget bukan ?"
sepasang biji mata bening siangkwan Hong-cu, berkedipkedip
memandangi wajah Giok-liong sesaat kemudian tiba-tiba
ia berlari menubruk ke dalam pelukan si orang tua jubah
hitam itu terus menangis gerung-gerung.
Ternyata orang tua jubah hitam bertopi rumput ini bukan
lain adalah ayah siangkwan Hong cu yaitu Hwi thian bu siong
Siangkwan Hou.
Air muka siangkwan Hou semakin membeku, giginya
bergemeratak menahan gusar yang tak terkendali, napasnya
juga rada memburu pancaran matanya mengandung nafsu
membunuh.
Pelan-pelan dan ragu-ragu. Li ciau sin siji-ping tampil ke
depan, ujarnya:
"Engkoh tua, kau»."

Tak duga siangkwan Kou malah membentaknya dengan
suara keras bagai geledek:
"Jangan kau hiraukan aku"
Merah jengah selebar muka siji-ping katanya tersendat-
"Kenapa kau ini ?"
"Aku tidak apa-apa-" sahut siangkwan Hou ketus-
"Kenapa berlaku garang dan kasar terhadap aku Li-ciausin?"
"Aku-.. hm, terhitung kau sebagai kenalan kental, terhadap
kau orang she si selamanya kupandang sebagai famili dan
seperti saudara sedaging sendiri, bukankah hubungan kita
baik-baik saja selama ini?"
"Siapa bilang salah?" sahut Li-ciau-sin manggut-manggut.
Hwi-thian-bu-siong mendengus hidung, lalu jengeknya:
"Cuh, Kalau begitu kenapa kau melihat anakku di keroyok
empat kau tinggal menggendong tangan diam saja- Kalau
bukan kawan kecil ini yang menolong tepat pada waktunya,
apakah saat ini Hong-cu masih bernyawa?"
semakin merah wajah Li-ciau-sin siji-ping, katanya tersekatsekat:
" Karena.. hanya..."
Tanpa terasa melirik kearah dirinya, siangkwan Hou
mengelus kepala siangkwan Hong-cu pelan-pelan, ia
menyurung tubuh putrinya serta katanya lembut
"Hong cu, kau istirahat di-samping, biar aku mengukur
sampai dimana tingkat kepandaian simpanan para saudara
Kui-san su-kiat"
Lotoa dari Kui-san-su-kiat segera memburu dua langkah,
katanya sambil menjura:

"Siangkwan Toako . ."
Belum habis kata-katanya Hivi-thian-bu-siong siangkwan
Hou sudah menukas dengan berjingkrak gusar,
"jangan cerewet lagi, mulailah"
"Duduk perkara ini..."
"Tutup mulutmu jelek-jelek aku siangkwan Hou punya
nama dan kedudukan di kalangan Kangouw, masa bisa ku
diamkan saja orang lain menghajar putriku didepan pintu
rumahku, jangan sebutkan segala alasanmu. Mulailah "
Kui-san bersaudara menjadi kememek dan saling pandang.
Naga-naganya mereka rada gentar dan takut menghadapi
siang-kwan Hou.
Tapi siangkwan Hou tidak memberi hati kedua lengannya
digerak-gerakkan sampai mengeluarkan suara kerotokan,
suaranya keras:
"Mari kalian berempat maju bersama, setelah mengeroyok
yang muda keroyok sekalian yang tua ini, bukankah kalian
akan puas dan gembira ?"
Kata Lotoa dari Kui san-su-kiat:
"siang-kwan Toako, urusan ini betapa juga kau harus
mendengar dulu penjelasan dari si lolo"
siangkwan Hou mandah terloroh-loroh dingin, mendadak ia
menepuk tangannya serta serunya :
" Aku tidak kenal siapa itu si-lolo, akupan tidak perlu ada
orang ketiga sebagai saksi untuk mengobral kentut busuknya "
"Kalau begitu..."
"Tutup bacotmu kenyataan sudah membuktikan sendiri,
kalau berani silakan turun tangan terhadap tulang tuaku ini "

Keadaan Li ciau-sin siji-ping menjadi serba runyam, segera
selanya mendebat:
"Paling tidak kau harus mendengarkan dulu duduk perkara
sebenarnya .. ."
"Aku tidak sudi mendengar, kalau kau tidak terima silakan
kalian berlima maju sekalian, aku siangkwan Hou tidak
memandang sebelah mata "
Terang Kui-san su kiat merasa gentar, namun di desak
sedemikian rupa akhirnya si Lotoa membanting kaki seraya
berkata mengertak gigi:
"Baik siangkwan Toako, kita bersaudara segera
mengundurkan diri dari rimba itu "
"Berdiri Masa begitu gampang mau tinggal pergi begitu
saja?"
"siangkwan Toako.."
" Lihat serangan" tanpa banyak kata lagi siangkwan Hou
segera mendahului melancarkan serangan, jurus serangannya
dilancarkan dengan landasan kekuatan yang besar saking
gusar, sekaligus empat lawannya diserang berbareng .
Bukan begitu saja akibatnya, pada saat gaya serangannya
mulai dilancarkan tiba-tiba tubuhnya meluncur lurus kedepan,
diam-diam sikutnya menyodok ke samping berbareng sebelah
kaki kanan diangkat untuk menendang Li-ciau-sin yang berdiri
disamping sebelah sana.
Li ciau-sin sedikitpun tidak menduga bahwa dirinya bakal
diserang begitu rupa, keruan dalam keadaan yang tidak siaga
ia menjadi gelagapan, untung ia cukup gesit mengelak
mundur terus menggelendot dibatang pohon, air mukanya
berubah bergantian menjadi jelek-
Cara serangan siangkwan Hou ini bukan saja sangat
sempurna dan kuat, dilandasi Iwekang yang ampuh lagi maka

kekuatannya jauh lebih dahsyat dibanding anak putrinya tadi,
setiap jurus tipunya mengancam jiwa keempat lawannya.
sudah tentu ilmu Hwi thian bu-siong Kun-hiat ciang (ilmu
pukulan kelabang terbang menelan darah) jauh lebih hebat
perbawanya dibanding putrinya tadisudah
tentu Kui-san su-kiat merasa tekanan serangan
musuh tua ini jauh lebih berat dan berbahaya, mau tak mau
mereka harus kerahkan setaker kemampuannya untuk
bertahan, namun demikian mereka merasa sangat payah juga-
Dalam pada itu, pelan-pelan siangkwan Hong cu
menggeremet mendekati Giok-liong, katanya terdengar lirih:
"Terima kasih atas pertolonganmu tadi "
gadis pingitan ini berwatak keras dan kukuh, setelah
mengucapkan kata katanya ini selebar mukanya menjadi
jengah sendiri, lekas-lekas ia menundukkan kepala-
Giok-liong juga menyahut lirih:
"Nona Heng-cu, kau terlalu sungkan. Kalau su-kiat tidak
mengatur tipu daya ditambah sekali lipat lagi juga mereka
bukan tandinganmu."
syuuur rasa hati siangkwan Hong-cu, tanyanya lagi:
"Dimana serulingnya ?" Giok-liong menepuk dadanya,
sahutnya:
"Tersimpan disini, apa kau mau ?"
siangkwan Hong cu menggeleng kepala, sahutnya:
"Bukan barang milikku, selamanya aku tidak mau terima,
kecuali-.."
belum habis kata-katanya tiba-tiba terasa angin kencang
menyambar datang, disusul terlihat sesosok bayangan
berkembang terus menubruk tibaTIRAIKASIH
WEBSITE http://kangzusi.com/
Giok-liong menjadi murka, bentaknya sambil menggerakkan
kedua tangannya:
"Li-ciau-sin, cari mampus kau"
Disaat Giok-Liong belum sempat melancarkan pukulannya
siangkwan Hong-cu sudah mendahului bergerak, sambil
mendorong kedua lengannya ia berteriak:
"Lolo kau berani pukul aku ?"
sebenarnya sasaran serangan si Lolo tertuju kepada Giokliong,
maka serangannya ini menggunakan sepenuh
tenaganya, maka untuk menarik kembali menjadi rada sulit,
apalagi tadi ia kena dicemoohkan secara terbuka oleh
siangkwan Hou, rasa penasarannya lantas dilampiaskan
kepada putrinya, begitulah tanpa peduli tiga kali tujuh dua
satu langsung ia teruskan serangannya.
"Huh, kiranya memang kau bersekongkol dengan kura-kura
itu" demikian dengus siangkwan Hou.
Lekas-lekas Giok-liong lantas melesat maju pula kedalam
kancah pertempuran ini, demikianjuga Lan-Ulong-kun Hoa sip
i juga tidak mau tinggal diam ikut menerjunkan diri kedalam
perkelahian sengit ini.
Sembilan orang terbagi dalam dua kelompok, sehingga
pertempuran ini terjadi begitu seru dan gegap gempita.
Siangkwan Hou yang tengah melawan keroyokan Kui-sansu-
kiat begitu mendengar teriakan putrinya menjadi semakin
murka, berulang kali ia berkaok-kaok mengumpat caci.
Tapi Kui-san-su-kiat bertempur dengan sepenuh tenaga
dan kalap sehingga dalam waktu dekat menjadikan halangan
bagi Siangkwan Hou untuk melepas diri dari libatan untuk
menolong putrinya.
Kira kira setengah jam kemudisn. Giok liong mulai
lancarkan Sam-ji cui chlu, setiap gerak tipu serangannya selalu

membayangi jalan darah mematikan ditubuh Li-ciau-sin,
sehingga Siji-ping terdesak keripuhan, mulutnya tak kuasa
mencaci kalang kabut sayang Siangkwan Hong-cu dan Hoa
Sip-i ikut mengerubuti sehingga menghalangi kebebasan gerak
gerik Giok-liong, kalau tidak siang-siang Giok-liong sudah
dapat merobohkan Li-ciau sin.
Lain pula keadaan pertempuran Kui-san-su kiat melawan
Siangkwan Hou, kalau di timbang dari Iwekang mereka, Kuisan
su-kiat secara perorangan memang bukan tandingan
Siangkwan Hou, tapi sekarang mereka bergabung bekerja
sama sangat rapat bertempur secara nekad lagi, apalagi orang
sering mengatakan dua kepalan sukar melawan empat musuh,
seorang gagah paling payah menghadapi keroyokan, apalagi
seorang yang kalap juga sulit ditahan oleh orang banyak,
maka keadaan sama kuat tadi kini berbalik Siangkwan Hou
yang terdesak dibawah angin malah.
Begitu melihat gelagat yang tidak menguntungkan bagi
dirinya ini, timbul akal licik dalam hati Li-ciau-sin, sembari
mempertahankan diri ia terus mundur mendekat kearah
gelanggang pertempuran Kui-san s i- kiat, pikirnya hendak
bergabung dengan su-kiat untuk mengurangi tekanan yang
menimpa dirinya.
Benar juga usahanya berhasil dua kelompok pertempuran
kini menjadi satu kelompok besar yang bertempur secara
serabutan. Tepat pada saat itu Giok-liang teogan melancarkan
jurus Hwat bwe, jari kanan dan telapak tangan kiri menutuk
dan menggablok terus disurung kedepan.
Diam-diam Li-ciau-sin mengeluh dalam hati, dalam keadaan
yang tengah melancarkan serangan balasan dengan penuh
serangan yang kepepet ini tiba-tiba ia menjejakkan kaki,
tubuhnya mencelat mundur langsung menumbuk ke arah
siangkwan Hou.

Tujuan semula adalah hendak menumbuk minggir
siangkwan Hou, setelah itu kalau cilok-liong masih
membuntuti dengan serangan dahsyatnya ia hendak berkelit
dan menyingkir kebelakang Kui-san-sukiat, supaya Giok-liong
secara langsung berhadapan dengan Kui-san-su-kiat, tinggal
Lan-i-long-kun Hoa sip-i dan siangkwan Hong-cu baginya
merupakan musuh enteng yang tidak dipandang sebelah
matanya.
Tak terduga saking gugup tenaga yang dikerahkan pada
kakinya terlalu besar, malah diluar perhitungan kita lagi,
dalam keadaan tanpa siaga sama sekali, siangkwan Hou kena
ditumbuknya sampai terhuyung ke depan, sudah tentu Kui-san
su-kiat, tidak melepaskan kesempatan baik ini serentak
mereka menghardik,
"serahkan jiwamu"
"Aduh" terlakan tertahan yang menyayatkan hati lantas
disusul semburan darah segar dari mulutnya yang terpentang
lebar.
Keruan siangkwan Hong-cu berteriak keras dengan muka
pucat ia terus menubruk kearah ayahnya sambil menggerung
tangis:
"Ayah Ayah"
Giok-liong menjadi tak tega dan murka sekali, desisnya.
"Manusia rendah yang keji-Kubunuh kalian"
"Tri... lili... ."pancaran sinar putih cemerlang menembus
udara sekitarnya, seruling samber nyawa mengeluarkan irama
keras menusuk telinga.
"Jan-hun ti" Li ciau-sin siji-ping berteriak sambil menerjang
datang. Namun secarik sinar putih laksana selendang perak
tiba-tiba menyapu melintang memapas kedatangannya itu,
terdengar Giok-liong menjengek

"Bukankah, kau teramat tamak hendak merebut seruling
ini? Nih kuberikan kepada mu "
Bermula memang siji-ping menyangka Giok-Liong itu
seketika kuncup nyalinya, belum lagi ia sempat melarikan diri
tahu-tahu ia menjerit panjang dengan pandangan mata
terpelalak. mungkin saking kesima melihat cahaya cemerlang
yang terpencar keluar dari seruling sakti itu, untuk menyingkir
lagi sudah tak mungkin untuk membela diri secara reflek ia
gerakkan lengannya menangkis-"Krak."
"Aduh-" lengan yang hampir hancur dan patah itu terbang
berhamburan sejauh lima tombak lebihselama
hidup ini belum pernah Kui san su-kiat melihat
perbawa sejurus serangan yang begitu hebat menakutkan,
sepontan mulut mereka berteriak bersama: " Angin kencang "
masing-masing terus putar tubuh dan berniat hendak
melarikan diri
Nafsu membunuh sudah menghantui lubuk hati Giok-liong,
dengan mata yang merah membara buas ia mengejar dengan
gesit, dimana kelihatan larik sinar putih berkelebat jurusjanhun-
pat-sek di kembangkan beruntun ia lancarkan empat
jurus tipu permainan ilmu seruling delapan jurus yang sakti
mandraguna itu.
seumpama tumbuh sayap juga tak mungkin lagi Kui-san sukiat
mampu lari secepat menyambar datangnya sinarpgrak
yang mematikan itu.
Tanpa mengeluarkan suara seketika tubuh mereka hancur
luluh beterbangan, bau darah yang anyir terhembus angin
sangat memualkan.
Ditanah bertambah empat jenazah yang sudah tak lengkap
panca inderanya, sejak saat itu Kut-san su kiat meninggalkan
dunia fana yang penuh liku-liku hidup dan beban ini.

Beruntun beberapa jurus saja cukup buat Giok-liong
memberantas Li-ciau-sin dan Kui-san su-kiat, aksinya ini boleh
dikata hanya terjadi dalam berapa kejap saja. Bukan saja Lan-i
long-kun Hoa sip-i terpesona dan terlongong-longong, Hongcu
yang biasanya bertabiat keras dan kukuh itu juga
menjublek kesima menghentikan tangisnya.
Dengan pandangan yang aneh ia pandang Giok-liong, baru
sekarang lubuk hatinya tunduk dan kagum betul-betul.
setelah membunuh musuh-musuh ini rasa gusar Giok-liong
masih belum terlampias habis, terdengar ia menggeram:
"Manusia tak berguna "
Lan i long-kun Hoa Sin-i lantas mendekati Giok liong,
katanya sambil berseri tawa:
"sudah lama tak bertemu, ternyata Iwekang siau hiap
semakin maju dan menakjubkan"
Giok liong tertawa tawar, air mukanya bersemu merah,
sahutnya rada rikuh:
"saudara Hoa terlalu memuji "
Saat mana Siangkwan Hong cu sudah mendekati jenazah
ayahnya dan sesenggukan lagi. Tak urung Giok liang ikut
merasakan pula duka cita ini, bukankah orang begitu baik hati
hati mengembalikan seruling pusakanya, malah begitu berani
pula menampilkan diri untuk menghadapi para musuh, sudah
tentu kesudahan yang mengenaskan ini membuat hatinya
rikuh dan serba sulit, maka pelan-pelan ia maju mendekat
serta bujuk-nya:
"Nona Hong cu, manusia mati takkan hidup kembali, lebih
baik lekas kita urus layonnya saja, mari kita rundingkan
urusan selanjutnya."

siapa tahu kata-kata bujukan ini malah membuat hati si
gadis manis ini bertambah duka, tangisnya malah semakin
gerung-gerung.
Terpaksa Giok liong mengajak Hoa sip i serta katanya:
"Saudara Hoa Mari bantu aku mengubur jenazah mereka
ini"
secara ala kadarnya sebentar saja mereka sudah mengubur
bersama kelima jenazah Kui san-sukiat dan Li ciau sin. Tak
lupa di galinya pula sebuah liang untuk mengubur jenazah
siangkwan Hou.
Tatkala mereka selesai mengubur matahari sudah naik
ketengah cakrawala, sekarang siangkwan Hong-cu sudah
menghentikan tangisnya, setelah bersembah lutut didepan
pusara ayahnya, ia terlongong berdiri ditempatnyasambil
mengebutkan kotoran ditangan dan bajunya Giokliong
berkata:
"Nona Hong cu, urusan disini sudah selesai, silakan
kaupulang saja, aku sendiri juga harus segera berangkat."
"Nanti dulu siau hiap" tiba-tiba Hoa sip-i berteriak
menahan.
"saudara Hoa masih ada pentunjuk apa lagi ?"
Untuk membalas budi pertolongan siauhiap terhadap jiwaku
tempo hari, aku mendengar sebuah berita penting perlu
kuberitahukan kepada siau-hiap, tadi belum sempat kita
bicarakan."
"o, entah berita penting-"
Hoa sip-i sudah membuka mulut namun lantas urung
bicara, ia menjadi ragu karena siangkwan Hong-cu juga hadir
disitu.

Giok liong maklum akan keraguan orang ujarnya tertawa
tawar:
"seorang laki laki harus berani bicara terus terang, coba
silakan saudara Hoa bicara saja "
Muka Hoa sip-i menjadi merah, katanya sambil tertawa
getir:
"Menurut berita yang kudengar diBulim, katanya didaerah
pegunungan Bu-san telah diketemukan sebuah catatan rahasia
sepeningggalan seorang tokoh kosen. Banyak gembonggembong
persilatan yang meluruk kesana untuk merebutnya.
Dengan bekal kepandaian siau-hiap sekarang, kukira dengan
mudah dapat merebutnya."
Giok-liong menjadi geli, sahutuya: "Maksud baik saudara
Hoa kuterima dengan senang hati. Tapi saat ini aku tengah
dilibat oleh sebuah tugas penting tak mungkin bisa kesana,
apalagi usia hidup manusia paling panjang seratus tahun,
catatan rahasia benda pusaka apa segala takkan dapat
membawa berkah, aku tak berniat untuk merebutnya."
Hoa sip ie menjadi lesu dan putus harapan, katanya dengan
rawan:
"Tak duga siauhiap kiranya sudah tawar menghadapi
keramaian dunia ini"
Giok-liong menggeleng kepala, sambil menghela napas
panjang untuk menghilangkan kerisauan hatinya segera ia
angkat tangan sambil katanya:
"selamat bertemu"
Tiba-tiba siangkwan Hong-cu memburu ke hadapannya,
katanya sambil menunduk:
" Kemana kau?"
sambut Giok-liong tersenyum:

"Aku ada urusan penting, jauh harus menuju kelaut utara."
Tak nyana siangkwan Hon-cu malah membelalak matanya.,
tanyanya:
"Lalu bagaimana aku?"
"Kau," Giok-liong menjadi kememek-
"sekarang ayah sudah meninggal, tinggal aku sebatang
kara didunia fana ini, kemana pula aku harus pergi?"
"Ini... bukankah nona bisa pulang?"
"Pulang?"
"Bukankah nona punya rumah?"
"Orang siapa yang tak punya rumah Tapi dirumah tinggal
ayah dan aku.. ."
"o, aku sendiri juga seorang yang tak punya rumah maka
tak bisa... ."
"Bukankah sangat kebetulan malah, kau tak punya rumah
dan aku juga takpunya rumah, kita sama-sama orang
gelandangan, biarlah aku ikut kau berkelana di Kangouw,
begitupun terpaksa..."
siangkwan Hong-cu seorang gadis pingitan yang berhati
polos dan jujur, belum tahu liku liku hidup duniawi yang serba
rumit ini sudah tentu kata-katanya itu menjadi terasa lain bagi
pendengaran Giok-liong, sambil menghela napas ia berkata,
sambil tersenyum getir:
"Ini, hidupku selanjutnya penuh menghadapi gelombang
hidup yang diliputi marah bahaya, betapa juga tak bisa
menyeret nona kedalam libatan hidup, "
Tak duga tanpa menanti Giok-liong bicara habis SiangKwan
Hong-cu sudah berjingkrak membanting kaki dengan tingkah
aleman, teriaknya bersungut.

"Aku tak peduli, aku harus ikut bersama kau"
Keruan Giok-liong menjadi malu dan kikuk sementara Hoa
sip-i ikut tersenyum geli-
Giok-liong menjadi gugup dan gelisah, katanya keras:
"Nona Hong cu, betul aku ada urusan penting harus
menuju kelaut utara-"
"Kemana kau pergi, seumpama sampai di-ujung langit aku
harus ikut kepada kau"
"Wah berabe - - -"
"Apa kau membenci aku ?"
"Tidak, bukan begitu maksudku"
"Habis kenapa kau menolak dengan segala alasan tak sudi
membawa aku-"
Giok liong betul betul kewalahan dibuatnya siangkwan
Hongcu sudah mendesak maju dan menarik lengan bajunya,
katanya, mendesak:
"Kalau mau berangkat mari sekarang juga "
Dari samping Hoa sip i segera ikut bicara:
"siauhiap kalau nona Hong-cu rela—"
Kuatir orang banyak pentang mulut, lekas-lekas Giok-liong
menukas:
"Aku betul-betul memikul tugas penting— gi, baiklah—"
siangkwan Hong-cu lantas berjingkrak menari-nari.
"Kau mau melulusi ?" teriaknya kegirangan.
Giok-Liong menjadi keripuhan dibuatnya, katanya kepada
Hoa sip-i:
"saudara Hoa, adakah lain urusan lagi ?"

Hoa sip i membalas hormat, sahutnya:
"Aku khusus mencari siau-hiap hanya karena urusan itu tadi
"
"Aku ada sebuah persoalan apakah saudara dapat
membantu aku?"
"Ah, kenapa siau-hiap berlaku begitu sungkan, kalau ada
pesan apa silakan katakan, menempuh lautan api gunung
golok juga pasti kulaksanakan." "Kuharap saudara Hoa suka
pergi ke Kau-jiang san"
"Entah untuk urusan apakah yang perlu dibereskan ?"
"Antarlah nona siangkwan ke Kau-jiang-san, carilah Nona
Tan soat-kiau "
lalu ia menghadapi siangkwan Hoag-cu serta katanya:
"Nona Hong cu, di Kau jiang-san ada beberapa kawan
semua bersahabat baik dengan aku, kalau kau bersama
mereka ku-tanggung kau takkan kesepian."
siangkwan Hong cu membelalakkan matanya, serunya
keheranan:
"Berapa nona yang bersahabat baik dengan kau ?"
Giok-liong manggut-manggut, sahutnya.
"ya, seperti saudara sekandung sendiri "
sangkwan Hong cu menghela napas lega, namun masih
tetap bersungut dan monyongkan mulutnya:
" Aku tidak mau, aku ingin .bersama kau saja "
"Nona, hal itu tidak mungkin terjadi"
"Kenapa" Apa tak suka kepadaku " siangkwan Hong-cu
terburu nafsu berkata, setelah bicara baru ia sadar telah
kesalahan omong, seketika selebar mukanya merah malu.

Muka Giok liong juga terasa seperti dihajar, cepat-cepat ia
berkata:
"Bukan Bukan sebetulnya karena... a i" ia menghela napas
dalam-dalam lalu katanya lagi:
"Sebetulnya tugas kelaut utara ini sangat penting dan
berat, jaraknya begitu jauh diatas alam pegunungan yang
penuh bertaburan saiju."
"Aku tidak takut hidup sengsara "
"ya, memang nona tidak takut menderita, tapi itu tidak
perlu terjadi buat apa kita harus mencari penyakit sendiri?"
"Kenapa kau sendiri harus pergi kesana?"
Hampir saja Giok liong terpingkal-pingkal oleh pertanyaan
ini, namun ia menjadi ragu-ragu juga, menerangkan:
"Ini... .aku sendiri juga tidah tahu"
'ya, memang Giok liong sendiri hakikatnya tidak tahu apa
keperluannya menuju keping goan di laut utara itu?' keadaan
Ping-goan boleh dikata masih sangat asing bagi dirinya,
seumpama hanya undangan Hwi thian-khek Ma Hunsaja
belum tentu ia mau melulusi pergi ke sana, apalagi disaat
masih banyak perkara dan keramaian diBulim ini.
Tapi betapapun ucapan Kim ling-cu harus ditaati, Giok-liong
maklum bahwa angkatan cianpwe dari tertua Bulim su-bi ini
tentu tak semena-mena menyuruh dirinya pergi menderita
dalam perjalanan jauh ini tanpa membawa suatu manfaat
yang berguna.
Apalagi menurut naluri hatinya memang ia terdorong juga
untuk mencoba pergi kesana, perasaan ini lebih tebal setelah
ia berjumpa dengan Ma Giok hou.
Akhirnya Lan i long-kun Hoa sip ijuga merasakan bahwa
Giok liong memang mempunyai suatu ganjelan hati yang sulit

diutarakan kemauan hatinya, tanpa merenung kedua alis yang
mengerut dalam. Apalagi ia tahu sifat Giok-liong yang keras,
apa yang pernah diucapkan tentu harus dilaksanakan.
Maka akhirnya ia ikut membujuk kepada siangkwan Hong
cu :
"Kalau Ma siau hiap sudah mengatur jalan hidupmu, kukira
untuk sementara bolehlah nona menetap dulu di Kau-jiang
san."
Lekas-lekas Giok liong menyambung:
"setelah lewat tahun ini, paling tidak kita bakal berjumpa-"
"Apa kau bisa pulang sebelum tahun baru?" tanya
siangkwan Hong-cu.
"Pertemuan besar di Gak-yang pada hari Goan siau aku
harus hadir, tatkala itu kau boleh ikut nona Tan mereka
datang kesana, bukankah kita bisa jumpa lagi?"
Lan-i-long-kun Hoa sip-i lantas menambahi lagi
"Tidak kurang dua bulan lagi hari Goan siau sudah tiba."
Mata besar dan jeli siangkwan Hong cu kemekmek
memandangi Giok liong dengan rasa berat dan segan
berpisah, akhirnya apa boleh buat ia manggut-manggut,
sebelum pergi sekali lagi ia berpesan wanti-wanti:
"jangan kau ngapusi aku ya?"
Giok liong tertawa geli, serunya: "Ah, buat apa aku
menipumu? Tidak bakal"
"Baik, pada hari Goan siau kau harus datang kekota Gak
yang" ujar siangkwan Hong-cu tersendat hampir saja air mata
meleleh keluar dari kelopak matanya.

Giok liong menjadi tak tega dan kasihan, tanpa merasa ia
tenggelam kedalam kenangan lama disaat perpisahan pertama
dengan coh Ki-sia dulu.
Begitulah tanpa disadari pikirannya melayang entah apa
saja yang telah dipikirkan, ia berdiri menjublek bagai patung.
Melihat orang mematung sekian lama tanpa bersuara
siangkwan Hong cu menjadi heran, tanyanya :
"eh, apa yang tengah kaupikirkan?"
"Aku... aku... " Giok-liong gelagapan,
"Aku tengah memperhitungkan waktu perjalanan ke Pinggoan
ini, apakah kiranya bisa mempercepat kembali menyusul
ke ciak-yang"
sudah tentu Hoa sip-i dapat memaklumi maksud kata-kata
Giok-liong yang susah di utarakan secara gamblang. Memang
apa yang tengah terkandung dalam pikiran Giok-liong ia tidak
tahu, namun dari sinar pancaran mata Giok liong yang rawan
dan redup serta hampa itu.
Hal ini disalah artikan oleh Hoa sip-i, apalagi dilihatnya
siangkwan Hong-cu memandang dengan penuh kasih mesra
yang mendalam.
Mungkinkah diantara mereka berdua telah terikat tali
asmara yang mendalam dan susah menyatakan terus terang.
Aku tidak seharusnya mengganggu diantara mereka. Begitulah
Hoa sipi menimbang dia menyangka bahwa dugaannya ini
pasti benar, untuk menyatakan rasa terima kasihnya terhadap
Giok liong yang sudah menyelamatkan jiwanya tempo hari,
betapa juga ia harus membantu untuk merangkap perjodohan
mereda berdua ini.
Karerja pikirannya yang terkandung dalam lubuk hatinya ini
wajahnya lantas berseri-seri, dengan segera ia tampil ke
depan dan berkata dengan penuh kepercayaan:

"siau-hiap, kalau sesudah sampai di Kau-jiang-san,
seumpama nona Tan tidak mau percaya dan menerima kita
bagaimana ?"
"Tidak mungkin mereka "
"Aku dan nona Hong-cu sama tidak kenal mereka,"
demikian sela Hoa sip i sambil tertawa.
"Menurut hematku, lebih baik siauhiap menyerahkan suatu
barang kepercayaan kepada nona Hong cu supaya kita tidak
membuang buang tempo-"
"Benar..." siangkwan Hong-cu ikut bicara lagi:
"seumpama mereka tidak mau menerima aku, membuang
waktu dan tenaga untuk pulang pergi sejauh ini tidak menjadi
soal, yang penting kemana selanjutnya aku harus taruh
mukaku ini"
"Akutoh bukan pimpinan sebuah aliran atau kepala dari
suatu golongan, mana ada kepercayaan apa yang kumiliki"
"Sesuatu barang milik pribadimu yang selalu kau bawa juga
bolehlah "
"Ini..." Giok-liong termenung, supaya siangkwan Hongcu
tidak mungkir lagi untuk pergi ke Kau-jiang san terpaksa Giokliong
merogoh keluar mainan kalung berbentuk jantung hati
pemberian ibundanya yang sudah pernah diserahkan kepada
Coh Kisia dan dikembalikan lagi itu, katanya: "Inilah mainan
batu pualam merah pemberian ibundaku dulu. Batu ini
termasuk barang berharga yang susah didapat, kedua juga
menjadi milik pribadiku. Nona Tan, nona Ling dan nona Li
sudah tahu akan asal-usul barangku ini, legakan kalian
berangkat"
sambil berseri tawa riang Hoa sip i bertepuk tangan:
"Mainan batu pualam Bagus sungguh bagus"

sembari berkata ia menyambut batu mainan itu terus
diserahkan kepada siangkwan Hong-cu, serta pesannya:
"Nona Hong-cu, kau sudah dengar bukan, inilah benda
warisan keluarga Ma siau-hiap"
"Tidak Bukan begitu penting dan serius " cepat-cepat Giokliong
coba menjelaskan.
Tak duga Hoa sip-i malah menambahi dengan katakatanya:
"Ketahuilah hati siau-hiap boleh dikata sudah diserahkan
kepada mu "
Berdegup jantung Siangkwan Hong cu, selebar mukanya
merah jengah, sedikit melirik kepada Giok-liong, mulutnya
berseru lincah-
"Biarlah aku menunggumu di Kau jiang-san."
habis ucapannya seperti segulung asap tubuhnya lantas
meluncur enteng dan gesit sekali laksana seekor kupu-kupu
yang terbang melincah diantara rumpun pohon, sekejap
kemudian lenyap pandangan mata.
Begitu bayangan siang-kwan Hong-cu menghilang Giokliong
merasa ucapan terakhir Hoa sip-i rada dipaksakan, lekaslekas
ia menjelaskan dengan sungguh-:
"saudara Hoa, ucapanmu tadi terlalu..."
Hoa sip-i menduga bahwa dugaannya memang tepat, kini
ia sangka Giok liong malu-malu kucing maka segera ia berseru
lantang:
"siau-hiap, urusan ini serahkan saja kepadaku "
Giok liong salah sangka maksud kata-kata orang ini adalah
melindungi siangkwa Hong-cu sepanjang perjalanan menuju
ke Kaujiang-san, maka terpaksa ia mengiakan dan berpesan:

"ya, segalanya kuserahkan kepadamu selamat jumpa
kesempatan lain kuucapkan terima kasih."
"sudah tentu kelak siau-hiap harus banyak terima kasih
kepada aku "
lalu gesit sekali ia berlari-lari kencang menyusul ke arah
dimana siangkwan Hong-cu tadi menghilang, dari jauh
terdengar kumandang gelak tawanya yang puas-
Mengantar keberangkatan Hoa sip i, Giok-liong menghela
napas lega, pelan-pelan ia beranjak keluar dari rimba yang
kosong dan sunyi itu- sang putri malam yang redup mulai
memancarkan cahayanya dari ufuk timur sana, dengan hati
yang risau dan tenggelam dalam berbagai alampikiran tak
terasa Giok liong sudah menyelusuri jalan raya-
Semakin ke utara hawa udara semakin dingin, hujan saiju
mulai turun, alam semesta ini sudah rata ditaburi bunga salju
yang mulai menebal. Laksana sebatang anak panah seperti
bintang meteor yang jatuh Giok-liong kembangkan ilmu ringan
tubuhnya melesat diatas saiju yang lama tak kelihatan ujung
pangkalnya.
sekonyong-konyong didengarnya derap kaki kuda yang
kencang serta ringkik kuda yang keras kumandang ditengah
malam gelap ini-
"siapakah itu yang menempuh jalan di tengah malam hujan
saiju ini ?"
demikian Giok liong bertanya dalam hati. Belum lenyap
pikirannya, dua ekor kuda sekencang angin tahu-tahu sudah
melesat lewat dari samping tubuhnya, delapan kakinya
mencabangkan bunga saiju dan kotoran lumpur.
sekilas pandang saja lantas bercekat hati Giok-liong
siapakah dia ? siapa pula pemuda yang menunggang kuda
pupus itu ? Lari kedua ekor kuda tadi betul-betul cepat sekali,

bagi orang lain mungkin tak dapat melihat tegas. Namun bagi
pandangan Giok-liong yang jeli sekilas saja ia sudah melihat
tegas.
(Bersambungjiiid ke 26)
Jilid 26
Kuda pupus itu ditunggangi seorang pemuda yang berusia
dua puluh lima bermuka lebar berkuping besar, sikapnya
garang, yang paling menyolok adalah sebuah andeng-andeng
besar di tengah kedua alisnya itu, pakaian yang dikenakanjuga
serba biru berkilau, selain sepatu putihnya itu boleh dikata
seluruh tubuhnya serba bersinar kemilau.
Kuda satunya yang dilarikan berendeng itu tak lain di
tunggangi oleh Coh Ki-sia yang mengenakan pakaian warna
coklat.
"Adik Sia..." mendadak tergerak hati Giok-liong, ini hanya
terjadi sekilas saja, namun kaki Giok-liong lantas melompat
maju mengejar seraya berteriak:
"Ki sia sia ...."
Begitu cepat lari kedua ekor kuda itu laksana mengejar
angin, sekejap saja tabu-tahu sudah jauh puluhan tombak,
hanya terlihat kedua ekornya saja yang bergoyang gontai
diantara taburan bunga salju itu.
Giok-liong rasa mendelu karena teriakannya tiada
mendapat sambutan, tapi sedikit merenung akhirnya ia
membanting kaki dan menggumam:
"Aku harus mencari tahu persoalan ini.-"
Siapakah pemuda diatas kuda itu? Kenapa Coh Ki-sia bisa
bersama dia? Buat apa mereka menempuh perjalanan dalam
malam gelap di hujan salju ini ? inilah tiga pertanyaan yang
mengganjel dalam lubuk hati Giok-liong.

Giok-liong harus memecahkan tiga pertanyaan teka-teki ini,
Maka begitu membanting kaki menggunakan tenaga tutulan
ini segera ia mengejar ke depan. Akan tetapi saat itu kedua
ekor kuda tadi sudah tidak kelihatan lagi.
Tapi Giok-liong tidak peduli segalanya, dengan penuh
semangat ia terus berlari kencang kira-kira sepeminuman teh
kemudian masih belum tersusul, untung diatas salju masih
kelihatan bekas tapak kaki kuda yang menyolok sekali,
menyelusuri bekas tapak kaki inilah sebagai jalan Giok liong
membuntuti terus.
Tak lama kemudian di depan sana kelihatan setitik api
kelap kelip serta terdengar gonggongan anjing, Giok-liong
menghibur hati:
"Tidak, jauh lagi, mungkin itu sebuah desa yang baru saja
mereka lewati sampai mengejutkan anjing liar disana" sembari
berpikir kakinya terus melangkah cepat menuju kearah- titik
sinar lampu yang fcelap, kelip itu.
Kiranya itulah sebuah perkampungan terasing yang jauh
dari kota, penghuninya tidak lebih tiga puluhan keluarga dan
sebuah rumah makan, karena hari sudah larut malam
seluruhnya sudah tutup pintu, lalu di-ujung jalan paling kiri
sana masih terlihat penerangan lampu menyorot keluar,
memang tinggal rumah makan satu-satunya inilah yang belum
sempat tutup pintu.
Dengan langkah lebar Giok-liong langsung mendatangi.
Kebetulan rumah makan baru saja hendak menutup pintu.
"Hei, Tiam-keh Tunggu sebentar " buru-buru Giok liong
berseru.
Tiam-keh atau juragan rumah makan ini adalah seorang
tua berusia lima puluhan dengan kejut dan heran ia
mengawali Giok-liong.

Terlihat oleh Giok liong salah satu meja dalam ruangan
sana terdapat dua mang kok dan sayur mayur serta sumpit
yang belum sempat dikemasi, terang baru saja ada dua orang
tengah makan minum disini, maka dengan tersipu-sipu ia
bertanya:
"Tian-keh, Adakah tadi dua muda mudi menunggang kuda
lewat disini ?"
Kuasa rumah makan itu melongo, sahutnya:
"Baru saja mereka berangkat "
Tanpa ayal lagi Giok-Liongbergegas mem buru maju
kedekat meja sebelah kanan sana dimana diatas meja
terdapat sepiring tumpukan Bakpan, seraya sembarang
dicomotnya empat buah terus melompat keluar lagi tenggang
berlari kencang seraya berteriak:
"Tiam-keh Terima kasih "
sembari mengejar Giok- liong mulai jejalkan bakpao kering
ke dalam mulutnya, ciinkangnya dikembangkan sampai
puncak tertinggi. Waktu empat bakpao habis digares ia sudah
jauh ratusan tombak ditempuhnya.
Benar juga dikeremangan malamjauh didepao sana, lapatlapat
terdengar derap langkah kuda dan dua titik bayangan
hitam tengah meluncur diatas salju. Lambat laun jarak meieka
semakin dekat, kira-kira terpaut hanya tiga puluhan tombak
lagi-Tak tertahan lagi segera Giok-liong berteriak nyaring:
"Kisia Adik sia Adik sia"
Kedua ekor kuda yang berlari kencang itu mendadak
berhenti sehingga kedua ekor kuda itu meringkik dan berdiri
diatas kedua kakinya. Berjajar berhenti ditengah jalan.
Memang tidak salah perempuan diatas kuda itu memang
Coh Ki-sia adanya sekian lama tak berjumpa kini kelihatan
tambah segar dan montokTIRAIKASIH
WEBSITE http://kangzusi.com/
Tapi kelihatan air mukanya bersungut dan mengunjuk rasa
gusar dan dongkol. Begitu memutar kudanya lantas Coh Ki-sia
melihat kedatangan Giok liong serunya dengan nada heran:
"oo- Kiranya kau ?"
"Adik sia.. ."
"Tutup mulutmu " tiba-tiba pemuda di atas kuda pupus itu
mengayun pecutnya sehingga mengeluarkan suara nyaring di
tengah udara, lalu dengan sikap garang ia mendelik,
semprotnya:
"siapa kau ? Berani gembar-gembor memanggil nama
orang "
Berkerut alis Giok-liong, hampir saja ia mengumbar
nafsunya. Namun serta dilihat sikap Coh Ki sia yang merengut
rawan, kelopak matanya berkedip-kedip mengembeng air
mata, hatinya menjadi tidak tega, segera ia angkat tangan
unjuk hormat, katanya:
"Aku yang rendah Ma Giok-liong. Harap tanya siapakah
saudara ini ?"
Tak duga dengan gaya Ki yan liong bu (ikan melompati
pintu naga) pemuda ini lantas melompas lurun dari atas kuda,
gerak geriknya kelihatan lincah dan gesit, nyata bahwa
Iwekang-nya cukup tinggi, setelah menginjak tanah, pecut
diayun terus menuding Giok-liong, jengeknya:
"Hm, saudara Mengandal apa kau menyebut aku Saudara
apa kau sembabat? Coba kekolam ikan sana untuk bercermin,
lihatlah tampangmu yang buruk itu"
Beringas muka Giok- liong, hawa membunuh menyelubungi
mukanya. Tapi kejap lain ia sudah merubah sikapnya lagi,
wajahnya berseri tawa. pikirnya:
"sebelum aku mencari tahu hubunganmu dengan coh Kisia,
lebih baik aku tidak berlaku gegabah, supaya tidak

menambah kesalahpahamanku dengan coh Ki-sia." Karena itu
tertawa tawar ia tidak hiraukan lagi kepada pemuda itu,
langsung ia menghadapi Coh Ki-sia yang masih berada diatas
kuda:
"Adik sia .. ."
"siiuuut" segulung angin kencang tiba2 menyambar keatas
kepalanya. Kepandaian Giok-liong sudah mencapai puncaknya,
panca inderanya cukup tajam, sekilas saja jantas ia bergerak
secara reflek. macam bokongan yang licin begini masa dapat
terlaksana.
gesit sekali Giok-liong berkelebat menghindar diri, matanya
mendelik gusar semprotnya,
"sau... apa yang kau hendaki ?"
Lagi-lagi pemuda itu mengayun pecutnya dengusnya berat:
" Kau panggil apa terhadap dia?"
Tanpa ragu-ragu Giok-liong ulangi panggilannya:
"Adik sia "
"Kurang ajar Kau harus dihajar"
sekarang serangan pecutnya ini. dilancarkan dengan
sepenuh hati, maka jurus tipunya cukup lihay dan hebat,
belum lagi pecutnya, tiba angin bertenaga terpendam sudah
mendahului merangsang datang.
Meskipun dirinya dimusuhi tanpa ampun, diam-diam Giokliong
memuji juga dalam hati:
"Bagus "
Belum lagi pecut mengenai sasarannya mendadak Coa Kisia
berteriak diatas kudanya:
"Engkoh seng, mari kita mefanjutkan perjalanan, jangan
layani dia "

Mendengar teriakan ini wajah beringas si pemuda seketika
sirna amblas, kini berubah berseri tawa, agaknya ia penurut
benar menarik balik pecutnya terus melompat mundur berapa
kaki berulang kali mulutnya mengiakan sambil beiseri tawa.
"ya memang benar ucapanmu dik " lalu dengan gaya
loncatan burung bangau menyisik bulu ia melompat kembali
ke atas tunggangannya.
Tatkala itu Coh Ki-sia sudah menarik tali kendali kudanya
terus dilarikan kedepan. sudah tentu Giok-liong menjadi
gugup, dengan tersipu-sipu segera ia melesat tiga tombak
terus menghadang didepan kuda serta serunya:
"Adik sia, kau.. ."
Tak duga Coh Ki-sia malah mengangkat alis dengan mata
gusar ia mendamprat:
"Pemuda bangor yang kurang ajar, siapa kenal kau ini ?"
Kata-kata ini seumpama ujung pisau menusuk lubuk hati
Giok-liong, selamanya belum pernah merasakan penderitaan
batin seberat ini, namun sekuatnya ia berlaku sabar dan
menahan gelora amarahnya, katanya sengal-sengal:
"Adik sia, masa kau -."
"Sudah jangan cerewet"
"Benar-benar cari mampus kau" pemuda penunggang kuda
pupus itu menerjang turun dari kudanya.
segera Coh Ki-sia menarik kendali melarikan kudanya
kedapan, serta ujarnya lemah lembut:
"Engkoh seng Mari berangkat jangan mengurusi dan
mengabaikan urusan besar kita. Mungkin ini
merupakanjebakannya supaya melibat kita, maka janganlah
tertipu olehnya "

seperti mendengar petuah orang tuanya saja, pemuda itu
mengiakan dan manggut-manggut, tampaknya riang sekali,
sahutnya
"Huh menguntungkan bocah keparat ini"
sembari berkata ia mendelik garang kearah Giok- liong, lalu
membedaL kudanya dilarikan kedepan seraya berteriak-
"Adik sia Bukan saja Iwekang-mu sudah mencapai tingkat
yang dibanggakan otakmu cerdik dan banyak akal lagi
Mungkin memang tipu daya kaum keroco atau pokrol bambu
belaka untuk mencegat perjalanan kita ini"
Dengan nada kasih mesra Coh Ki sia menyebut:
"Maka kukatakan jangan hiraukan dia lagi"
Cobalah bayangkan betapa kecewa dan duka hati Giok
liong serta melihat istrinya berjalan dengan pemuda yang
asing baginya, malah sikap dan hubungan mereka kelihatan
sangat mesra, "sudahlah Memang dia sudah berubah. Kenapa
aku harus memaksanya" sesaat hatinya membatin sepontan ia
lantas menghela napas panjang.
Akan tetapi segala sesuatu kalau bisa dibereskan begitu
gampang dan sepele mungkin dalam dunia fana ini tiada
segala kericuhan atau pertikaian apa segalanya. Meskipun
sedapat mungkin Giok liong segan untuk memikirkan lagi, tapi
kebalikan dari angan angan ini, lubuk hatinya semakin
kecantol dan tidak bisa tentram, samar-samar kupingnya
mendengar derap langkah kuda yang semakinjauh dan
menghilang, terasa jantungnya berdegup semakin kencang tak
terkendalikan lagisekonyong-
konyong ia berteriak keras penuh haru:
"Aku harus membuat terang persoalan ini," Begitu
mengerahkan hawa murninya sekuli loncat berapa tombak
ditempuhnya, sekejap saja ia sudah kembangkan ilmu ringan

tubuhnya lagi mengejar untuk kedua kalinya. Beberapa kali
loncat saja dari jauh sudah kelihatan dua ekor kuda yang
membedal kencang didepan sana.
Betapa juga sebagai seorang laki laki Giok liong tak sudi
dan disepelekan oleh Coh Ki sia- Maka kuntitannya sekali ini
tidak secara langsung menegurnya, hanya dengan jarak
tertentu ia menguntit darl belakang supaya tidak diketahui
oleh mereka berdua.
Entah sudah berselang berapa lama, sebelum hari
menjelang tengah malam mereka sudah sampai disebuah kota
yang cukup besar, Coh Ki-sia dan pemuda itu langsung
memasuki kota dan mencari penginapan.
Giok liong sembunyi diemperan rumah dan mengintai
dengan cermat, setelah mengingat-ngingat mereka mereka
lantas ia sendiri mencari tempat untuk melepaskan lelahnya,
menurut rencananya kira kira jam dua nanti ia akan
menyelidiki rahasia sikap dan perjalanan coh Kisia yang serba
janggal dan rahasia bagi pendapat Giok-liong.
Malam sangat dingin, salju bertebaran, seorang diri Giok
liong duduk berdiam diemperan rumah orang yang rada gelap
dan tersembunyi bunga salju yang terhembus angin menghiasi
mukanya sehingga badan terasa segar dan nyaman.
Tujuannya adalah melepaskan lelah dan menghimpun
tenaga, tapi mana mungkin hatinya bisa tenteram, jantungnya
berdetak keras dan hatinya risau gundah gulana.
TUnggu punya tunggu, waktu yang dinantikan tiba juga,
darijarak yang cukup dekat terdengar kentongan sudah
dipukul dua kali, Giok liong bergegas berdiri sambil
mengebutkan bunga salju yang mengotori tubuhnya, sekali
lompat ia naik keatas rumah terus langsung melesat kearah
penginapan satu-satunya dalam kota itu.

Hari sudah jam dua keadaan penginapan seluruhnya sudah
gelap gulita, hanya kamar di belakang sebelah kanan sana
masih kelihatan cahaya pelita menyorot keluar.
Tanpa ayal Giok liong terus menggeremat kearah sana
langsung turun didepan jendela, hati-hati waspada dengan
lidahnya ia memecah lobang kecil terus mengintip ke dalam
dengan mata kirinya.
sangat kebetulan sekali, kelihatan setiap sinar pelita
sebesar kacang berkelap-kelip. Coh Ki-sia tengah duduk
bertopang dagu dipinggir ranjang, matanya mendelong dan
melamun mengawasi sinar pelita.
Wajahnya berkerut dalam membayangkan rasa duka dan
cemas, seolah-olah tengah memikirkan sesuatu yang
mengganjal dalam hatinya.
Baru saja Giok- liong hendak menjentikkan jari
memanggilnya, kelihatan pintu kamar disebelah kiri sana
terbuka. Pemuda yang bertahi lalat merah di tengah alisnya
itu tampak berjalan masuk, Agaknya ia sangat prihatin dan
kasih sayang, dengan berdiri diambang pintu ia berkata sambil
tersenyum:
"Adik sia, kau belum tidur ?"
Coh Ki-sia tersentak kaget dan meloncat bangun, wajahnya
membeku dingin, desisnya dengan mengancam:
"Engkoh seng Hari sudah begitu malam buat apa kau
datang kekamarku ini?"
sikapnya serius nada perkataannya juga ketus dan kasar
terbalik dari sikap halus dan mesranya tadi siang.
Pemuda itu cukup bandel, dengan tetap berseri tawa ia
menyahut:
"sia - - -"

"silakan kau keluar " segera Coh Ki-sia membentak dengan
suara berat-
"Adik sia, kau "
"Aku kenapa ?"
"Watakmu sungguh sukar dapat kuraba, hanya ingin tanya
sebuah hal kepadamu "
"Tentang urusan apa ?"
"Pemuda baju putih tadi siang itu, dia —"
"Jangan singgung tentang dia lagi"
"o, baik Aku tidak tanya tentang dia lagi. Tapi adik sia
selama beberapa bulan ini aku merasa belum pernah kau
bersikap begitu mesra Kenapakah ?"
"Ini..." coh Ki-sia tersekat matanya mendelong air mata
lantas mengalir keluar.
si pemuda menjadi kaget, cepat ia bertanya:
"Adik sia Kau.. ."
"Keluar Keluar Aku hendak tidur..." Coh Ki-sia mendesak
langkah terus menarik daun pintu hendak ditutupkan.
Pemuda itu tidak bergerak dari tempat-nya, tanyanya
mendesak
"Adik, siapakah pemuda baju putih itu adalah..."
"Musuh besar yang melukai ayah " sepatah demi sepatah
Coh Ki-sia mengatakan sambil mengertak gigi, air mata
meleleh semakin deras, agaknya hatinya sangat pilu dan
sedih. Giok-liong yang mengintip diluar jendela juga menjadi
kecutsementara
itu, waktu si pemuda mengundurkan diri, diamdiam
ia sudah tahu kalau dibawah jendela diluar kamar itu ada

orang sembunyi sambil menggerung tertahan langsung ia
meloncat keluar pekarangan.
saat itu penerangan pelita dalam kamar juga lantas padam
dan dilain kejap Coh Ki-sia juga memburu keluar.
Tahu bahwa jejaknya sudah konangan sedikitpun Giok liong
tidak takut, dengan berdiri terlongong ia tidak bergerak
ditempatnya.
"Kiranya kau " pemuda itu sudah menyilangkan tangannya
menubruk maju sembari kirim serangan.
Giok-liong tidak mau balas menyerang, begitu kembangkan
Leng-hun toh gesit sekali ia menghindar diri dari samberan
angin pukulan lawan langsung menyongsong kedatangan coh
Ki-sia, katanya lirih:
"Adik sia. Apakah kau betul-betul tidak bisa menyelami
perasaanku?"
Belum habis perkataannya si pemuda sudah menubruk tiba
dengan serangan yang lebih dahsyat dan ganas, mungkin
setaker tenaganya sudah dikerahkan sambil membentak:
"Keparat cari mampus"
Tidak menjawab pertanyaan iok-liong tiba-tiba Coh Ki-sia
malah berteriak kaget suara terdengar aneh dan ganjil.
Giok liong juga ikut terkejut, sekali tutul kaki, tubuhnya
melambung tinggi naik keatap rumah, serambut saja
terlambat tentu badannya hancur kena pukulan lawan.
"Keparat Toan-bak seng takkan melepas kau " sembari
berteriak marah-marah si pemuda itu mengejar naik keatas,
masih badan melambung ditengah udara ia sudah mendahului
lancarkan serangan yang keji dan telengas.
Belum lagi kaki Giok-liong berdiri tetap angin kencang
sudah menyamber datang, dalam keadaan yang gawat ini

sigap sekali ia sampokkan sebelah tangannya untuk punahkan
tenaga serangan musuh lalu tubuhnya jumpalitan lagi
meluncur kebawah, katanya kepada Coh Ki sia:
"Adik sia Apa kau betul-betul sudah membenciku
sedemikian rupa ?"
"Aku benci kau Benci sekali" sembari berteriak dengan
kalap segera Coh Ki sia menerjang maju langsung menyerang
kepada Giok liong.
Perasaan Giok-liong seperti lubuk hati-nya diiris-iris pisau,
gesit sekali ia mencelat, serunya:
"Baik, akan datang suatu hari segalanya dapat dibikin
terang "
Tatkala itu pemuda yang memburu ke-atas rumah jaga
sudah meluncur turun kali ini tanpa bersuara terus
menepukkan kedua telapak tangannya serangannya terbagi
tiga jalan dengan tiga sasaran atas tengah dan bawah-
Giok-liong menghela napas dengan ringan sekali loncat ia
melejit keatas rumah lagi.
"Lari kemana kau" pemuda itu mengejar datang sembari
menyerang lagi dari belakang.
sembari kertak gigi Giok-liong kerahkan tenaganya, sekali
tiga tombak dilampaui setelah melewati beberapa wuwungan
rumah orang langsung berlari kencang keluar kota.
Ternyata si pemuda terus mengejar, maka terjadilah kejar
mengejar dengan kencang, terlihat dua titik hitam bayangan
diatas salju,jarak mereka kira-kira cuma beberapa tombak,
sama-sama mengerahkan tenaga dan mengembangkan ilmu
ringan tubuh.
Kira kira ratusan tombak kemudian tiba tiba Giok liong
menghentikan langkahnya terus berdiri menanti. Kini mereka

sudahjauh dari kota, tak perlu takut mengganggu orang, maka
Giok-liong berteriak keras:
"Kenapa kau mengejarku?"
Pemuda itu menggaung murka begitu menerjang datang
kedua tangannya lantas bergebrak menyerang dengan tipu
yang mematikan makinya:
"Kurcaci malam malam kau mengintip di penginapan, tentu
punya tujuan tidak senonoh"
sebelah tangan kiri Giok-liong disurung lalu disampok
kesamping mematahkan tekanan serangan lawan sedang
tangan kanannya melancarkan serangan balasan.
Tujuan Giok-liong hanya hendak menggertakkan sajamaka
serangannya ini hanya menggunakan tiga bagian
tenaganya saja, sehingga gaya serangannya kelihatan sangat
lemah-
"Alah silat kampungan saja juga berani tarung dengan aku"
demikian si pemuda mengejek sambil tersenyum sinis, tanpa
berkelit atau menangkis, tahu-tahu kedua tangannya malah
terulur keluar seperti cakar kera langsung mencengkeram
pergelangan Giok- liong.
sebetulnya Giok liong tidak berniat bertempur sungguhsungguh,
karena sedikit geaabah hampir saja tangannya patah
dicengkeram lawan untung dia berlaku gesit dengan gerakan
reflek yang cukup cekatan cepat-cepat ia tarik tangannya
sembari melangkah mundur tujuh kaki, selamatlah tangannya.
Mendapat angin si pemuda semakin takabur, serangan
lanjutan segera ditaburkan semakin menderas dengan gencar,
sekali ini ia benar-benar lancarkan ilmu pukulan laksana
gugusan sebuah gunung yang ketat dan rapat sekali.
"Engkoh seng, bunuh dia"

kiranya Coh Ki-sia juga sudah menyusul datang langsung
menerjang kedalam gelanggang pertempuran terus
menyerang dengan kalap.
sungguh seperti diiris-iris hati Giok-liong, betul-betul tak
terduga olehnya bahwa istrinya tercinta ternyata bergabung
dengan orang mengeroyoknya.
"Adik sia, apakah kau betul-betul tiada rasa cinta dan setia
"
"Bocah keparat, omong kosong belaka "
seperti kebakaran jenggot pemuda itu berjingkrak gusar
seraya lancarkan pukulan yang lebih ganas dan mematikan.
Coh Ki-sia sendiri juga mengertak gigi, teriaknya:
"Siapa yang ada cinta dan setia apa segala"
Rasa duka dan dongkol Giok-liong benar benar susah
dilukiskan dengan kata-kata, akhirnya ia menjadi nekad dan
ambil ketetapan hati, batinnya, 'terang dia sudah tiada rasa
cinta kasih terhadapku, buat apa aku selalu mengenangnya
kembali.'
sebat sekali ia melompat tinggi sam-ji cui-hun-chiu lantas
dikembangkan, mulai dari jurus Cin-chiu, ia tahan gelombang
serangan si pemuda sedang tangan kanan menggunakan jurus
Hwat-bwe balas menyerang ke arah Coh Ki sia.
Lweekangnya sudah mencapai tingkat yang paling
sempurna, sam-ji-cui-hun chiu merupakan ilmu pelajaran Teji
Pang Giok yang tunggal dan digdaya lagi, maka bukan olaholah
hebatperbawanya- Mega putih lantas berkembang
menderu dengan hawa dingin yang menyesakkan napas.
Bercekat hati sipemada, kejutnya bukan main, seiring
dengan teriak kejut tubuhnya lantas mencelat setombak tebih,
sejauh sembilan kaki, meski ia sudah bergerak sangat tangkas

tak urung dirinya tudah dibuat kepayahan terpental keluar dari
gelanggang pertempuran.
sementara itu, pergelangan coh Ki-sia sendirijuga sudah
kena digenggam oleh Giok-liong asal Giok-liong mengerahkan
tenaga meremas, seumpama jalan darah Coh Ki-sia tidak
sungsang surobel dan mengalir terbalik sehingga mematikan,
paling tidak sebelah tangannya itu sudah hancur luluh tulangtulangnya,
selamanya menjadi invalid.
Tapi apakah Giok-liong betul-betul tega turun tangan
sekejam itu, terasa pergelangan orang begitu lembut dan
halus serta empuk seperti tak bertulang, bercekat hatinyasekilas
itu terbayang olehnya betapa kasih mesra hubungan
mereka waktu masih berada di Hwi-hun-san cheng dulu, maka
sambil membanting kaki dan mengertak gigi ia mendesah
berat:
"Adik sia " cengkeramannya di lepas lalu tubuhnya
mencelat mundur beberapa tombak, kelopak matanya
mengembeng air mata.
Coh Ki sia sendiri terhuyung berapa langkah kena gentakan
tenaga Giok- liong tadi, beruntung ia sempoyongan sampai
setombak lebih baru bisa berdiri tegak-
Pemuda itu buru-buru maju memayang tubuhnya, tanyanya
penuh prihatini
"Adik sia, kau terluka ?"
sungguh gemes dan duka hati Coh Ki- sia, tak tertahan lagi
air mata mengalir deras membasahi pipinya, mukanya pucat
dan bibir gemetar napas juga sengal-sengal, agaknya ia
sangat haru terbawa oleh hanyutan perasaannya.:
"Engkoh seng kau... bunuh ia- "
" nanti kululusi permintaanmu "

Kata-kata terakhir ini bagi pendengaran Giok liong laksana
ribuan jarum yang menghunjam kejantucgnya.
Agaknya pemuda itu juga tersentak bingung, namun
seketika semangatnya lantas terbangun, sahutnya:
"itu gampang Kuharap kau kelak tidak pungkiri janji dan
menyesal "
lalu ia melepaskan tubuh Coh Ki-sia langsung menerjang
kedepan Giok liong, teriaknya:
"Kurcaci lihat seranganku "
sebetulnya Giok-liong sendiri juga tak kuasa mengontrol
perasaaan hatinya, hatinya sangat gusar dan seperti dibakar,
tanpa banyak suara lagi maka segera ia kerahkan tenaganya
di kedua lengannya. setiap gerak langkah berat dan
serangannya juga kuat,membawa gelombang damparan angin
pakaian yang dahsyat, jauh lebih hebat dan tekanan
Belum lagi pemuda itu menerjang tiba, tahu-tahu tubuhnya
sudah mencelat balik terguling-guling tujuh kaki jauhnya,
setelah merangkak bangun mulutnya mendaki gusar:
"Bocah keparat kau"
Kemurkaan Giok liong sudah meledak mana bisa
dikendalikan lagi, serangannya semakin cepat dan ganas rasa
gusar dan dukanya semua dicurahkan kearah pemuda yang
dianggapnya sebagai duri di depan matanya, begitu ia
menerjang tiba pukulannya juga tidak ketinggalan begitu
serangan datang tekanan tenaganya juga langsung
memberondong sampaisebetulnya
kepandaian si-pemuda juga cukup tinggi, tapi
mana kuat bertahan dibawah tekanan serangan dahsyat ci iok-
Liong yang sudah terlanjur marah marah ttu, baru berapa
jurus saja Lantas keLihat ia kerepotan mundur berulang-ulang,

setiap gerak tangannya cuma membela diri melulu tiada
mampu baLas menyerang.
Pada saat kritik itulah mendadak terdengar Lambaian baju
mendatangi. LaLu terdengar sebuah seruan sember berkata
"Anak seng Kau minggir" Tahu-tahu ditengah geLanggang
sudah hinggap seorang tua pertengahan umur.
orang tua ini bertubuh tinggi kekar melebihi orang biasa,
seperti bentuk menara saja Layaknya, sepasang matanya
berkilat seperti pancaran bara api, dagunya bercambang bauk
Lebat, bajunya kain kaci warna kuning mengenakan mantel
kuning pula, sikapnya yang angker ini Laksana maLaikat
dewata yang-baru turun dari atas Langit.
Pemuda bertahi LaLat di tengah aLisnya itu Lantas
memburu maju ke depan orang tua ini terus membungkuk
daLam seraya menyapa hormat:
"Ayah"
Coh Ki-sia juga memburu maju terus menubruk kedaLam
peLukan si orang tua sambil nangis gerung-gerung, teriaknya
sesenggukan.
"Paman Dia—" yang ditunjuk adalah Giok liong, sayang
karena terlalu emosi, kata katanya tersendat di tengah
tenggorokan.
sebelah tangan orang tua itu mengelus kepala Coh Ki sia
sedang matanya berkilat menatap tajam ke arah Giok-liong
sebentar, lalu berpaling kepada si pemuda, tanyanya:
"Anak seng Apa yang telah terjadi di-sini?"
Pemuda itu membungkuk hormat, sahutnya :
"Bocah kurcaci ini adalah musuh besar Adik sia"
si orang tua lantas menarik muka, bentaknya:

"Apa benar?"
"Adik sia sendiri yang mengatakan kepadaku"
orang tua termenung sebentar lalu mengguman:
"Dia— dia adalah musuh tandingan coh Jian- kuo suami
istri itu"
tanpa menghiraukan Giok liong ia bertanya kepada si
pemuda:
"Coba katakan apakah sepanjang jalan ini ada perubahan
?"
"Tidak ada "
"Konon, kabarnya perjalan keBu-ih-san ini kita harus hatihati.
Banyak gembong-gembong iblis yang lama mengeram
diri kini bermunculan kembali, situasi sangat tegang, maka
bergegas aku menyusul kemari, tak duga kalian.. ."
"Tak kira Ih-hun cheng cu sendiri juga ikut terjan dalam
keramaian ini tak heran kalangan persilatan bakal geger "
mendadak terdengar orang berseru lantang dan suara
merdu bagaikan irama sembilu, keruan semua orang menjadi
kaget
sebetulnya Giok-liong tengah menjublek dan terlongonglongong
memandangi coh Ki-sia dalam pelukan si orang tua
tinggi kekar itu, tak urung iapun tersentak kaget mendengar
suara aneh ini, tiba-tiba tergerak hatinya ia membatin:
"Ternyata orang tua ini adalah Ih-hun-cheng cu dari daerah
timur laut itu yang bernama Toanbok Ih-bun, tak perlu
dijelaskan lagi terang pemuda itu tentu putranya yang
bernama julukan It-tiam-ang (setitik merah) Toan-bok seng."
Kalau Giok-liong tengah tenggelam dalam hatinya. Di
sebelah sana terdengar Toan-bok Ih-hun sudah berseru keras
kearah datangnya suara:

"Ang To-bok, apa kau belum modar ?"
"orang macam aku yang tidak disambut di akhirat, setan
dan dedemit lari pontang-panting melihat aku, masa gampang
disuruh mati Hahahahaha "
gelak tawannya seperti sengguk orang nangis, tahu-tahu
sebuah tubuh kecil cebol yang kurus kering melesat hinggap di
tengah gelanggang.
orang cebol kurus kecil yang tinggi tiga kaki ini sudah
berambut uban, tidak lebih seperut Toan bok Ih hun berdiri di
hadapan orang sehingga kelihatan janggal dan lucu sekali,
perbedaan yang menyolok ini-
Begitu menancapkan kakinya, sepasang matanya yang kecil
bundar lantas jelilatan berputar menyapu pandang keempat
penjuru, suaranya melengking berkata:
"Tengah malam buta begini, kenapa kalian saling pelotot
disini-"
Ih hun ceng-cu Toan-bok Ih-hun tertawa tawa, katanya:
"Menyelesaikan urusan anak-anak kecil-"
orang tua cebol kurus ini mengiakan sambil manggutmanggut,
sekilas ia melirik berapa kali ke arah Giok-Liong,
jelas kelihatan sikapnya acuh tak acuh terhadap Giok- liong,
malah jengeknya:
"Waktu amat mendesak, para gembong iblis itu mungkin
sudah membuat geger di Bu ih-sin sana, masa kau masih ada
tempo mengurus persoalan bocah tetek bengek ini, mari tuan
besar, segera kita berangkat "
Toan-bok Ih-hun melepas pelukan coh Ki-sia, lalu katanya
kepada Giok-Liong:
"Apakah kau ini yang bernama Kim-pitrjan hun Ma Giok
liong."

"Hah " belum lagi Giok- liong sempat menjawab si orang
tua kate itu sudah berjingkrak kejut, merubah sikapnya yang
acuh tak acuh itu matanya berkedip kedip mukanya beringas,
bentaknya:
"Katakan betul apa tidak ?"
Giok-liong mendesis dengan suara dingin:
"Ya, memang akulah yang rendah "
Kontan si kate cebol perdengarkanjengek dingin, katanya
sambil menunjuk Ih-hun-ceng-cu:
"Bagus sekali. Tuan besar, hubungan selama puluhan
tahun, kau begitu tega mengapusi aku si tua bangka itu,
mengatakan apa itu.. ."
Keruan Ih-hun-cheng cu Toan bok Ih-hun melengak.
tanyanya:
"Aku ngapusi apa?"
Ang To-bok menyeringai licik, katanya:
"Katamu menyelesaikan urusan anak kecil, yang terang
disini kau sedang berdaya upaya merundingkan guna merebut
pusaka itu"
"Perundingan merebut pusaka ?"
Hampir berbareng Giok liong danToan bak ih hun berteriak-
Ang to bok menggerakkan kepala kecil yang sudah penuh
ubanan itu, katanya seperti mengetahui duduk perkara
sebenarnya:
"Pusaka tersembunyi yang berada di dalam rawa naga
beracun di gunung Bu-ih san itu, siapa yang tidak tahu bahwa
pemilik sebenarnya adalah orang she Ma .. ."
Tergetar hati Giok-liong. Mendadak teringat olehnya pesan
teiakhir ibundanya dulu.

"Pada sumber mata air didasar rawa naga beracun di
pegunungan Bu-ih-san tersimpan sejilid buku catatan rahasia
tulisan ayahmu.. ." teringat pula akan kata-kata ibundanya
yang lalu.
"Nak turutilah kata-kata ibu-mu, pergilah ke Ih hun sancheng
di daerah timur laut sana- carilah Toan bok Ih hun, dan
mintalah supaya dia membantu." kalau dalam perjalanan
menemui kesulitan perlihatkan bentuk batu pualam ini... tadi
karena hati tidak tentram dan gelisah sehingga tidak ingat
atas kejadian beberapa tahun yang lalu.
sekarang setelah mendengar Ang to bok menyinggung
persoalan ini tanpa terasa bergidik tubuhnya, batinnya:
"Bocah yang tidak mengenal budi pekerti dan tak berbakti
kenapa aku melupakan pesan ibu yang wanti-wanti itu" karena
pikirannya ini bergegas ia tampil ke depan langsung menjura
kepada Toan bok Ih hun, katanya lantang:
"wanpwe tidak tahu bahwa cianpwe adalah Ih hun-chengcu
yang berdiam di Liao-tong itu, harap suka dimaafkan"
Kejadian perubahan ini sangat mendadak sekali, sudah
tentu Toan bok Ih hun dirundung cemas dan curiga, tanyanya:
"Apa maksudmu ini ?"
"sebelum cayhe berkelana, pernah ibu berpesan dengan
batu pualam berbentuk. jantung sebagai bukti supaya
Wanpwe ke Liok-tong menemui kau orang tua"
"Batu pualam bentuk jantung hati?"
"Benar, tatkala itu, aku..."
"Jadi kau ini adalah—" mendadak Toan bok Ih hun
memutus kata-katanya, dengan cermat dan seksama ia amatamati
Giok-liong sikapnya menjadi tawar dan rawan.
Giok-liong tinggal seadanya:

" Hanya karena Wanpwe belum lama meninggalkan rumah
lantas merubah arah tujuan sehingga tidak menuruti pesan
ibunda, ditengah jalan aku berputar menuju ke lembah
kematian dan untung di sanalah aku bersua dengan guru yang
berbudi "
Toan-bok lh-hun tidak perhatikan penjelasannya ini,
tanyanya:
"Lalu dimana batu pualam bentuk jantung hati itu?"
Tanpa disadari Giok liong meraba kantong bajunya,
sahutnya dengan muka merah:
"sudah kuserahkan kepada seorang nona untuk tanda
kepercayaan"
Belum habis ucapannya, mendadak sesosok bayangan
melejit jauh terus, berlari pergi. Kiranya mendengar
penjelasan Giok liong ini coh Ki-sia lantas mendengus gusar
terus melesat dua tombak lebih berlari kembali kearah kota.
Toai bok Ih-hun tidak hiraukan kedua anak muda itu,
sebaiknya membentak kepada Giok-liong.
"Mulutmu saja yang ngobrol tanpa bukti, lekas cari kembali
batu pualam bentukjantung hati itu baru menghadap kepada
aku"
selesai bicara iapun melambung tinggi seraya berkata
kepada Ang TO-bok-
"Cebol selamat bertemu diBu-ih san"
Keberangkatan ketiga orang inijuga terlalu mendadak, Giok
liong sendiri masih belum jelas dalam ingatannya, suduh tentu
dia tidak menyadari katanya tadi:
"Diserahkan kepada seorang nona untuk tanda
kepercayaan ini betul-betul sangat melukai perasaan coh Kisia?
Tapi betapapun tidak terpikirkan oleh Giok-liong akan

kesalahan kata-katanya ini, karena Coh Ki-sia sudah lari jauh
tak kelihatan lagi.
Dalam pada itu sambil berlenggang si cebol Ang To bok
menghampiri kedepan Giok-liong, katanya dengan suara di
buat-buat:
"saudara kecil Apa yang telah kalian ikrarkan bersama
Toan-bok Ih-hun tadi?"
Hakikatnya Giok liong sendiri tidak tahu pangkal tujuan
pertanyaan orang, dasar hati sedang gundah, tiada minat ia
banyak bicara, lalu ia menyahut tawar
"Ikrar ? Tidak " sembari menjawab kakinya sudah beranjak
tinggal pergi, dalam hati ia tengah menerawang langkahlangkah
selanjutnya. Menuju ke Laut utara atau pergi keBu-lhsan?
Aku harus pilih satu diantara ini.
Tak duga Ang To-bok berseyot-seyot mengintil
dibelakangnya, katanya berat:
"saudara kecil, walau aku Te ou sing-kun (dedemit bumi
kesataria bintang) Ang to bok bukan cukat Liang yang hidup
kembali tapi hanya menghadapi urusan kecil macam ini,
jangan harap dapat mengelabui aku"
Giok-liong menjadi uring-uringan, semprotnya.
"Jangan cerewet Peduii apa kau manusia kerdil ini"
sambil menyeringai iblis Ang To-bok tertawa-tawa, katanya:
"Kau jangan main galak? Perjalanan keBu-ih-san ketahuilah
aku orang she Ang juga termasuk satu hitungan tangan"
Rasa dongkol Giok liong susah dilampiaskan, kini
mendengar ocehan yang menyebalkan ini seperti api disiram
minyak semakin berkobar amarahnya, desisnya geram
"Persoalan di Rawa naga beracun itu siapa berani turut
campur, maka jangan harap dia bisa hidup kembali."

Ang-to-bok bergelak tawa, teriaknya:
"Hahaha, takabur benar kau ini"
"Kau mau apa".
"Tidak lain aku hanya ingin bergabung dan bekerja sama
dengan kau, nanti kita bagi sama adil setelah mendapatkan
buku catatan rahasia itu"
"Ha h, h m Kau mimpi"
"Mimpi saudara kecil, jangankan pandang rendah aku ini"
Giok liong menjadi sebal, saking kewalahan mendadak ia
jejakkan kakinya terus berlari kencang tinggal pergi, gerak
gerik Giok- liong cukup hebat, namun Ang To bokjuga tidak
kalah gesit bukan saja ia mengejar kencang malah berlari
berendeng, ditengah udara ia bersuara:
"saudara kecil, demi menjaga kepercayaanmu terhadap
Toan bok Ih-bun, boleh aku mengalah dibagi tiga sama rata."
"Menyebalkan" Giok liong membentak sambil mengibaskan
sebelah tangan menampar kesamping.
"Wah kok turun tangan" seru Ang TO bok sambiljumpalitan,
terus meluncur turun.
Karena menyerang dan menggunakan tenaga Gioks liong
sendirijuga melorot ke-bawah, menurut dugaannya Ang to bok
pasti balas menyerang, maka begitu kakinya menginjak tanah
segera ia bersiaga dengan memasang kuda-kuda.
Diluar sangkanya Ang to bok tertawa-tawa disebelah sana,
ujarnya:
"saudara kecil, kau tidak sudi bekerja sama dengan aku
mungkin karena kau belum tahu seluk beluk keadaan di Rawa
naga beracun itu, kalau tidak tentu kau tidak menolak uluran
tanganku ini"

"Maksudmu..." Giok Liong sudah hendak lancarkan
pukulannya dengan gemas, namun bentakannya lantas di
telan kembali dan takjadi menyerang, hatinya berpikir
memang keadaan di TOksliong-tam sana aku tidak tahu, apa
salahnya aku mengorek keluar keterangan dari mulut orang
bawel ini, kan menguntungkan.
Maka ia merubah sikapnya tadi, katanya kalem:
"Bagaimana keadaan di Toksliong-tam?"
"Nah kan begitu saudara kecil" ujar Ang to bok berjingkrak
girang sambil menjentik ibu jarinya,
" urusan dapat dirundingkan bukankah bisa menelorkan
hasil yang menguntungkan, kalau sampai berkelahi wah
berabe merugikan kita dua belah pihak"
Karena punya tujuan tertentu terpaksa Giok liong menekan
rasa dongkolnya, sahutnya:
"ya, coba terangkan dula situasi di-Rawa naga beracun itu"
"Baik, mari ikut aku" kata Ang To-bok sambil menunjuk
ketempat yang jauh badan nya lalu melesat pergi.
Diam-diam Giok-liong sudah bersiaga, tapi terpaksa ia
mengintiljuga, setelah melewati bidang-bidang sawah terus
menyelusuri anak sungai di ujung muara sana kelihatan
sebuah biara kecil, saking tua dan tidak terurus keadaannya
sudah bobrok, namun papan namanya kelihatan bertulis Liong
ong bio tiga huruf besar-
Ang To-bok meluncur turun didepan biara kecil ini, kedua
tangannya lantas bertepuk dua kali. segera terdengar suara
kereyat kereyot terlihat pintu biara terpentang pelan, bergegas
ia beranjak keatas undakan batu diambang pintu serta berkata
kepada Giok-liong yang baru saja tiba:
"saudara kecil, mari silakan "

Kwatir orang mengatur tipu daya, diam-diam Giok-liong
kerahkan ji-lo untuk melindungi badan, kabut putih
menyelubungi seluruh badannya.
Ang To-bok tertawa kering, ujarnya:
"Terlalu memandang rendah aku orang she Ang, tarik
kembali hawa pelindung mu itu"
Giok-liong menjadi rikuh, sahutnya kikuk-
"Niat mencelakai orang tidak boleh ada, berjaga mengatasi
tipu daya orang harus waspada-"
sembari kata ia sudah naik keatas undakan batu. Pintu
biara sudah terpentang lebar, berdiri dihadapannya seorang
laki-laki pertengahan umur.
sesaat Giok-liong menjadi tertegun, sebab pada cuaca
dimusim dingin ini, laki laki ini ternyata bertelanjang bagian
atas tubuhnya, tempat fitalnya saja yang digubat dengan selilit
kain panjang dari sutra, seluruh tubuhnya tumbuh rambut
hitam panjang, badannya kekar dan berotot keras.
Begitu melihat kedatangan Ang To-bok. lantas unjuk tawa
lebar, giginya kelihaian rajin memutih lalu ia mengerling pada
Giok-liong, dua biji matanya tajam dan bening seperti dua
tonggak yang berhawa dingin.
sambil tertawa-tawa Ang To-bok manggut-manggut
menunjuk dirinya lalu menunjuk Giok-liong, akhirnya
menunjuk orang laki-laki bertelanjang itu. Lalu ketiga jari
tanganya dirangkap bersama terus digenggam dengan tangan
lainnya.
Laki-laki itu menyeringai tertawa besar, suaranya aneh dan
serak, tersipu-sipu ia melangkah mundur kesamping.
Ang To-bok menyilangkan tangan memperlihatkan Giokliong:

"saudara kecil silakan kita bicara didalam"
Kalau sudah datang apa pula yang harus dikawatirkan,
maka dengan langkah lebar tanpa ragu Giok-liong beranjak
masuk. tengah ruangan terdapat seonggok bara api yang
tengah menyala besar. Di pinggir api unggun terletak seguci
arak dan separo kempol kambing yang baru saja dipanggang
mengeluarkan baunya yang wangi.
"Mari, sambil gegares kita bicara disini jauh lebih enak
diluar yang dingin "
demikian ujar Ang to bok sembari menarik sebuah
gulungan rumput kering untuk alas duduk Giok liong.
sementara ini laki-laki setengah telanjang itu sudah duduk
dipinggir guci besar itu, dengan cawan besar ia meminum arak
lalu merogoh keluar pisau kecil mengiris daging kambing terus
dijejalkan kedalam mulutnya, tanpa berkata-kata lagi.
Giok liong tidak hiraukan orang, langsung ia mengungkat
pembicaraan
"sudah mari kita mulai, bagaimana sebenarnya keadaan
Tok liong tam itu ?"
Kata Ang Toksbok berseri tawa:
" Letak Toksliong-tam di dalam pedalaman gunung Bu-ih
san yang jarang diinjak manusia, air rawa ini sangat dingin
membekukan tulang di tempat sumber mata airnya, bulu
angsa saja tentu ditelan tenggelam ke dasarnya, apalagi
pusarannya besar dan kuat sekali-"
"oh apa betul ?" tanya Giok liong.
"Hal yang penting ini masa boleh menipu orang." sahut Ang
to bok sungguh-sungguh.
Giok-liong pernah mendengar penjelasan ibunya, maka
sambil mengerut kening ia bertanya lagi:

"Kalau begitu bagaimana menurut rencanamu ?"
Ang to bok tertawa getir, ujarnya:
"Aku orang she Ang boleh dikata sebagai seekor bebek
kering, jangan kata rawa naga beracun, air biasa saja
mungkin aku bisa kelelap dan mampus tenggelam. Sudah
tentu aku tak mungkin berani turun kendalam rawa maut itu
?"
"Lalu siapa ... ."
"Nah, dia inilah " tukas Ang to bok sambil menunjuk lakilaki
setengah telanjang itu. Giok-liong melirik berkali-kali
kearah laki-laki setengah telanjang itu.
Kata Ang To-bok dengan penuh kepercayaan
"Dia bukan lain adalah Ah-liong-ong (raja naga bisu) yang
sangat kenamaan di dunia persilatan."
" Ah-liong-ong ?"
"Ya, raja naga bisu "
"Kepandaiannya - - -"
"Kepandaian diatas tanah biasa saja, tapi sekali ia masuk
air laksana ikan terbang naga sakti, boleh dikata ia sangat
berbakat sejak kecil, pembawaan sejak lahir-"
"O, betul-beiul ada hal serupa itu ?"
"Bukan begitu saja keahliannya, betapa dingin airnya
selama tiga puluh enam jam ia kuat bertahan bertahan di
dasar air, di dalam air ia bisa hidup seperti ikan umumnya,
kalau meninggalkan air hidupnya malah sengsara-"
Giok-liong terlongong mendengar cerita aneh yang belum
pernah didengarnya ini.
Ah-liong-ong ini agaknya memang sudah pembawaan bisu
dan tuli, tak tahu apa yang tengah mereka bicarakan, melihat

Giok-liong memandang dirinya, ia terus angkat cawan arak
dan ditenggaknya habis, Giok-liong manggut-manggut dan
tertawa-tawa.
Terdengar Ang to bok melanjutkan penjelasannya:
" untuk mencapai dasar rawa naga beracun ini selain Ahliong-
ong ini, ku berani tanggung di seluruh Kangouw ini tentu
tiada orang kedua yang berani. Maka buku catatan rahasia ini,
sudah terang dan nyata bakal menjadi milik aku orang she
Ang "
Giok liong menyeringai dingin, katanya:
" Kalau begitu, kenapa kau undang aku untuk membantu ?"
"Tentang ini..." merah wajah Ang To-bok, sekian lama baru
ia bicara tersekat:
"Tapi, tapi... betapa juga harus berjaga-jaga, sebab
menurut kabar berita di kalangan Kangouw, entah ada berapa
banyak gembong-gembong silat yang sudah berkumpul diBuih
san sana, meski mereka tak kuasa turun ke air tapi diatas
bumi... diatas bumi..."
Giok liong tertawa dengan nada hina:
"Bukankah ada kau "
"Aku.. ." selebar muka Ang To-bok lebih merah seperti
kepiting direbus, katanya terbata- bata:
"Aku... tentu.. tapi - - -"
"Maka kau undang aku untuk melawan musuh-musuh berat
di atas daratan ?"
"ya, begitulah "
"Lalu setelah memperoleh buku catatan rahasia itu, kau
bisa merat melarikan diri bukan ?"
"Ah Tidak."

"Masa tidak ?"
" Aku paling dapat dipercaya, legakan hatimu "
Giok-liong menyeringai dingin, tiba-tiba ia berteriak:
"Barang yang tersimpan didalam sumber mata air dalam
dasar rawa naga beracun digunung Bu-ih san itu ada
pemiliknya, ketahuilah barang yang tidak halal lebih baik kau
jangan tamak hendak merebutnya "
Ang to bok ternyata tidak marah, sebaliknya malah
manggut-manggut sambil tertawa tawa, ujarnya:
"Duduk, silahkan duduk."
sekonyong-konyong terdengar lengking panjang yang
bersahutan dari jarak yang cukup jauh diluar sana, Suar n ini
begitu tajam daw- meninggi seperti menembus langit
menggetarkan sukma.
Ah liong ong yang sedang makan minum itu juga
terpengaruh oleh suara lengking ini sampai berobah pucat air
mukanya seketika ia duduk menjublek ketakutan.
Ang to bok sendiri juga menarik muka dan mendengarkan
dengar serius katanya dengan suara berat:
"selalu kalian mencari gara-gara kepada Lohu"
nada perkataannya penuh kebencian tapi terang
mengandung rasa takut, terang paling tidak ia merasa gentar
menghadapi pendatang ini.
Tergerak hati Giok liong, tanyanya:
"siapa mereka ?"
"Tong-si ngo kui ?
"Lima setan keluarga Tong ?"

Tong-singo-kui atau Lima setan keluarga Tong adalah
gembong silat aliran hitam yang kenamaan di daerah barat
laut. Mereka berlima adalah saudara kandung seibu, biasanya
suka bertempur dengan cara keroyokan yang diberi nama
Ngo-kui-nau-pan (lima setan menggeserkan sidang). "
Cara turun tangannya keji selamanya tak memberi ampun
kepada musuhnya. Sudah sekian lama mereka malang
melintang di Kangouw, ditakuti dan disegani oleh kaum
persilatan karena kekejamannya.
Giok liong membatin:
"Agaknya Ang-to bok bukan tandingan Tong-si ngo-kui itu,"
Karena pikirannya ini serta merta Giok-liong tertawa geli,
ujarnya:
" Kalau kau berani pergi keBu-ih-san, terlebih dulu kau
harus memberantas musuh-musuh berat, sekarang mereka
mengantar jiwa di depan pintu, inilah saatnya kau
memperlihatkan kepandaianmu sejati, supaya mereka kena
gertak "
Merah muka Ang to kok, dengan beringas ia mendesis
terbata-bata:
"Lohu, takkan... ampuni jiwa mereka—"
Diam-diam Giok liong tertawa geli- suara suitan itu sudah
semakin dekat, nadanya semakin keras dan menusuk telinga
Ah liong-ong yang duduk disebelah sana tampak mementang
kelima jarinya diulur kedepan, mulutnya berseru:
"fiii.......ya......aaaaahhhn....uuuuh"
Terang hati Ang-to-bok sangat gelisah, namun lahirnya ia
berlaku tenang, dengan tangan ia memberitahu kepada Ahliong
ong supaya tenang-tenang saja. Lalu sambil
menggerakkan kedua lengannya ia melangkah lebar keluar
pintu.

Baru saja melangkah berapa tindak diluar sana terdengar
suara "Blang" yang keras sekali, daun pintu biara kecil yang
tebal itu tiba tiba mencelat jauh gedebukan dilantai, debu dan
pasir beterbangan dan rontok dari atas runtuhan, begitu keras
terjangan tenaga menumbuk pintu ini sehingga seluruh biara
terasa tergetar seperti terjadi gempa bumi.
Belum lagi suara sirap dan debu menghilang beruntun
meluncur masuk lima bayangan laki-laki yang bertubuh kekar
sejajar menghadang diambang pintu, muka mereka beringas
dengan pandangan mendelik.
Laki-laki tertua yang berdiri ditengah terdengar membentak
dengan sengit :
"Ang to bok, didaerah kekuasaan kita berlima berani kau
menculik Ah-liong-ong, kau terlalu tidak pandang sebelah
mata kita bersaudara sekarang kita berlima sudah tiba, cara
bagaimana kau hendak menyelesaikan urusan ini?"
Belum sempat Ang to bak menjawab. Empat saudara lain
dari Tong-si-ngo kui sudah menggerung bersama:
"Mana ada begitu banyak tempo untuk main debat dengan
kurcaci ini, sikat saja"-
belum lenyap dengung suara mereka serentak menubruk
maju sambil menjerit lengking tajam, angin kencang yang
dahsyat seketika meluruk kearah Ang to bok-
Dengan suara gemetar dan sember Ang To-bok menjadi
nekad, serunya:
"Baik, Lohu adu jiwa dengan kalian." - dengan nekad ia
menyambut serangan para musuhnya dengan kegesitan
tubuhnya.
sekali gebrak Tong-si ngo-kui langsung kembangkan ilmu
Ngo kui nau san yang paling mereka banggakan itu ternyata
memang cukup lihay dan hebat juga. Baru beberapa jurus saja

kelihatan Ang to bok sudah terdesak dibawah angin, gerak
geriknya sudah kacau balau setiap saat menghadapi ancaman
mara bahaya.
sementara itu. Ah-liong ong meringkuk dibawah jendela
sana, naga-naganya ia hendak mencari kesempatan untuk
melarikan diri
Karena kemenangan sudah terang bakal dipihaknya, siangsiang
Tong-si-ngo-kui juga sudah memperhitungkan kejadian
ini, maka tiba-tiba salah seorang dari ngo-kui melompat keluar
dari gelanggang pertempuran langsung memburu ke-arah Ahliong-
ong, sembari membentak:
"Ah-liong ong kau hendak lari "
Tampak pula sebuah bayanga dari seorang saudaranya ikut
menerjang datang.
kepandaian silat Ang-liong ong biasa saja mana mungkin
dapat menghindar diri dari cengkeraman lihay dari setan jahat
ini.
Tiba-tiba dalam keadaan yang genting ini, mega putih
kelihatan berkembang terdengar cniok-liong membentak
gusar:
"Tong-si-ngo-kii jangan kalian mentang-mentang disini,
lihat Tuan mudamu akan menghajar kalian."
sebuah suit panjang yang melengking mengalun tinggi
bergema sekian lamanya dari mulut Giok-liong, mega putih
lantas melayang ketimur melebar ke barat bergulung-gulung,
sebuah tangan putih halus tahu-tahu menyelonong tiba
melancarkan sejurus tipu Cin-chiu, Hwat-bwe dan Tiam-ceng
sekaligus.
seketika angin ribut bergulung seperti lesus memberondong
kearah kedua musuh yang menerjang datang ini.

Terdengar jerit dan pekik kesakitan yang menyayat hati,
darah berterbangan bau anyir darah lantas merangsang
hidung. Dua dlantara kelima Ngo-kui yang menerjang kearah
Ah liong-ong itu sudah tamat riwayatnya, sesuai dengan nama
julukan mereka kini benar-benar menjadi setan gentayangan
toeng-hadap Giam-lo-ong.
salah seorang tengah terpental jauh tiga tombak, perutnya
pecah dedel dowel seorang lagi otaknya pecah berhamburan,
tapi tangannya masih mencengkeram kencang lengan Ahliong-
ong, sehingga seluruh tubuh Ang-liong-ong menjadi
kotor oleh darah dan cairan otak.
Ah-liong-Ong sendiri menggelendot diambang jendela,
tubuhnya menjadi lemas dan tak kuasa mengeluarkan suara,
lidahnya terjulur keluar berdiri menjublek seperti patung. Tapi
sepasang matanya yang bening memandang ke arah Giokliong
dengan perasaan yang penuh haru dan terima kasih-
Memang kalau bukan serangan telak Giok liong yang
mematikan kedua setan itu, mungkin Ah liong ong sendiri
yang bakal mampus, kalau bukan perut pecah tentu kepala
hancur.
Tiga saudara yang lain begitu melihat dua saudara sendiri
mati begitu mengenaskan dalam satu gebrak, betapa mereka
takkan murka dan sedih- Berbareng mereka menjerit bersama
lantas tinggalkan Ang To-bok serentak menerjang kearah
Giok-liong dengan serangan dahsyat.
sudah tentu Giok-liong tidak pandang mata kepada ketiga
musuhnya ini, bentaknya:
"Mampus "
kedua tangannya didorong memapak ke depan, gulungan
mega putih lantas menerpa dengan kekuatan yang
menggetarkan "Blam" suara ledakan gegap gempita disusul
suata runtuhan yang riuh rendah ternyata biara bobrok yang

sudah tua ini menjadi runtuh berantakan karena sebuah
tonggaknya kena terdampar oleh angin pukulan dahsyat tadiserasa
pacah nyali tiga Ngo-kui yang masih sisa hidup inisalah
seorang terdengar berteriak:
" Angin kencang " ia mendahului melesat keluar dari lobang
runtuhan ini. Dua saudara lainnya juga segera lari sipat
kupingsementara
itu, karena kehabisan tenaga Ang to bok tengah
duduk bersimpuh semampai di kaki meja sembari mengempos
tenaga mengembalikan semangatnya. Ah liong-ong masih
berdiri menjublek bagai patung dipinggir jendela.
Dari kejauhan diluar sana terdengar kokok ayam jago,
agaknya hari sudah menjelang pagi-
Giok liong tertawa dingin, katanya kepada Ang to bok-
"Ang to bok- mengandalkan kemampuan ini, berani kau
hendak merebut benda pusaka ke Bu ih-san, benar-benar
mimpi dan menggelikan sekali, menurut hematku lebih baik
kau belajar lagi dan melihat gelagat supaya tidak mengantar
jiwa sia-sia."
Habis berkata dengan langkah lebar ia tinggalpergi keluar
biara.
Belum lagi ia beranjak sampai diluar pintu, mendadak Ang
to bok membentak:
"Kemana kau"
Giok-liong menjadi gusar, hardiknya sambil membalik
badan,
"Ang To-bok cari mampus " Ang To-bok tengah merangkak
bangun, dengan tawa getir ia berkata halus:
"Bukan...Bukan kau siau hiap Aku memanggil dia "

ternyata secara diam-diam Ah liong-ong mengintil dibela
kang Giok liong, juga hendak tinggal pergi, sepasang matanya
terus menatap muka Giok-liong, mimiknya mengunjuk rasa
terima kasih dan kagum mohon pertolongan lagi, tangannya
bergerak-gerak serta mulutnya mengeluarkan suara aneh
yang tidak dimengerti oleh Giok-liong, Tangannya menunjuk
Ang To-bok lalu digoyang-goyang lalu menunjuk Giok-liong
terus hatinya sendiri.
Ang To-bok yang tahu arti main tunjuknya ini menjadi
geram, gerungnya:
"Bocah keparat, melihat yang baru kau lupakan yang lama
kau ingin ikut dia pergi "
dengan kalap ia menerjang kearah Ah-liong-ong.
gesit sekali Giok-liong melejit menghadang di depannya,
hardiknya dengan murka:
"Ang To-bok berani kau"
ringan sekali ia menggeser tenaga serangan Ang to bok lela
menepuk pundak Ah-liong-ong menenangkan hatinya.
Lalu katanya pula kepada Ang to bok-
"Terhadap seorang cacat kau mengundal keberanianmu
sikapmu begitu kasar sudah tentu ia ingin ikut orang lain,
apalagi kepandaianmu hakikatnya untuk menyelamatkan jiwa
sendiri masih kepalang tanggung masa kuasa
melindungijiwanya pula?"
lalu ia putar tubuh berkata keras kepada Ah-liong-ong:
"Untuk sementara waktu kau tetap bersama Ang To-bokikutlah
kepadanya, karena Tong-si-ngo-kui akan selalu
mengejar kau"
Ah-liong-ong menggerakkan kaki tangan-nya, mulutnya
entah mengatakan apa yang tidak di mengertiTIRAIKASIH
WEBSITE http://kangzusi.com/
Giok-liong tertawa tawa, katanya keras:
"Aku tidak mengerti maksud ucapanmu."
saking kewalahan Ah liong-ong memburu maju terus
menarik lengan baju Giok-liong dan tak mau dilepas lagi. Tahu
Giok-liong bahwa orang hendak ikut dirinya-
Tapi dirinya sendiri seperti awan mengembang yang
kemana saja terhembus angin tiada sesuatu tujuan tertentu
tak punya rumah lagi, kemana pula ia harus membawa
seorang gagu ini.
Akhirnya ia berkeputusan, katanya kepada Ang To-bok:
" orang she Ang, perlakukan baik-baik, tentu dia akan
senang dan setia terhadap kau. Bakat pembawaan yang
jarang ada ini sangat berguna bagi kejayaan kaum persilatan.
Cukup sekian saja kata kataku kelak Kalau jumpa lagi kuharap
kau masih membawa dia, kalau tidak aku Ma Giok- liong tentu
akan membuat perhitungan dengan kau, ingat pesanku ini."
lalu dengan gerak-gerak tangannya Giok-liong membujuk
Ah-liong-ong, setelah itu baru bertindak ke luar dengan
langkah lebar.
sang surya sudah memancarkan sinar cemerlang, hari
sudah pagi- sesampai diluar Giok-liong menghirup hawa segar,
di alam terbuka dengan hawa yang segar nyaman ini
pikirannya menjadi tenang dan lapang, diam-diam ia ambil
keputusan untuk menuju keBu ih san.
Demi memecahkan teka-teki rahasia riwayatnya sendiri,
untuk ayahnya dan sebagai putra yang berbakti betapapun
tugas suci ini harus dilaksanakan.
(Bersambung kejilid 27)
Jilid 27

Pikirnya, meskipun Kim-ling-cu Cian-pwe berpesan supaya
aku secepatnya menuju ke ping goan dilaut utara, mungkin
urusan disana juga tidak kalah pentingnya. Akan tetapi urusan
di Bu-ih san ini menurut berita yang didapat ditengah jalan ini
betapa juga dirinya tidak boleh ayal untuk segera menyusul
kesana, semoga dirinya kelak tidak mendapat teguran karena
perubahan arah tujuan ini.
Setelah mengambil keputusan tetap, disaat waktu masih
pagi dan belum kelihatan orang berlalu lalang ini segera ia
kembang-kan Leng-hun-toh, membelok kearah tenggara
langsung menuju ke Bu ih-san.
Sepanjang jalan ini secara cermat ia awasi setiap orang
yang berlalu lalang, betul juga didapatinya tidak sedikit kaum
persilatan yang juga tengah menempuh perjalanan dengan
langkah cepat, semua menunjukkan sikap tegang dan tergesagesa,
sama pula tujuan arah mereka ke tenggara dimana letak
Bu-ih san itu.
Supaya lebih cepat sampai ditempat tujuan, sedapat
mungkin Giok-liong menghindar diri dari bentrokan dengan
kaum persilatan Bukan begitu saja, malah pada tengah hari ia
tekan tenaga dan menyedot hawa mengendalikan Iwekang
pakaian juga berganti seperti pelancongan umumnya,
sedikltpun ia tidak tunjukan gaya sebagai kaum persilatan.
yang terpenting selalu ia sengaja lewati kota-kota besar
dan rumah penginapan, seadanya saja menginap di rumah
petani atau gubuk pemburu serta beli makanan kering untuk
ditangsel di tengah perjalanan setiap malam saat paling enak
untuk melanjutkan perjalanan kilat.
Entah berapa hari telah lewat, hari itu ia sudah mulai
memasuki daerah pedalaman pegunungan Bu ih-san. Bulan
sabit bertengger dicakrawala, bintang berkelap-ke diangkasa
raya, hawa malam yang sejak menghembus halus sepoi-sepoi.

Di bawah sinar bulan yang redup ini, Giok liong
melanjutkan perjalanan terus menerobos semak belukar dan
jurang jurang, menurut perhitungannya sebelum terang tanah
tentu dirinya sudah tiba di rawa naga beracun itu.
semakin dekat semangatnya semakin menyala, tenaganya
terkerahkan kakinyapun melangkah semakin cepat.
sekonyong-konyong selarik sinar biru meluncur tinggi ke
tengah angkasa terus meledak ditengah udara, cahayanya
terang menyolok mata, Bersama itu dari semak belukar kanan
kiri terdengar suara keresakan bayangan orang bergerakgerak
disertai kilatan sinar senjata tajam. Tanpa disadari Giokliong
sudah masuk kepungan.
sesaat Giok-liong melengak, namun dilain saat ia
menghimpun semangat mengerahkan hawa ji-lo melindungi
badan, lahirnya berlaku tenang, kakinya terus melangkah
menyelusuri jalan pegunungan kecil yang berliku-liku, tapi
langkah kakinya mulai lamban.
Tiba-tiba sesosok bayangan kuning terbang menubruk
datang, belum sampai suaranya sudah membentak:
"Berdiri " hilang suaranya bayangan itu sudah hinggap
ditanah kira-kira tiga toaibak dihadapan Giok-liong.
dari penerangan cahaya bulan kelihatan orang ini tinggi
kurus berusia lima puluhan mengenakan jubah kuning dari
kain kaci yang tipis. Cuaca pada saat ini musim dingin
sedikitpun ia kelihatan tidak merasa dingin, terang kalau
Iwekang sudah sangat tinggi, di belakang punggungnya
menonjol keluar batang pedangnya, sikapnya kelihatan sangat
garang dan angker.
Kepandaian tinggi membuat nyali Giok-liong besar dan
tabah. Apalagi sudah dalam perhitungan kalau berani meluruk
keBu-ih-san ini paling tidak harus mengalami pertempuran
besar melawan gembong-gembong silat kenamaan, maka

sikapnya ini sangat tenang tanpa merasa sesuatu keganjilan,
dengan senyum manis ia berkata tawar:
"Lo-tiang menyuruh aku berhenti"
sudah tentu si orang tua jubah kuning ini tertegun malah,
melihat sikap Giok-liong yang wajar tanpa kejut dan takut ini
terasa aneh dan lucu baginya, maka dengan mengangkat alis
ia menghardik bengis:
" Kalau tidak melarang kau siapa pula yang berada disini ?"
"oh Lalu kenapakah ?"
"Tidak karena apa "
"Kalau tidak ada persoalan, terpaksa aku yang rendah
melanggar perintah " lalu dengan langkah semula ia beranjak
maju ke depan, Giok-liong memang sengaja hendak
menggertak orang, maka langkahnya kelihatan pelan, namun
waktu kakinya menutul tanah, dimana Leng-hun-toh
dikembalikan tahu-tahu tubuhnya berkelebat laksana
bayangan telah melesat lewat disamping si orang tua yang
berdiri tegak tiga tombak di depannya.
"Hah " orang tua jubah kuning terbelalak sambil mengucekngucek
matanya, belum sempat ia berkedip tahu-tahu
bayangan putih berkelebat lewat terus menghilang, keruan
saking kejut mulutnya berteriak:
"Apa aku melihat setan ?"
"Hehehe, bukankah aku berada disini"
Mendengar suara Giok- liong bicara di-belakangnya orang
tua jubah kuning tersentak kaget seperti disengat kala, sambil
bersitegang leher bergegas ia memutar tubuh sambil melolos
keluar pedang dari punggungnya, dengan gaya dibuat-buat ia
menghardik bengis:
"Bedebah, kau setan atau manusia ?"

Giok-liong menjadi geli dan dongkol, desisnya:
"pandangan orang kampung Katak dalam sumur yang tidak
melihat betapa besarnya dunia ini"
orang tua jubah kuning menjadi murka diolok-olok,
bentaknya geram:
"Buyung kurang ajar"
Pedangnya terus menusuk dan menerjang dengan
tendangan pula.
Giok liong tertawa dingin, tangan kirinya berputar setengah
lingkaran di udara, sedangkan jari tangan kiri seperti cakar
mencengkeram pergelangan tangan musuh yang memegang
pedang cara kerjanya secepat kilat dan indah sekali
"Wah" orang tua jubah kuning lagi-lagi menjerit
sempoyongan tujuh kali sambil menarik pedangnya-
Meski sasaran serangannya tidak berhasil hanya cukup
menggertak mundur musuh, Giok-liong menjadi segan
melanjutkan aksinya, maka ejeknya tawar:
"Hm Mengandal kemampuanmu ini, apa tidak malu
ditertawakan orang."
Orang tua jubah kuning semakin berjingkrak gusar seperti
kebakaran jenggot, teriaknya sambil membanting kaki:
"Keparat Kau menghina Lohu yang tidak becus ini"
Giok liong tertawa gelak, ujarnya:
"Bukan aku menghina kau tidak tidak becus. kenyataan
bahwa kau sendiri yang tidak becus"
"Mati aku saking jengkel, lihat pedang" sinar pedangnya
bergerak lincah dan cepat sekali seperti bianglala laksana titik
sinar bintang kelap kelip yang rapat dan kokoh serta keji,

terang inilah ilmu pedang aliran tingkat tinggi yang cukup
hebat.
Tapi apa boleh buat, betapa juga kepandaian setingkat ini
masih jauh dibanding kemampuan orang lain betapapun tak
dapat dipaksakan seperti orang sering berkata telur ayam
diadu dengan batu, hancurlah.
Memang cara permainan ilmu pedang orang tua jubah
kuning ini cepat gesit laksana angin lesus, malah sangat
sempurna dalam latihan dengan tekanan titik yang
mengancam kelemahan lawan, ini sudah boleh terhitung
angkatan kelas satu pada kalangan persilatan.
Sayang lawan yang dihadapi adalah Ma Giok liong, tunas
harapan Bulim yang paling berbakat, kalau dibanding dan
dibedakan laksana bumi dan langit, sedikitpun orang tua ini
tak mampu memperlihatkan kewajibannya.
Menghadapi ilmu pedang yang lihay ini Giok liong berlaku
sangat tenang seperti dirinya tidak diserang sama sekali,
setiap gerak luncuran ujung pedang musuh selalu diikuti oleh
pandangan matanya, kalau ujung pedang benar-benar
menusuk datang pada detik yang menentukan mendadak ia
menekuk dada atau menggeser kedudukan kesamping atau
mundur maju dengan lincah sekali.
Kadang kala ia ulurkan tangan seperti orang hutan memetik
buah dengan ujung jarinya menjepit pedang musuh, atau
balas menyerang dengan tutukan jari di badan penting musuh.
gerak serangan balasan Giok liong selalu tepat dan lincah
sekali tak terduga lagi sebelumnya, jalan darah yang diarah
juga telak sekali, keruan hanya dengan gerak gerik gertak
sambil ini saja cukup membuat musuhnya kelab akan
setengah matiTIRAIKASIH
WEBSITE http://kangzusi.com/
Suatu ketika terdengar orang tua itu mengeluh tertahan
lantas terdengar suara kerontangan, kiranya pedang
panjangnya terpental jatuh ke tanah-
"Hahahaha" Giok- liong bergelak tawa terloroh-loroh,
suaraku bergema dialam pegunungan yang sunyi lengang ini.
"Lohu mengadu jiwa dengan kau "
sembari menjerit murka si orang tua jubah kuning lantas
menyerbu datang dengan kedua kepalannya, nyata bahwa ia
sudah berlaku nekad untuk mengadu jiwa.
Melihat orang berlaku kalap seperti kesetanan dengan
serangan kepalan yang cukup ganas lagi, Giok-liong sendiri
menjadi keripuhan, sembari melayani serangan musuh
terdengar ia berteriak:
"Kau ingin mengadu jiwa, apa kita bermusuhan dan
dendam kesumat ?"
Seperti harimau gila orang tua jubah kuning ini menyerbu
terus sambil lancarkan pukulan yang gencar, sedikitpun ia
tidak hiraukan kepalan tangan Giok-liong yang bakal mendarat
diatas tubuhnya, seumpama betul-betul kena, jiwanya tanpa
ampun tentu melayang, justru ini memang menjadi tujuannya
untuk gugur bersama.
sudah tentu Giok liong tidak sudi adu jiwa, oleh karena itu
terang ia berkesempatan melancarkan tutukan jarinya atau
sebuah pukulan yang mematikan, tapi betapapun ia harus
menjaga diri untuk menolong jiwa sendiri.
Begitulah pertempuran yang agak lucu dan ganjil ini
berjalan terus dengan sengitnya sekejap saja lima puluh jurus
sudah lewat keadaan masih seperti semula sama kuat tiada
yang penghabisan
Lama kelamaan Giok-liong menjadi gelisah sendiri, pikirnya,
cara tempur begini berlangsung terus tentu tiada akhirnya,

sampai kapan nanti baru bisa selesai. Tiba-tiba ia mencelat
mundur tujuh langksh bentaknya:
"Aku sudah mengalah begitu jauh, kalau Lotiang mendesak
terus jangan salahkan aku sampai kelepasan tangan"
Orang tua jubah kuning sudah megap-megap kelelahan
dengus napasnya seperti hembusan kerbau, saking mangkel ia
lantas membentak mengertak gigi:
"selama hidup ini Lohu belum pernah main keroyokan,
sebetulnya aku benci main keroyokan tapi, sekarang apa boleh
buat"
habis berkata mendadak ia menjebirkan bibir terus
mendongak keatas bersiul panjang, suaranya melengking
tinggi menembus awan.
Reaksi dari siulan panjang ini sungguh diluar dugaan,
serempak terdengar derap langkah yang ramai dari berbagai
penjuru hutan sekelilingnya lantas kelihatan bayangan banyak
orang bergerak sembari menghunus senjata tajam.
Nyata bahwa diantara rumpun pohon dan semak belukar
sana sudah terpendam bala bantuan yang siaga. Kini setelah
mendengar tanda aba-aba serentak mereka menyerbu keluar
langsung meluruk ke arah Giok-liong, jumlah mereka tidak
kurang sebanyak dua tiga ratus orang.
Sungguh hebat dan menggetarkan nyali perbawa barisan
ini sudah tentu Giok- liocg bercekat, pikirnya: "Kedua
kepalanku ini betapa juga susah menghadapi musuh begitu
banyak, seorang laki-laki paling gemas menghadapi
keroyokan, untuk mearang aku pantang membunuh sudah
tidak mungkin lagi."
"Aku harus turun tangan lebih dulu."

seiring dengan kilas pikiran dalam benaknya ini Giok-liong
lantas menggerakkan kedua kepalannya seraya membentak
gusar:
"mau-main keroyokan, silakan, kalau kalian ingin lekas
mati"
orang-orang yang mendesak datang dari empat penjuru itu
sekarang sudah tinggal jarak tiga tombak saja semua siap
siaga menyerbu tinggal tunggu komando saja. Terlihat orang
tua jubah kuning angkat sebelah tangannya mulutnya berseru
keras.
"Pun ciang-bun melanggar undang-undang puluhan tahun,
para murid dengar perintah keroyok dan hancur leburlah
badannya"
"Bunuh... "
"Sikat.... " teriakan aba-aba yang semakin ramai dan
semangat ini gegap gempita menggetarkan alas pegunungan
dalam hutan lebat ini. Coba bayangkan betapa keras dan
menakutkan pcebawa gemboran keras dari gabungan dua tiga
ratus orang.
sabar ada batasnya, demikianlah keadaan Giok liong karena
didesak demikian rupa akhirnya ia menjadi nekad teriaknya:
"jangan salahkan tanganku yang main keji ini"
tubuhnya berputar seperti gangsingan, dimana kedua
tangannya bergerak memutar menimbulkan angin kencang
menahan serbuan musuh, tak lupa hawa ji-lo dikerahkan
sampai puncak tertinggi tiba-tiba ia melejit maju setombak
terus lancarkan serangannya.
Serbuan ratustan musuh yang mengepung itu laksana air
bah dan terjangan ribuan kuda liar, gelombang mega putih
yang besar selulup timbul bergerak lincah diantara sekian

ratus orang banyak yang seliweran melancarkan serangan
ganas tak mengenal kasihan lagi.
Tapi dimana gelembung mega putih itu sampai seketika
pasti terdengar jerit dan teriakan kesakitan yang
mengenaskan, nafsu membunuh Giok-liong sudah menghantui
sanubarinya, tanpa banyak rintangan segera ia kembangkan
sam-ji-cui-hun-chiu, selalu ia mengerahkan pukulannya
ketempat dimana kelompok manusia paling banyak, sudah
tentu orang-orang menjadi korban konyol.
Orang tua jubah kuning berkaok-kaok berang, aba-abanya
menjadi semakin deras, namun serta melihat anak buahnya
jungkir balik dan satu persatu berguguran, tiba-tiba ia menjerit
panjang, seperti banteng ketaton segera ia menyerbu tiba
dengan kedua kepalan yang mengancam jiwa, melihat
pimpinan mempelopori penyerbuan gelombang kedua ini anak
buahnya menjadi lebih semangat lagi, serbuan semakin gila
gila tak mengenal apa artinya maut, betul-betul pantang
mundur.
Keruan Giok-liong semakin beringas, pikirnya,
"menangkap berandal harus meringkus pentolannya dulu,
kalau ular tanpa kepala tentu tak dapat bergerak banyak,
terpaksa aku harus membekuk orang tua kepala batu ini,
masa takut anak buahnya tidak bertekuk lutut menghentikan
rangsakan yang edan-edanan."
Tiba-tiba ia mencelat tinggi ketengah udara, lalu meluncur
turun seperti seekor elang langsung menyamber ke arah
orang tua jubah kuning itu mulutnya berteriak:
"Tua bangka sudah gila kau"
sebetulnya orang tua jubah kuning sudah gentar, namun
mulutnya masih bandel

"Keparat kau Lohu bersumpah takkan hidup berdampingan
dengan kau"
anak buah di-sekelilingnya seiring dengan tubrukan Giokliong
ini, bergegas mereka memburu kearah ketuanya untuk
melindungi jiwanya. Tapi saking banyak jumlah mereka,
mempunyai itikad yang sama pula, sehingga antara kawan
sendiri siling berdesekan, gerak gerik kurang bebas dan
tangkas, mana mungkin dapat mengungkuli kecepatan Giokliong
yang cekatan dengan dilandasi Iwekang yang tinggi lagi.
Terdengar ia bersuit sekali, setelah menyedot hawa terus
berseru:
"Kemarilah "
"Aduh"
terdengar orang tua jubah kuning mengeluh tertahan,
sambil berontak sekuat tenaga, namun sia-sia belaka karena
jalan darah dipundak kena dipencet oleh Giok-liong sedang
tangan kanan mengancam jalan darah Giok-sia yang
mematikan.
Cara turun nya tangan Giok-liong ini betul betul secepat
kilat, belum lagi para pengepungnya melihat tegas, tahu-tahu
sang ketua sudah diringkus menjadi sandera pihak musuh,
terdengar Giok-liong membentak lantang:
"siapa berani bergerak, ku bunuh dia dulu"
Karena jalan darah besar dipencet, orang tua jubah kuning
menjadi pucat dan ketakutan sedikit bergerakpun tidak berani,
saking gusar air mukanya menjadi pucat dan basah oleh
keringat dingin, bibirnya membiru dan gemetar, demikianjuga
seluruh tubuhnya bergidik.
Anak buah yang mengepung diempat penjuru menjadi
tertegak diam tanpa bersuara diliputi gelapnya sang malam.
Giok-liong berkata lantas.

"Aku yang rendah selamanya belum kenal dengan kalian,
belum pernah mengikat permusuhan dan sekarangpun tiada
dendam kesumat kalian.. ."
Tak kira orang tua jubah kuning yaag jalan darahnya sudah
terpencet dan mati kutu tiba-tiba berontak berteriak beringas:
" Kalian serbu terus sampai titik darah penghabisan
tegakkan dan lindungilah nama baik perguruan kita, aku mati
tidak menjadi soal, lekas serbu bersama"
Giok-liong menjadi sengit, hardiknya:
"Kau betul-betul tidak takut mati ?"
Tanpa menyahut gentakan Giok-liong, orang tua jubah
kuning berteriak lagi dengan suara serak:
"Kalau tidak menumpas bocah kurcaci ini, tentu perguruan
kita tiada kesempatan hidup jaya dan sentosa di rimba
persilatan. Mari para muridku hayo turun tangan, jangan
pedulikan jiwa ku yang tak berarti ini"
Baru saja Giok-liong berniat merintangi, tahu-tahu di antara
kelompok pengepung itu ada orang berteriak-
"Ketua berkorban demi nama baik perguruan. Hayo kawankawan
serbu bersama"
"Maju Serbu "
gegap gempita bersahutan, beratus orang menyerbu sambil
menggerakan senjata tajam tanpa hiraukan lagi sang ketua
yang dijadikan sandera ditangan Giok-liong. Nyata kemurkaan
masa memang tukar dibendung lagi.
kejadian ini benar-benar diluar sangka Giok liong, akhirnya
ia menjadi sengit pula, teriaknya:
"Kubunuh..."
sekonyong- konyong -

"Giok liong jangan "
bentakan serak ini laksana samberan geledek seperti
keluhan naga kumandang di tengah udara, suarnya, tidak
keras tapi tebal kuat dan kokoh terdengar jelas sekali, sampai
mendengung dipinggir kuping menggetarkan langit dan bumisupyr
gaduh, dari ratusan orang itu menjadi sirap tertelan oleh
gema yang menusuk telinga ini-
Giok-liong sendiri jaga tersentak kaget seperti baru siuman
dari impian batinnya,
"suara ini kukenal betul... ."
belum lagi habis pikirannya mendadak ia lepaskan
cengkeraman sebat sekali tubuhnya lantas melenting tinggi
tiga tombak langsung meluncur kearah tanjakan tinggi dari
mana suara tadi terdengar, ditengah udara ia berteriak
dengan nada kegirangan dan penuh kejut:
"suhu suhu "
Dibawah penerangan cahaya bulan yang redup kelihatan
diatas batu yang menonjol keluar diatas gugusan puncak
sebelah kiri sana berdiri seseorang laksana malaikat dewata,
jubah panjang melambai terhembus angin. Beliau bukan lain
adalah majikan Lembah kematian salah satu dari Ih-lwe-sucun
Toji Pang Giok-
Tampak air muka Toji Pang Giok serius, alis yang lentik
memutih diangkat tinggi, mata jehnya memancar sinar terang
dan tajam berwibawa, sikap yang sungguh dan angker ini
sedikitpun tiada tawa serinya, sekian lama ia hadapi Giok liong
tanpa bersuara.
Kecut perasaan Giok iiok. tersipu-sipu ia bertekuk lutut
terus menyembab, sapanya:
"Suhu"
Dingin muka Toji Pang Giok, dengusnya:

"Kau masih ingat aku ?"
tanpa marah sudah memperlihatkan perbawanya yang
menggetarkan hati, nadanya berat.
Giok liong tersentak kejut, berulang-ulang ia menyembah
tanpa berani angkat kepala, ratapnya:
"Harap suhu suka mengoreksi "
Toji Pang Giok mendengus keras, tanpa hiraukan Giokliong,
tidak menyuruhnya bangun tiba-tiba ia kebutkan lengan
bajunya enteng sekali badannya lantas melayang turun dari
puncak bukit entah bagaimana ia bergerak tahu-tahu di kejap
lain ia sudah hinggap dihadapan orang tua jubah kuning itu,
katanya berseri sambil unjuk hormat:
"cio Ciang-bun Baik-baik saja selama berpisah "
Kiranya orang tua jubah kuning ini adalah Ciang-bun-jin
dari aliran Bu ih-pay, beliau bukan lain Im yang-kiam cio
Beng-hui yang kenamaan itu.
sebagai tertua dari I-lwe-su cun kedudukan tingkat Toji
Pang Giok boleh dikata sangat tinggi tiada keduanya yang di
dunia persilatan. Meskipun Im yang-kiam cio Beng-hui sebagai
ketua dariBu-ih pay, kalau mau dikata menurut urutan aturan
kalangan persilatan boleh dikata tiada hak untuk dijajarkan
dengan kedudukan Toji Pang Giok-
Pada waktu Go Beng-hui masih ingusan sebagai kacung
diBu-ih pay, nama Toji Pang Giok sudah menggetarkan maya
pada ini, tokoh kelas satu yang disanjung puja, dulu memang
mereka pernah bertemu muka sekali, sekarang sudah
berselang puluhan tahun, menurut perkiraannya Toji Pang
Giok Giok tentu seorang orang tua bangka yang sudah reyot
dan ubanan.

Tak terduga setelah bertemu mula baru dilihatnya tegas,
bahwa Toji Pang Giok ternyata masin begitu segar dan sehat,
sikap dan semangatnya masih begitu kuat dan muda-
Tak heran lantas timbul rasa hormatnya tersipu-sipu ia
membungkuk dalam balas menghormat seraya sapanya:
"Beng-hui menghadap pada Ciang-pwe "
Anak murid Bu ih-pay hanya pernah dengar akan
keharuman nama ToJi Pang Giok, selamanya belum pernah
melihat. Kini melihat sang ketua begitu hormat, dan merendah
terhadap orang, seketika mereka turut membungkuk dengan
hormat, menghela napas besarpun tak berani.
Karena hormat Go Beng-hui yang merendahi diri ini Toji
Pang Giok menjadi rikuh cepat ia berkata:
"Kenapa Go Ciang bun begitu sungkan. Muridku yang nakal
dan kurang ajar itu, biarlah aku orang she Pang yang
mintakan maaf dan ampun baginya "
Im-yang-kiam Go Beng-hui menjadi terkejut, berulang kali
ia mengiakan:
"Mana Wanpwe berani terima, tak berani terima "
Toji Pang cijiok mendongak dan membentak berat kearah
Giok-liong yang masih berlutut di puncak gunung sana:
" Giok-liong Kemari"
Giok-liong menjadi ketakutan, bergegas ia meluncur turun
terus berdiri disamping menundukkan kepala tak berani
bersuara.
Menurut adat kebiasaan dalam aturan kalangan Kangouw,
sesuatu aliran atau golongan kalau hendak menghukum atau
melaksanakan hukuman menurut undang-undang perguruan
tak boleh ada orang luar hadir Maka cepat-cepat Go Beng-hui
maju selangkah, katanya:

"Cian-pwe berkunjung keBu-ih-san, Wanpwe tidak
menyambut selayaknya, harap suka dimaafkan sebesarbesarnya
"
Toji Pang Giok tertawa, ujarnya:
"Aku malah mengganggu kalian, tak perlu sungkan"
Kata Im yang-kiam Go Beng hui:
"Akhir akhir ini banyak urusan di wilayah kita. Belakangan
ini kulihat banyak kaum persilatan yang meluruk datang dan
mengobrak-abrik tempat semayan kita disini- Karena itu untuk
melindungi nama baik perguruan yang didirikan oleh para
Cosu, tak dapat tidak kita harus bertindak tegas, tak duga—
tak duga..."
Toji pang Giok manggut-manggut, ujarnya:
"Memang benar ucapan Go Ciang-bun, sudah jamak dan
semestinya kalian bertindak demikian "
Kuatir berlarut membicarakan pertikaian yang memalukan
barusan tadi, Go Beng-hui segera mengalihkan pokok
pembicaraan katanya tertawa getir:
" urusan ini sudah kujelaskan maka Wanpwe mohon diri "
"Go Ciang bun silakan"
"Mari pulang "
dengan lantang Go Beng-hui memberi perintah pada anak
buahnya, sekejap saja mereka beriring mengundurkan diri
menghilang dilamping sebelah kiri
Di pegunungan yang sunyi di bawah penerangan cahaya
bulan yang remang-remang kini tinggal Toji Pang Giok dan
Giok-liong berdua.
Memberanikan diri Giok liong coba bertanya mengambil
hati:

"Suhu selama ini apakah baik-baik saja kau orang tua ?"
"Kau duduk " ToJi Pang Giok membentak dengan suaya
berat. Lalu ia melangkah dua tindak memilih sebuah batu
besar dan duduk dengan angkernya.
Mana Giok-liong berani duduk, mulutnya mengiakan
terbata-bata:
"Dimana Tecu ada kesalahan, harap guru berbudi suka
menghukum"
"Baik, asal kau masih mengaku aku sebagai gurumu,
terhitung hati nuranimu belum padam, kau masih punya
perasaan "
Giok-liong bergidik seram, mulutnya hanya mengiakan saja.
"Coba kutanya," kata Toji Pang Giok.
"selama kau kelana di Kangouw, apa saja yang pernah kau
lakukan ?"
"Tecu memang bersalah, boleh dikata satupun tiada yang
sukses."
"Kaupun tahu bukan saja tiada satupun yang beres, malah
mencuci bersih seluruh Go bi, menimbulkan kemarahan
delapan partai besar yang meluruk mencari perkara kepada
gurumu-"
"Pencucian bersih pihak Go-bi, bukan perbuatan Tecu "
"Aku tahu bukan perbuatanmu tapi kalau kakimu sudah
terbenam kedalam lumpur maka kau harus berusaha
mencucinya sampai bersih untuk membuktikan kesucian diri "
"Benar, Tecu pasti akan menyelesaikan hal ini"
"Masih ada lagi, kau berkutet dan bermain pat-gulipat tiada
habisnya dengan pihak hutan kematian, sehingga
mengorbankan jiwa Wi-thian-ciang Liong Bun"

"Tecu memang harus dihukum"
"Yang paling menyengitkan adalah kau memimpin para
kawanan anjing menyerbu ke-tempat semayan sip-hiat-Hongpian
Koan le kini dan melukai muridnya siau-pa ong"
"Harap suhu suka periksa bersekongkol dan memimpin
gerombolan liar adalah salah paham belaka, tentang melukai
siau pa ong..."
"Kau tak perlu main debat"
"Keadaan Tecu waktu itu memang sangat terdesak
terpaksa harus berbuat begitu"
" gurumu selama ratusan tahun berkelana di kalangan
Kangouw, belum pernah terjadi sampai terdesak atau kepaksa
berbuat sesuatu yang melanggar hukum, Masa kau harus
dihargai secara istimewa? Ketahuilah, membina diri dan
menyempurnakan jiwa tergantung dari pribadi masing-masing
jangan kau sesalkan orang lain kalau sesuatu terjadi atas
dirimu."
"selanjutnya Tecu pasti membatasi diri dan mematuhi
petunjuk Suhu"
"Petunjuk guru? Hm Hm" bentak ToJi Pang Giok.
"main gagah-gagahan dan senang berkelahi, hari ini
berjanji dengan orang besok menantang orang berkelahi,
sehingga gurumu ini terpaksa harus meluruk ke yu-bing-ma
khek- bertanding Iwekang dengan iblis itu, karena tidak tega
membuka pantangan membunuh selama dua ratus tahun ini,
akhirnya terjadi penyelesaian yang cukup memalukan ini
semua gara-gara perbuatanmu yang mengakibatkan timbulnya
bibit perkara yang menimpa gurumu, bagus ya perbuatanmu?"
Keringat dingin membanjir keluar membasahi seluruh
badan Giok liong.

Hening sejenak Toji Pang Giok menghela napas panjang
lalu berkata lagi dengan suara tertekan :
"Coba katanya lagi Kau kumpulkan para nona cantik itu di
Kau ji san, cara bagai mana kau hendak menyelesaikan urusan
mereka?"
Mimpi juga Giok liong tidak menyangka bahwa segala
perbuatan dirinya selama kelana dikangouw, semua sudah
diteropong dan diawasi oleh gurunya sedemikian jelas tak
mungkin dirinya membela diri, maka untuk sesaat lamanya ia
terbungkam seribu basa.
Suara Toji Pang Giok mendadak meninggi keras
"perkara Hwi hun cheng bagaimana pula kau hendak
membereskannya? Hayo bicara?"
gemetar seluruh tubuh Giok liong, dengan lemas lunglai ia
berlutut lalu menyembah berulang- ulang.
Toji Pang Giok menarik muka, sikapnya dingin, bentaknya
"Menurut undang undang perguruan, lalu sudah tahu cara
bagaimana kau harus dihukum?"
nada kata-kataaya bengis dan keras laksana geledek di
siang hari bolong, laksana sebuah pentung yang
mengemplang kepala Giok liong.
selamanya Giok liong belum pernah melihat gurunya marah
begitu besar, sebesar ini belum pernah pula dimaki dan di
tegur begitu keras, keruan ia menjadi gemetar dan merinding.
Agak lama kemudian baru ia berkata terbata-bata.
" Harap suhu suka jatuhkan hukuman."
Toji Pang Giok semakin murka, hardiknya:
"Tarik kembali ilmu silatmu, bikin cacat kaki tangannya, usir
dari perguruan dan diumumkan kepada seluruh Bulim"

Giok liong bagai mendengar bunyi geledek di pinggir
telinganya tersentak kaget berdiri terus menubruk maju
berlutut dan memeluk kedua kaki suhunya.
suara Toji Pang Giok masih terdengar kereng dia berat:
"Kusangka setelah menyempurnakan kau bisa dibuat bekal
untuk menumpas segala kejahatan daa mala petaka di-Bulim,
untuk menyambung kemurnian, perguruan ji bun kita. siapa
sangka dimana-mana kau bermain romantis mengandal
kepandaian malang melintang membuat onar demi
kepentingan pribadi—"
"Cukup, cukup Apa kau mau menindas bocah ini sehingga
mati ya"
sebuah suara nyaring merdu laksana kicauan burung kenari
terdengar mendatangi, sekejap saja hidung juga lantas
terangsang bebauan wangi yang menyegarkan.
Dengan mata mengembeng air mata tersipu-sipu Giok liong
memburu kearah Kim Ling cu serta memberi hormat, sapanya
:
" Bibi, terimalah sembah Tit-ji."
Laksana dewi dari kahyangan pakaian Kim Ling-cu
melambai-lambai meluncur di-hadapan mereka.
Toji pang Giok juga tersipu-sipu bangun sambil
membetulkan pakaiannya, serunya :
"Ji moay"
Kim ling cu mengulur tangan menggandeng tangan Giokliong,
ia diseret kehadapan Pang Giok- katanya tersenyum
manis:
"Kau ini guru agama yang nganggur tak ada kerjaan
mungkin, bocah ini tengah menghadapi persoalan yang

menegangkan dengan gertakanmu tadi untuk melanjutkan
cara bagaimana ia harus terjun kembali ke-dunia persilatan"
Tetap dengan sikapnya yang keren dan berwibawa Toji
Pang Giok berkata.
"Kalau kedatanganku sedikit terlambat saja, aliran Bu ih
bakal terbabat habis di tangannya pula"
Sebetulnya Giok-liong merasa dongkol dan penasaran ada
alasan untuk membela diri, tapi melihat sikap garang suhunya
untuk marah-marah itu, hatinya menjadi ciut dan tak berani
banyak berkutik, sebaliknya Kim-ling-cu berkata dengan
sewajarnya
"Sudah jamak terjadi dalam dunia persilatan yang kuat
menang yang lemah binasa, kebijaksanaan hanya bisa
dilaksanakan pada diri orang-orang yang kenal aturan. Kalau
dia tidak turun tangan apa suruh antar jiwa sendiri di ujung
golok musuh- Ku tanggung kalau murid kesayanganmu ini
binasa kau sendiripun akan bersedih, paling tidak bakal
membikin malu nama baik golongan ji- bun kamu"
Toji Pang Giok menjadi bungkam seribu basa, selang
berapa lama baru ia berkata sambil menghela napas.
"Ai, takdir selalu mempermainkan manusia"
Kim ling-cu terkikik geli, ujarnya.
"Bocah ini serahkan kepadaku silakan tinggal pergi"
Toji Pang Giok sudah beranjak hendak tinggal pergi, tapi
baru dua langkah tiba tiba ia putar balik dengan sikap kereng
ia memberi peringatan kepada Giok-liong:
"urusan dirawa naga beracun mempunyai sangkut paut
yang penting dengan asal usul riwayatmu. Maka gurumu
takkan merintangi keberangkatanmu ini. Tapi ada satu
undang-undang yang harus kau patuhi betul "

Lekas-lekas Giok-liong menyembah serta katanya:
" Harap unsu memberi petunjuk"
Kata Pang Giok lantang:
"Betapapun kejadian kularang kau membunuh orang, kalau
tidak biarlah kita putus hubungan antara guru dan murid,
anggap saja selama ini kita tidak kenal satu sama lain,
selanjutnya jangan kau sebut-sebut nama ji bun"
Kim-ling-cu menjadi melenggong, tanya nya tertegun:
"Mana bisa begitu ?"
Giok-liong menduga, berapa banyak gembong-gembong
silat dan Para iblis, ia kini telah meluruk datang ke Rawa naga
beracun itu, menghadapi musuh sedemikian banyak adalah
janggal sekali untuk tidak sampai melukai atau membunuh
jiwa seseorang. Tapi mana ia berani main debat di hadapan
gurunya, sambil memandang kearah Kim-ling-cu berteriak:
"suhu.. ."
Kata Pang Giok keras
"sudah cukup sekian saja, keputusanku jangan digugat
lagi."
Cepat-cepat Kim-ling-cu ikut menyela:
"Kalau sebentar dengan para iblis .. ."
"Jimoay " segera Pang Giok menukas kata-kata Kim ling cu
dengan panggilannya ini, lalu katanya pula dengan nada
serius:
"Kau sudah dengar belum ?"
Mana Giok-liong berani bertingkah- sahutnya tergagap,
"Tecu sudah dengar"

"Bagus " sekejap saja TOji Pang Giok lantas melayang jauh
dan menghilang dari pandangan mata.
Giok liong berteriak keras, baru sekarang ia berani
menangis sekeras-kerasnya. Memang pembawaan sifatnya
sangat keras dan ketus, tapi menghadapi guru yang berbuat di
sini meski ia merasa sangat penasaran, betapa juga ia tidak
berani mengumbar adatnya, sekarang setelah gurunya pergi,
tak tertahan ia lampiskan kedongkolan hatinya dengan tangis
gerung-gerung.
Kim ling-cu terkekeh geli, sambil mengelus kepalanya
dengan sikap yang halus dan penuh kasih sayang ia berkata
lembut:
"Anak bodoh, gurumu sudah pergi jauh, buat apa kau
menangis ? sudahlah jangan bersedih "
Sejak berpisah dengan ibunya belum pernah Giok-liong
mendengar bujukan serta suara yang begitu halus penuh
kasih sayang, seketika timbul rasa hangat dan terkenang akan
ibunya, rasa duka membuat tangisnya menjadi keras ia
menubruk kedalam pelukan Kim ling cu dan menangis sepuaspuasnya.
secara batiniah Kim-ling cu dapat menyelami betapa dalam
dan gersang perasaan anak yang sejak kecil kehilangan cinta
kasih orang tuanya ini, maka tanpa banyak bujukan lagi,
tangannya menepuk-nepuk punggung Giok liong, sedang
tangan yang lain menyeka air mata dipipinya.
Seperti rebah dalam haribaan sang ibunya yang tercinta
Giok-liong mengumbar rasa dukanya.
Entah berapa lama berselang, pelan-pelan Kim ling-cu
mengangkat dagu Giok-liong, ujarnya penuh prihatin.
"sudah Nak, rasa duka dan dongkolmu sudah terlampias
belum "

Teringat akan peringatan suhunya sebelum pergi tadi, Giokliong
menjadi kememek fagi, katanya sambil mengembeng air
mata:
"Bibi, suhu dia orang tua .. ."
"Kau tak perlu hiraukan dia lagi,"
ujar Kim Ling cu tersenyum
"segalanya biar aku yang tanggung jawab"
sungguh Giok liong sangat berterima kasih, namun betapa
juga ia tidak berani melanggar pesan gurunya, katanya sayu:
"Terima kasih Bibi, tapi menurut pendapatku tak usah ikut
campur segala urusan di pegunungan Bu-ih-san ini, sebab
seumpama..."
Belum selesai Giok liong bicara, Kim-ling cu sudah berkata:
"Begitu mendengar kabar urusan di Rawa naga beracun
sudah tersiar luas dikalangan Kangouw, aku kuatir kau sudah
jauh menuju ke Laut utara, maka aku lantas menyusulmu
kesana, Ditengah jalan baru kuketahui bahwa kau sudah putar
balik dan telah memasuki pegunungan Bu-ih-san ini. urusan
kali ini menyangkut kepentingan riwayatmu, budi orang tua
setinggi gunung, mana bisa kau lepaskan kesempatan terakhir
ini-
Asal kau berpedoman sedikit turun tangan kejam dan tidak
melukai jiwa orang saja. urusan macam ini aku dan gurumu
tidak leluasa ikut campur, maka kau harus kuat bersabar dan
mengendalikan diri- Tentang beringatan gurumu tadi kau tak
perlu kwatir."
Betapa besar rasa terima kasih Giok- liong, serta merta ia
menubruk maju terus menyembah berulang-ulang. Cepatcepat
Kim-lingcu menarik bangun, katanya:

"Buat apa kau banyak peradatan. segera kau pergi, kalau
urusan disini sudah selesai cepat-cepat menyusul ke ciokyang"
" Lalu perjalanan ke laut utara .. ." tersipu-sipu Giok- liong
berkata.
"Nantikan saja setelah pertemuan di Gak- yang nanti,
mungkin aku sendiri harus pergi bersama kau ke Ping-goan di
laut utara "
"Bibi terlalu baik terhadap aku"
"Anak bodoh, apakah perlu diantara kita main sungkan apa
segala."
Seiring dengan gelak tawanM yang merdu nyaring dan
suara kelintingan yang melengking tinggi, kelihatan Kim lingcu
mengebutkan lengan bajunya, laksana seekor bangau
terbang sekejap saja bayangan putih telah melayang jauh dan
menghilang.
"Bibi " Giok-liong berseru memanggil sambil melesat tinggi
sejauh tiga tombak-
"Nak- kunanti kedatanganmu di Gak-yang lau " dari
kejauhan terdengar seruan Kim-ling cu.
Terpaksa Giok-liong menghentikan pengejarannya, sambil
menghela napas ia menjublek di tempatnya sambil
memandang jauh kebawah gunung sana-
Sekonyong-konyong suara suitan panjang lalu disusul suara
gemuruh yang menggetarkan terdengar dari bawah bukit
sana- Di lain kejap terlihat selarik sinar biru yang menyala
terang meluncur ke tengah angkasa dari hutan gelap
dikejauhan sana, sekejap saja sinar biru menyala itu telah
meluncur turun diatas bukit tak jauh kira-kira puluhan tombak
dimana Giok-liong berada-
Giok-liong menjadi tercengang, batinnya:

" iblis dari aliran mana lagi ini ? Kalau menurut tabiat
biasanya tentu segera memburu kesana untuk melihat dengan
mata kepala sendiri. Tapi sekarang ia sudah berpedoman,
lebih baik tiada tersangkut paut dalam suatu perkara daripada
terlibat dalam suatu pertikaian.
supaya tidak melanggar larangan gurunya, walaupun Kimling
cu sendiri sudah memberi hati hendak menanggung
segala sepak terjangnya, tapi bagaimana juga kalau bisa
berlaku sabar dan menghindari saja. Karena itu pelan-pelan ia
memutar tubuh terus beranjak turun gunung.
siapa tahu tiba-tiba terdengar lambaian pakaian yang
menderu terhembus angin. Dari belakang gunung sebelah
sana terlihat puluhan bayangan hitam laksana kilat meluncur
ditengah udara langsung melesat kearah di mana sinar biru
tadi lenyap.
Jelas kelihatan puluhan bayangan hitam itu rata-rata
membekal kepandaian yang tidak boleh di pandang ringan.
terang semua adalah tokoh-tokoh silat kelas wahid-
Cepat-cepat Giok- liong menyelinap menyembunyikan diri
dibelakang semak batu. Baru saja Giok-liong berjongkok
mengumpatkan diri, terlihat sebuah bayangan biru tua yang
besar meluncur lewat dari atas kepalanya. Meskipun saat itu
dalam kegelapan, namun dengan kejelian mata Giok liong,
sekilas saja dapat dilihatnya, jelas bayangan itu bukan lain
adalah guru Lan-i long-kun Hoa sip-i yaitu ketua Lan ing-hwe
Lan-ing-mo-ko Le siang san.
seorang diri Lan-ing mo-ko Le Siang san berlari kencang
menuju ke puncak bukit di mana rombongan bayangan hitam
tadi menuju.
Mau tak mau Giok-liong harus menerka-nerka dalam hati,
sikap yang semula tak mau campur segala urusan tetek
bengek akhirnya menjadi kabur dan lenyap dalam benaknya,

karena terasa olehnya keganjilan menurut apa yang dilihatnya
ini, betapa juga harus diselidiki kesana.
Demikian ia membatin dalam hati, serta sudah tetap
pikirnya, tanpa ayal lagi dengan cermat ia menggeremet dan
main sembunyi terus menyelinap di antara kegelapan menuju
kebukit itujuga.
Tak duga belum jauh ia berjalan dari arah timur, selatan
barat dan utara berbagai penjuru beruntun terlihat gerak-gerik
bayangan orang yang serba misterius, sama menunjukkan
kepandaian yang tidak boleh dipandang ringan. Tanpa berjanji
terang tujuan mereka tak lainjuga puncak bukit didepan sana
itu.
Kira-kira setengah jam telah berlalu. Mungkin ada puluhan
rombongan yang sudah kelihatan bergerak meluruk kearah
tujuan sana, jelas dan terang bukit Bu-ih-san ini sudah
menjadi arena tempat yang bakal menjadi pertempuran seru
antara gembong-gembong silat kenamaan.
Maka Giok-liong tidak berani berlaku ayal, berapa-kali
loncatan tubuhnya berkelebat cepat langsung melesat
kebelakang sebuah pohon siong besar dipinggir bukit dari
tempat sembunyian nya ini diam-diam ia mengintip ke arah
puncak bukit sana.
setelah tiba diatas puncak dan dari dekat barujelas
kelihatan situasi dan keadaan bukit yang menyerupai
punggung seekor unta ditengah puncak tanahnya melekuk
dalam dan gundul seluas puluhan tombak- Diatas tempat
lekuk yang datar ini dibagian timur dan barat sudah
berkelompok dibagi dua gerombolan tokoh-tokoh silat dari
berbagai golongan dan aliran dari seluruh penjuru dunia.
golongan satria dari aliran lurus tak kelihatan seorangpun
yang ikut hadir dalam pertemuan besar iniTIRAIKASIH
WEBSITE http://kangzusi.com/
Diantara mereka sebagian besar adalah musuh-musuh yang
pernah bergebrak dengan Giok-liong, setelah menerawang
situasi dalam gelanggang diam-diam bercekat hati Giok liong,
seumpama tak usah hiraukan larangan suhunya, hanya para
iblis dan gembong-gembong silat yang harus dihadapinya ini
saja cukup membuat kepalanya pusing.
seumpama benar-benar harus berkelahi dan harus menang
tanpa membunuh atau melukai mereka ini benar-benar
sesukar memanjat keatas langit, Giok liong menjadi serba sulit
dan menghela napas panjang ditempat sembunyinya.
Kecuali ia mengundurkan diri dan meninggalkan gunung Bu
ih san ini, kalau tidak pertempuran besar dan mati-matian
harus ditakuti. Bolehkah dirinya mengundurkan diri atau
berpeluk tangan saja? Tak mungkin jadi.
Disaat Giok liong dirundung kebingungan inilah tiba-tiba
terdengar sebuah gerungan keras disertai melebarnya kabut
biru. Kiranya Cukong istana beracun I bun Hoat telah tampil
kedepanserta berseru:
"Go B eng- hui benar-benar bertingkah dan main jual mahal
seaala Berulang-kali sudah kita undang dan desak untuk
keluar sampai sekarang masih tak sudi unjukkan diri, apa
memandang ringan kita orang orang dari aliran samping dan
luar pintu ini. Atau hendak mengagulkan kedudukan sendiri
sebagai pentolan suatu aliran lurus yang berbau busuk itu?"
Begitu iblis besar ini mempclopori makiannya seketika
seluruh lapangan menjadi ribut dan berbisik-bisik, yang
bertabiat kasar malah lantas mengumpat caci makian kotor.
"Go-ciang-bun tiba" kumandang sebuah gerung a n keras
dan kumandang di tengah udara, lantas terlihat pancaran
sinar biru berkilau meluncur ke tengah gelanggang, ternyata
itulah salah seoarang dari anak buah istana beracun.

Dalam sekejap lain terlihatlah sesosok bayangan kuning
meluncur turun pula, itulah Im yang klam Go Beng-hui, Ciangbunjio
Bu ih pay telah tiba. Di belakangnya mengintil empat
orang muridnya yang paling diandalkan, punggung mereka
menyoreng pedang, semua berdiri tegak dengan sikap serius
dan waspada.
Sambil berputar Go Beng-hui angkat tangan memberi
hormat keempat peajuru, serunya lantang:
"Para tuan-tuan malam-malam berkunjung keatas gunung
kita, aku yang rendah terlambat..."
Tak menanti ia bicara habis, terlihat tubuh kecil cebol I bun
Hoat Cukong istana beracun kelihatan bergerak maju,
teriaknya dengan angkuh:
"Tay ciang-bun. Tak perlu banyak cerewet, silakan bicara
yang penting saja."
Membesi air muka Go Beng-hui, sikapnya dingin
membeku,jengeknya dingin:
"Tujuan tuan-tuan..."
Li Peklyang ketua dari yu-bing mo-khek mendadak
melompat maju ke hadapan Im-yang-klam, semprotnya
dengan beringas:
"Apa perlu ditanyakan lagi maksud kedatangan kita. Kita
hanya menanti saja bagaimana sikap pihak B u-ih-pay kalian
terhadap persoalan di Rawa naga beracun itu."
sikapnya yang congkak dan takabur ini sungguh sangat
menyebalkan dan tengik sekali.
Go Beng hui tertawa getir, ujarnya:
"Gamblang sudah bahwa peristiwa kali ini terjadi diatas
gunung kita, betapa juga kita takkan berpeluk tangan mandah
menonton saja "

"Sret" Ke empat murid Bu ih-pay serempak mencabut
pedang masing-masing terus berpencar ke empat penjuru,
empat batang pedang mereka berkilau menyilaukan mata
melintang di depan dada, semua siap dan waspada untuk
menghadapi pertempuran besar.
Cukong istana beracun I bun Hoat terkekeh keras,
suaranya menusuk telinga dan menyedot sukma, katanya:
"Menurut pendapat aku orang she I bun, lebih baik pihak
Bu ih-pay kalian tidak ikut campur dalam air keruh ini supaya
tidak - - Hehehe Hehe-hehe"
beruntun jengek dinginnya ini betul-betul mengandung
ancaman seram dengan nada yang kejam dan sadis.
Menghadapi musuh sekian banyak yang berkepandaian
tinggi sekali, mau tak mau Go Beng hui merasa keder juga.
Tapi sebagai seorang ketua dari satu partai, betapa juga malu
untuk menyesali begitu saja, sekilas ia memberi isyarat
dengan kedipan mata kepada empat muridnya, artinya agar
keempat muridnya jangan sembarangan bergerak lalu dengan
sikap tenang yang dibuat-buat ia tertawa kering, katanya:
"Ha Haha-hahaha jadi tuan-tuan sekalian bermaksud main
tangan ?"
Dengan suaranya yang serak dan keras yu bing-khek cu Li
Pek-yang mengancam:
"Semua terserah dari ucapan Go ciangbun saja "
Delapan belas Hek-i Tongcu serta para rasul yang tak
terhitung jumlahnya dari yu-bing mo khek- anak buah dari
istana beracun mengenakan pakaian aneh dengan kedok aneh
pula seperti laba-laba diatas kepalanya, serta entah berapa
banyak gembong-gembong silat dari berbagai aliran serentak
merubung maju.

Im yang kiam Go Beng hui sudah terkepung dalam barisan
manusia yang berlapis-lapis banyaknya, kalau sedikit ia bicara
kurang hati-hati dan menyinggung perasaan mereka, tak ayal
lagi puluhan atau ratusan kepalan tangan pasti serempak
memberondong kearah dirinya, betapa lihay kepandaian
sendiri seumpama setinggi langit juga takkan mungkin dapat
membela diri atau meloloskan diri dari serangan gabungan
yang dahsyat itu, terang jiwanya bakal melayang secara
konyol.
Karena itu sebisanya ia menekan gejolak hatinya dengan
muka rada pucat ia berkata gemetar sambil menelan air liur:
"ini urusan besar dalam dunia persilatan betapa juga harus
dirundingkan masak-masak, mana mungkin tergantung dari
sekejap dua patah kata saja?"
Namun cukong istana beracun tak memberi hati. Bentak I
bun Hoat:
"Tidak perlu rundingan apa segala, Go Tay-ciang bun,
hayolah kau putuskan sekarang juga."
Go Beng hui menjadi serba salah, saking kewalahan
akhirnya ia membuka kata dengan nada sember:
"Terus terang saja perguruan kita tiada menaruh minat
terhadap buka catatan rahasia yang berada didalam rawa
naga beracun itu"
"Ini terhitung kau pandai melihat gelagat"
"Tapi kejadian hari ini justeru terjadi didalam markas besar
kita yang terlarang, kalau pihak kita tidak unjuk muka apakah
tidak ditertawakan oleh sesama kaum Dan yang terpenting
generasi muda partai kita untuk selanjutnya susah hidup dan
tampil di Kangouw"

"Hahahahahahihihihi" Cukong istana beracun I bun Hoat
mengudal gelak tawanya yang menusuk telinga menggetarkan
sukma mengalun tinggi menembus angkasa.
setelah gelak tawanya berhenti, mulutnya lantas
menggerung:
"seorang kesatria harus pandai melihat gelagat memutar
haluan menurut arah angin, perguruan Bu-ih-bun kalian kalau
bisa terhindar dari malapetaka kali ini sudah terhitung suatu
keberuntungan besar, masih masih mau mengurus generasi
muda apa segala Go Ciang bun terlalu jauh pandanganmu "
sebagai Ciang-bun-jin dari suatu aliran, tingkah aku atau
tindak tanduk Im-yang-kiam Go Beng hui selalu mewakili
perguruan-nya serta nama dan gengsi Bu-ih-pay, bagaimana
juga ia harus menegakkan kebenaran dan berani menanggung
sebala resiko, maka katanya.:
"Ucapan saudara I bun Hoat sukar dapat kusetujui"
Beringas muka I bun Hoat, dengusnya:
"Hah Kenapa?"
"Sebagai seorang ciang-bun, sudah selayaknya aku
mengembangkan dan menegakkan keharuman nama dan
gengsi perguruan"
I bun Hoat terloroh-loroh sambil menekan perutnya,
matanya yang menyipit hampir terpejam karena tertawa itu.
sekonyong-konyong gelak tawanya lenyap mukanya berubah
bengis dan menjengek dengan ketus.
"Cuh mengembangkan apa segala, kentut busuk jangan
kau mimpi"
Umumnya kalau dua orang berhadapan saling bermusuhan
karena urusan pribadi masing-masing saling caci maki dan
mencemooh atau menghina lawannya adalah jamak dan biasa,
ini tak terhitung keluar batas.

Tapi adalah lain kalau kedua belah pihak berhadapan
secara masa membawa nama baik perguruan atau golongan,
umpat caci atau makian yang menghina secara umum di muka
sekian banyak orang belum pernah terjadi, sehingga para
gembong-gembong silat yang biasanya berlaku ganas itu juga
tercengang dan melenggong mendengar kata-kata I bun
Hoat yang terlalu mengandung nada kasar itu.
seumpama seorang tanah liat, betapa juga Go Beng hui
punya perasaan, seketika pucat pasi selembar mukanya,
bibirnya sampai biru, seluruh badan gemetar saking gusar,
serunya:
" I bun Hoat Kau..."
"Coba kau tanya dirimu sendiri, bagaimana kalau kalian
dibanding kekuatan dan kebesaran pihak Go bipay "
demikian semprot I bun Hoat.
Giok liong yang sejak tadi sembunyi dan mengintip menjadi
gusar bukan main, rasanya nadi dan jalan darahnya menjadi
melembung dan tangan juga gatal ingin rasany segera
menerjang keluar merangsak I bun Hoat si manusia laknat
itu.
satu pihak karena merasa sebal dan gemas melihat tingkah
polahnya yang congkak dan takabur itu, lain pihak karena
pencucian bersih diatas gunung Go b i san itu oleh pihak
istana beracun sehingga dirinyalah yang terkena getahnya
dicap sebagai durjana yang menumpas habis seluruh Go
bipay- sungguh penasaran.
Akan tetapi, demi mematuhi larangan gurunya, terpaksa ia
harus menelan keinginannya bulat-bulat, dengan menahan
sabar ia mandah menonton dan melihat perkembangan
selanjutnya.

saat mana Im yang-kiam Go Beng bui memutar tubuh
memandang ke empat penjuru lalu katanya dengan mendelu:
"Melihat situasi hari ini, sebenarnya kalian kemari karena
benda pusaka di Rawa naga beracun itu, atau hendak mencari
perkara dengan perguruan kita?"
Dalam keadaan ujang terdesak ini apa boleh buat ia
berusaha hendak memecah urusan besar ini dalam dua
persoalan, supaya pihak sendiri tidak konyol dan rugi besar.
siapa tahu Cukong istana beracun ternyata tak mau
memberi muka, secara langsung ia menantang:
"Dua-duanya boleh kita bicarakan menjadi satu"
Jawaban yang terus terang ini betapa juga Go Beng hui tak
bisa main ulur atau banyak alasan lagi. Keempat muridnya
sudah tak tahan sabar lagi, serempak empat batang pedang
mereka bergerak melingkar mematikan sebuah lingkaran
besar, mereka siaga bertempur, katanya bersama :
"ciang-bun kau tahan sabar, kita tak kuat lagi, meski harus
menentang ajal kita takkan mundur setapakpun"
Belum sempat Go Beng-hui membuka mulut. Cukong istana
beracun I bun Hoat terkekeh kekeh, makinya:
"Keparat, agaknya kalian memang harus diberantas"
"I bun Hoat Kau terlalu takabur"
"Bangkotan tua beracun lihat pedang"
seiring dengan makian mereka empat sinar pedang yang
menyilaukan mata berbareng meluruk ke arah I bun Hoat,
Mereka turun tangan dengan nekad untuk mengadu jiwa,
maka jurus serangan ini dilancarkan cukup lihay dan ganas.
"Hehehehe Cari mampus Hai, hayo maju" -

ternyata I bun Hoat tak balas menyerang cukup dengan
teriakannya ini serta isyarat tangan bergerak lantas terlihat
empat pancaran sinar biru yang menyala meluncur datang dari
belakang-nya. seluruh gelanggang kontan menjadi geger.
"Lan cu tok yam " terdengar teriakan kejut di mana-mana
dari mulut orang-orang sekitarnya, semua melompat mundur
karena gentar menghadapi kehebatan ilmu sesat ini.
Empat pancaran, sinar biru melembung tinggi ke angkasa
lalu menukik turun dengan deras mengeluarkan suara
mendesis yang keras, laksana empat cakar iblis yang ganas
tiba-tiba menyemburkan bara api yang menjilat ke empat
penjuru, seketika hidung semua orang terendus bau hangus,
rumput menjadi kering batu menjadi hangus.
Pancaran sinar pedang ke empat murid Bu-ih pay begitu
keterjang lidah api yang dahsyat itu seketika pudar.
Kini hanya terlihat empat kerangka manusia, bukan saja
pakaian mereka sudah hancur luluh menjadi abu, sampai
daging mereka juga menjadi hangus seluruhnya, tinggal
tulang-tulang kerangka yang memutih bersemu kuning atau
hitam itulah yang masih teaak berdiri diatas tanah
pemandangan ini sungguh mengejutkan dan menakutkan.
Udara pegunungan yang jernih seketika berbau amis dan
busuk serta hangus tercampur aduk. yang terang semua
merasa mual dan kepala pening.
seluruh hadirin menjadi melongo dan merinding serta
bergidik Memang Lan ca-tok-yam pihak istana beracun sudah
lama menggetarkan Bulim, akan tetapi banyak diantaranya
yang baru sekali ini melihat dengan mata kepala sendiri
betapa hebat dan mengerikan ilmu ganas ini.
Im-yang-kiam Go Beng-hui terkesima menjublek di
tempatnya seperti orang sinting tanpa bergerak- Matanya
nanar memandang ke depan tanpa berkesipTIRAIKASIH
WEBSITE http://kangzusi.com/
Cukong istana beracun I bun Hoat terliuk-liuk kegelian
dengan senangnya ia mementang mulut menarik suara:
"Hahahahaha----"
Tak lama kemudian pelan-pelan kaki Im-yang kiam Go
Beng-hui mulai bergerak beranjak maju, mukanya kaku tanpa
emosi, setindak demi setindak dengan langkah tetap ia
menghampiri kearah I bun Hoat yang masih terloroh itu,
mulutnya mendesis sepatah demi sepatah:
"Kau—- juga— bunuh aku— sekalian—"
I bun Hoat menghentikan gelak tawanya, bentaknya
dengan bengis:
"Kau sangka aku tak berani ? "
"Kau... berani.... kau..."
"Baik, kau sendiri yang cari penyakit dan minta digebuk
Biarlah Cukongmu ini menyempurnakan keinginanmu "
sembari berkata kedua biji matanya yang kecil itu
memancarkan cahaya biru kelam, mukanya di-rundung hawa
membunuh yang tebal, pelan-pelan dua lengan kecilnya yang
kurus kering seperti kayu bakar itu mulai terangkat.
Asal lengan keringnya ini sedikit terayun saja tanggung jiwa
Im-yang-kiam Go Beng-hui bakal melayang dalam sekejap itu
saja, arwahnya pasti menyusul keempat muridnya yang sudah
mendahului menghadap Giam-lo-ong tinggal tulang
kerangkanya yang masih utuh berdiri
Tepat pada saat itulah sekuntum mega kelabu bergulung
mendatangi. Dua laki-laki kekar berusia pertengahan abad
meluncur tiba di tengah gelanggang, serempak mereka
berseru:
" Cukong istana beracun, harap tunggu sebentar "

Melihat kedatangan kedua orang tua ini Giok-liong lantas
membatin:
"Ternyata ci-hu-ji-lo juga ikut dalam keramaian ini"
Dalam pada itu, I bun Hoat sedikit tertegun, kedua
lengannya tetap terangkat tinggi, nadanya berkata hina:
"Kalian datang terlambat hendak main kayu juga ? Berani
menghalangi Lohu "
kedua lengannya mulai bergerak memberi aba-aba kepada
anak buahnya supaya segera turun tangan melenyapkan jiwa
Im-yang-kiam Go Beng huici
huji lo mandah tertawa tawa, katanya bersama:
"Mana kita berani. Lihatlah majikan telah tiba "
sinar kelabu berkelebat terbungkus oleh kabut ungu yang
bergulung mendatangi seperti lambat namun cepat sekali
dalam sekejap mata saja Ci hu-sin kun Kiong Ki dengan sikap
angker dan penuh wibawa meluncur turun tanpa
mengeluarkan suara.
ci-hu bun sudah angkat nama dan gengsi dalam kalangan
hitam dan putih, selama ratusan tahun sudah malang
melintang dan mendirikan pangkalannya yang kokoh dan
digdaya, sudah tentu kedatangannya ini membuat para hadirin
menjadi ribut dan berbisik-bisik-
Cukong istana beracun I bun Hoat, sendiri juga harus
sedikit memberi muka oleh karena itu serta merta tangannya
sudah terangkat itu mulai merandek dan pelan-pelan
diturunkan lagi-
Biji mata Ci-hu-sin kun laksana mata api yang berkilau
tajam, sekilas ia menyapu pandang ke seluruh hadirin lalu
berkata dengan suara yang menggeledek:

"Disini berkumpul sekian banyak orang, kalian meluruk
kemari perorangan atau ada pentolannya ?"
Lagi-lagi semua hadirin menjadi gempar, entah berapa
banyak pasang mata sekaligus menatap kearah I bun Hoat.
Meski rada keder, namun sikap I bun Hoat yang congkak
dan takabur masih kelihatan nyata, tiga tindak ia tampil
kedepan sembari angkat kedua tangannya terus digoyanggoyangkan,
katanya dengan lantang:
"Aku yang rendah I bun Hoatlah yang mengundang
mereka "
Jilid 28
ci hu-sin kun acuh tak acuh, sikapnya tetap kereng,
katanya getir:
"cukong istana beracun sebagai pentolannya, sungguh
sangat kebetulan"
lalu matanya memandang ke empat kerangka manusia
yang masih berdiri ditengah gelanggang itu, tanyanya sambil
mengerut alis:
"Dari aliran manakah mereka ini?"
Ibun Hoat menyeringai puas, katanya:
"Empat murid andelan pihak Bu-ih-pay"
"o ? Siapa yang membunuh mereka ?"
"Istana beracun "
"Kenapa?"
"Karena mereka juga berani mengincar buku catatan
rahasia yang berada di dalam Rawa naga beracun, maka..."
Mendadak ci hu-sin- kun menarik muka, tanyanya serius:

"Apakah buku catatan dalam Rawa naga beracun sudah
muncul ?"
"Belum" sela Li Pek yang sambil meIangkah kedepan.
ci hu-sin-kun semakin heran dan tak habis mengerti,
tanyanya:
"Kalau belum, kenapa mereka harus mati sebelum
memperebutkan benda pusaka itu ?"
Yu-bing-khek Cu Li Pek yang tertawa geli serunya:
"Bukan karena berebutan pusaka, adalah karena Ibun heng
tidak senang mereka turut campur dalam urusan ini "
Laksana tajam golok sinar mata ci-hu-sin-kun menyapu
pandang kearah Ibun Hoat,
katanya tertekan dengan nada dingini
"urusan merebut pusaka setiap orang yang hadir disini
mempunyai bagiannya, semua orang boleh mengandal
kepandaian dan kecerdikan otaknya, Mana bisa secara liar dan
ganas merintangi orang lain turut terjun dalam rimba ini.
Kalau begitu apakah buku dalam mata air didalam rawa naga
beracun itu sudah menjadi milik pribadi seseorang ?"
Hening lelap suasana seluruh gelanggang, air muka Ibun
Hoat berubah bergantian, namun tak berani ia mengumbar
wataknya lagi.
Kuatir kedua gembong bangkotan ini terjadi kelahi yang
hebat, cepat-cepat Li Pek-yang tampil kedepan, katanya
tergagap:
"Meskipun pusaka itu belum diambil keluar, tapi..."
Tak terkira sekali lagipandangan ci-hu-sin kun menyapu
pandang ke empat penjuru, sembari membentak keras:

" Kalau begitu, siapapun yang bakal dapat menjemput buku
rahasia itu lantas menjadi sasaran utama dari keroyokan
kalian yang goblok dan tak mengenal tata krama ini, Apakah
ini yang dinamakan keadilan ?"
semua hadirin seperti sadar dan mawas diri akan petunjuk
Cihu-sin-kun ini.
Memang para hadirin lantas berpikir "betul juga,
seandainya secara mati matian aku berhasil mendapatkan
buku rahasia itu, masakah aku mampu lolos dari kejaran Lamcutoksyam
?"
Maklum sebelum ini pikiran dan pandangan seluruh hadirin
sudah buta dan tumpul saking kemaruk mendapatkan pusaka,
semula memang mereka mengikuti arus situasi memberi suara
dan semangat kepada pihak istana beracun.
Sungguh untung kesalahan yang tidak disadari ini telah
dipecahkan dan ditunjuk secara langsung oleh kata-kata Cihu-
sin- kun yang penuh mengandung arti kebenaran. satu
persatu hati mereka lantas menjadi sadar dan mulai goyah
akan kepercayaan terhadap pihak istana beracun.
Tak ketinggalan Yu-bing mo khek Li Pek- yang sendiri yang
semula sehaluan sekomplot dengan istana beracun menjadi
ragu-ragu dan bimbang, serta merta matanya melirik kearah
Ibun Hoat, kakinya juga lantas melangkah mundur.
Mata kecil cukong beracun Ibun Hoat berkedip-kedip
menyipit giginya, berkeriut terang betapa besar rasa gusar
dan dendam hatinya terhadap uraian ci-hu-sin-kun yang
mengecilkan arti intrik nya dengan berbagai pihak itu
Akan tetapi kata-kata Ci hu-sin-kun masih terus
memberondong keluar:
"siapa yang mampu boleh silakan menerjang seorang diri
kedalam Rawa naga beracun mengambil buku rahasia itu,

kalau bisa berhasil bolehlah dikatakan beliau seorang gagah
seorang perwira yang harus diagungkan, Lain pula bagi
mereka yang pintarnya mengatur tipu daya dan mengadu
domba mengerjakan tenaga orang lain demi keuntungan diri
sendiri sedang dia sendiri mandah menonton dan berpeluk
tangan, dengan maksud mengambil keuntungan setelah
semua pihak empas empis dan kehabisan tenaga gampang
saja ia merebut dari tangan orang, ini bukan seorang gagah
sebaliknya seorang pengecut, seorang kerdil yang harus
ditumpas dan tak perlu diindahkan dalam kalangan Kangouw."
seketika seluruh hadirin menjadi sadar, berbareng mereka
berseru:
" ucapan sinkun memang benar"
"sin-kun silakan tegakkan keadilan dan kebenaran"
Mendadak Ci-hu-sinkun menarik suara, katanya lebih
lantang:
" Kedatanganku ini bukan bertujuan hendak merebut atau
memperoleh buku rahasia itu, yang terutama aku hanya ingin
menegakkan keadilan demi kebersihan nama kalangan Bulim.
Malam ini seluruh hadirin tak peduli dari aliran mana besar
atau kecil entah berkedudukan tinggi atau rendah kaya atau
miskin. Entah ada yang suka bergabung atau tampil seorang
diri silakan saja. siapa yang mampu mengambil pusaka dalam
mata air rawa naga beracun itu, pusaka itu menjadi milik
pribadinya"
Kata-katanya yang gagahi dan keras penuh wibawa
seketika mendapat sambutan tampik sorak dari seluruh
hadirin. Hanya Cukong istana beracun Ibun Hoat saja yang
berkerutuk giginya menahan gusar yang tak terkendalikan
lagi, matanya beringas buas seperti bara api.
Habis berkata Ci hu-sin- kun berputar sekali sambil
layangkan pandangannya, katanya pula:

"Aku orang she Kiong tentu menepati kata-kataku, siapa
saja yang bisa mengambil pusaka dalam rawa itu, kutanggung
keselamatannya turun dari Bu ih-san ini."
seluruh hadirin berteriak dan bertepuk tangan gegap
gempita.
sementara itu Giok- liong yang sempunyi dibela kang pohon
itu menjadi kuatir dan girang pula mendengar kata-kata Cihun-
sin-kun itu. girang karena iblis besar ini ternyata bisa
menegakkan keadilan inilah merupakan setitik penerangan
demi kejayaan kaum cendekia yang berpikir jernih dan lurus.
Kuatirnya seumpama pusaka dalam air ini betul betul di
tangan seseorang saat itu. cara bagaimana dirinya harus
merebutnya. Cihu sin kun sudah berjanji untuk melindungi
siapa saja yang bisa mengambil buku rahasia, lalu bagaimana
dirinya harus menghadapi tanggung jawab ini?
Tengah ia terlongong tenggelam dalam pikirannya, tiba-tiba
terasa angin berkesiur di belakangnya, lantas dipinggir
telinganya terdengar sebuah suara berbisik
"Tidak ikut keramaian disana, kenapa sembunyi disini
secara plintat plintut?"
Karuan kaget Giok liong seperti disengat kala baru saja ia
hendak menggerakkan tangannya,
"jangan bergerak"
bentaknya lirih tertekan telah mengancam aksinya, terasa
dua jalur angin kencang menutuk kejalan darah di kedua
pundaknya, asal sipenutuk mau tambah tiga bagian tenaganya
lagi sedikit surung jarinya saja, seumpama tidak mati paling
ringan dirinya sudah terluka parah.
Bokongan yang secara tiba-tiba dan menggelap ini betulbetul
membuat Giok- liong mati kutu dan mengucurkan
keringt dingin.

Tatkala mana para hadirin dilapangan depan sana sudah
banyak yang tahu bahwa di belakang pohon siong besar ini
ada orang sembunyi, pandangan semua orang lantas tertuju
kemari.
ci-hu-ju-lo siap menubruk kearah sini.
"siapa? Hayo keluar" terdengar bentaknya Cihu sin- kun
yang menggeledek.
"Yah Inilah aku Hihihihi" meluncurlah sesosok bayangan
abu- abu diiringi dengan kumandang suara tawanya yang
terkikik nyaring.
Terasa tekanan tenaga dibela kang punggungnya lepas
Giok- liong melihat Ci hu giok li Kiong Ling-ling melesat
setombak lebih dari atas kepalanya melesat ke depan sana.
Dalam keadaan demikian tempat sembunyi Giok liong
menjadi kenangan, terpaksa ia harus keluar dari tempat
persembunyiannya, membuntut di belakang Kiong Ling ling
iapun menukik turun ketengah geleng gang.
Meskipun mereka bergerak beruntun satu didepan dan
yang lain dibelakang, tapi waktu meluncur hinggap ditanah
dalam waktu yang bersamaan. Begitu melihat yang muncul
bersama putrinya ini adalah Giok-liong seketika Cihu sin kun
memicingkan mata, air mukanya bersemu ungu terang ia
teringat akan dendam lama.
Melihat gelagat yang meruncing ini cepat-cepat Kiong Ling
ling memburu kehadapan ayahnya, mulutnya dimonyongkan
dan berteriak
"Yah "
Agaknya Ci- hu-sin kun dapat menahan gejolak hatinya,
sikap marahnya berangsur hilang warna ungu dimukanya juga
mulai sirna.

sekenyong-kenyong sesosok bayangan hitam melekat
disertai gerungan keras:
"Bocah keparat, kembalikan putriku "
Kiranya Yu-bing khek-cu Li Pek- yang menerjang kearah
Giok liong dengan mata mendelik dan muka beringas,
cengkeraman tangannya mengancam dada dan lambung Giok
liong. Giok liong berkelit kesamping, merunya tertawa.
"Apa kau serahkan putrimu kepadaku?"
ci hu giok-li Kiong Ling Ling menjadi tertawa geli
mendengar banyolan Giok liong, Para hadirin sebagian turut
bergelak tawa, mereka merasa lucu dengan kedudukan dan
ketenaran Li Pek-yang begitu berhadapan muka lantas
menyerang orang dan minta putrinya kepada orang lain, ini
menurunkan derajat dan sangat memalukan sekali, apalagi
mendengar banyolan jawaban ,Giok- liong yang lucu lagi
keruan mereka terpingkel-pingkel.
Li Pek yang menjadi murka saking malu, giginya gemerutuk
menahan amarah yang tak terkendali, sambil membanting kaki
ia menghardik keras:
"Hayo maju, ringkus dia "
dia memberi aba-aba kepada anak buahnya, seketika
delapan belas Hek-i Tong cu bergerak diikuti para rasul
berpakaian abu-abu, dengan sikap mengurung berbentuk
setengah lingkaran seperti kipas lempit mereka meluruk
kearah Giok liong.
situasi menjadi tegang, semua menahan napas akan terjadi
pertempuran besar main keroyok ini.
Kalau ganti orang lain mungkin saat itujuga sudah
berlangsung pertempuran besar-besaran yang serabutan tak
karuan. sebab biasanya dibawah perintah Li Pek-yang para
Tong-cu dan rasul itu pasti serempak beramai-ramai

menerjang maju seperti lomba untuk membinasakan
musuhnya dengan sekali grebek untuk menunaikan tugas
sekaligus menunjukkan wibawa supaya menggetarkan nyali
para hadirin lainnya.
Tapi kali ini musuh yang mereka hadapi adalah Giok- liong,
Mereka sudah kenal siapa Giok-liong ini bukan saja gerak
tubuhnya lihay, Iwekangnya tinggi, kepandaian apa saja
mereka sudah pernah belajar kenal, insaf mereka bahwa
musuh muda yang dihadapi ini bukan sembarang tokoh yang
gampang dilayani meskipun mereka main kerubut.
Maka dengan membentuk barisan melingkar setengah
bundaran pelan-pelan mereka mendesak maju, Delapan belas
Tongcu rata-rata membekal kepandaian tunggal masing
masing yang tinggi dan lihay. Buat tokoh-tokoh silat kalangan
Kangouw tiada yang tidak tahu bahwa mereka merupakan
gembong- gembong silat yang kenamaan, sampaipun para
rasul dari tingkat rendah juga tak boleh dipandang ringan.
sebanyak seratusan orang semua siaga dan mendesak siap
menerkam maju, betapa situasi gawat ini takkan mengejutkan
nyali orang.
Namun bagi Giok- liong mandah tersenyum simpul saja
dengan sikap tenang dan wajar ia berkata:
"Nanti dulu sabar sabar "
"Kunyuk " hardik Li Pek-yang sambil berjingkrak gusar.
"Takabur dan congkak benar ya"
Giok-liong tidak menunjukkan reaksi apa-apa, tetap berdiri
tegak kedua tangannya dilebarkan katanya:
"Dalam hal apa aku takabur dan congkak sejak datang aku
tiada menantang arau mencari perkara kepada siapapun yang
hadir disini "

sikapnya yang wajar dan kata katanya yang tenang ini
diam-diam membuat para hadirin yang biasanya bertabiat
kasar berangasan itu menjadi kagum dan memuji dalam hati,
benar-benar mereka tunduk lahir dan batin.
Ci hu-sin-kun Kiong Ki sendiri sebagai iblis bangkotan juga
diam-diam manggut-manggut merasa kagum.
saat mana ratusan jago lihay dari Yu-bing-mo-khek sudah
siap melancarkan serangannya, jarak mereka tidak lebih
tinggal setombak lebih, semula sudah menggerakkan lengan
serta mengerahkan tenaga tinggal melancarkan pukulan.
Melihat keadaan yang gawat ini Giok liong tak berani ayal,
segera ia memasang kuda-kuda dan bergaya dengan
mengerahkan hawa jilo melindungi badan, sepasang
tangannya sudah dilandasi seluruh kekuatan Iwekangnya.
serunya lantang:
"Kalau betul-betul mendesak orang, jangan salahkan aku
berlaku kejam tanpa sengaja membunuh kalian"
Maklum ia memberi peringatan dulu sebelum bergebrak
karena sangsi dan takut larangan suhunya.
Tapi kata-kata peringatan yang bermaksud baik ini dalam
pendengaran Yu-bing-khekscu, seperti pelita disiram minya ki
ia berjingkrak murka, geramnya:
" Keparat, takabur betul, serbu,,"
"Haaaaiiit..." Para Tonscu dan rasul baju abu abu serentak
bergerak sembari berteriak panjang, tubuh mereka melenting
dan berloncatan seperti anjing kelaparan yang
memperebutkan sekerat tulang saling berlomba menerjang
kearah Giok liong.
Tergetar kedua tangan ,Giok- liong, kontan tiga kelompok
mega putih bergulung ke luar menerpa kedepan memapak
para musuh yang menyerbu datang.

sedetik sebelum rangsekan kedua belah pihak saling bentur
itulah mendadak Cihu-sin-kun menghardik keras:
"Tahan "
gelombang kabut ungu bergulung maju terus menerjang di
tengah seperti dinding baja layaknya secara kekerasan
menahan dan mendorong ,Giok- liong dan para Tongcu kedua
belah pinggiran, begitu hebat tenaga pemisah ini sehingga
masing-masing pihak terdesak surut tiga kaki jauhnya.
Kedua belah pihak sama tidak tahu maksud tujuan sepak
terjang Cihu-sin-kun ini, keruan mereka menjadi kaget dan
beringas, semua siap dan siaga menanti perkembangan
selanjutnya.
Demikianjuga Giok liong menjadi kaget dan berubah air
mukanya, Tahu dia bahwa Cihu sin-kun mempunyai dasar
latihan Lwe-kang yang sangat ampuhi kepandaiannya bukan
seolah-olah hebat, ci-hu giok-li sendiri juga menjadi kuatir,
lekas ia berteriak memanggil:
"Ayah"
Li Pek-yang segera tampil maju, wajahnya serius tanyanya:
"Harap tanya sin-kun . . ."
Ci hu-sini kun angkat sebelah tangannya, menghentikan
kata-kata Li Pek- yang selanjutnya, katanya menunjuk Giok
liong:
"Aku sendiri juga punya persengketaan dengan bocah ini "
Giok liong merasa serba sulit, timbul rasa was-was dalam
benaknya, maka seluruh kekuatan Iwekang terkerahkan di
kedua lengannya, bawa jilo juga terhimpun sampai tingkat
tertinggi menyelubungi seluruh tubuhnya.
Perasaan Li Pek- yang menjadi sedikit lega, katanya
menyeringai

" Kalau begitu, biarlah anak muridnya yang mewakili sinkun
meringkus bocah ini, silakan siu-kun menonton saja
sambil berjaga-jaga supaya bocah ini tidak melarikan diri"
Tak diduga, Ci hu-sini kun menggeleng kepala
menggoyangkan tangan ujarnya:
"Tak perlu, maksud baik Khek cu kuterima dengan setulus
hati"
Keruan Yu-bing-khek cu semakin tembarang batinnya kau
sendiri turun tangan itu lebih baik, Kita tinggal berpeluk
tangan menonton pertarungan. Dua harimau itu berkelahi
tentu salah satu bakal terluka atau cidera, tak peduli pihak
mana yang menang dan kalah, situasi kelak urusannya pasti
menguntungkan pihak kita.
Karena ketetapan pikirannya ini, diam-diam ia geli dalam
hati segera tangan diulapkan memberi tanda kepada delapan
belas Tongcu dan para rasulnya serunya
" Kalian boleh sebera mundur"
Melihat gerombolan orang-orang Yu bing-mo-khek
mengundurkan diri, legalah hati Giok liong. Bukan ia takut
karena musuh terlalu banyaki adalah karena banyaknya orang
bertempur pasti berlangsung dalam keadaan kacau balau, ini
menyusahkan dirinya dalam gerak gerik penyerangan, siapa
tahu kalau kesalahan tangan dirinya melanggar pantangan
gurunya, kalau hal ini terdengar oleh gurunya, bukankah
dirinya bakal konyol karena berdosa melanggar pantangan
gurunya.
Adalah lain persoalannya kalau seorang diri ia menghadapi
pertarungan dengan ci-hu-sin-kun. Maka hilanglah
kekhawatiran hatinya, semangatjuga lantas bangkit sembari
menggerakkan lengannya ia berkata:

" Kalau Cianpwe memang menghendaki aku turun tangan,
terpaksa aku mengiringi keinginan sin-kun"
Tak sangka air muka Cihu-sin-kun tiba-tiba merengut naganaganya
tiada niat untuk berkelahi setelah mendengus hidung
berkata:
"Hm buyung Akan datang suatu hari aku membuat
perhitungan dengan kau tunggu saja waktunya"
lalu ia mendongak berkata lantang kepada hadirin.
"Perhatian diBusan hari ini adalah karena kepancing oleh
barang pusaka dalam Rawa naga beracun itu. segala dendam
permusuhan sebelum ini silakan dikesampingkan dulu, ini
adalah pendapatku pribadi sebab, permusuhanku dengan
buyung kurang ajar ini juga tak ku singgung lagi"
Pernyataan ini benar-benar diluat dugaan para hadirin.
Keruan para iblis besar itu melongo. Cihu gio ki li Kiong Lingling
berjingkrak kegirangan berloncat- loncat seperti burung
gereja sambil bertepuk tangan, teriaknya:
"Yah, sungguh baik kau"
Adalah Yu-bing-khek cu Li Pe ki yang sendiri yang merasa
dikibuli, hatinya dongkol dan penasaran. Tapi apa yang dapat
ia lakukan, menurut situasi gelanggang saat itu pihak Yu-bingmo
khek keluar tiba waktunya untuk berhadapan langsung di
medan lagi dengan pihak Ci hu sin kun bukankah tadi Cihu
sin-kun sendiri sudah memberikan pernyataan terbuka yang
mempunyai kekuatan terpendam dalam sanubari setiap
hadirin tentang perebutan pusaka di Rawa naga beracun.
Yang terang dan nyata hati setiap orang gagah yang hadir ini
sebagian besar sudah takluk dan tunduk kepihak Cihu sin-kun.
Dalam keadaan yang kepepet dan apa boleh buat ini, ia
mandah mengertak gigi dan melampiaskan kedongkolan
hatinya kepada Giok liong, serunya:

"Buyung, kupandang muka sin kun, biarlah .kuampuni kau
hidup beberapa hari lagi "
Kata-kata menjual muka bagi kebaikan ci hu-sin- kun ini
hakekatnya adalah untuk memuluskan jalan mundurnya saja,
memang biasanya dikatakan lombok semakin tua semakin
pedas, semakin tua pengalaman dalam kelana di Kangouw
semakin luas.
Giok liong mandah tertawa tawar katanya:
"Aku tiada minat bertentangan dengan siapapun, maka
kalian juga jangan mencari perkara dengan aku, ini akan
banyak mengurangi pertikaian yang tiada manfaat-nya "
"Anak muda bau ingusan." semprot ci hu-sin kun dengan
menggeram.
" mulutmu tajam ya "
Baru Giok liong hendak menyahut, Kiong Ling ling sudah
menyelak:
"Yah Memang dia benar "
Cihu sin-kun menjadi melengak, tanyanya:
"siapa yang berkata benar ?"
"Dia"
"Dia siapa ?"
Meiahjengah selebar muka Kiong Ling- ling, lari sambil
menubruk kedalam pelukan ayahnya tangannya memukulmukul
dada sang ayah, mulutnya mengoceh aleman:
"Yah Kau menggoda aku "
serta merta Ci hu-sin- kun melirik kearah Giok- liong semula
memang ia tidak sengaja baru sekarang ia maklum dan
menyelami perasaan putrinya, Pikirnya, putriku sudah besar
sudah saatnya aku mencarikan jodoh baginya.

Pada saat itulah mendadak meluncur datang dua sosok
bayangan orang, ditengah udara terdengar mereka berseru:
" Lapor ciang bun. . ."
setelah hinggap ditanah seketika mereka berdiri kesima
menghadapi sekian banyak gembong-gembong iblis.
GoBeng-hui yang bersikap lesu dan berdiri mendelong
tanpa bersuara sejak tadi kini menggerakkan kakinya
melangkah dua tindak dengan lemas, tanyanya lirih:
"Ada kejadian apa ?"
Melihat sikap dan semangat Ciang-bun-jin yang sudah
runtuh dan lesu ini kedua murid Bu-ih-san itu menjadi
terbelalaki sikap tegang dan tergesa waktu datang semula
seketika lenyap. kepalanya seperti diguyur air dingin sahutnya
lirih:
"Banyak orang telah menyerbu kepandaian gunung
belakang"
Agaknya tekad hidup Go Beng bui sudah ludes, mendengar
berita yang mengejutkan ini sikapnya tawar saja, katanya.
"oh, aku sudah tahu"
sebaliknya Ci hu-sin- kun melangkah maju tanyanya:
"Siapa mereka yang menerjang di gunung belakang?"
Kedua murid Bu ih san itu memandang kearah Ciang-bunjin,
sesaat mereka tergagap tak berani angkat bicara.
sambil menggendong tangan Im-yang-kiam Go Beng-hui
bertanya:
"Adakah saudara-saudaramu yang terluka ?"
"Ya. banyak saudara dari tingkat kelas tiga yang terluka
parah"

Wajah Im-yang-kiam Go Beng hui dirundung kekesalan dan
rawan, setelah menghela napas panjang ia berkata.
"suruh mereka mundur semua, seluruh penjagaan dan pospos
rahasia semua harus kembali ke pangkalan"
Kedua muridnya itu seketika menjubleki serunya bersama:
"Ciang-bun..."
"Lekas pergi "tukas Go Beng-Hui sambil goyang kepala,
"turutilah menurut pesan- ku"
sesaat lamanya murid itu tertegun lalu menyahut
berbareng:
"Murid terima perintah "
"Tunggu sebentar" tiba-tiba ,Go Beng-hui berseru
memanggil, katanya kalem:
"siapakah yang datang? Bicara secara terus terang saja.
Agaknya sudah menjadi takdir ilahi bahwa malam ini Bu-ih-san
bakal menjadi tempat semacam pasar atas restoran yang
bakal diinjak dan berpeta pora, siapapun boleh berlalu lalang
tanpa rintangan"
sebuah cikal bakal suatu aliran kenamaan akhirnya
menemui kenaasan yang mengenaskan. sebagai seorang
ciang bun-jin mengeluarkan kata-kata yang begitu merawan
hati, betapa pedih dan duka hatinya dapatiah dibayangkan.
Kedua murid Bu ih-pay yang baru datang menjadi kesima
memandangi wajah ciangbunjin mereka yang menjadi begitu
loyo dan patah semangat. Tak tertahan lagi mereka
mengalirkan air mata ikut bersedih dan sepenanggungan.
Persoalan yang paling dikhawatirkan dan menarik perhatian
seluruh gembong-gembong silat yang hadir ini adalah siapa
saja para penyerbu dari belakang gunung itu Mereka menjadi
menduga dan menerka-nerka, terjadilah suara ribut dan

gempar, disana-sini terdengar bisikan dan omelan panjang
pendek yang tak menentu.
"Kalian harap tenang sebentar " terdengar ci-hu sin-kun
berseru lantang:
"Dengar apa yang mereka katakan"
Im yang-kiam Go Beng-hui juga ikut tertarik, tanyanya
lemah:
" Katakan kepada mereka "
Terpaksa kedua murid Buta-ih-pay itu berkata:
"Yang menerjang paling depan dalam kelompok pertama
adalah Tocu dari Pek-bun-to yaitu Ham-kang-it-ho Pek su-in"
ci-hu sin kun mandah tertawa tawar, ujarnya:
" kiranya diapun gemar keramaian, sedemikian jauh ikut
meluruk datang "
seorang murid Bu-ih-pay itu berkata lagi:
"To-ou-cin-kui Ang To bok juga ikut menerobos masuk "
Tergerak hati Giok-liong, cepat ia bertanya :
"siapa lagi yang ikut datang bersama mereka ?"
"seorang la galaki pertengahan umur yang telanjang
setengah badan"
Memicing mata Ci-hu sin- kun, bertanya mengawasi Giokliong:
"Jadi Ang To-bok sekomplotan dengan kau ?"
Giok-Hong menjengek dingin, ujarnya:
"selamanya aku malang melintang seorang diri belum
pernah bergabung dengan orang lain"
Merah wajah Ci hu-sin- kun,

"Mulutmu tajam betul "
Takut sang Ayah menjadi jengkel dan bertengkar terus
dengan ,Giok- liong cepat-cepat Kiong Ling ling menukas:
"Yah masih ada siapa lagi yang datang biar mereka katakan
"
Memang seorang lain dari kedua murid Bu-ih-pay itu
tengah berseru keras:
"Masih ada lagi empat orang tua yang belum pernah kita
lihat, Kepandaian mereka rata-rata sangat lihay, Iwekangnya
tinggi bersikap gagah dan angker, gerak gerik mereka gesit
cara turun tangannya secepat kilat, untung mereka tidak
berlaku terlalu kejam cara turun tangannya punya perhitungan
"
Bicara sampai disini tak terasa muka mereka menjadi
merahi malu serta saling pandang dengan kikuk. Tak perlu
dijelaskan lagi terang sekali bawah pihak Bu-inisan sudah
runtuh total.
Berkerut alis Ci hu-sin-kun, tanyanya:
"siapa mereka ? Adakah mereka menyebut namanya?"
"Tidak, tapi Lwekaag mereka betul- betul jarang dicari
tandingannya di dunia ini."
Para gembong iblis itu mendengarkan dengan cermat tiada
satucun yang ikut bicara.
Giok liong sendiri juga menerka-nerka dan was was. sebab
para gembong iblis yang dihadapi ini saja sudah sulit dilayani,
jikalau masih ada lagi tokoh silat kenamaan lain ikut campur
dalam urusan ini, siapa bakal menang dan kalah benar benar
susah diramalkan.
Terdengar Li Pek- yang membuka kata dengan berangasan

"Peduli siapa mereka Tak mungkin seorang tokoh yang
punya tiga kepala dan enam tangan, kenapa kita takut dan
khawatir "
Belum hadirin menunjuk reaksinya, Tiba-tiba ci-hu-giok-li
Kiong ling-ling berteriak
" Ai, yah celaka "
seluruh hadirin termasuk Giok liong terkejut entah apa yang
menyebabkan Kiong Ling-ling berteriak ketakutan.
ci-hu sin-kun mendelik, tanyanya gugup:
"Ada apa anak Ling ?"
Kiong Ling ling menunjuk kepada seluruh hadirin, katanya:
"Kapan lbun Hoat telah pergi ?"
Memang dalam gelanggang sudah tidak kelihatan cukong
istana beracun Ibun Hoat, malah seluruh anak buah istana
beracunpun entah kapan sudah hilang semua.
Li Pek-yang sendirijuga berkeringat dingin, teriaknya:
"Tentu dia sudah bolos pergi ke Toksliong-tam lebih dulu "
habis berkata ia memutar menghadap ke delapan belas
Hek-i Tongcu danpara rasulnya, makinya:
"Kalian ini manusia kayu semua ya ? Hayo kejar "
Bayangan hitam seketika berlomba melejit jauh dan berlari
kencang serabutan, dalam sekejap saja ratusan anak buah Yu
bing-mo khek sudah pergi jauh menghilang di pedalaman
gunung yang berhutan lebat sana.
Giok-liongpun tidak mau ketinggalan sekali melejit
setombak lebih terus meluncur kedepan.
Tiba-tiba ci-hu-sin-kun Kiong Ki berteriak keras:
"Kim pit jan hun Berdiri "

Mendengar teriakan ini kontan ,Giok- liong menghentikan
tubuhnya terus jumpalitan balik hinggap kedalam gelanggang
lagi, dengan rasa ragu dan curiga ia bertanya tak mengerti:
"cianpwe Ada apakah ?"
Serius sikap Ci hu-sin kun katanya:
" golongan Jibun kalian adalah alitan lurus dan murni
pelajaran kalianpun lain dari yang lain dibanding golongan
atau aliran lain, Kau sebagai murid tunggal dari Teji, sebagai
tunas muda yang punya harapan besar pada masa depan
menggembel senjata-senjata sakti mandraguna macam
seruling samber nyawa lagi, kenapa kaupun mengincar buku
catatan dalam Rawa naga beracun itu Apakah tidak
memalukan sifat tamakmu ini ?"
Giok Liong hanya tertawa getir saja, ujarnya:
"ohi jadi hanya karena omongan ini Cian-pwe memanggil
aku ?"
"Ya Lohu merasa heran "
"sebetulnya Wanpwe punya kesukaran yang tak dapat
kujelaskan "
"Kesukaran ? Kesukaran apa ?"
"Tentang ini . . . ." sebetulnya Giok Liong hendak
menceritakan pesan ibunya sebelum berpisah dan tentang
riwayat hidup,nya, namun terasa masih terlalu pagi untuk
membeber semua itu. sebab apa saja yang berada di dasar
mata air Rawa naga beracun itu sampai saat ini masih belum
diketahui apakah betul mempunyai sangkut paut dengan
dirinya masih merupakan tanya besar ? Atau-kah mungkin
catatan sejilid buku ilmu silat.
Maka kata-kata selanjutnya lantas ditelan kembali, sekian
lama ia tergagap tak kuasa bicara.

Ci hu-sin kun menjadi tak enaki katanya pula:
"Menurut pendapat Lohu, lebih baik kau segera tinggalkan
Bu-ih-san, semakin jauh semakin jauh semakin baik jangan
kau ikut menggagap di air keruh ini "
Giok liong tertawa hambar sahutnya:
"Terima kasih akan nasehat Cian-pwe, tapi sebetulnya
Wanpwe sungguh punya kesukaran yang tak mungkin
kujelaskan sekarang "
"Apakah tak boleh dituturkan kepadaku?"
"Untuk sementara ini tak bisa "
" Kalau begitu, coba Lohu tanya sebuah hal lagi"
"Silakan cianpwe katakan "
"seumpama buku catatan rahasia di mata air Rawa naga
beracun itu terjatuh ketangan orang lain, lantas apa yang
hendak kau lakukan?"
" Wanpwe sudah bertekad harus mendapatkan buku itu "
"Apa katamu ?"
"Betapa juga harus dapat kurebut"
"o peringatan Lohu tadi apakah kau sudah dengar?"
"Tentang apa ?"
"Begitu buku itu muncul, siapa yang mendapatkan dialah
menjadi pemiliknya, siapa dilarang merebutnya " kata ci-husin-
kun ini diucapkan dengan tandas dan tegas
"tiada tawar menawar lagi bagaimanapun kejadiannya nanti
kata-katanya ku takkan bisa diubah lagi."
Alis lentik Giok liong lantas berjengkit, katanya:
" Cian-pwe, kenapa pula kau begitu banyak petingkah? "

Hakikatnya Giok- liong sendiri tidak mengetahui jalan
pikiran ci hu-sin kun. Apakah benar kalau dia tidak ingin ikut
dalam lomba perebutan ini, lalu kenapa ia meluruk ke Bu-ihsan
yang letaknya jauh dan sukar ditempuh ini.
Memang dia sudah punya perhitungan masak menurut
rencananya sendiri, maka ia berani membuat peringatan itu,
gampang saja alasannya, satu hal sebagai Congcu dari Ci-hu
bun yang kenamaan sejak ratusan tahun dulu, dengan
kedudukannya yang agung secara terang-terangan ikut
merebut pusaka dengan lawan-lawan yang kuat lagi,
seumpama gagal bukankan memalukan bagi pendengaran
para sahabat Kangouw. sekali jatuh selamanya nama dan
gengsi perguruannya pasti runtuh total.
Pertimbangan kedua: Dalam mata air di dasar Rawa naga
beracun ada tersimpan sejilid buku rahasia, ini hanya siaran
luas dari mulut di halangan Kangouw, sebetulnya bagaimana
duduk perkara atau kenyataan masih belum jelas.
Ketiga : Dia sendiri, tak mampu terjun ke dalam air yang
dapat menyedot amblas bulu burung, malah katanya dingin
menembus tulang dan membekukan lagi.
Maka kalau dikatakan kedatangannya ini adalah demi
menegakkan keadilan, ini betul-betul merupakan suatu tipu
daya yang jangat tepat dapat mengelabui pandangan mata
orang lain.
sebab peduli siapapun nanti yang bakal memperoleh buku
itu, paling tidak bakal ada orang lain yang secara nekad
hendak merebut pusaka itu, dengan dirinya unjuk muka
memandang, secara terang ia melindungi pemilik pusaka itu,
namun hakekatnya tujuannya adalah memikat pemilik pusaka
itu supaya utang budi kepadanya secara tak sadar, bukankah
sepak terbangnya ini sangat gamblang dan bakal mendapat
puji orang.

Dengan mendapat perlindungannya, si pemilik pusaka nanti
tentu menjadi orang yang terbelenggu dalam tangannya,
sampai pada suatu ketika apa yang dinamakan pusaka itu tak
lain bakal menjadi benda miliknya dalam kantongnya sendiri.
oleh berbagai alasan inilah maka secara wanti-wanti ia
memberi peringatannya tadi, menurut perhitungannya seluruh
gembong-gembong iblis yang hadir selain empat orang tua
yang dituturkan murid Bu ih-pay tadi hanya Giok liong
seoranglah yang benar benar tandingannya yang setimpal dan
paling sukar dilayani.
Maka dengan ketus dan cermat ia tanya maksud
kedatangan Giok liong dengan kata-kata sindirannya yang
pedas tadi.
sekarang setelah mendengar jawaban ,Giok-liong yang
terang-terangan, berkerut alisnya, katanya.
"Agaknya kau memang sengaja hendak berlawanan dengan
Lohu ?"
Giok liong tertawa lagi, sahutnya
" cianpwe salahi waktu Wanpwe menuju ke Bu ih san ini,
sebelumnya tidak tahu bahwa cianpwe bakal datang "
ci-hu sin kun semakin berang, dengusnya:
"sekarang kau sudah tahu bukan ?"
Melihat sikap orang yang menjadi gugup geli hati Giokliong,
maka tanyanya:
"Wanpwe ada sebuah pertanyaan bolehkah aku
mengetahui "
"Pertanyaan apa ?"
Tanpa keder dan takut-takut Giok liong bertanya dengan
kalem:

" Kedudukannya Cian-pwe sangat tinggi dan terpandang
diBulim. ci-hu-bun kalian juga sudah mengguncangkan seluruh
dunia persilatan, kepandaian kalian merupakan ilmu tunggal
yang jarang mendapat tandingan, sebagai seorang cong cu
seorang cikal bakal, buat apa meluruk keBu-ih-san sini turut
campur dalam keributan, bukankah akan menyia-nyiakan
latihan dan semedi cian-pwe?"
Terlebih dulu ,Giok- liong meng umpaknya setinggi langit,
lalu menyindirnya pula sebagai seorang tua yang menindih
dan menekan yang kecil, punya tujuan tamak lagi, namun
kata-katanya diatur sedemikian rupa sehingga tidak
menghalangi tata krama sebagai seorang muda yang bicara
terhadap seorang tua.
Keruan ci hu-sin-kun menjadi serba runyam, tak enak
mengumbar amarah tak bisa balas menjawab. Mukanya
menjadi merahi mulutnya tersekat.
"Ini... dalam Bu lim ini betapa juga harus ada seseorang
yang berani tampil menegakkan .... menegakkan keadilan
bukan "
Memang Giok-liong tidak tahu apa yang dikandung dibalik
kata-kata manisnya tadi, tapi dari sikapnya sekarang dapatlah
diraba bahwa orang tua ini tentu juga punya sesuatu tujuan
tersembunyi yang tak enak dikatakan terus terang.
Maka Giok- liong lantas tertawa tawar, katanya menyindir
lagi:
"Kalau banyak orang dalam Bulim mempunyai tujuan yang
mulia seperti Cian-pwe ini. Tentu kalangan- Kangouw takkan
terjadi keributan dan geger saling bunuh, seluruh jagat ini
bakal aman sentosa..."
sudah tentu sindiran ini bagi pendengaran ci hu sin-kun
sangat menusuk perasaan, seketika air mukanya berubah tak

menentu, merah dan hijau lalu pucat, saking malu akhirnya
menjadi gusar, katanya menggerung:
"Apapun yang bakal terjadi, sudah terang Lo-hu harus turut
campur dalam urusan ini, cobalah kau tahu diri dan melihat
gelagat saja "
Dalam gelanggang sekarang tinggal Cihu sin-kun dengan
putrinya serta bawahannya Ci hujulo, para gembong iblis
lainnya sudah menghilang semua, Giok- liong menjadi malas
banyak bicara, maka katanya:
"Baik-lah kita melihat gelagat saja nanti "
lalu dengan gaya Han- kang- Ih wi- kiu (camar terbang
melintasi sungai) tubuhnya melenting tinggi tiga tombak
laksana anak panah yang lepas dari busurnya langsung berlari
kencang menuju ke hutan lebat di kejauhan sana, kecepatan
tubuhnya laksana meteor jatuh.
Tatkala itu sang putri malam sudah tergantung tinggi di
tengah cakrawala, malam sudah sangat larut, deru angin
pegunungan sangat keras sehingga daun pepohonan menderu
dan berkeresek seperti bunyi pekik setan alas, suasana sangat
menggetarkan nyali.
"Plaki plok " tiba-tiba terdengar dua kali tepukan tangan
dari rumpun pohon pendek sebelah kiri Badan ,Giok- liong
tengah terapung di tengah udara, cermat sekali ia
memandang ke arah datangnya suara, Rumpun pendek itu
sangat lebat, hanya samar-samar kelihatan ada beberapa
bayangan hitam dan bergerak dan sembunyi disana.
Malam ini Bu-ih san sudah menjadi gelanggang
perkumpulan sekian banyak tokoh silat, tidaklah
mengherankan kalau terjadi sesuatu pemandangan yang luar
biasa. Maka meskipun Giok liong mendengar suara tepukan
tangan itu, serta melihat bayangan beberapa orang, sedikitpun
ia tidak merasa heran, kakinya masih meluncur dengan

kecepatan penuh. "Plakplak plok plok " tepukan tangan
terdengar lagi malah lebih keras dan nyaring.
Tergerak hati Giok- liong, diliriknya sekitar dirinya tiada
orang lain, terang bahwa tepukan tangan ini ditunjukan
kepada dirinya. pikirnya:
"siapakah itu?" Karena pikiran terganggu gerak tubuhnya
lantas merandek menjadi lamban.
sedikit gerak geriknya menjadi ayal, lantas terdengar kesiur
lambaian baju Ci hu sin kun, terlihat sinar ungu berkelebat
cepat sekali melampaui tubuhnya. Menyusul Cihu-Giok li Kiong
Ling- ling juga meluncur tiba.
Melihat Giok liong menghentikan larinya dan berdiri cepat
iapun meluncur turun tak mengikuti ayahnya lagi, dengan
tersenyum simpul ia hinggap dihadapan ,Giok- liong kira-kira
lima kaki.
sebetulnya ,Giok- liong hendak menghampiri rumpun
pendek sana untuk menyelidiki terpaksa ia harus unjuk
senyum dan menyapa:
"Nona Kiong"
cihu-giok li menarik tawanya, sikapnya sungguh-sungguh
sambil mengerutkan kening, katanya lembut:
"siau hiap. aku ada sebuah pertanyaan yang kurang pantas
hendak kutanyakan kepadamu"
Giok Liong tercengang batinnya, 'kalau tahu tidak pantas
kenapa kau tanyakan kepadaku? 'Dalam hati ia berpikir begitu
namun tanyanya bersikap manis, sahutnya:
"Ahi nona Kiong terlalu sungkan"
Kiong Ling- ling menghela napas sambil menunduk.
katanya:

"Tabiat ayahku sangat jeleki dalam segala urusan kuharap
siau-hiap suka mengalah kepada beliau. Kebaikanmu ini
sungguh akan ku ingat selalu, rasa terima kasih ku ini baiklah
akan kubalas pada lain kesempatan"
Teringat akan kata sindirannya terhadap Ci hu-sin kun tadi,
merah jengah muka Giok Liong, sikapnya menjadi rikuh,
katanya:
"Nona Kiong, watakku sendiripun kurang mendapat
penghargaan, untuk kcerobohan tadi kuharap nonapun suka
memaafkan."
"siau hiap terlalu merendah diri, sebetulnya ayahku..."
bicara sampai di sini Kiong Ling- ling mendadak hentikan
ucapan selanjutnya.
Giok liong tidak tahu juntrungannya, tanyanya.
"Bagaimana dengan ayahmu?"
"sebetulnya ayahku sangat kagum dan memuji kau"
Terdengar ucapan Kiong Ling-ltng ini merupakan rangkaian
kata yang terucapkan secara lahiriah, terang kata-katanya ini
mengandung arti yang mendalam, itu berarti babwa diantara
mereka ayah beranak secara diam diam pernah membicarakan
perihal diri Giok- liong.
Mendadak tampak ci-hu ji-lo meluncur tiba, setelah hinggap
ditanak langsung mereka bicara kepada ci-hu-giok-li Kiong
Ling-ling:
"cengcu menyuruh hamba berdua kemari melayani siocia"
ci hu giok-li cemberut, katanya jengkel.
"Aku toh bukan anak kecil umur tiga tahun, siapa kesuda n
perlindungan kalian?"
"Ya" ci-hujuIo mengiakan sambil melangkah mundur
setindaki

"Cepat kalian layani ayah saja. Tak perlu urus aku."
Lagi-lagi Ci hu-ji-lo mengiakan bersama, Tapi tetap berdiri
tanpa bergerak.
ci-hu giok li Kiong Ling-ling menjadi gemas, bentaknya
sambil membanting kaki:
"suruh kalian pergi"
lalu ia memburu maju sembari angkat tangan hendak
memukul desaknya lagi:
"Laporkan kepada ayah, katakah bahwa aku segera
menyusul datang."
Ci-hujuIo menjadi kewalahan terpaksa mereka baru angkat
kaki, ujarnya sembari membungkuk hormat:
"Terima perintahi harap siocia lekas datang supaya
Cengcu..."
"Sudah tahu, pergi, lekas pergi"
Melihat Kiong Ling-ling marah-marah ci-hu-ji lo menjadi
takut, cepat-cepat mereka mengiakan terus menjejakkan
kakinya, tubuhnya meluncur cepat kebelakang terus berlari
kencang laksana terbang.
Giok-Iiong berpikir, watak Cihu-sin-kun berangasan dan
ketus, ternyata tabiat putrinya juga keras kepala, Tanpa
merasa Giok-liong menjadi geli, katanya tersenyum:
"sin kun sedemikian prihatin akan keselamatanmu maka
silakan nona cepat kembali"
siapa nyana mendadak biji mata Kiong Ling- ling melerok
tajam, mulutnya cemberut, rutuknya:
"Apa? Kau tidak sudi bicara dengan aku?"
"Bukan Bukan" cepat-cepat Giok-liong menyahut,

"Bukan begitu maksudku."
" Kalau tidak tentu kau membenci aku?"
"Tidak Tidaki tentu tidak"
"Tidak benci? itu berarti kau suka kepada aku"
serta merta tergetar hati Giok liong seketika merah jengah
mukanya, mulutnya ter- kancing sambil tersenyum getir, tapi
tidak bisa tidak ia harus bicara, terpaksa dengan terlongo ia
manggut-manggut.
Dengan mengigit bibir cihu- giok li Kiog Ling- ling tertawa
wajar, katanya pula:
"Apa betul?"
Terpaksa Giok liong manggut-manggut lagi.
" Kalau begitu, ingin kutanya sesuatu kepadamu, kau tidak
boleh mengapusi aku"
"selamanya aku yang rendah belum pernah ngapusi orang,
kalau tidak ya bungkam saja, entah persoalan apa yang ingin
nona tanyakan?"
Bibir ci hu giok li Kiong Ling ling sudah bergeraki namun
urung bicara, agaknya sukar dan malu untuk diutarakan kedua
tangannya hanya mengucek-ngucek ujung baju-nya.
Giok Liong menjadi heran, tanyanya:
"Nona, coba katakan"
Akhirnya ci-hu-Giok Li Kiong Ling-Iing mau bicara dengan
malu malu:
"sebetulnya kan suka Ling soat-yan, Tan soat kiau atau
suka kepadaku?"

habis berkata mukanya lantas merah malu sampai
ketelinganya, kepala juga ditundukkan, sikap yang malu dan
kikuk sungguh sangat menggiurkan dan membuat orang iba.
Mimpi juga Giok- liong tidak menyangka orang bakal
menanyakan persoalan ini padanya. Keruan ia menjadi
kemekmek dan bungkam tak tahu cara bagaimana harus
menjawab.
Tak nyana meski tak berani angkat kepala terdengar suara
Klong Ling-ling mendesak lagi:
"Coba katakan Kenapa takut-takut? sebenarnya kau cinta
kepada siapa?"
Giok liong semakin keripuhan, sambil menyengir sekian
lama baru mulutnya bersuara:
"semua sama baik "
"sebetulnya siapakah yang lebih baik ?"
"Kalian . . bertiga... sama baik "
"Aku tidak tanya siapa baik siapa jeleki yang kutanya ialah
kau suka kepada siapa?"
Jantung Giok- liong selincah rusa kecil yang melonjaklonjak
karena kekenyangan berloncatan tiada hentinya, jalan
darahnya mengalir lancar mendebur seperti ombak samudera,
walaupun ia sendiri tidak tahu bagaimana jantungnya bisa
berdetak sebegitu cepat, tapi persoalan yang dihadapi
sekarang sebetulnya sulit untuk dijawab, bagaimana mungkin
ia memberi jawaban suka kepada salah seorang diantara
mereka bertiga.
Bicara terus terang, kalau dirinya diteruskan memilih satu
diantara bertiga gadis rupawan ini, semua rata-rata setali tiga
uang sama-sama mempunyai keelokan dan kelebihannya
sendiri-sendiri.

Jangan kata secara berhadapan langsung begini ia harus
memberikan perbedaan jawaban, seumpama seorang diri
membatin dalam hati, iapun takkan mudah mengambil ke
putusan yang tetap.
"Anak Ling... anak Ling..." terdengar panggilan cihu-sin-kun
dari kejauhan semakin mendekat.
Giok Liong seperti mendapat pertolongan dewata, terlepas
dari belenggu kesukaran, cepat ia berkata:
"Nona Kiong, sin-kun tengah memanggilmu "
Ci hu-Giok Li menjadi jengkel, mulutnya cemberut, sembari
membanting kaki mulutnya mengomel gemes:
"Aku tahu Kau tak mau mengatakan itu berarti kau tidak
suka kepada aku. Baik, sudahlah " setelah berkata dengan
laku aleman melangkah mundur terus menjejakkan kaki
melejit ke tengah udara mulutnya menyahut lantang:
"Aku disini "
Kepergian Kiong Ling- ling yang marah-marah ini membuat
Giok- liong menjublek ditempatnya sekian lamanya, matanya
mendelong mengantar bayangan orang lenyap di kejauhan,
seketika terasa hatinya menjadi kosong hampa dan rawan, tak
tahu apa yang harus ia lakukan selanjutnya.
Kini berkecamuk pertanyaan Kiong Ling-liog tadi, siapakah
diantara ketiga gadis rupawan yang dicintainya ? persoalan ini
sungguh sangat aneh dan lucu, dirinya tak mampu memberi
jawaban.
sebelum ini belum pernah terpikirkan hal ini dalam hatinya,
sekarang setelah ditanyakan oleh Kiong Ling- ling hal ini lantas
terkesan sangat dalam lubuk hatinya, seperti diatas kertas
putih yang berlepotan tinta hitam yang tak mungkin bisa
dihapus lagi.

sekian lama ia terlongong seperti kehilangan semangat
berdiri dihembus angin malam, terlupakan olehnya tujuan
semula yang hendak memeriksa rumpun pohon pendek
didepannya sana, dari mana tadi terdengar tepukan tangan
dan bayangan orang yang mencurigakan.
"siau-hiap, apakah baik-baik saja sejak berpisah ?"
entah sejak kapan disampingnya sudah berjajar empat
orang tua yang bertubuh tinggi kekar. Giok liong tersentak
menjerit kaget.
"siau-hiap "
Dengan gelagapan Giok- liong mundur selangkah, waktu
matanya melihat ke depan, seketika ia berjingkrak kegirangan
serunya lantang:
" Empat orang tua yang gagah perwira, Iwekangnya tinggi
dan lihay, kiranya adalah kalian Pak-hay-su lo "
King-thian-sin Lo Say, Wi thiau-ing Yu Pau, Ka- liong Gi
Hong dan Li Hian menyahut bersama.
" Hamba berempat mendapat perintah pribadi majikan
menyusul kemari, sekaligus untuk menanyakan keselamatan
siau hiap"
Tersipu-sipu Giok- liong memberi soja, ujarnya:
"Terima kasih, kalian berempat ke-Buh-ih-san..."
Tak menanti Giok- liong bicara selesai, Li Hian sudah
menimbrung :
"Kita diperintah oleh majikan "
"Apakah juga karena buku catatan rahasia didasar Rawa
naga beracun itu ?"
"Betul." sahut Li Hian sungguh-sungguh.

Diam-diam Giok-Iiong menjadi mengeluh dalam hati. sebab
Iwekang Pakhay-su-lo ini benar-benar sangat tinggi,
latihannya sudah sempurna, jangankan empat orang
bergabung, satu lawan satu saja paling-paling dirinya hanya
lebih unggul sedikit.
Umpama tidak membicarakan kepandaian silat, hanya budi
yang ditanam Li Hian terhadap dirinya saja sukar untuk dapat
membalasnya. Dan yang lebih celaka adalah majikan Ping
goan di laut utara itu juga memberi hati dan sangat prihatin
terhadap dirinya, beruntun mengirim undangan, memberi
hadiah Ciam liam lui-siau hwi-soat-ling serta menyembuhkan
racun Lu hwe-bo-cing, betapa banyak dirinya berhutang budi.
Teringat pula akan kata-kata Kim-Iing-cu yang mengatakan
bahwa dirinya mempunyai hubungan yang erat sekali dengan
Ping- goan di laut utara itu, sekarang demi pusaka itu su-lo
telah diutus kemari, sudah tentu mereka bertekad untuk dapat
merebut pusaka itu, kalau dirinya.... Bukankah dirinya sendiri
juga bertekad untuk mendapatkan pusaka itu, bagaimana
baiknya?
Tanpa merasa Giok liong tertawa kecut, ujarnya.
"Majikan Pak-hay kalian kiranya juga senang akan
keributan, sedemikian jauh menyuruh kalian meluruk kemari."
King-thian-sin Lu say berkata:
"Bukan itu saja, sebelum berangkat kita ada dipesan wanti
wanti betapa pun dengan cara apa saja harus mendapatkan
barang pusaka didasar Rawa naga beracun."
Giok Liong semakin was- was, tanyanya:
"Jikalau sukar memperolehnya bagaimana ?"
Kata Wi-thian-eng YU PaU dengan serius:

"Majikan ada pesan seumpama harus berkorban juga harus
berhasil merebutnya, dapatlah dibayangkan betapa teguh
keputusannya ini "
Keruan ,Giok- liong semakin kwatir dan cemas, mulutnya
hanya mengiakan saja.
Sekarang Li Hian membuka kata mengalihkan pokok
pembicaraan:
"Sungguh tak kira ternyata siau hiap sudah lebih dulu tiba
diBu-ih san "
Giok-liong menjadi heran, tanyanya :
"Majikan Pak-hay tahu kalau kau hendak kemari ?"
Li Hian menggeleng kepala, sahutnya :
"Majikan terima laporan bahwa katanya siau- hiap sudah
beranjak menuju ke utara menepati janji ke Pak-hay, maka
beliau segera mengeluarkan perintah sepanjang jalan ini
supaya melayani dan menjemput siau- hiap. Maka cepat sekali
beliaupun tahu kalau ditengah jalan siau-hiap putar balik
menuju ke Bu-ih-san sini "
Giok- liong bersoja lagi, ujarnya:
"Majikan kalian terlalu prihatin terhadap aku "
Lahirnya ia berlaku tenang dan angkat bicara, hakikatnya
hatinya semakin was-was dan cemas berpikir keras, Dengan
kepintaran dan kecerdikan otak Giok Liong, sesaat ini rasanya
menjadi bebal dan tak terpikirkan olehnya cara bagaimana ia
harus menerangkan kepada Pak hay-su-Io bahwa ia
sendiripun sudah bertekad hendak merebut pusaka yang
tersimpan di dasar Rawa naga beracun itu.
Pak-hay-su-lo merupakan tokoh kelas wahid yang banyak
pengalaman dalam dunia persilatan sikap Giok liong yang
tidak tenang dan dirundung kecemasan itu siang-siang sudah

dapat diketahui oleh mereka, maka segera Li Kian berkata
sambil tersenyum.
"siau-hiap, harap maaf kalau aku terlalu banyak mulut,
naga-naganya kaupunya persoalan yang mengganjal lubuk
hatimu ?"
Giok Liong menjadi jengah, sahutnya tersekat:
"Ah Tidak Tidak ada persoalan apa-apa."
Li Hian mengerutkan kening, ujarnya:
"Tidak itulah baik Kalau ada silahkan katakan saja kita
berempat pasti membantu sekuat tenaga dengan kemampuan
kita berempat."
Giok liong berpikir: "soal sulit ini kukira kalianpun takkan
dapat menyelesaikan sebab menurut perkiraannya, betapapun
mereka tidak mungkin membantu kepentingan dirinya
sehingga berani mengingkari perintah majikannya," Maka
dengan tersenyum kecut ia berkata:
"sebelumnya kuucapkan banyak terima kasih "
lalu ia mendengar melihat cuaca, sambungnya:
"Hari sudah hampir pagi, silahkan kalian pergi ke Tok-liongtam
dulu "
segera King-thian-sin menjura, ia tanya :
" untuk memperebutkan pusaka dalam dasar Tokiliong-tam
itu, kami harap siau-hiap suka memberi muka dan mengalah."
Giok Liong tergagap dan mengiakan seadanya, Keadaannya
sungguh serba sulit, tak bisa ia memberikan jawaban yang
pasti, cara yang terbaik adalah melihat situasi dan bertindak
menurut keadaan nanti.
Kata Pak-hay-su-Io bersama :

" Hamba berempat mendengar siau hiap sudah memasuki
pegunungan Bu- ih, maka sejak tadi kita menanti disini, Kami
kwatir mungkin siau-hiap juga bertekad mendapatkan pusaka
itu maka perlu memberi penjelasan supaya tidak salah
paham."
sebetulnya inilah kesempatan terbaik untuk Giok Liong
menuturkan maksud tujuannya yang sebenarnya. tapi sebelum
duduk perkara di Tok-liong-tam menjadi jelas lebih baik tetap
bungkam saja, maka dengan hambar ia berkata :
"Boleh kita bicara pada waktunya saja, kukira diantara kita
jika ada persoalan toh gampang dirundingkan."
"Ya, siau-hiap silakan " ujar pak-hay-su-Io berbareng.
"Maaf aku yang rendah mendahului " tanpa banyak kata
lagi ,Giok-liong langsung melejit menuju puncak di sebelah
depan, dimana tadi para gembong iblis tadi menuju.
Mendadak tergerak hatinya, secepat itu otaknya berputar,
batinnya, kenapa tidak begitu saja, Maka cepat-cepat ia
menghentikan larinya terus melompat balik,
Kebetulan Pak-hay su-lo serempak tengah melejit maju
sudah puluhan tombak jauhnya. Maka Giok- liong lanras
berteriak:
"Para sahabat tua, harap tunggu sebentar"
Pak hay-su-lo bersama menghentikan luncuran tubuhnya,
terus melenting balik, tanyanya:
"siau-hiap ada urusan apa ?"
"Para jagoan yang meluruk ke Bu ih san malam itu
termasuk Ci hu-sin-kun yang paling digjaya, maka harap kalian
berempat berlaku hati hati "
Ucapan Giok- liong ini bermaksud memancing pandangan
pak-hay su-lo terhadap Ci hu sin- kun.

Pak-hay-su-Io menunjukkan sikap prihatin, katanya
bersama:
"Memang dia merupakan tokoh yang paling sukar dilayani,
tapi kita berempat tidak perlu gentar menghadapi ci-hu sinkun
itu."
Giok liong rada lega, katanya:
"Tapi kukira kalian perlu waspada."
"Terima kaiih atas perhatian siau hiap " sahut Pak hay sulo.
"Silakan " lenyap suaranya tubuh Giok Liong lantas
meluncur laksana anak panah melesat.
Pak hay su-lo juga ikut mengembangkan ilmu ringan
tubuhnya terus berlari kencang langsung menuju ke TOkliong-
tam.
Dalam pada itu, sekejap saja Giok-liong sudah terbang jauh
sekali, masih tubuhnya terapung ditengah ndara, lapat-lapat
kupingnya sudah mendengar suara gaduh dari percakapan
orang banyak yang berkumpul menjadi satu, tahu dia bahwa
para gembong-gembong iblis itu sudah saling berhadapan dan
tengah berdebat dengan seru.
Waktu Giok Liong meluncur turun dan menghinggapkan
kaki di tanah, terasa hawa dingin lantas merangsang
badannya terlihat sebidang rawa yang permukaan airnya
kemilau ditimpa sinar sang putri malam, letak TOk liong-tam
ini memang benar-benar sangat berbahaya, luas rawa tidak
lebih puluhan tombaki airnya berwarna biru kelam,
sekelilingnya dipagari lamping gunung yang curam serta licin
tak gampang kaki berpijak disana karena seluruhnya sudah
lumutan.
Dari kejauhan sudah terasa hawa dingin menembus tulang
menghembus dari permukaan Rawa naga beracun ini, betulTIRAIKASIH
WEBSITE http://kangzusi.com/
betuI merupakan tempat yang penuh mengandung mara
bahaya.
sekitar pinggir Rawa berkelompok para kawanan iblis,
masing-masing tengah saling bersitegang leher mendebat dan
menarik kawan untuk memperkuat kelompok masing-masing.
Pandangan mata ci-hu-sin-kun laksana bara api tengah
menatap permukaan air yang tenang tak bergeraki
dibelakangnya berdiri ci-hu-Ji lo, sikap mereka serius dan
prihatin agaknya tengah menghimpun tenaga untuk berjaga
menghadapi seggla kemungkinan. Kiong Ling-ling sendiri juga
tidak ketinggalan menahan napas mengawasi permukaan air.
Lambat laun suasana menjadi tenang dan sunyi, perhatian
seluruh hadirin mulai tertuju ke permukaan air rawa.
Giok liong hinggap diatas sebuah dahan pohon tua yang
rimbun di sebelah kanan sana, tanpa mengeluarkan suara
sedikitpun, agaknya tiada seorangpun diantara hadirin yang
mengetahui kehadirannya itu.
Tatkala itu permukaan air rawa yang berputar tenang itu
mendadak bergelombang keras mengeluarkan suara seperti
mendidih kemana-mana.
"Hah"
"sudah keluar... ke.."
Hadirin menjadi gempar dan berseru kejut, serempak
memburu maju lebih dekat ke pinggir rawa, tiap bergerak
untuk menubruk.
(Bersambung keJilid 29)
Jilid 29
sekonyong-konyong seekor burung air yang besar berpekik
kejut dari rumpun alang-alang di pinggir rawa sebelah sana
terus terbang ketakutan.

Semua hadirin menjadi menghela napas panjang, mereka
menjadi geli dan mengelus dada.
Melihat sikap dan tindak dan tanduk orang-orang itu, Giok
Liong menerka dalam hati, tentu ada orang yang sudah terjun
ke dalam air, kalau tidak masa mereka berlaku begitu gugup
dan tegang.
Memang tepat dugaannya, diantara para gembong
gembong iblis itu tampil, keluar seorang laki laki pertengahan
umur berpakaian ala sastrawan umumnya, jubah biru yang
panjang melambai tertiup angin, sembari tersenyum simpul
mulutnya komat-kamit seperti menggumam seorang diri,
suaranya keras:
"Suhu air rawa ini sungguh luar biasa, rawa ini merupakan
tempat paling berbahaya dari segala danau laut atau sungai
yang pernah kulihat. Mengandal kepandaian renang Siangkang-
siang-hiong (dua orang gagah dari sungai naga),
kukwatir mereka bakal menemui ajalnya di sini."
Nada bicaranya wajar dan sikapnya acuh tak acuh, terang
bahwa dia sendiri punya pegangan akan kepandaiannya.
"Pek-tocu." terdengar Cukong istana beracun ibun Hoat
membuka kata,
"Tuan sebagai majikan dari Ham kang-it-to, ilmu renangmu
tentu mempunyai keistimewaan tersendiri, apa kau ada
maksud mencobanya ?"
Laki laki pertengahan umur yang bicara tadi bukan lain
adalah majikan Ham kang-it-to Pek su-in, sembari gelak tawa
ia berkata lantang :
"Aku belajar ilmu renang selama empat puluh tahun, Ham
kang merupakan aliran terdingin di seluruh jagad ini, suhu
bekunya kukira tidak lebih rendah dari rawa ini, bukan aku

orang she Pek suka mengagulkan diri, Hehehehe, hanya mata
air semacam ini belum dapat mempersukar diriku "
Tergerak hati Giok- liong, pikirnya: 'Jikalau pusaka rahasia
itu terjatuh di tangannya, tidak sukar aku dapat merebutnya,'
Muka Cukong istana beracun ibun Hoat yang tepos dan
kering itu menyeringai dingin, katanya
"Kalau begitu, kenapa tidak kau tunjukkan kemampuanmu
itu."
Ham kang-it-ho Pek su-in semakin takabur karena dieluelukan,
katanya lantang:
"Tak perlu aku malu sungkan dan pura pura, Kalau aku
berani kemari sudah tentu akan kucoba terjun kedalam rawa
nanti tapi..."
ia menghentikan kata-katanya sembari tersenyum penuh
arti.
Hadirin yang tengah pasang kuping mendengar perca
kapan ini dengan cermat, melihat ia mendadak menghentikan
kata-katanya, seketika banyak yang menjadi ribut dan
menimbrung:
"Akan tetapi apa? Kenapa kau tidak segera coba turun ke
air?"
sepasang mata ibun Hoat yang bersinar tajam menerawang
ke meluruh hadirin, mulutnya lantas berteriak:
"Ya. kenapa Peksto-cu tidak segera mencobanya."
Ham- kang it-to Pek su-in tertawa dingin, katanya sambil
melebarkan tangan:
" Kalian bersitegang leher begini, siapa yang berani terjun
menempuh bahaya."
"Terjun menempuh bahaya?"

"Coba pikirkan, suhu dingin air rawa ini dapat membekukan
darah, mengeraskan tulang menghancurkan nadi, bagi orang
yang berani terjun meski betapapun kuat pertahanannya,
setelah keluar dari air tentu akan kehilangan hawa murni dan
kehabisan tenaga, bocah umur tiga tahunpun gampang saja
dapat mencabut jiwanya, apalagi....Hahaha Pek su in bukan
seorang goblok masa harus melakukan pekerjaan orang bodoh
Hahaha... .."
gelak tawanya kumandang mengguntur menggetarkan
alam sekitarnya.
"Eh" Cukong istana beracun mulutnya mendesir alisnya
berkerut dalam, tiba-tiba dengan langkah enteng ia maju
beberapa langkah mendekati Ham-kang in ho Pek su in,
katanya perlahan:
"Pek-tocu Aku ingin merundingkan sesuatu dengan kau"
Ham-kang-it-ho tertawa nyengir serba misterius, ujarnya:
"Ada urusan?"
"Ibun Hoat jangan kau mengacau" Belum lagi ibun Hoat
menjawab, Ci-hu-sin-kun Kiong-ki sudah melesat di belakang
Ham-kang-it-ho Pek su-in sembari menggeleng keras,
katanya:
"Pek-tocu kalau kau benar-benar mampu terjun ke dalam
rawa ini..."
belum habis ia bicara, mendadak putaran air rawa menjadi
semakin keras dan bergelombang mengeluarkan suara
gemuruh, seketika perhatian seluruh hadirin tertuju ke arah
rawa lagi.
sekian lama air rawa bergolak seperti mendidih, mendadak
tergulung keluar dua sosok tubuh manusia
"Sudah keluar"

"Liong-kang-siang-hiong sudah keluar."
Giok ling yang berada dipuncakpohon melihat paling tegas,
apa yang dipanggil Liong-kang-siang-hiong tidak lebih
hanyalah dua sosok mayat yang sudah kaku, masing-masing
berwarna putih dan merah, pakaian renang mereka masih
melekat di- atas badannya.
Mengikuti gelombang air rawa kedua sosok mayat itupun
berputar-putar cepat seperti kitiran, "blup", tiba-tiba tersedot
teng gelam pula kedalam air terus menghilang. seluruh hadirin
mengawasi dengan mata terbuka lebar, napaspun ditahan
saking tegang. Ham kang-it-ho su-in tertawa tawar, ujarnya :
"Bagaimana dugaanku tadi ?"
Berkatalah Ci-hu-sin-kun deagan semangat menyala :
"Ada Lohu disini, Pek Tocu silakan kau terjun saja, setelah
naik kedaratan nanti, biar Lohu membantumu menghadapi
mereka."
seketika bersinar biru kelam sepasang biji mata Cukong
istana beracun ibun Hoat, pandangannya mengandung
kebencian dan nafsu membunuh yang tebal, mulutnya
menyeringai dingin.
sebetulnya Cukong istana beracun ibun Hoat bukan takut
seratus persen menghadapi Ci-hu-siu-knn, dalam hal adu
Lwekang sedikit banyak cukup untuk bertahan sekian lama,
justru karena perhitungan yang dianggapnya sempurna maka
sejauh ini ia berlaku sabar dan mengalah saja, hakikatnya
yang diincar adalah buku rahasia dalam rawa itu, sebelum
duduk perkaranya dibikin jelas, tak sudi ia paling bentrok
dengan orang sehingga menghabiskan tetaga sendiri, yang
penting harus menghimpun tenaga untuk bergerak pada
babak terakhir merebut pusaka itu.

ci-hu-sin-kun tidak memandang sebelah mata kepada
seluruh gembong-gembong iblis yang hadir, maka tiada
sesuatu yang dikwatirkan dengan bengis ia menghardik :
"Ibun Hoat Apa yang kau tertawakan ?"
Acuh tak acuh ibun Hoat berkata :
"Lwe-kang sin-kun meski lihay dan menjagoi didalam dunia
persilatan, tapi jangan lupa dua kepelan sukar menghadapi
empat tangan, orang gagah paling gentar menghadapi
keroyokan orang banyak." demikian sindirnya.
Ci-hu-sin-kun menjengek dengan berang:
"Bila hendak main keroyok untuk mencapai kemenangan,
Huh, Lohu tidak akan mundur setapakpun."
ibun Hoat menggoyangkan tangan kecil yang kurus kering
katanya :
"Bukan hanya aliran Tok-liong saja. Coba kau buka matamu
lebar-lebar."
tangannya menunjuk keseluruh gelanggang lalu tambahnya
lagi:
"Mentang-mentang kau tidak pandang sebelah mata
kepada para kawan kangouw ini, apa kau tidak kwatir
menimbulkan angkara murka mereka, ketahuilah orang yang
sudah gugup dapat melompati belandar, anjing yang kepepet
dapat melompati dinding, sampai kelinci yang terdesakpun
bisa menggigit orang, Hehehehehe"
ibun Hoat tua-tua keladi, mulutnya tajam dan licik lagi,
banyak tipu dayanya dengan kata-kata sindiran ini hakikatnya
ia mengobarkan kemarahan hadirin untuk memusuhi Ci-hu
sin-kun.

sepihak ia mendesak orang banyak untuk menekan Ci-husin-
kun, lain pihak mengadu domba mereka kepada Cihu-sinkun
menanamkan rasa dendam dan sakit hati.
Betul juga ada berapa banyak gembong-gembong iblis
diantara para hadirin lantas mendelik dengan pandangan
berapi api mengawasi kearah Ci-hu-sin-kun, dari sikap mereka
yang garang ini jelas kelihatan mereka berani berlaku nekad
untuk mengadu jiwa.
Melihat hasutannya yang licik ini membawa hasil akan
reaksi yang nyata ini, Cukong istana beracun semakin takabur,
mulutnya lagi-lagi menggumam
"Kalau kau Ci-hu-sin-kun sendiri yang terjun ke air dan
berhasil mengambil pusaka itu mungkin orang lain tak berani
sembarangan bergerak tapi..."
saking menahan gusar muka Ci-hu-sin kun sudah
berselubung hawa ungu yang tebal, mulutnya mendesis berat:
"Tapi apa?"
"Tapi, hehehe orang yang mampu terjun kedalam rawa
bukan kau Ci-hu-sin kun"
" Kata- kata Lohu seumpama perintah saja, selalu kutepati
betapa juga akan kulindungi orang yang terjun kedalam air."
"Kalau begitu kenapa kau tidak melindungi Liong-kangsiang-
hiong?"
sungguh sangat kebetulan, belum lagi lenyap suaranya,
tampak tubuh Liong-kang-siang-hiong terpental mumbul dari
permukaan air karena tergulung cepat oleh pusaran air yang
dahsyat "Plung " kedua mayat tadi tersembul ke luar dari
permukaan air itu kecemplung lagi terus tenggelam, air
muncrat kemana-mana pemandangan ini sungguh sangat
menggiriskan dan mengerikan.

Cihu-sinkun menjadi murka, dengan berjingkrak sambil
melangkah maju:
"Ibun hoat, kalau kau tidak terima, boleh silakan rasakan
kemplangan Lohu "
Dasar wataknya memang berangasan dan keras, seiring
dengan lenyap suaranya, langsung tubuhnya menubruk maju
berubah segulung kabut abu-abu terus merangsang ke arah
ibun Hoat.
Asap biru bergulung mengembang terbang kesamping
setombak lebih, gesit sekali Cukong istana beracun melejit
menyingkir dari rangsekan yang dahsyat ini.
"Byar" tenaga pukulan Ci-hu-sin kun masih terus menerpa
kedepan berubah segulung angin puyuh yang dahsyat
menerjang ke permukaan air rawa yang berputar kencang itu,
air lantas muncrat dan berombak tinggi laksana tonggak perak
mengeluarkan suara gaduh yang mendebarkan hati.
"Plak,plak" Kebetulan kedua mayat Liong-kang-siang-hiong
terbawa arus tonggak air yang muncrat itu sehingga terpental
jauh dan terdampar diatas pasir kuning. Kelihatan seluruh
tubuhnya sudah berobah hitam legam, kaki tangannya kaku,
keadaan sungguh sangat menyedihkan.
Melihat pukulannya tidak mengenai sasarannya, Cihu-sinkun
semakin murka.
sebaliknya Cukong istana beracun ibun Hoat semakin
takabur dan bergelak tawa sepuasnya, serunya:
"Coba lihat saudara-saudara bukti pernyataan tadi yang
hendak melindungi siapa saja yang berani terjun kedalam air,
siapa saja yang tidak takut akan Ci-hu sin kuog-ciang, silakan
dengar dan patuhilah petunjuknya tadi"
seluruh hadirin menjadi gempar, berkobar hawa amarah
mereka, seketika yang berdarah panas lantas mencaci maki :

"Tujuan yang keji sekali "
"Tindakan yang ganas licik sekali "
sampai matipun tak diampuni, keterlaluan... begitulah dari
sana sini terdengar umpat caci saling bersahutan serta saling
lomba. semua mencerca dan menista Ci hu-sin- kun.
sebagian besar adalah hasil dari adu domba Cukong istana
beracun ibun Hoat yang bermulut tajam, selebihnya karena
merekapun berwatak tamak mengincar buku catatan rahasia
yang tersimpan di dasar mata air rawa naga beracun ini.
Kemarahan masai sukar dibendung, begitulah menghadapi
caci maki yang ribut itu Cihu-sin- kuo semakin berang seperti
kebakaran jenggot, namun semakin marah napas memburu,
mulutnya sukar bicara.
Melihat adegan yang serba runyam bagi tuan dan ayahnya
Ci-hujulo dan Ci-hu-giok-li berubah hebat air mukanya,
masing-masing melejit maju kedua samping Ci-hu sin kun
bersiaga sembari mengerahkan tenaga dalam.
suara makin semakin riuh dan ribut seperti bergolak.
kuping sampai terasa judek. Diantara mereka yang mengudal
ludah dan pentang bacot, terutama pihak anak buah istana
beracun dan Mo khek adalah yang paling keras dan paling
kotor makiannya.
Akhirnya tak tertahan lagi kemarahan Ci-hu-sin-kun,
dampratnya dengan berjingkrak:
"yang tidak terima silakan tampil kedepan, seorang laki-laki
sejati kenapa mesti mengudal mulut berteriak kesetanan
macam kentut busuk"
Dua sosok bayangan meluncur maju ke-tengah
gelanggang, ternyata Cukong istana beracan dan Gu-bingkhek
cu Li Pek- yang tampil bersama maunya berbareng :

"jangan sombong kau, biar kita belajar kenal dan mengukur
sampai dimana kehebatan ilmu sakti tunggal dari aliran Ci-hukalian"
"Begitupun baik" sahut Ci-hu-sin kun. Tanpa banyak kata
lagi tiba-tiba badannya melenting tinggi ketengah udara,
ditengah udara ia goyangkan kepalanya, seketika rambut
panjang yang tergelung diatas kepalanya lantas terurai
melambai, kabut abu abu menyelubungi seluruh tubuhnya,
dimana kedua tangannya bergerak dua pancaran sinar kemilau
yang menyilaukan mata lantas menyibak maju menukik
kebawah.
Cukong istana beracun Ibun Hoat berdiri disebelah kiri,
telapak tangannya terkembang pelan-pelan digerakkan
membundar terus didorong kedepan. Demikianjuga Gu-bingkbek
cu yang berdiri disebelah kanan menggerakkan kedua
lengannya sedemikian rupa seperti kupu-kupu beterbangan
menandingi musuh yang menerjang tiba.
Tiga tokoh silat kelas wahid masing-masing sudah kerahkan
seluruh latihan Lwe-kangnya di kedua telapak tangan masingmasing
"Blang" letusan keras menggetarkan bumi sehingga
rumput dan batu beterbangan, begitu keras letusan ini bak
umpama guntur menggelegar, laksana angin lesus menerpa
tiba, betapa hebat danperbawa adu kekuatan ini betul-betul
sangat menakjubkan dan belum pernah terjadi selama ini di
kalangan Kang-ouw.
Tengah seluruh hadirin kesima akan kedahsyatan adu
tenaga yang hebat ini, sekonyong-konyong bayangan hitam
bergerak-gerak,puluhan bayangan hitam yang mengenakan
seragam hitam dengan kedok hitam pula tahu-tahu sudah
meluncur tiba mengelilingi Tok Liong-tam, begitu lincah dan
sebat sekali terus berpencar keempat penjuru, diatas baju
depan dada masing-masing tersulam pelangi merah darah
yang menyolok mata.

Melihat kedatangan para bandit-bandit dari Hiat hong-pang
ini, seketika merah membara biji mata Giok-Liong, seketika
terkilas kenangan lama dalam otaknya. Terbayang betapa keji
dan ganas sepak terjang kawanan bandit dari Hiat-hong pang
ini sehingga akhirnya dirinya memasuki lembah kematian,
kedua tangannya dikepalkan erat-erat.
Tapi dalam keadaan yang tegang dan gawat ini, tak pernah
ia turun tangan, begitu kawanan Hiat- hong-pang ini muncul,
setelah saling mengadu sebuah pukulan lagi Cukong istana
beracun Ibun Hoat lantas melejit mundur, teriaknya bengis:
"Para muridku dengar perintah, siapapun dilarang
mendekati pinggir rawa sejauh tujuh kaki, bila berani
melampaui ketentuan ini, boleh silakan bunuh dan bikin
hancur lebur "
"Terima perintah." gemuruh anak buahnya menerima
perintah, seketika bayangan bergerak serabutan, seluruh anak
buah istana beracun berpencar menjaga sekeliling pinggiran
rawa, dengan membelakangi rawa menghadapi seluruh
gembong-gembong iblis yang hadir, semua bersiaga
menggerakkan tangan melancarkan pukulan, wajah mereka
biru kelam..
Di sebelah sana Gu-bing-khekscu Li Pek yang juga tidak
mau kalah wibawa berteriak lantang:
"Para Tongcu pimpin rasul masing masing bersama dengan
para saudara dari istana beracun menjaga siapa saja yang
berani mendekati pinggir rawa tujuh kaki bunuh tanpa
kompromi."
Delapan belas Tongcu beserta ratusan rasulnya masingmasing
serempak mengiakan dengan suara yang gegap
gempita, segera mereka bergerak menurut perintah yang
berlaku.

Wajah tua Ci-hu-sin-kun berubah ungu gelap, badan
sampai gemetar saking menahan gusar, dengusnya sembari
menghentakkan kaki:
"Terlalu menghina orang "
Melihat musuh sudah bersiaga melolos pedang menghunus
golok serta segala senjata tajam lainnya, Ci-hu giok-ti menjadi
gelisah, betapa tinggi kepandaian ayahnya kalau harus
seorang diri melawan jago-jago berani mati demikian
banyaknya, tentu akhirnya akan konyol sendiri Maka pelanpelan
ia menghampiri kesamping ayahnya, serta bisiknya
sembari narik baju ayahnya.
"Yah, sekarang belum saatnya untuk mengadu kekuatan."
Mendadak sesosok bayangan hitam melesat turun
dihadapan mereka, kiranya Hiat-hong-pangcu yang berkedok
itu telah berkatanya lirih:
"Sin kun Tak perlu menggunakan kekerasan terhadap
mereka, urus saja mereka yang berani terjun ke dalam rawa
lebih penting "
Dalam keadaan gawat dan terdesak begini, memang Ci-hu
sin-kun perlu bala bantuan tenaga dan pikiran orang lain,
melihat Hiat-hong pangcu berpihak kepada dirinya betapa
girang hatinya, alis tebalnya berjengkit, sahutnya :
"Tepat sekali ucapan Pangcu "
Hiat hong pangcu berkata lagi :
"silahkan sin-kun pegang tampuk pimpinan dalam
gelanggang, anak buahku biar berjaga diluar lingkaran, asal
ada orang berani terjun ke air, setelah berhasil para gembong
iblis dari istana beracun dan Mo khek biar dihadapi anak
buahku, sin kun dan aku melindungi orang yang naik kedarat
itu, bukankah cara itu sangat aman, kalau tidak bakal

memperoleh pusaka terbenam itu, buat apa kita membuat
onar dan penghabisan tenaga, kan sia sia belaka."
Berseri girang wajah Ci hu-sin-kun, ujarnya:
"Akal yang cukup cerdik"
matanya lantas melirik ke arah Ham-kang-it-ho, tiba-tiba
entah dengan gerakan apa tubuhnya berkelebat cepat sekali
melayang laksana bayangan setan melejit tiba disamping
Ham- kang it-ho Pek su-in, telapak tangannya segede kipas
terus mencengkeram telak sekali pundak orang telah
digenggamnya.
Tindakan Ci-hu-sin kun ini dilakukan secara tiba-tiba,
sebelum Ham-kang-it-ho Pek su-in sempat berteriak tahu-tahu
pundaknya sudah kesakitan, sepuasnya ia berusaha meronta
tapi sia sia, maka dengan pandangan sayu ia berkata:
"sin-kun Kau..."
suara Ci- hu-sin- kun keras lantang.
"Tocu tak perlu ragu Lohu melindungi kau terjun ke air."
sesaat Ham kang.it-ho menjadi terlongo, sahutnya tersekat
"Tapi.... kalau mendarat..."
" Kalau Lohu sudah berani menanggung kau terjun ke air,
tentu melindungimu naik ke darat"
Hiat-hong pangcu juga menghampiri, katanja dengan
tekanan berat:
"Pek-tocu, silakan berlega hati kau terjun ke air, urusan
naik ke daratan biar sin-kun dan aku yang mengurusnya . "
Disebelah sana Cukong istana beracun dan Tu-bing-khek-cu
mendadak tertawa tawa dingin tak bersuara.
Ham- kang it-ho Pek su in ragu-ragu, ujarnya mendelong:

"Setelah aku mendarat, tentu kehabisan tenaga, saat
mana...."
Ci hu-sin kun menjadi tak sabaran, katanya:
"Masa kau tidak percaya pada Lohu..."
lalu ia melangkah lebar ke pinggir Rawa, mulutnya tetap
mengoceh:
"Lohu membuka jalan"
sebelah tangannya dikembangkan ke-depan, sedang
tangan yang lain melindungi dada, setiap saat siap lancarkan
serangan hebat.
Para anak buah istana beracun dan Mo khek yang menjaga
dipinggir rawa serentak merubung maju ke arah sini, meski
mereka takut dan gentar, betapa juga perintah harus
dilaksanakan. untung sebelum mereka bertindak Cukong
istana beracun Ibun Hoat sudah menjebirkan bibir
memdengus memberi isyarat sembari menggoyangkan kedua
tangannya.
Gu bing khek-cu Li Pek- yang berkilat matanya, setelah
tangannya diangkat tinggi menyetop aksi bawahannya.
Dua pentolan iblis ini bersama memberi tanda kepada anak
buahnya supaya menyingkir kesamping membiarkan ci hu-sinkun
mengapit Ham kang it-ho diikuti Hiat-hong-pangcu
beranjak ke pinggir rawa.
Begitu tiba dipinggir air, mereka bertiga dengan natiap
memandang air yang berputar cepat seperti kitiran
menimbulkan pusaran angin dingin yang menembus tulang,
seketika mereka bergidik,
"Pek-tocu" suara Ci-hu-sin-kun berat dan serius.
Air muka Ham-kang-it-ho Pek su-in membeku, pelan-pelan
ia jongkok mengulur tangan menyentuh air, lantas cepat-cepat

ditariknya kembali, air mukanya kontan berubah
hebat,desisnya:
"Dingin Dingin Dingin sekali"
Tanya Hiat-hong pangcu:
"Bagaimana kalau dibanding Ham- kang kalian"
Ham-kang-it ho Pek su-in menggelengkan kepalanya
sembari melelerkan lidah, katanya:
" Kecepatan putaran air inijauh lebih keras, suhu dinginnya
jauh lebih membekukan tulang..."
"Bagaimana?" tanya Ci-hu sin kun.
"Mungkin aku yang rendah juga tidak akan kuat bertahan
dinginnya, tak kuasa mengendalikan diri dari pusaran air yang
kuat itu "
Hiat hong pangcu menjengek dingin:
"Pek tocu di seluruh Bulim pada jaman ini ilmu renang
dibawah air kecuali kau seorang tiada keduanya lagi, kenapa
kau begitu merendah diri"
Waktu itu, beratus pasang mata seluruhnya terpancar
tajam menatap kearah Ham-kang it-ho.
Ci hu sin kunjuga tertawa kering ujarnya:
"Betul Pek-tocu silakan"
tangannya diulur menyilakan, naga-naganya kalau dirinya
tidak mau menurut bakal didesaknya terjun ke air.
Ham kong it ho berpaling ke belakang dilihatnya Ci huji lo
sudah menutup jalan mundurnya, di paling belakang adalah
dua belas anak buah Hiat hongpang yang mengelilingi, terang
dirinya sudah terkepung begitu rapat untuk mundurpun tak
mungkin

Dan di kedua sampingnya masing-masing berdiri Ci hu sin
kun dan Hiat hong pang-cu, jarak mereke tidak lebih hanya
dua kaki, Keadaan dirinya boleh dikata seumpama naik ke
punggung harimau kalau turun takut dicaplok tidak tiada
tempat untuk pegangan kecuali terjun kedalam air tiada jalan
lain dapat ditempuhnya.
Darah menjadi bergolak dan jantung berdebar keras,
kerongkongan terasa kering dan suara menjadi sember,
terpaksa akhirnya ia menyahut:
"Baiklah biar kucoba "
Lalu ia menjahitkan lengan bajunya melepas kan jubah biru
panjang, maka terlihatlah pakaian dalamnya yang ketat warna
biru berminyak, itulah pakaian peranti berenang dalam air,
dari dalam kantongnya dikeluarkan pelan sebuah topi yang
terbuat dari kulit ikan berbentuk seperti kepala kera terus
dikenakan diatas kepalanya, panjang topi ini sampai ringkas
menutupi leher, setelah diikat dengan kencang hanya
terlihatlah sepasang matanya.
setelah semuanya dipersiapkan Ham- kang- it-ho tidak
lantas turun ke air, mulutnya tiba-tiba mengeluarkan gerungan
panjang, seperti lenguh kerbau kelaparan kakinya ditekuk
terus duduk bersila, menghimpun semangat menenangkan
pikiran, mulai semadi.
Tak lama kemudian kelihatan diatas kepalanya
mengepulkan uap putih yang panas, uap itu bergulung dan
tersendut-sendut diatas kepalanya sebesar mang kok seperti
kabut tebal yang mengepul keluar dari bara api yang
menganga.
Tak lama kemudian uap putih ini semakin melebar dan
membesar seperti baskom membumbung ke atas kita- kira
lima kaki tingginya, seluruh hadirin menahan napas, seluruh

perhatian mereka tertuju kearah Ham-kang-it-ho yang tengah
semadi itu, setupun tiada yang bersuara.
ci-hu sin-kun tahu bahwa orang tengah menghimpun hawa
murni memusatkan suhu badannya ke dalam pusarnya,
Lwekangnya-pun tak ketinggalan dikerahkan untuk melindungi
badan untuk menahan suhu dingin air rawa yang
membekukan itu. Maka iapun tak bersuara supaya tidak
mengganggu.
Di tempat sembunyinya diam-diam Giok- liong membatin:
'Naga-naganya Ham-kang-it-ho memang benar benar hendak
terjun ke dalam air, aku harus hati-hati dan waspada, aku
harus sigap bertindak sesaat waktu orang muncul dari air
merebut pusaka itu, kalau terlambat begitu sampai terjatuh ke
tangan Ci-hu sin kun, urusan selanjutnya tentu sukar diatasi.'
Karena pertimbangan ini, diam-diam Giok lioogpun
menghimpun semangat dan memusatkan seluruh
perhatiannya, sekejappun matanya tidak berkedip.
sebentar lagi, sekonyong-konyong dengan gaya Peng-receng
hun badan Ham- kang it-ho Pek Su-in mencelat mumbul
keatas, sepasang biji matinya bersinar tajam mengawasi
permukaan air rawa yang masih berputar kencang itu,
mulutnya mendesis:
"Hmm saudara-saudara nantikan dengan sabar, biar aku
yang rendah turun ke air sebentar."
tanpa menunggu penyahutan orang banyak, dengan
gayajiang-liong-jip-hay (ular naga menukik kelaut), "Blang "
kepalanya meluncur dan selulup dulu kedalam air, laksana
anak panah seperti ikan besar terus selulup ke dalam rawa.
Kepandaian renang Ham-king-it-bo memang bukan olaholah
pintarnya, waktu tubuhnya meluncur amblas ke dalam air
sedikitpun air tidak muncrat, airpun tidak bergelombang hanya

terlihatlah riak gelombang yang melebar menjadi bundaran
besar dan terus menghilang.
seluruh hadirin menjadi melongo, mata mereka terbelalak
mengawasi permukaan air. Agak lama kemudian baru mereka
berseru memuji bertepuk tangan tanpa berjanji, suara nya
keras dan gegap gempita.
Ci hu-sin kun juga berseri tawa dengan senang dan
bangga, katanya kepada Hiat-hong pangcu:
"Pangcu, harap perintahkan kepada anak buahmu, boleh
silakan mereka istirahat sebentar."
Hiat hong-pangcu membalas dengan tertawa riang, katanya
pelan-pelan:
"Tidak perlu, anak buahku sudah gemblengan semua tak
perlu istirahat "
Kata-katanya ini mengandung arti yang tajam, tak lain
untuk menyindir kepada anak buah dan kamrat-kamrat istana
beracun serta Mo khek.
Cukong istana beracun dan Gu bing-khekscu tengah
berdampingan dan berbisik-bisik, entah apa yang tengah
mereka rundingkan.
sekonyong-konyong permukaan air bergolak lagi, seluruh
hadirin menjadi gempar semua meluruk semakin dekat ke
pinggir rawa.
Terlihat tubuh Ham- kang it ho Pek su-in tiba-tiba melesat
keluar setinggi dua tombak dengan luncuran miring menuju ke
pinggir rawa, tapi mungkin karena kehabisan tenaga sehingga
luncuran tubuhnya di tengah jalan menjadi lamban dan
merandek terus meluncur hampir kecemplung ke air lagi.
Giok-liong tersentak kaget, baru saja ia hendak menerobos
keluar dari tempat sembunyinya tapi sekilas itu dilihatnya
kedua tangan Ham- kang it-ho kosong melompong tak

membawa apa-apa, Lwekangnya juga sudah susut sebagian
besar, besar dugaannya bahwa iapun tak berhasil, karena tak
kuat bertahan dari dinginnya suhu beku air rawa maka lantas
meronta keluar. Maka urung ia melesat keluar tetap sembunyi
lagi menonton dari tempat sembunyi.
Cihu-sin kun yang berdiri dipinggir rawa berjarak paling
dekat, sigap sekali tubuhnya melejit tinggi dengan gaya Liu-in
jut-siu tangannya diulur terus meraih tubuh Ham kang it-ho
terus jumpalitan kembali ke daratan.
Keadaan yang kalut dan geger dari para hadirin dan
merubung maju itu kini menjadi tenang kembali setelah
melihat keadaan ganjil dari tubuh Ham kang- it-ho, tahu
mereka bahwa Pek su-in belum berhasil mengambil buku
catatan rahasia itu, maka seketika suara ribut sirap semua
menonton lagi dengan penuh kesabaran.
Keadaan Hamkang-it ho lemas lunglai dipanggul oleh Ci husin-
kun terus direbahkan diatas tanah, kelihatan sepasang
mata-nya yang berkilat tajam tadi kini sudah guram dan kuyu,
pelan-pelan dengan susah payah ia angkat sebelah
tangannya, seluruh tubuhnya
gemetar.
Hiat-hong-pangcu memburu maju ikut memayang tubuh
orang, katanya:
"Pek tocu, bagaimana keadaan didalam rawa tadi"
Pucat dan membiru muka Ham kang- it-ho saking
kedinginan giginya berkerutuk tak mampu mengeluarkan
suara.
Cepat-cepat Ci-hu sin kun mengulur tangan kanannya
memegang tangan kiri Pek su-in, telapak tangan mereka
berhadapan, katanya:

"Pangcu, papah dia berduduk. biar aku mengerahkan hawa
murni membantunya menghilangkan rasa dinginnya."
lalu ia kerahkan lwekangnya disalurkan melalui telapak
tangannya.
Kira-kira setengah jam kemudian, wajah pucat seperti
kertas Ham kang-it ho Pek su in mulai bersemu merah, masih
dengan rasa keder dan kedinginan ia berkata:
"Dingin Dingin aku sudah berbuat sekuat tenaga"
seluruh hadirin bungkam, keadaan sunyi senyap. semua
memasang mata mendengarkan.
Kata Ham- kang- it-ho Pek su-iu tersendat.
"Disini air rawa ini boleh dikata merupakan nomor satu
diseluruh jagat ini, merupakan pengalaman pertama seumur
hidup aku orang she Pek."
Ci-hu-sin-kun lepaskan tangan, katanya:
"Apakah kau sudah melihat pusaka yang terendam di mata
air itu?"
Ham kang it ho Pek su in manggut-manggut, katanya rada
keras-
"Aku orang she Pek sudah mengerahkan seluruh
kemampuan menyelam sampai ke dasar air, aku menggigit
gigi menahan dingin, kira kira seratus tombak dalamnya, aku
keterjeng sebuah gelombang pusaran air yang dingin dan
besar sekali daya sedotnya menyelubungi sebuah tongkat batu
bundar sebesar meja, begitu cepat dan keras daya
putarannya. Betapa besar daya kekuatan yang terpendam
dalam gelombang pusaran air ini sehingga aku tak kuasa
mendekat, rasa dingin sih boleh dikesampingkan"
"Tongkat batu bundar"

"Ya di ujung tongkat batu bundar samar-samar terlihat
sebuah kotak mas persegi panjang satu kaki, sinar mas
kelihatan berkilau menyolok mata."
"Kenapa kotak mas itu tidak hanyut keterjang air bah,
apa..."
"Sin kun, maka dinamakan mata air sebab itu merupakan
aliran gelap di dasar bumi, waktu air berputar ditengahnya
kosong tak berair dan tak berhawa, bukan saja kotak mas itu
hakekatnya tidak kena air malah tergantung disana, masa bisa
hanyut."
Ci hu sin kun menjadi mengurut kening, ujarnya:
"Kembali alam memang sulit diatasi oleh manusia,
keajaiban ini benar-benar menakjupkan dan sukar
dimengerti."
Hiat-hong pangcu menimbrung.
"Pek-tocu kenapa kau tidak mengambil kotak mas itu?"
Para hadirin menjadi geger lagi, ada yang ikut berteriak
bertanya:
"Yah, kenapa tidak kau ambil?"
Ham kang- it-ho su-in tertawa hambar, katanya kepada
Hiat-hong-pangcu.
"pangcu, kau terlalu gampang menilai pekerjaan..."
Berkedip mata Hiat-hong-pangcu tanyanya:
"Kenapa?"
" Kenapa" Ham- kang it-ho Pek su in menjadi uring-uringan
mukanya mengunjuk rasa tak senang ujarnya:
"Rasa dingin di dasar rawa laksana badan dicocoki ribuan
jarum, kekuatan putaran air sedemikian dahsyatnya lagi,
betapa besar daya sedotnya sungguh sukar dilukiskan,

seumpama kau Pa ngcu Lwekangmu tinggi menjagoi seluruh
dunia tiada tandingan, mungkin juga hanya mandah melihat
tak dapat mencapainya."
Merah muka Hiat- hong-pa ngcu, katanya tergagap:
"Ini... aku... aku tidak bisa berenang, mana bisa...
dibandingkan kau."
Kata Ham- kang- it-ho Pek su in lebih keras:
"Bukan soal bisa renang atau tidak, soalnya karena putaran
air yang dahsyat itu cukup bisa membuat orang mati karena
badannya diputar jungkit balikkan."
ci-hu-sin-kun tersenyum getir, ujarnya :
"Kalau begitu, kotak mas itu..."
sampai disini sepasang matanya mengawasi wajah Hamkang
it-ho Pek su-in.
Ham- kang- it-ho Pelc su-in menggelengkan kepala,
katanya:
"Aku dapat mengukur diriku sendiri takkan mungkin dapat
menerobos ke dalam pusaran dahsyat didasar mata air itu.
aku terima kalah"
Hiat- hong-pa ngcu melenggong, ujarnya:
"Tapi entah cara bagaimana orang yang meletakkan kotak
mas itu dapat menerobos masuk kedala m pusaran mata air
itu"
Ci hu-sin-kun juga berkata.
"Benar, apakah beliau seorang dewata?"
Giok-liong juga berpikir :
"Benar, ayahkujuga berdiri dari darah daging, malah tak
bisa renang lagi, mungkin..."

Tenaga Ham kang it-ho sekarang sudah pulih sebagian
besar, suaranya terdengar lebih lantang :
" orang itu tentu dibekali sinkang murni dari aliran cincong
( lurus) yang kuat bertahan dari serangan air dan api, bukan
saja latihannya sudah sempurna, kepandaiannya tentu juga
sangat lihay, gampang saja dia menerobos masuk kedalam
pusaran serta meletakkan kotak mas itu di-sana, mungkin
pekerjaan yang bagi orang lain ini dianggap sukar dan
mustahil baginya hanya seperti membalikkan tangan
gampangnya."
gembong gembong iblis yang ikut hadir menjadi bergidik
dan melelerkan lidah mendengar cerita yang sulit dipercaya
ini. Demikianjuga Cihu-sin- kun yang selamanya mengagulkan
kepandaiannya saat inijuga tersumbat mulutnya tak berani
banyak komentar lagi.
sebab walaupun semua hadirin dari gembong iblis ini meski
kepandaian dan Lwe-kang mereka ada yang tinggi dan
sempurna, namun tiada seorangpun yang pernah mempelajari
sinkang dari aliran lurus itu, boleh dikata mereka seluruhnya
dari perguruan sesat dan liar, maka tiada seorangpun yang
berani banyak bertingkah lagi.
Tergerak hati Giok-Liong, batinnya:
" Kalau orang membekal Lwekang dari aliran lurus kuat
bertahan terjun kedasar rawa Jilo merupakan pelajaran dari Ji
bun yang lurus juga, entah apakah kuat bertahan dari
serangan dingin dan pusaran air dahsyat itu?"
karena pikirannya ini hatinya lantas tertarik dan timbullah
niatnya, pikirnya:
"Naga-naganya terpaksa aku harus terjun sendiri keair,
demi pesan peninggalan ayah bundaku, meskipun harus
menemui ajal juga berharga pengorbananku."

setelah dipikirkan hatinya menjadi mantup, sembari
membetulkan pakaiannya ia siap hendak terjun kedalam air.
sekonyong-konyong dipinggir sebelah sana terjadi
keributan lagi, kiranya pada saat yang gawat ini Pekshay su lo
telah muncul bersama, begitu datang Kiong-thian-sin Lu say
lantas berdiri diatas onggokan tanah yang tinggi serta serunya
lantang:
"Para sahabat Bulim sekalian, Pak hay-su-lo bersama
menyampaikan selamat bertemu kepada kalian."
setelah berkata sepasang matanya berkilat menatap ke
sekelilingnya. Muka ci-hu-sin-kun cemberut, mulutnya
menyeringai dingin.
King thian-si Lu say berseru lagi:
"Ketahuilah, bahwa pusaka dalam dasar rawa ini ada
pemiliknya, benda yang tersimpan disana itu bukan buku
catatan rahasia silat, pokoknya tiada bermanfaat bagi kalian,
maka janganlah kalian timbul rasa tamak hendak merebutnya,
silakan lekas pergi, tinggalkan tempat ini supaya tidak
menimbulkan banyak pertikaian diantara sesama kawan Bulim."
suaranya keras lantang laksana guntur, setiap kata
sangatjelas, terang ia kerahkan Lwekangnya untuk berkata,
tujuannya memang hendak memamerkan tenaga dalamnya
yang hebat sehingga alam sekelilingnya mendengung,
suaranya bergema diatas pegunungan.
Sudan tentu kata kata Lu say ini menimbulkan berbagai
reaksi, disana sini menjadi ribut, namun tiada seorangpun
yang berani tampil kedepan memberi jawaban.
Tak lama kemudian King-thian-sin Lo say berseru lagi lebih
keras:
"Kalian sudah dengar belum ?"

Cukong istana beracun ibun Hoat terkekeh, ujarnya:
"Dengar sih sudah dengar, tapi kata-katamu tentang
pusaka itu sudah ada pemiliknya, itu apa maksudnya, apakah
benda di dasar rawa itu adalah orang pihak Ping-goan di Pakhay
sana yang meletakkan disana?"
Giok- liong bersorak dalam hati, tergerak benaknya, betul
dan tepat sekali pertanyaan ini.
Tak duga King-tian-sin Lu Say menjadi tak senang, ujarnya:
"Ibun Hoat, apa pedulimu tentang ini."
Tu-bing-khekscu Li Pek- yang sebera menimbrung,
"Ping-goan dilaut utara bisa turut campur urusan di Tionggoan
sini, kenapa pihak Tionggoan kita tidak boleh mengurus
urusan kita sendiri"
Li Hian menjadi murka bentaknya sambil mengacungkan
kedua kepalannya,
"Li Pek yang, perhitungan antara kita dulu masih belum
diselesaikan tutup mututmu, lekas cawat ekormu dan kabur
pulang ke sarang iblismu, kalau tidak hm"
Gu bing-khekscu Li Pek- yang menyeringai sahutnya:
"Kau ini pesakitanku yang ku kurung selama puluhan tahun
berani bertingkah disini, kalau Lohu tidak berbelas kasihan,
mungkin..."
"Kau kentut apa."
sebat sekali sosok tubuh Li Hian berkelebat tahu-tahu ia
menerjang tiba dihadapan Gu-bing-khekscu, jarak mereka
tidak lebih hanya lima kaki.
Cukong istana beracun Ibun Hoat seorang bandot tua yang
licik penuh akal muslihatnya, mana sudi pihaknya cakarcakaran
lebih dulu dengan pihak Ping-goan di laut utara yang

dipelopori oleh Pak hay-su-lo bukankah melemahkan pihak
sendiri juga menguntungkan bagi Ci hu-sin- kun dan Hiathong-
pang.
Maka cepat-cepat ia tampil ke depan sembari melirik ke
arah Gu bing-khek cu Li Pek- yang memberi isyarat, katanya:
"Nanti dulu Hari ini kita datang karena pusaka dalam dasar
rawa itu, pertikaian pribadi yang lain lebih baik
dikesampingkan dulu."
Lalu ia memutar tubuh menjura kepada King thian-sin
serunya:
" urusan terjun kedalam rawa adalah menjadi tanggung
jawab Ci husin kun kita beramai hanya sebagai penonton
belaka, harap kalian suka berunding dengan siu-kun seorang
cikal bakal yang di agungkan."
Kata-kata terakhir bernada menyindir, tujuannya adalah
hendak memutar tujuan pokok menimpahkan kesulitan kepada
orang lain, dalam hal ini adalah aliran Ci-hu dan Hiat- hongpang
lah yang di maksud.
Betul juga segera King thian-sin Lu say turun dari gugusan
tanah tinggi pelan-pelan beranjak ke pinggir rawa, katanya
sembari soja kepada Ci-hu-sin kun:
"Ci-hu-bun sudah menggetarkan BuIim selama puluhan
tahun, apakah sin- kun sudi menanamkan diri dalam
pertikaian malam ini?"
serius wajah Ci-hu-sin-kun, katanya:
"pusaka dunia persilatan yang sudah turun temurun
merupakan tradisi bagi kaum persilatan untuk
memperebutkannya, aliran Ci-hu-bun tidak akan ketinggalan
dalam kebiasaan umum ini, dapat atau tidak memperolehnya
nanti merupakan persoalan kedua, adalah keadilan dan

kebenaran kaum persilatanlah yang harus ditegakkan dan
dilindungi."
Ucapannya ini tiada juntrungannya yang menentu bukan
mendebat tapi juga tidak mengakui. Malah setelah berkata Cihu-
sin-kun lantas membalik tubuh menghadap Ham- kang- itho
Pek su in katanya:
"Pek-tocu, silakan kau menyibukkan diri sekali lagi."
Ham-kang-it ho Pek su in mengunjuk rasa keberatan sesaat
mulutnya terkancing.
Dari samping Hiat- hong pangcu ikut membujuk:
"Pek-tocu sesudah sampai pada tahap sekarang lantas
mengundurkan diri, bukankah sia sia belaka energi yang telah
kita buang, sayang sekali,"
Akhirnya Ham- kang it-ho terbujuk juga, katanya
mendehem sembari menghela napas:
"Menurut kebenarannya bukan hanya membekal Lwekang
dari aliran lurus saja yang mampu terjun ke dalam air yang
disayangkan..."
"Bagaimana?" tanya Ci hu-sin kun cepat-cepat.
"sayang sekali aku bukan jaka tingting, sebetulnya dengan
kepandaian renang aku orang she Pek dan ketahanan dalam
kebekuan dingin itu sekuatnya masih bisa mencapai tujuan,
sayang aku tidak membekal TOng-cu kang (latihan lwekang
seseorang yang belum pernah kawini, hawa murniku kurang
kuat, mungkin aku akan mengecewakan belaka."
Mendengar penjelasan ini ci hu-sin-kun dan Hiat hong
pangcu lantas mengunjuk seri tawa girang sebab harapan
mereka menjadi bertambah tebal akan kemampuan Hamkang-
it-ho terjun kedua kalinya ini.
Desak ci-hu sin-kun Kiong Ki:

"Kalau begitu, silahkan Pek-tocu mencoba sekali lagi, kalau
benar benar tidak mampu, aku orang she Kiong tidak berani
memaksa supaya Pek-tocu tidak menderita."
sudah menjadikan kodrat alam bahwa watak manusia itu
selalu lobha dan moha, kadang-kadang manusia menjadi
korban akan ketamakan sifatnya sendiri tanpa disadari, sedari
dulu kala entah sudah berapa banyak manusia yang hancur
dan konyol karena rakusnya ini.
Demikianlah keadaan Ham- kang it ho Pek su-in, hatinya
tergerak dan kecantol akan bujuk manis ini, sambil manggutmanggut
ia menyahut:
"Baiklah aku orang she Pek secara suka rela mendharna
baktikan tenaganya lagi."
Lalu ia bersila dan mulai semadi menghimpun tenaga dan
semangat, hawa murni di pusatkan di pusar terus
menimbulkan tenaga dalam yang mulai gairah.
Melihat dengan beberapa kata saja Ci-hu-sinkun tanpa
menghiraukan dirinya. King-thian-sin menjadi dongkol, apalagi
orang tinggal bicara saja dengan Ham kang- it-ho, tanpa
perdulikan mereka, keruan gemes dan jengkel hatinya,
dengusnya:
"Siapa yang tidak tahu diri, silakan cicipi pukulan geledek
kita bersama."
lalu tanpa pandang kepada orang lain ia berkata kepada
tiga saudaranya :
"Para adikku, berjaga masing-masing satu jurusan, begitu
ada orang berani terjun ke air pukul saja dengan tenaga
pukulan jarak jauh."
"Kami paham." sahut tiga saudara muda yang lain.
serempak mereka bergerak bersamaan masing-masing
menduduki satu kedudukan yang menguntungkan, nyata PakTIRAIKASIH
WEBSITE http://kangzusi.com/
hay-su-lo sudah bertekad merintangi siaoa saja yang berani
terjun ke air, dilihat dari sikap mereka nyata takkan segansegan
mereka turun tangan sesuai dengan ancaman tadi.
Dengan kedipan mata Ci-hu-sin-kun memberi isyarat
kepada Hiat- hong-pa ng-cu, Hiat- hong-pangcu manggutmanggut,
paham akan maksudnya, pelan pelan ia angkat
sebelah tangannya memberi aba-aba kepada anak buahnya
yang berpencar di empat penjuru.
Di lain pihak atas kepala Ham- kang- it-ho sudah
mengepulkan segulung uap putih yang semakin melebar dan
meninggi, Para gembong-gembong iblis yang mengelilingi
rawa naga beracun seiring dengan situasi yang meruncing
gawat ini hati masing-masing semakin tebang.
Sekonyong-konyong diketahui oleh Giok liong di sela- cela
semak gunung yang gelap di sebelah sana kelihatan rumput
dan daun-daun pohon bergerak pelan dan lirih sekali, kalau
tidak didengarkan dan diawasi secara cermat hampir tidak
diketahui.
Bukan saja kejelian mata dan kuping Giok liong jauh
melebihi orang lain, apalagi dari tempat gelap melihat ke
tempat yang nyata, tempat sembunyinya diatas memandang
kebawah lagi maka ia dapat melihat sangat jelas, diam diam ia
membatin tentu ada seseorang yang menggeremet sembunyi
disana.
Mendadak terdengar ci hu sin kun berteriak keras:
"Pakhay su lo, bagaimana juga biarlah Pek-tocu
mencobanya sekali lagi"
King thian-sin Ln say menyahut lantang dan tegas:
"Tidak bofeh."
"yang terakhir saja."
"Betapapun tidak bisa"

Hiat hong pangcu tampil ke depan serta timbrungnya :
"Kalau kalian sendiri tidak mampu terjun ke air mengambil
pusaka itu, kenapa merintangi orang lain, tindakan kalian
bukankah keterlaluan dan tidak punya aturan."
Ka liong gi Hong menyeringai tawa, ujarnya :
"Dari mana kau tahu kita tidak mampu selulup ke air ?"
Jawaban Gi Hong ini kontan membuat seluruh hadirin
terkejut. Tergetar jantung ci hu sin kun, seketika berubah air
mukanya.
sebab salah seorang Pak-hay-su-lo yang berjuluk Ka- liong
Gi Hong justru melupakan seorang ahli bermain dalam air
sesuai dengan nama julukannya, Ka- liong (ular naga)
Lwekang dan latihan kepandaiannya nampaknya tidak
dibawah kemampuan Ham- kang- it-ho Pet su-in. Apalagi su lo
berempat sama-sama jaka ting-ting belum pernah kawin,
maka latihan Lwekang mereka adalah TOng-cu kang, syarat
paling tepat untuk menyelam ke dasar rawa tanpa kwatir
kedinginan atau tak kuat bertahan diri pusaran air besar itu.
Kepandaian mereka yang lihay dan tinggi ini sudah puluhan
tahun kenamaan di seluruh dunia persilatan sebagai empat
tokoh lihay seperti saudara sekandung sendiri.
Kalau menurut tutur kata Ham- kang- it-ho Pek su-in tadi.
justru Ka liong Gi Hong adalah calon yaag paling tepat untuk
terjun ke air rawa mengambil kotak mas di mata air itu,
seumpama segampang mereka mengambil sesuatu barang
dari dalam kantongnya saja.
Kalau Pak hay-sulo sekarang tidak mau bekerja terang
karena kwatir begitu Ka- liong Gi Hong berhasil dan keluar dari
rawa bukan saja Lwekang dan tenaganya sudah terkuras habis
takkan kuat lagi menahan serangan dari luar, terutama
gembong-gembong silat lihay seperti Ci-hu sin kun dan lainTIRAIKASIH
WEBSITE http://kangzusi.com/
lain, paling tidak satu diantara saudaranya itu harus
melindungi dirinya.
Paling banyak dua diantara Pak hay-su-lo mereka yang
dapat berkelahi menandingi kerubutan sekian banyak musuh,
dengan sendiri kekuatan mereka menjadi jauh lebih lemah,
menang atau kalah menjadi sukar diramaikan.
Kalau sekarang mereka merintangi siapa saja yaag hendak
terjun ke air, dengan gabungan kekuatan mereka berempat
terang kemenangan bakal dipihak mereka.
Berpikir sampai disini, melihat situasi yang semakin gawat
ini, hati Ci-hu sin- kun menjadi semakin gelisah.
Kebetulan saat itu Ham-kang-it-ho Pek Su-in sudah
melompat bangun dari duduk semadinya, matanya tajam
mengawasi Ci-hu sin-kun tanpa berkata-kata, naga-naganya ia
gentar menghadapi ancaman Pak-hay-su lo yang serius tadi.
ci-hu sin kun menjadi nekad, katanya sembari menepuk
pundak Ham-kang-it-ho Pek su in :
"Pet-tocu silakan terjun "
"Coba siapa yang berani " gerung King-thian sin Lu say
sembari mendelik, Ham kang- it-ho Pek su in maju mundur tak
berani segera ambil keputusan.
Ci hu-sin- kun murka, bentaknya:
"segala biar Lohu yang tanggung jawab,"
tiba-tiba sekuatnya ia dorong tubuh Ham-kang-it-ho Pek su
in dari belakang. Tanpa kuasa tubuh Ham-kang it-ho Pek su ii
lantas mencelat tinggi terus meluncur ketengah rawa. Kalau
dikata lambat kenyataan adalah sangat cepat, berbareng
dengan mencelatnya tubuh Pek Su in serentak meluncurlah
empat gelombang angincukulan yang miris sehingga hawa
sekeliling terasa bergolak mem-buntak menggeledek.

Terdengar Pakhaysulo memaki bersama sembari
melangkah setindak-
"Berani mati"
" gempur"
"Blang"
"Pyaar" suara serangan mendebarkan hati, air muncrat
kemana-mana, disusul bayangan orang bergerak-gerak.
"Aduh" teriakan panjang tersendat ditengah udara, sosok
bayangan yang mencelat ketengah udara itu terpental tinggi
disongsong empat jalur pukulan angin dahsyat itu.
Percikan darah muncrat keempat penjuru seperti hujan
darah menyapu keseluruh gelanggang seketika hidung semua
orang terangsang bau amis memuakkan.
Nyata tubuh Ham kang itho Pek Su in sudah tergetar
hancur lebur dan menjadi ber-gedel terpukul oleh pukulan
gabungan Pak-hay-su-lo yang hebat itu, kaki tangan dan
tubuh serta kepalanya terbelah dan semua jatuh ke dalam air
dan sebentar saja lenyap tak berbekas tertelan pusaran air
yang deras itu.
Dalam pada itu, dengan menggertak gigi Cihu sin kun
lancarkan sebuah hantaman memukul mundur King thian sin
Lu Say.
Tanpa ketinggalan secara diam-diam Hiat hong pangcu
juga mendorong kedua telapak tangannya dari belakang
menggabiok punggung Ka liong Gi Hong.
Mimpijuga Ka liong Gi Hong tidak menduga apalagi kedua
tangan tengah memukul kedepan, merintangi Kiam kang it-ho,
seketika badannya terhuyung kedepan hampir terjerembab,
tanpa ampun darah segar menyembur deras dari mulutnya
terus menyemprot kedalam rawa, sungguh luka dalamnya
bukan olah-olah beratnya.

Tepat pada saat itulah, bayangan hitam dalam selokan
gelap dipinggir rawa seberang sana mulai bergerak semakin
cepat.
"Plung." suara percikan air yang hampir tak terdengar,
tahu-tahu seorang lak-laki pertengahan umur yang telanjang
bagian atas tubuhnya sudah meluncur terjun kedalam pusaran
air yang keras itu sedikitpun tidak memercikkan air atau
mengeluarkan suara, laksana seekor ikan besar yang
menggelengkan kepala mengalutkan ekor langsung selulup
tenggelam dan dilain kejap telah menghilang di dasar air.
situasi di daratan sedang geger dan bertempur kacau
balau, perhatian seluruh hadirin tertuju pada pertempuran
kalut ini sehingga tiada satu orangpun yang melihat kejadian
ini.
Adalah Giok-liong yang mengumpet di- rimbun dedaunan
diatas pohon diam-diam tertawa tawar, bathinnya. Kepandaian
Te ou-sin-kun Ang TO bok biasa saja, namun otaknya cerdik
dan banyak muslihatnya, dia ingin mengail ikan di air keruh
pada saat yang genting dan kacau ini, dengan menuntun Ahliong-
ong menyuruhnya terjun kedalam rawa, perhitungan
waktu yang digunakan sungguh sangat tepat sekali.
Tepat pada dugaan Giok liong, tak jauh dimana tempat Ah
liong ong meluncurkan tubuhnya terjun dalam air, di tempat
yang gelap dan terlindung itu terlihat sepasang mata berkilat
kebiru-biruan tengah berputar mengawasi permukaan air yang
bergolak itu.
Hakikatnya dia mana tahu, seperti apa yang dikatakan
"ceng coreng hendak menerkam tonggeret tak tahunya
burung gereja sudah mengintip di belakangnya"
Tanpa pedulikan apapun juga secara diam-diam Giok liong
gunakan kesempatan yang baik ini meluncur turun kearah
tempat sembunyinya Ang TO bok, lalu pelan-pelan selangkah

demi selangkah menghampirinya. ilmu Ginkangnya sudah
mencapai puncak tertinggi jauh melebihi kemampuan Ang Tobok
sendiri seumpama malaikat dewata saja tahu-tahu ia
sudah berada di belakang orang.
Apalagi situasi yang kacau balau diseberang sebelah sana
karena pertempuran yang seru dan gemuruh itu Tampak Pakhay-
su lo terkecung ditengah gelanggang. sementara Ci hu sin
kun bersama Ci hu ji lo bergabung dengan ratusan anak buah
Hiat hong pang dengan sengit tengah melancarkan serangan
yang serabutan, diantara mereka banyak yang bersenjata
golok dan tombak serta senjata tajam lainnya, begitu gencar
serangan mereka sehingga untuk waktu dekat Pak hay su-lo
kena terdesak dibawah angin.
untung pihak istana beracun dan Gu-bing yang berkeliling
dilapisan paling luar selalu membokong dan menyerang begitu
ada kesempatan. Mau tak mau pihak Hiat- hong-pa ng dan cihu-
bun menjadi was-was karena harus berjaga dan
menghadapi musuh dari dua jurusan.
Kalau tidak satu diantara Pak-hay su-lo sudah terluka
parah, pastilah mereka bakal konyol dan hancur karena
dikeroyok begitu banyak musuh.
Masih banyak lagi gembong-gembong iblis dari berbagai
aliran lain yang-mandah menonton dan berpeluk tangan saja
tanpa mau campur, seumpama menonton pertarungan dua
harimau yang sama kuat.
Tapi ada juga yang sebelum ini sudah ada rasa dendam
permusuhan lantas ikut menerjunkan diri ke pihak Hiat-hong
pang atau Ci-hu bun, ada pula yang membantu pihak istana
beracun dan sarang Hantu.
Yang sama dalam pertempuran kacau balau ini yaitu bahwa
kedua belah pihak sama tidak Pertempuran sepenuh hati dan
sepenuh tenaga. sebab semua orang insyaf bahwa

pertempuran ini melulu hanyalah sponsor pembunuhan besarbesaran
yang bakal terjadi mendatang ini pertempuran adu
jiwa yang benar- benar adalah saat perebutan buku catatan
rahasia yang terpendam di dasar rawa itu nanti.
Maka pihak istana beracun tidak mau lancarkan ilmu Lan cu
tok-yam yang ganas itu. demikin juga pihak Ci-hu-bun tidak
melancarkan Ci-hu-cin-kangnya.
Namun demikian pertempuran kalut ini sudah cukup
menggemparkan, inilah merupakan pertempuran besarbesaran
antara gembong-gembong iblis sendiri, pertempuran
berdarah yang belum pernah terjadi selama ini.
Darah tergenang, bau amis merangsang hidung di sana sini
terdengar dengan umpat caci dan bentakan saling susul
diiringi jeritan yang menyayatkan hati sebelum ajal.
Dalam pada itu Giok- liong sudah menggeremet tiba di
belakang Te-ou sin kun Ang To bok tidak lebih hanya tiga kaki
saja jauh-nya, sekali ulur tangan saja cukup meranggehnya,
namun sedikitpun Te ou-sin kun Ang To bok tidak insyaf atas
ancaman elmaut ini, sepasang matanya berkilat mendelong
mengawasi rawa tanpa berkedip. seluruh perhatiannya
dipusatkan kepermukaan air, tangannya memeluk segulung
benang panjang yang terbuat dari urat kerbau, ujung benang
yang dipeluknya itu terjulur masuk kedalam rawa.
Diam-diam Giok- liong merasa gemes dan geli pula, tahu
dia atau muslihat Te-ou sin kun Ang To-bok ini. Pasti dengan
mulutnya yang manis ia menipu Ah-liong-ong yang tumpul
otak dan tidak tahu seluk beluk hidup manusia di dunia ramai
yang serba licik dan jahat dengan ujung benang halus dari
urat kerbau itu ia mengikat tubuh Ah-liong-ong, sedang ujung
yang lain dipegang ditangannya, dengan cara ini ia tidak usah
kwatir Ah-liong-ong bakal terbang ke atas langit, Memang
tipunya ini tepat sekali untuk menjaga supaya Ah- liong ong

tidak melarikan diri setelah berhasil mengambil pusaka didasar
rawa itu.
Terpikir sampai disini muak dan benci sekali perasaan
,Giok- liong terhadap pribadi Ang Tok-bok yang licik ini, timbul
nafsu membunuh dalam kaIbunya, pelan-pelan ia tepuk
pundak orang serta panggilnya perlahan dan tertekan :
"Ang To bok "
"ou " Te-ou-sin kun Ang To-bok berangkat kaget, namun
suaranya sirap seketika sebelum terlontar keluar dari
mulutnya, karena dua jari tangan ,Giok- liong sudah menutuk
tiba sembari menutuk :
"Kau sendiri yang cari mampus "
sungguh kasihan Te ou-sin-kun Ang To-bok yang bersusah
payah mengatur tipu muslihat mempermainkan Ah-liong-ong,
sebelum ajal suaranyapun tak terdengar sama sekali, kedua
tangannya masih erat-erat memeluk gulungan benang halus
itu.
sekali tutuk Giok liong menutukjalan darah mematikan
dipunggung Te ou-sin kun Ang Tok bok, lalu menyingkirkan
jenazah-nya kesamping lalu ia sendiri menggeremet lebih
maju sembunyi ditempat gelap. dimana ia lebih terang
memandang kearah rawa, benang gulungan itu kini berada di
tempatnya.
Kini ganti Giok- liong sendiri yang mencurahkan
perhatiannya kearah permukaan air, dasar kepandaiannya
tinggi, betapapun bisa diketahuinya bahwa di belakangnya
lapat-lapat terdengar suara desiran halus, nyata itulah
seseorang tengah merangkak dan menggapai-gapai maju
kearah dirinya.

Pendengaran kuping Giok liong sangat tajam, boleh dikata
sudah mencapai kesempurnaan sesuai dengan bekal ilmu
silatnya.
(Bersambung keJilid 30)
Jilid 30
Begitu mendengar desiran halus itu, siang-siang ia sudah
waspada, diam-diam hawa Ji lo sudah terkerahkan untuk
melindungi badannya, sebelah tangan menggenggam
gulungan benang sedang tangan kanan yang lain sudah
bersiap-siaga untuk bertindak "Traki cres " itulah suara ketipan
jari-jari tangan, suatu tanda atau isyarat umum bagi kawanan
kaum persilatan saling memberi tanda dan berhubungan,
nyata orang ini adalah kawan bukan lawan.
Timbul rasa curiga dalam benak Glok-liong. Terdengar
seseorang berkata:
"Siao-hiap Lo siu Le Siang-san, mari aku tuntun kau keluar
dari gunung berbahaya ini."
"Apa menuntun aku keluar gunung?" tanya Giok Liong
curiga.
Lan ing-mo-ko Le siang-san berbisik pelan
"Timbul niat jahat dari Ciang- bun-jin Bu-ih-pay Im-yangkiam
Go Beng-hui, ditempat-tempat penting jalan keluar dari
seluruh pegunungan Bu-ih-san ini sudah dipendam banyak
sekali dinamit dan bahan peledak lainnya. tujuannya untuk
membumi hanguskan seluruh gembong-gembong iblis yang
mengobrak abrik sarangnya demi menuntut balas dendam.
Maka perlu kau ikut aku mencari jalan keluar yang selamat."
"Betul ada kejadian begitu ?" Giok Liong menegas.
"Buat apa LOsiu membual kepadamu, ketahuilah telah
dapat kutemukan sebuah jalan rahasia, tanggung kita bakal
selamat ke luar dari sini "

Pada saat itulah sekonyong-konyong benang halus yang
terpegang ditangan Giok- liong itu bergerak-gerak tertarik
kedalam air, terang Ah- liong ong telah memberi syarat
kepada dirinya, begitu bergerak benang halus itu terus tertarik
semakin keras kedalam air keruan kejut Giok Liong bukan
main, pikirnya mungkinkah Ah-liong-ong sudah berhasil....
cepat-cepat kedua tangannya bergantian meraih dan menarik
semakin cepat.
Dibela kang sana Lan ing-mo-ko Le siang-san sudah
mendesak lagi:
"Siau-hiap. lekas-lekas, begitu terang tanah mungkin kita
sudah terlambat."
Giok Liong sendiri tengah gundah dan mengkhawatirkan
keselamatan Ah- liong ong yang berada di dalam air, sembari
bekerja menarik sekuat tenaga, mulutnya menyahut:
"Terima kasih akan kebaikan Cian-pwe, tapi... ai "
Dari permukaan air muncul sebuah paha besar yang
telanjang, terang itulah salah sebuah kaki Ah- liong ong,
kiranya ujung benang yang lain itu terikat dipergelangan kaki
Ah- liong ong, kini yang tertarik dulu justru kakinya itu yang
muncul kepermukaan air, terang jiwanya mungkin susah
diselamatkan lagi.
Teriakan kejut Giok- liong disusul mencuatnya suara air
seketika mengalihkan perhatian seluruh gembong iblis yang
tengah bertempur kacau balau itu, serempak sinar pandangan
mereka beralih kepermukaan air.
Malah ada yang terus berteriak :
"Celaka, ada orang terjun ke air mengambil pusaka itu"
Giok Liong tak berani berayal lagi, sekali sendai langsung ia
tarik tali ditahannya itu kuat-kuat, kontan seluruh jubah dan
pakaiannya basah kuyup kecipratan air dingin.

Nyata tubuh Ah-liong-ong sudah kaku jiwanya sudah
melayang sejak tadi, seluruh tubuhnya berubah hitam kebirubiruan,
tujuh lobang panca inderanya mengalirkan darah,
dipelukan kedua tangannya erat erat menyikap sebuah kotak
kuning mas yang berkilauan sesuai seperti apa yang
diceritakan oleh Ham-kang-it-ho tadi, yaitu kotak mas
sepanjang satu kaki itulah.
Pertempuran kacau balau itu seketika berhenti sendiri,
semua tersipu-sipu lari memburu ke arah tempat sembunyi
Giok- liong. Tapi jarak mereka meskipun tidak jauh tapi antara
mereka terpaut oleh rawa air yang berpusar sangat deras itu.
Apalagi tempat kedudukan Giok-liong sekarang berada
dihimpitan sebuah celahan gunung yang meneliti tinggi
keatas, untuk mencapai kelana harus berputar dulu dari
pinggiran dan mesti memanjat tebing dan meloncati selokan
baru bisa sampai disana, kecuali untuk cepatnya mereka harus
melompati permukaan air rawa yang berbahaya itu.
Memang para gembong-gembong iblis yang hadir pada
saat itu tak sedikit yang mampu melompati permukaan rawa
ini, tapi siapa yang berani menempuh bahaya ini, salah-salah
jiwa sendiri bakal menjadi korban secara konyol.
Bukan takut karena jahatnya pusaran air yang
menenggelamkan sesuatu yang terendam. Adalah takut kalau
di saat mereka terbang melintas lantas dibokong dengan
pukulan maut yang mematikan, apalagi kalau meluncur jatuh
tiada satu tempat yang bisa untuk berpijak, terang kalau batal
amblas tenggelam kedasar rawa, masakah bisa tetap hidup?
Justru karena sedikit keraguan inilah telah banyak memberi
kesempatan bagi Giok-liong untuk menjemput kotak mas terus
di-kempit diketiaknya katanya kepada Lan-ing-mo-ko Le
Siang-san yang masih mendekam di tanah :
"Le-cianpwe Mari kita cepat pergi."

Lekas Le Siang-sanjuga mengiakan, Seiring dengan
suaranya ini badannya lantas melenting tinggi terus beriari
cepat kearah timur laksana segulung asap biru yang
mengendarai angin mengejar kilat. Nyata bahwa ia sudah
kerahkan seluruh tenaganya untuk lari secepat meteor jatuh.
Ginkang Giok- liong sudah sempurna sudah tentu larinya
tidak kalah cepat, Dua gulung asap memutih biru dan putih
kejar mengejar berlari pesat laksana dua jalur kilat.
Sebentar saja bayangan mereka sudah selulup timbul
diantara semak belukar dan terus menerobos kecelah gunung
melompati jurang jauh di belakang mereka, tampak bayangan
orang banyak tengah mengejar kencang mendatangi seperti
kunang-kunang yang mengejar sinar lentera terdengar pula
umpat caci mereka yang kotor dan ribut.
"Bocah keparat, berani mati kau."
"letakkan kotak mas itu nanti kuampuni jiwamu "
"Kurcaci banyak akal muslihatnya " demikianlah berbagai
makian saling beriomba dilontarkan suara bentakan membuat
pegunungan yang sepi sunyi ini menjadi ramai dan bergema
sekian lama.
Mendadak seseorang berteriak keras dengan ancamannya,
"Kalau tidak mau berhenti awas kita serang dengan senjata
rahasia "
Mendengar ancaman serius ini Lan ing mo-ko Le Siang-san
berkata ditengah luncuran udara:
"Siauhiap Hati-hatilah mereka akan menyerang dengan
senjata rahasia"
"Tak perlu khawatir." sahut Giok- liong.
"Lekas," sembari berkata ia empos semangatnya terus
mengerahkan tenaga dari pusarnya dimana Ji-lo sudah

menyelubung seluruh badannya kakijuga melangkah semakin
kencang.
Harus diketahui bahwasanya Giok- liong bukan gentar atau
takut menghadapi kejaran para gembong-gembong iblis itu,
yang di kukhawatirkan justeru adalah seperti apa yang
dikatakan Lan-in-mo-ko Le Siang-san tadi bahwa pihak Bu ih
pay sudah menanam bahan peledak di seluruh pelosok
pegunungan ini untuk menumpas mereka seluruhnya.
Menurut perhitungannya setelah lolos dari lingkungan
pegunungan yang penuh mara bahaya ini baru ia akan
menghadapi gembong-gembong iblis ini, masa mengandal
bekal kepandaian sendiri harus gentar menghadapi musuhmusuh
jahat ini. Bagaimana juga dirinya tak perlu khawatir
kena rugi.
"seeeeerrrrrr, ","suiiiiiittttt," Desiran senjata- rahasia yang
memecah udara melesat lewat dipinggir kuping, suaranya
keras membising-kan, sungguh mengejutkan perbawa
berbagai senjata rahasia yang meluruk sekaligus sebanyak itu.
Berubah air muka Le Siang-san, teriaknya kejut:
"Celaka Mereka benar-benar menyerang deagan senjata
rahasia"
"Cian-pwe." sahut Goki liong,
"cepat, jangan hiraukan mereka biar aku menjaga
dibelakang."
Lan ing mo ko Le Siang-san sudah kerahkan seluruh
Lwekangnya, terus berlari kencang seperti dikejar setan,
mulutnya berkata:
"Siau hiap. mereka rata-rata adalah gembong-gembong
iblis yang kejam dan telengas, tidak sedikit yang membekal
senjata rahasia beracun jahat kau harus hati-hati"

Cepat Giok Liong menyahut : "jangan hiraukan mereka
setelah lolos dari mata bahaya nanti kira bicara lagi."
Akan tetapi serangan berbagai senjata rahasia yang
memberondong datang laksana hujan deras, rata-rata
menggunakan senjata berat dan bisa dilancarkan dari jarak
jauh lagi, suaranya semakin membisingkan dan serabutan,
bukan sedikit malah semakin banyak suara bentakan dan
makian mereka yang mengejar juga semakin dekat jaraknya,
terang bahwa para pengejar itu juga telah mengerahkan
seluruh tenaganya mengejar mati matian.
Entah berapa jauh kejar mengejar ini sudah berlangsung, di
ufuk timur sana tampak sinar pancaran terang sang surya
sudah mulai menongol keluar, cuaca mulai terang benderang,
Tak berapa lama lagi seluruh jagat itu suda bakal menjadi
pagi.
Lan ing mo ko Le siang-san mencari jalan yang menuju ke
tempat arah timur terus lari sipat kuping, sambil menuding
sebuah gugusan gunung di depan sebelah utara ia berkata:
"Lembah gunung sebelah utara itulah terdapat sebuah jalan
keluar yang paling umum dilewati, tapi disitu telah terpendam
tidak kurang lima ratus kati bahan peledaki kalau seberang
lewat disana, tanggung badannya bakal hancur lebur tanpa
bekas lagi."
sungguh haru dan terima kasih sekali Giok- liong, katanya:
"Kalau tiada petunjuk Cianpwe ini, sungguh tak dapat
kubayangkan bagaimana akibatnya nanti."
Dari belakang sana tiba-tiba terdengar gerungan gusar
yang keras sekali:
"Le siang san, keparat tua bangka yang tidak tahu
dimampus, apa kau sudah bosan hidup ya?"

Terdengar pula seorang lain berteriak: "Tuan Le, lekas
rintangi bocah keparat itu, sekaligus kau akan menjunjung
nama dan tenar diseluruh jagat, kalau tidak jangan harap
untuk hari hari selanjutnya kau bisa bercokol di dunia
persilatan."
Lan ing mo ko Le siang san tetap berlari sekencang angin,
mulutnya juga berteriak.
"Omong kosong belaka. sudah setengah abad ini aku orang
she Le berkecimpung dalam penghidupan Kangouw, selama ini
belum pernah aku kena gertak sambel macam kentut
busukmu ini."
habis berkata mulutnya lantas bersuit melengking tinggi
dan keras menusuk telinga, kakinya terus berlari secepat
terbang.
Diam-diam Giok Liong menjadi kagum dan memuji akan
watak Le siang san yang gagah perwira dan setia kawan ini,
maka iapun tak mau kalah cepat berlari dengan pesat Kalau
mau dengan kemampuan Giok Liong sendiri apalagi
mengembangkan Leng hun-toh mungkin sejak tadi ia sudah
tinggalkan para gembong gembong iblis itu jauh
dibelakangnya dan mungkin tak kelihatan lagi,.
Akan tetapi dalam keadaan yang demikian ini betapapun
juga ia tidak tega meninggalkan Le siang san yang mencoba
menolong dirinya dari mara bahaya ancaman peledakan
dinamit yang dipasang oleh pihak Bu ih pay itu. Maka terpaksa
ia mengintil dibelakang orang sambil melindungi orang
sengaja ia perlambat larinya sehingga dengan kekebalan hawa
Ji-lo menyelubungi badannya untuk mengaburkan pandangan
para musuh yang mengejar dan menyerang dengan senjata
rahasia itu, siapa tahu kalau senjata rahasia yang jahat itu
nanti mengenai Le siang-san.

Lambat laun bentakan dan tindakan kaki pengejaran di
belakang mereka sudah semakin susut dan semakin sedikit,
sebaliknya suara samberan senjata rahasia semakin banyak
memberondong tiba. Tadi yang menyambitkan senjata
rahasianya saking gemes sekarang ikut-ikutan menyerang
tanpa banyak bersuara lagi.
Pisau terbang berpaku, mata uang atau paku baja dan
entah macam senjata rahasia apa lagi yang telah berseliweran
memberondong tiba, begitu deras sambaran senjata rahasia
seperti hujan layaknya, sampai suara berkerontangan
berjatuhan menyentuh batu-batu gunung.
Akhirnya berang juga hati Le siang-san diberondong terusterusan,
teriaknya :
"Siau-hiap. Mari kita juga persen beberapa buah kepada
mereka supaya mereka tahu kelihaian kita."
Meskipun Giok-liong menggembel tiga batang potlot mas
kecil dari perguruannya yang dapat digunakan sebagai senjata
rahasia, namun selama keluar dari lembah kematian sampai
sekarang belum pernah digunakan. Menurut wataknya ia
sangat benci dan dianggapnya perbuatan rendah kalau
melukai orang dengan senjata rahasia, Maka sembari tertawa
getir ia menyahut:
"selamanya aku yang rendah belum pernah menggunakan
senjata rahasia, sudahlah, mari cepat "
Mungkin karena sudah tak kuasa menahan gelora
amarahnya atau mungkinjuga tangannya sudah gatal tanpa
banyak cingcong lagi Lan-ing mo ko Le siang san meroboh
kantongnya
merogoh segenggam Ci-hun hong-hou ciam (jarum
penembus teng gorokan) mulutnya lantas berseru.

"Biar kuberikan segenggam Ci-hu-hong-hou-ciamku ini
kepada mereka, biar merekapun merasakan kelihayanku,
kalau tidak mereka takkan mundur teratur."
Daam beribu kesibukannya cepat-cepat Giok-liong menoleh
kebelakang, sekilas saja tampak olehnya tak jauh di belakang
sana kiranya adalah Ci-hu-sin-kun yang mengejar paling
depan, disamping yang berlari berendeng bukan lain adalah
putrinya ci-hu-giok-li Kiong Lingling. Memang mereka
mengejar dengan ketat tapi mereka berdua tak pernah
lepaskan senjata rahasia.
Tatkala itu Le siang-sau sudah mengayunkan tangannya
membalik hendak menyambitkan senjata rahasiamu. Keruan
Giok-liong menjadi terkejut, sekuat kakinya menjejak tanah
tubuhnya meluncur cepat menubruk tujuh kaki dibelakang
orang tangan terus diulur mencengkeram pergelangan tangan
Lan-ing-mo ko Le siang-san yang menggenggam jarum-jarum
berbisa itu, teriaknya :
"cian-pwe, jangan"
Tak nyana belum lagi suaranya sirap mendadak tampak
tubuh Le siang-sin meliuk kesebelah kanan mulumyapun
menjerit ",.Aduh" lalu tubuhnya terhuyung kesebelah kiri dan
hampir terjerembab kedepan, larinya juga menjadi lambat.
Keruan bukan kepalang kaget Giok-liong, lekas tanyanya :
"cian-pwe kenapa kau?"
Lan-ing mo ko Le siang-san mengertak gigi menahan sakit,
dengusnya :
"Aku .. aku .... pada.,.ku...."
"Kau kena senjata rahasia?"
"Aduh" lagi- lagi Le siang-san mengeluh, tubuhnya tampak
berkelejetan dan gemetar, agaknya menahan sakit yang luar
biasa, maka daya larinya menjadi semakin kendor.

Para gembong iblis yang mengejar jauh dibelakang sudah
melihat, terdengar mereka bersorak riuh rendah, suara caci
maki terdengar lagi semakin gempar dan mencekam.
Tanpa ajal Giok-liong menarik pergelangan tangan orang
yang digenggamnya itu serta berseru: "cian-pwe" Lekas
mendekam dipunggungnya tanpa menanti penyebutan Le
siang-san ia terus bopong tubuh orang secepat terbang
seperti segulung asap mengembangkan ilmu ringan tubuhnya
terus berlari sekuat tenaga.
Begitu besar nafsunya berlari untuk meninggalkan para
pangejarnya sehingga ia melupakan serangan senjata rahasia
para gembong-gembong iblis yang jahat itu.
semula meskipun senjata rahasia memberondong seperti
hujan derasnya, tapi sedikit pun tak mampu melukai mereka
berdua karena Giok- liong mengerahkan hawa Ji-lo untuk
berlindung, justeru kabut putih dan hawa Ji-lo itulah yang
sudah menyelamatkan mereka, meski sasaran senjata rahasia
sangat tepat, semua kena terpental balik oleh daya tahan
hawa Ji-lo yang ampuh.
Maka pada waktu ia memburu maju ke-depan merintangi
tindakan ce siang-san yang hendak menyambitkan ci-hu hong
bou-cian badannya tersuruk kedepan sehingga hawa Ji-lo ikut
terdorong maju, maka tanpa terlindung Le siang-san lantas
kena sebuah senjata rahasia.
sekarang ia menggendong tubuh besar Le siang-san
dicunggungnya dan dibawa lari secepat terbang, tapi kekuatan
hawa Ji-lo tak mungkin bisa menembus badan orang
melindungi punggungnya maka terasa oleh Giok-liong,
kadang-kadang badan Le siang-san menggeliat, meronta dan
juga saban saban kekejangan, tapi semua ini dalam
prasangkanya karena kesakitan sebab lukanya itu terkoyak
oleh daya luncuran larinya.

Entah sudah berada lama dan berapa jauh ia berlari, tahu
tahu cuaca sudah terang benderang, karena Lwekangnya yang
kuat maka para gembong-gembong iblis itu sudah jauh
ketinggalan dibelakang kira-kira ratusan tombaki bukan saja
desiran senjata rahasia tidak terdengar malah caci maki
mereka juga tidak terdengar pula.
Menggendong seseorang walaupun sudah mengerahkan
Ginkangnya sampai puncak tertinggi akhirnya Giok Liong
merasa kecapaian juga. Menurut dugaannya jalan keluar dari
pegunungan ini sudah tidak jauh lagi, setelah membelok
kedalam sebuah mulut lembah tak jauh disebelah depan
terdapat sebuah batu gunung yang bidang rata.
Maksud Giok-liong hendak meletakan Le siang-san yang
luka-luka itu diatas batu itu, sekedar untuk istirahat dan untuk
memeriksa luka lukanya pula. siapa tahu waktu ia pelan-pelan
meletakkak tubuh orang diatas batu bidang itu serta
memanggil: "cian-pwe . ."
"Bluk" Lan ing-mo ko Le siang san terjatuh rebah
tertelungkup tanpa bergerak, badannya sudah kaku dan mulai
dingin.
Giok-liong sampai berjingkrak kaget dan melonjak bangun
kakinya membanting tanah saking gegetun tangannya terkepal
memukuli kepalanya sungutnya.
"sungguh goblok dan harus mampus benar aku sungguh
aku harus mampus"
Ternyata diatas tubuh Le siang-san sudah terkena puluhan
macam senjata rahasia yang jumlahnya tidak kurang dua tiga
puluh jumlahnya, seluruh punggungnya dedel duwel dan
berlumuran darah sehingga punggungnya itu seperti duri
landaki sungguh keadaan ini sangat mengenaskan.
Tadi ia menghadapi kematian Ah-liong-ong yang
mengenaskan sekarang ia harus menghadapi pula

pengorbanan Le siang-san yang gugur secara mengerikan ini.
Betapa sedih dan pilu hati Giok-liong ini sungguh sukar
dilukiskan dengan kata-kata.
Kematian Ah- liong ong memang bukan menjadi tanggung
jawab dirinya secara langsung tapi orang menyelam kedasar
rawa menjemput kotak mas itu justru secara langsung
menguntungkan dirinya, maka betapapun ia harus ikut
berduka cita akan kematian orang. Tapi bagaimana juga lubuk
hatinya yang paling dalam tidak begitu terkesan akan
peristiwa ini.
Adalah kematian Lan ing-mo-ko Le siang san, walaupun
tidak sengaja tapi kematian orang adalah karena dirinya,
Apalagi orang tengah berusaha hendak menolong dirinya
keluar dari mara bahaya kehancuran total oleh pihak Bu ih-pay
yang telah menanam dinamit di berbagai jalan keluar yang
penting di seluruh pelosok pegunungan.
Beliau merupakan seorang yang telah menanam budi
besar, terhadap dirinya, maka betapa gemes dan gegetun
Giok-liong akan kejadian ini dapatlah dibayangkan.
Tak kuasa lagi ia tergerak sedih dan menyesal sekali,
kepalanya terus dipukuli dengan kepelannya, entah berapa
lama ia tenggelam dalam kedudukan ini. Tersadar olehnya
orang yang telah meninggal takkan hidup kembali, apa boleh
buat tak jauh dari batu bidang itu digalinya sebuah lobang
besar terus mengubur jenazah Le siang san ditempat itu juga.
Lalu dicarinya sebuah batu persegi yang rata ditegakkan di
depan pusara, lalu dikerahkan lwekang dengan jari tangannya
ia menulis sebaris huruf-huruf yang berbunyi "Disini tempat
istirahat budiman Le siang sun" Baru saja ia selesai mengores.
"Hahahaha Hehehehe"

" Keparat akan kulihat sampai dimana kau bisa lari"
sekonyong-konyong sekelilingnya sudah dirubung oleh orang
banyak, malah ada pula yang mendesak:
"Lekas serahkan kotak mas berisi buku catatan rahasia itu"
Ternyata para gembong gembong iblis yang mengejar itu
sudah meluruk tiba semua, mereka mengepung dirinya
menjadi sebarisan pagar manusia, semua mengawasi dan
menatap dengan pandangan gusar dan mendelik semua
menatap dengan muka buas dan ganas dengan mata
membunuh membayang dalam pandangan mereka.
Betapa murka hati Giok Liong boleh dikata sudah mencapai
puncak tertinggi yang tak terkendali lagi, sungguh sangat
kebetulan kedatangan mereka karena rasa duka dan dendam
hatinya belum sempat terlampias.
Bukan gentar dan takut menghadapi situasi menegangkan
urat syaraf ini sebaliknya Giok-liong malah bergelak tertawa- -
"Hahaaha Haha-hahahaha siapa yang tidak takut mati
silakan tampil ke depan"
Lalu dengan ringan ia meloncat keatas batu nisan yang
baru saja ditegakkan itu, sikapnya garang dan gagah.
segera tampak Ci-hu sin-kun tampil ke-depan, katanya
lantang:
"Buka kotak mas itu, biar Lohu melihat sekali lantas
kutinggal pergi"
"Untuk apa kau hendak melihat?" tanya Giok-liong dengan
nada berat.
"Lohu sudah pernah berkata, aku takkan turun tangan
merebutnya."
"Merebut? Kukira kau belum mampu"
"Buyung" ci hu sin-kun berjingkrak gusar,

"kau tidak tahu kebaikan."
"Bukan aku"
"siapa?"
"Kau sendiri"
Keruan semakin murka Ci-hu sin-kun kedua lengannya
digentakan, serunya:
"Agaknya sebelum melihat la yon kau takkan menangis.
Baik, biar Lohu memberi ajaran kepadamu."
ci-hu-sin kun mengerahkan tenaga kabut ungu segera
menyelubungi seluruh badannya setinggi tiga kaki di atas
kepalanya.
Melihat ayahnya marah-marah dan hendak bergebrak
dengan Giok Liong, ci-hu-giok li menjadi gelisah, tersipu-sipu
ia memburu ke samping ayahnya terus menarik lengannya,
katanya berbisik dipinggir telinga sang ayah:
"Yah saat ini musuhnya begini banyak, apa perlu kita
sendiri yang turun tangan"
demikian bujuknya supaya meredakan amarah ayahnya.
"Dia berani main tengkar dengan ayahmu." dengus ci-husin-
kun,
"rasa dongkoi ini masa bisa kutahan"
"Kalau kau tidak mencari perkara kepada dia, belum tentu
dia mau bertengkar dengan kau, kenapa kau tidak menonton
saja dari samping dulu." demikian bujuk Ci-hu-giok-li Kiongling
dengan suara lembut.
sebenarnya mana Ci-hu-sin kun sudi menjadi pelopor dalam
pertempuran babak per-tama, apalagi Giok- liong merupakan
lawan yang paling tangguh lagi. Maka segera ia pinjam angin
memutar haluan, dengusnya dengan kebencian:

"Baik, biar kuberi kelonggaran beberapa saat lagi." lalu ia
membalik tubuh berseru kepada seluruh hadirin:
"Lohu tiada niat- untuk merebut kotak mas itu. Maka
silakan kalian berlaku menurut keinginan kalian sendiri."
Apa yang dikatakan sebagai bergerak bebas menurut
keinginannya sendiri tidak lain adalah kata-kata membakar
dan memberi dorongan kepada gembong-gembong iblis itu
supaya mereka yang ada minat lekas-lekas turun tangan.
sudah tentu para hadirin menjadi gempar.
"Tutup bacot kalian." Tiba-tiba Pak-hay su lo meluncur
datang, semua melayang kesamping Giok-liong kira-kira
setombak jauhnya, berjajar dan bertolak pinggang dengan
angkernya.
Melihat Pak-hay-su lo juga telah ikut mengejar tiba,
berkerut alis Giok-liong, hatinya mulai was-was dan gelisah
tidak tentram.
sebab bagaimana hubungan pribadinya dengan aliran Pakhay-
bun diPinng-goan itu sampai saat ini masih belum
diketahui secara jelas. Li Hian pernah menanam budi besar
akan keselamatan jiwanya dulu, demikian gagah perwira dan
setia kawan lagi ke-empat orang tua dari laut utara ini, pribadi
dan sepak terjang mereka merupakan teladan yang harus
ditiru dan menjadi cermin bagi dirinya, sekarang aku harus
bertempur mati-matian melindungi kotak mas ini atau
kuserahkan secara damai saja kepada mereka ?
Disaat Giok-liong gundah dan serba sulit inilah King-thian
sin Lu say bersoja katanya:
"selamat siau-hiap. secara tak sengaja siau-hiap telah
dapat memperoleh kotak mas yang tersimpan di mata air
dasar Rawa naga beracun itu."
" Celaka." demikian pikir Giok-liong,

" kalau mereka menghadapi aku dengan kata-kata manis
lebih membuat runyam diriku." Karena pikirannya ini maka
dengan tegas dan gambla langsung ia buka suara lebih dulu :
"Apakah kalian berempat mengingini kotak mas ini."
Tersipu-sipu King thian sin Lu Say goyang tangan, ujarnya:
"Siau-hiap jangan salah paham, kita berempat bersaudara
jauh menyusul ke Bu ih san sini dari laut utara memang
bertujuan mengambil kotak mas itu dari dasar rawa itu."
Giok- liong tertawa getir, katanya:
"Hal ini kalian sudah pernah katakan kepadaku"
"Malah sebelum berangkat," demikian lambung Lu say,
"majikan ada berpesan wanti-wanti, supaya kita harus
mendapatkan kotak mas ini meski harus berkorban jiwa."
Terpaksa Giok- liong tertawa getir tanpa mampu berdebat
lagi, katanya terbata-bata:
"Ta. . . tapi . . . tapi ... "
"siau-hiap Dengarkan penjelasanku "
"o, silakan katakan "
"sekarang kotak mas itu sudah menjadi milik siau-hiap.
maka kami berempat masa berani kurang ajar, terpaksa kita
segera pulang ke ping goan dilaut utara untuk memberi lapor,
maka sekarang juga kita minta pamit"
Kata-kata terakhir ini betul-betul diluar dugaan Giok Liong,
sesaat ia melengak lalu ujarnya :
" kalau majikan kalian memberi hukuman, aku menjadi
sungkan kepada kalian."
"Kami berempat sudah puluhan tahun menghamba dibawah
perintah majikan, baru pertama kali ini kita gagal menunaikan

tugas, terpaksa memang harus minta hukuman kepada
Majikan Permisi."
Habis berkata King thian-sin Lu say mengulapkan tangan
mengajak tiga saudaranya, lalu membentak bersama:
"Mari " baru saja lenyap suara mereka, tahu-tahu Pak-hay
su-lo sudah meluncur sejauh lima tombak. Empat bayangan
tinggi besar dan kekar itu sebentar lenyap ditelah kabut pagi
yang masih pekat itu, mereka langsung menuju kearah timur
dimana terdapat jalan keluar yang paling aman.
sungguh tiada suatu kejadian seperti hal ini yang membuat
hati Giok- liong kegirangan, su-lo tinggal pergi begitu saja
tanpa mencari perkara dengan dirinya, ini menambah hati
Giok- liong semakin besar dan tabah, bertolak pinggang berdiri
diatas batu bidang itu tangan kanannya terkepal diangkat
tinggi-tinggi, mulutnya berseru lantang kepada para gembonggembong
iblis:
"Masih ada siapa lagi, silakin taiipil kedepan unjukkan
tampangmu."
"Lohu tak percaya ada berapa tinggi kemampuanmu
menghadapi kita sekian banyak ini." tahu-tahu Cukong istana
beracun ibun Hoat menggoyangkan pundak beranjak kedepan
sepasang matanya memancarkan sinar kebencian yang kebirubiruan,
seringainya kejam dan sadis.
"Lohu juga raga penasaran." seumpama bayangan ibun
Hoat saja Yu-bing-khek-cu Li Peki yang juga tampil ke depan.
Bertaut alis Giok- liong, tanpa bergerak sepasang matanya
menyapu pandang kearah ibun Hoat sekonyong-konyong ia
mendongak dan bergelak tertawa, katanya sambil menunjuk
Yu-bing-khek-cu Li Pek-yang:
"Li-khekcu, aku ada sepatah dua kata, setelah kukatakan
barulah kita mulai."

"Katakan." gerung Yu bing-khek cu LiPek-yang beringas.
Belum berkata Giok- liong tertawa geli dulu, ujarnya :
"Khekcu, sebagai seorang Congcu dengan kedudukanmu
yang tinggi itu kenapa kau terima menjadi ekor ibun Hoat
berjalan dituntun hidungmu ?"
"Tutup bacotmu kau berani menghina aliran Yubing kita."
"Menghina ? Haha kenyataan terpapar didepan mata "
"Kenyataan apa ?"
"Coba kutanya Tempo hari waktu mengejar dan membututi
aku yang rendah kenapa tidak begundal dari pihak Istana
beracun yang tampil sebaliknya kau mengutus putrimu sendiri
? Ketahuilah putrimu seorang gadis remaja, masa disuruh
berkelana menonjolkan diri ditonton orang di jalanan, apakah
hal ini patut dipandang mata. Apa- lagi seumpama ia berhasil
memperoleh seruling samber nyawakan bakal menjadi milik
istana beracun, tiada manfaat bagi dirimu, sebaliknya kalau
tidak berhasil, bukankah kau sendiri yang bakal mendapat
malu"
"Tutup mulut." Yu-bing-khek-cu semakin berjingkrak gusar.
dengusnya:
" Kembalikan putriku, maka diantara kita masih bisa
dirundingkan secara damai, kalau tidak biar aku adu jiwa
dengan kau."
Giok Liong tertawa lantang, ujarnya
"Gampang Urusan ini gampang diselesaikan."
"Mana putriku ?"
"Pada hari Goan-siau tahun depan silakan kaujemput di
Gak-yang lau."
"Apa benar ucapanmu ini ?"

"Ma Giok-liong belum pernah membual Apalagi dihadapan
sedemikian banyak orang aib sekali untuk berbohong."
"Betul ?"
"Legakanlah hatimu."
"Baik, biar Lohu menanti selama satu bulan ini, sampai
saatnya pasti aku datang, seumpama sampai ke ujung langit
kalau kau berbohong tentu Lohu takkan memberi ampun
kepadamu."
"Baik, kita janjikan begitu saja, usiaku masih muda masa
harus ingkar janji mendapat nama jelek dan dimaki orang."
Yu-bin khek-cu Li Pek-yang manggut-manggut, memutar
tubuh ia berkata kepada Cukong istana beracun :
"ibun-heng Maaf siaute minta diri "
Cukong istana beracun ibun Hoat melengaki katanya
tergagap:
"Li heng Kau..."
Li Pek-yang tertawa tawar, katanya :
"Demi keselamatan putriku, terpaksa aku harus
mengundurkan diri, selamat bertemu"
Laksana bianglala tubuhnya meluncur tinggi terus melesat
dan di belakangnya disusul oleh delapan belas Hek-i Tongcu
serta beratus rasul bawahannya, tanpa bersuara mereka
mengejar dan mengintil di belakang pemimpinnya.
Maka para gembong-gembong iblis yang mengepung Giok
Liong kini tinggal separo dari jumlah semula mereka berpencar
berkelompok di mana-mana, kekuatan mereka banyak
berkurang.

Mimpi juga Giok-liong tidak sangka bahwa Yu bing khek cu
begitu gampang di gebah pergi dengan beberapa patah kata
saja, sudah tentu hatinya semakin girang dan lebih mantap.
Menghadapi Cukong istana beracun ibun Hoat ia berkata:
"sekarang kekuatan kalian sudan susut separo, apa kau
masih menanti dewa elmaut mencabut jiwamu "
Cukong istana beracun murka sekali, makinya :
" Keparat kau, Lohu bukan anak kecil yang berusia tiga
tahun, masa gampang digertak dan dibujuk dengan kata-kata
manis, jangan harap gertakanmu mempan terhadap aku "
Giok- liong menarik muka, desisnya:
" kalau begitu kau sengaja mencari penyakit sendiri."
"Buyung," hardik Cukong istana beracun ibun Huat,
" Kaulah yang mencari mampus"
setelah berkata air mukanya mendadak berubah, uap biru
lantas mengepul keluar dari seluruh badannya sepasang biji
matanya memancarkan cahaya biru yang cemerlang seperti
api setan, dimana ia menggerakkan ke dua lengannya keatas
mulutnya memberi aba-aba.
"seluruh murid istana beracun dengar perintah"
seketika terdengar tembang nyanyi yang gemuruh seperti
suara kumbang yang terbang serabutan suaranya semakin
keras dan lantang menusuk telinga, ibun Hoat bertembang:
"seluas-luas alam semesta, hanya akulah yang teragung."
Anak buah Istana beracun lantas menyahut dengan suara
gemuruh menggeledek :
"I-bun cosu, lindungilah hambamu panjang umur." belum
habis gerungan ramai ini sebuah suitan panjang yang

mengejutkan seluruh maya pada ini laksana guntur
menggelegar menggetarkan seluruh gunung.
Dalam sekejap mata saja seluruh anak buah istana beracun
itu mumbul ketengah udara beterbangan semua
mengambangkanjubah panjang warna hitam laksana dua
sayap besar dan lebar semua berputar dan melambai-lambai
seperti laba-laba besar, mulut mereka menyemburkan kabut
biru yang amis memualkan beterbangan memenuhi angkasa.
"Lan-cu tok-yam" terdengar teriakan ketakutan dari
gerombolan gembong iblis lain-nya, tersipu-sipu mereka
mencelat mundurjauh lima tombak.
Waktu di puncak Go bi san dulu secara langsung Giok Liong
sudah pernah berkenalan dengan Lan-cu- tok-yam ini, meski
tidak merasa aneh lagi, tapi menghadapi ilmu jahat dan
berbisa yang sudah menggempar kan Kangouw selama
ratusan tahun ini betapapun ia harus berlaku hati-hati.
Dalam seribu kerepotannya segera ia merogoh kantongnya
mengepalkan Kim-pit dan seruling samber nyawa, sinar kuning
mas terpancar gemerlap laksana lembayung, demikian juga
sinar perak cemerlang terang menyilaukan mata.
Dengan membekal seruling di tangan kiri dan potlot mas di
tangan kanan, seluruh tubuh Giok-liong sudah diselubungi
kabut putih nyata bahwa Ji-lo sudah terkerahkan seluruhnya.
Tiba-tiba dari atas batu nisan yang besar tinggi itu
tubuhnya mencelat tinggi menerjang kedalam kabut Lan-cutok-
yam yang berbisa itu dengan gerak tubuh yang sangat
indah, yaitu Kio hwi-ih-thian (burung camar menjulang ke
langit)
Maka mulailah pertempuran maha dahsyat dan maha
mengerikan, Terlihat diantara lautan kabut biru yang tebal
bergulung-gulung itu terpancar sinar kuning dan lembayung
putih yang berkelebatan selulup timbul laksana naga bermain

didalam lautan. Dimana sinar kuning menyambar tiba, kabut
biru kontan sirna dan terdesak kesamping.
Akan tetapi anak buah istana beradu ini memang sudah
gemblengan dalam ilmu aneh dan sesat meski setiap kali
Potlot mas menghunjam mengenai sasarannya, musuh
seketika melayang jatuh menggelegar di tanah tapi tak lama
kemudian lantas bisa terbang lagi seperti tak terjadi sesuatu
apa2 atas diri mereka.
Begitulah meski seruling dan Potlot mas Giok- liong sangat
ampuhi namun musuh selalu patah tumbuh hilang berganti,
seperti mereka takkan bakal dapat dimusnahkan. Keruan
lambat laun Giok- liong menjadi kewalahan dan gelisah,
pikirnya cara bertempur begitu dahsyat dan seram sampai
kapan baru bisa berakhir, sesaat ia menjadi kehilangan kontrol
a ka n pemus ata n pikira nny a .
sementara itu anak buah istana beracun masih terus
beterbangan berseliweran kian kemari menyambar-nyambar,
gerak-gerik mereka semakin cepat dan penyerangan juga
semakin gencar dan ganas, seluruh angkasa dipenuhi kabut
biru yang bersuhu panas berbau busuk.
Kalau tidak mengandalJi-Io yang melindungi badan, seratus
Giok Liong pun siang-siang sudah dilalap habis berubah
genangan air darah kental.
sang surya sudah mulai menongol dari ufuk timur, sebentar
lagi cuaca bakal terang benderang. Mendadak tergerak hati
Giok- liong seperti mendapat suatu ilham timbullah kecerdikan
otaknya, segera Potlot mas dan seruling batu pualam
digetarkan cepat sekaligus ia mainkan ilmu jan-hun-su-sek
dengan dua senjata ampuh ini, seketika bertambah besar
perbawa dan kekuatannya, kontan anak buah istana beracun
kena terdesak mundur beberapa tombak jauhnya.

sedikit kelonggaran dan kesempatan ini digunakan baikbaik
oleh Giok- liong, mendadak tubuhnya meluncur turun
diatas batu nisan terus duduk bersila.
Perobahan tingkah laku yang mendadak dari Giok-liong ini
bukan saja membuat heran dan tak mengerti para gembonggembong
iblis yang menonton di pinggiran, seluruh anak buah
Istana beracun juga tidak luput menjadi kejut dan heran,
untuk sesaat mereka menjadi keder dan takut untuk
menerjang maju lagi.
Giok Liong mengendalikan napas menarik hawa
memusatkan seluruh tenaganya di pusar, Potlot mas segera
disimpan kembali ke- dalam buntaiannya, dengan rona wajah
yang wajar seperti tak terjadi apa-apa ia mendongak
menghadapi anak buah istana beracun yang terlongo heran
itu, katanya:
"Eh kenapakah kalian ?"
sedikit bimbang lantas Cukong Istana beracun Ibun Hoat
berteriak lantang:
"Jangan masuk perangkap bocah keparat itu, kembangkan
ilmumu serbu bersama."
seluruh anak buah istana beracun mengiakan dengan suara
gemuruh, sekali lagi mereka kembangkan Lan cu-tok-yam
terus terbang ke atas kepala Giok-liong, serbuan kali ini
kelihatan lebih ganas dan lebih kejam.
Akan tetapi sedikitpun Giok Liong tidak bergeming dari
tempat duduknya, hanya Ji-lo terus dikerahkan untuk
mendesak mundur serbuan Lan-cu tok-yam yang berbisa itu.
sebentuk kabut putih berkembang dan berkepulan di
sekitar tubuh Giok-liong yang duduk tenang bersila.

"Tri ... lu ... li ..." irama seruling semerdu pekik burung
Hong laksana keluban panjang naga terbang berkumandang
ditengah udara.
"Sebelum ajal kiranya buyung ini juga ingin bersenangsenang
dulu "
saking gelisah dan kwatir ci hu-giok-li sampai mengalirkan
air mata, mendongak memandang wajah ayahnya ia berkata:
"Yah Kenapakah dia ?"
Tidak menjawab Ci-hu-sin- kun berbalik tanya:
"Anak Ling Kenapakah kau ini ?"
"Aku ?"
"Kau menangis ?"
Ci-hu giok-li Kiong Ling- ling kontan merasa mukanya
merah panas, dengan ujung lengan bajunya ia membasut air
matanya, sahutnya dengan kemalu-maluan:
"Yah Maksudku kenapakah dia ?"
"siapa ?"
" Giok- liong . . . Kim-pit-jan hun "
Kontan ci-hu sin-kun menarik muka, dengan wajah
membesi ia termenung sebentar mendengarkan dengan
cermat.
Terdengar irama seruling memuncak tinggi menembus
angkasa, nadanya semakin tinggi lagunya semakin kalem.
Ternyata pengalaman dan pengetahuan cihu-sin-kun cukup
luas, mendadak berubah air mukanya, serunya gugup:
"Nak Mari kita pergi."
"Pergi?" tanya Ci-hu-giok-li Kiong tling-ling menegas
dengan khawatir.

"Ya, cepat menyingkir inilah irama seruling samber nyawa
yang merupakan ilmu tunggal puncak tertinggi yang sudah
putus turunan, namanya jan hun-ti (irama penyedot sukma)
sungguh tak duga bahwa latihannya kiranya sudah melampaui
ribuan tahun "
"Ribuan tahun?"
"inilah jurus-jurus lihay dari Jan-hun ti senjata kuno yang
sakti mandraguna itu, sudah ribuan tahun yang lalu
menggegerkan dunia persilatan tiada seorangpun yang
mampu mempelajarinya . "
Irama seruling semakin gemuruh seperti berlaksa kuda
berderap cepat menggulung tiba, seperti ombak samudera
yang mengamuk setinggi rumah, begitu gemuruh dan gegap
gempita menembus langit seakan-akan dunia kiamat, laut
tumpah dan gunung gugur. "Wuaaaaaaa....." tiba-tiba
terdengar pekik dan jerit panjang yang menyayatkan hati.
Tampak salah seorang anak buah istana beracun melayang
jatuh lurus dari tengah udara terus terbanting keras diatas
tanah, setelah kaki tangan berkelejetan sebentar terus
berhenti untuk selama-lamanya.
Irama seruling terus meruncing dan lebih keras dan cepat
lagi. "ou...." "Haaaaah" satu persatu anak buah istana beracun
saling berjatuhan sambil berpekik panjang mengerikan.
sekonyong-konyong ci hu-giok-li Kiong Ling-ling mengerutkan
kening, kedua tangannya mendekap pelipisnya, suaranya
gemetar seperti sangat menderita: "Yah Hatiku pilu benar...
aduh... ai"
Berubah hebat air muka Ci-hu sin kun, dengan menarik
sebuah lengan putrinya ia membentak:
"Lekas pusatkan semangat dan pikiran, kerahkan Lwekang
melindungi badan, mari pergi."

Jauh puluhan tombak disekitar gelanggang terlihat sudah
banyak para gembong iblis lainnya sedang terhuyung dan
sempoyongan roboh seperti orang mabuk minum araki
tangannya menggapai- gapai.
Sekuat tenaga Ci-hu giok-li Kiong Ling-ling mengerahkan
hawa murni melindungi tubuhnya seiring dengan kelebat
tubuh ayahnya ia bertahan menggigit gigi terus meluncur
cepat sekali berlari kencang kearah timur...
Pertama-tama adalah Hiat-hong pangcu yang melihat
tingkah perobahan ci-hu-sin-kun kurang wajar ini, cepat-cepat
ia bergegas maju mulutnya tercetus berkata: "sin-kun Dan
bagaimana...."
"Irama seruling samber nyawa itu, adakah kau kuat
bertahan?" seru Ci-hu-sin-kun.
sungguh mimti juga Hoat hong-pangcu tidak menduda
bahwa lagu kuno yang sakri mandraguna dari tiupan seruling
yang pernah didengarnya sudah menghilang selama ribuan
tahun ternyata sekarang telah betul-betul menjadi kenyataan
atas diri Giok-liong, pemuda yang baru berusia belum cukup
dua puluh tahun.
Lari menyelamatkan diri adalah lebih penting, mana ada
waktu baginya untuk ngobrol atau banyak pikir lagi.
Apalagi dengan latihan ci-hu-sin-kun yang sudah sempurna
serta kedudukan dan jabatabannya saja harus lagi menyingkir
secara porakp oranda membawa putrinya, maka betapapun
dirinya tidak boleh terlambat sedikitpun, dalam seribu
kesibukannya secara lantang ia berseru kepada anak buahnya:
"seluruh anak muridku, lekas tinggalkan gunung ini jauhjauh,
jangan sampai kalian roboh dan tertimpa maut oleh
irama seruling samber nyawa ini."

sembari berkata ia mendahului berkelebat jauh, waktu kata
katanya habis iapun sudah puluhan tombak jauhnya.
Sudah tentu semua anak buahnya menjadi ketakutan
seperti arwah sudah melayang keluar badan, serentak mereka
lari pontang-panting jatuh bangun, Para gembong-gembong
iblis lainnya yang mendengar akan ancaman bahaya itu, tak
mau ketinggalan merekapun berlomba melarikan diri keempat
penjuru, entah kemana saja asal jiwa bisa selamat.
Tatkala itu, kabut biru dari hamburan Lan-cu-tok yam yang
jahat dan berbisa itu sudah semakin guram dan menipis.
Diatas tanah bergelimpangan anak buah istana beracun
sungsang sumbel tak teratur, keadaan kematian mereka
begitu lucu dan mengerikan sekali.
Tinggal Cukong istana beracun ibun Hoat serta lima tujuh
tokoh-tokoh dari istana beracun yang masih kuat bertahan,
dengan tak mengenal rasa takut sedikitpun mereka masih
beterbangan diatas gulungan kabut putih yang menyelubungi
badan Giok-liong seperti laba-laba laksana setan gentayangan
pula mereka men amber-nyamberpergi datang tapi ^ak sekuat
dan secepat tadi.
Yang sangat mengherankan adalah sedikitpun mereka tidak
menjadi gentar atau keder melihat para saudara mereka satu
persatu roboh tak berkutik dan binasa, bukan saja lagi marah
seperti tidak tahu betapa lihaynya sang musuh yang terang
mereka harus menyerang sampai titik darah penghabisan.
Mungkin mereka sudah tergetar pecah telinganya
pandanganpun menjadi kabur dan yang terpenting adalah
semangat mereka sudah buyar dan linglung karena getara
gelombang irama seruling samber nyawa, seperti patung kayu
saja layaknya yang tidak punya panca indera lagi.
saat itu surya sudah naik tinggi diufuk timur sana, dunia
sudah terang benderang.

Lagu yang tertiup dari seruling Giok Liong mendadak
berubah dari cepat menjadi lamban, dan dari tinggi menurun
menjadi suara rendah berisik.
Dari kejauhan sana mendadak terdengarlah suara
dentuman yang gegap gempita begitu keras ledakan ini
sehingga tanah pegunungan ini terasa bergetar. DisusuI
disebelah barat sana kelihatan asap tebal menjulang tinggi
keangkasa, sungguh suatu kejadian yang mengejutkan.
Tak lama kemudian disusul terdengar lagi ledakan lebih
keras dari arah selatan api berkobar dan asap tebal juga
bergulung tak kalah hebatnya, ledakan kali ini jaraknya rada
dekat sehingga memekakkan telinga, suaranya sampai
bergema sekian lama dialam pegunungan.
Belum lagi gema ledakan ini hilang di sebelah utara lagi-lagi
terdengar ledakan yang tak kalah hebat dan kerasnya, malah
terdengar tiga kali ledakan yang satu sama lain lebih keras.
Bara api lebih besar dan mengangah memerah diudara pagi
sebelah utara.
Begitu cepat perubahan yang tak terduga iai berlangsung,
saking dahsyat dan hebatnya sehingga bumi bergetar dan
gunung menjadi goyah.
Malah mayat-mayat yang bergelimpangan ditanan itu ikut
mencelat dan melenting beterbangan karena getaran ledakan
yang dahsyat itu, seperti terjadi gempa bumi dan ledakan
gunung berapi saja layaknya.
Giok-liong sendiri juga hampir terjungkal jatuh dari tempat
duduknya di atas batu nisan, "siuuauuut" mendadak irama
serulingnya kuncup dan tak terdengar lagi. seiring deruan
berhentinya irama seruling di mulut Giok-long, Lima tujuh
orang yang masih ketinggalan beterbangan itu lantas
melayang berjatuhan kebanting di tanah.

Para anak buah Istara beracun yang masih ketinggalan
hidup termasuk Cukongnya Ibun Hoat terjungkir balik seperti
layangan putus benangnya melayang ringan terus rebah tak
berkutik lagi.
Dengan melintangkan seruling didepan dada Giok Liong
menggebah jubahnya menghilangkan debu diatas pakaiannya
lalu pelan pelan bangkit berdiri menyongsong datangnya surya
pagi terasa seluruh badan sangat penat dan kehabisan
tenaga.
Dengan langkah lambat ia menghampiri kehadapan cukong
istana beracun Ibun Hoat.
Badan kurus kering seperti seonggok kayu dari Cukong
istana beracun itu kini sudah tidak menyerupai bentuk
manusia lagi, meringkuk di tanah sebesar orok yang baru
lahir, tubuhnya menjadi kempot tinggal kulit pembungkus
tulang, seluruh kulitnya berwarna kekuning-kuningan,
napasnya empas empis banyak keluarnya daripada menghirup
hawa, mulut megap-megap tinggal menunggu ajal saja.
Demikianjuga matanya sudah celong mendalam kehitamhitaman.
Para tokoh-tokoh lihay dari istana beracun lainnya, terang
sudah melayang jiwanya sejak tadi.
Giok-liong menerawang keempat penjuru menghadapi
mayat-mayat yang bergelimpangan malang melintang ini, tak
terasa ia menghela napas panjang.
"Ai." sekonyong-konyong ia mengguman seorang diri
"Celaka. peringatan suhu masih mendengus di pinggir
telinga, kalau beliau orang tua tahu kejadian disini bagaimana
baiknya"
Akan tetapi nasi sudah menjadi bubur, apa pula yang dapat
diperbuatnya, pandangannya dialihkan ke arah barat dan

selatan dan utara, dimana pada tiga tempat ini bara api
kebakaran masih membumbung tinggi, asap hitam mengepul
semakin tinggi.
Mungkin peledak atau dinamit dan bahan bakar lainnya
yang dipendam oleh Bu- ih ciang bun Im- yang kiam GoBenghui
telah meledak beruntun, Menurut perhitungan dari sang
waktu tepat sekali sesaat sesudah para gembong gembong
iblis itu berlari sipat kuping menyelamatkan diri dari irama
gelombang seruling samber nyawa.
Pikirannya melayang sampai disini, tiba-tiba ia membanting
kaki serta dengusnya:
"Kiong Ling-ling" pada saat ini baru terasa olehnya betapa
besar rasa cinta kasih Kiong Ling-ling terhadap dirinya,
tetapi...
Dia tak berani memikirkan lagi, sambil menunduk ia simpan
seruling samber nyawa terus merogoh keluar kotak mas itu,
baru saja ia niat membuka, waktu dipandang secara tegas, tak
terasa ia mengeluh:
"Bagaimana duduk persoalan ini? ini..."
Kotak mas panjang satu kaki itu mengkilap kekuningkuningan,
bentuknya panjang tapi tipis dan tingginya cuma
lima senti, diatas tutupnya diukir burung Hong dan Naga, ada
awan ada pohon Kwi-hwa serta gambar bunga lainnya yang
dilukis begitu indah seperti hidup,
Jelas sekali diantara sekian banyak ukiran kembang dan
bintang itu ditengah yang sangat menyolok mata tampak
ukiran delapan huruf besar yang berbunyi:
"siapa berani membuka kota ini pasti mengalami bencana
kematian."
sinar surya bertingkah diseluruh jagat, alam memancarkan
cahaya kuning yang cemerlang tertimpa diatas permukaan

kotak mas yang mengkilap itu, sehingga kelihatan lebih hidup
dan menyolok mata.
Dengan kedua tangannya Giok-liong menjulang kotak mas
itu, sesaat ia menjadi kehilangan pikiran cara bagaimana ia
harus mengurus kotak di tangannya itu. Di buka atau tidak ?
Kalau tidak dibuka, pesan terakhir ibundanya sebelum
berpisah dulu masih terkiang jelas sekali dipinggir telinganya,
terang di katakan bahwa kotak mas ini adalah peninggalan
ayahnya, didalamnya tercatat rahasia yang penting sekali
mengenai riwayat hidupnya, kenapa pula aku harus gentar
menghadapi kedelapan huruf ini dan mengaburkan urusan
besar.
Kalau dibuka, huruf yang menyatakan bencana kematian
yang menyolok dan menyedot sukma itu benar benar sangat
menyulitkan dirinya. Mungkinkah ini merupakan suatu jebakan
muslihat yang sering terjadi dalam dunia persilatan. Dilihat
dari tata kehidupan di Kangouw yang serba berbahaya dan
penuh liku-liku hidup yang membahayakan betapa juga
peringatan ini harus diperhatikan.
Adakah ayahnya dulu pernah meninggalkan dendam
kesumat kepada sementara tokoh-tokoh Kangouw, dengan
menyebar luaskan akan rahasia catan dalam kotak mas ini
untuk memancing sang musuh keluar dan masuk dalam
jebakannya.
Terlebih dulu mengadu domba serta membiarkan mereka
dua jiwa dalam memperebutkan kotak mas ini atau mati
tenggelam dalam pusaran air rawa naga beracun yang dingin
membeku ini. Dan bila tokoh yang terakhir mendapatkan
kotak mas inipun takkan
ketinggalan hidup karena kotak mas ini berisi racun jahat
atau binatang berbisa dan mungkin juga senjata rahasia yang
ganas.

Bukankah tujuan terakhir inijuga akan membuat tokoh
terlihay yang akhirnya mendapatkan kotak mas ini menjadi
korban jebakannya pula.
semakin dipikirkan ia menjadi semakin curiga, semakin
dipikir ia menjadi gentar dan ciut nyalinya untuk
memberanikan diri membuka kotak mas di tangannya itu.
Menghadapi pancaran sang surya yang cemerlang itu ia
menjadi bimbang dan tak berani ambil keputusan yang positip.
Mendadak ia membanting kaki, desisnya:
"Tak peduli apapun yang bakal terjadi, aku tak bisa
berpeluk tangan saja, Mati atau berkorban Apa pula yang
harus kutakuti manusia memang harus mati kalau memang
ditakdirkan oleh Tuhan yang berkuasa, daripada hidup seperti
aku yang terombang ambing tak menentu arah dan cita-cita
ini."
begitu tetap pikirannya segera jari kelingkingnya menekan
sebuah tombol di muka atas kotak mas itu.
"Plak " dengan mengeluarkan suara nyaring kotak mas itu
terbuka mental dengan keras. Didalam kotak kelihatan
terdapat setumpukan kertas minyak serta seonggok sampul
surat, entah apa pula yang tersimpan di dalamnya.
Pikir Giok-liong bagaimana pula harus dijelaskan kata kata
"malapetaka kematian didepan kotak ini ?" Giok-liong tidak
begitu gegabah uniuk segera mengulur tangan menjemput
bunta Lan sampul-sampul kertas minyak itu, dengan kedua
tangannya terulur maju kedepan dada, dipandangnya lekatlekat
kotak mas tanpa berkesip menantikan perubahan apa
yang bakal terjadi.
Nanti punya nanti tiada kelihatan reaksi apa-apa, Giok-liong
menjadi tertawa geli sendiri, segera ia mengulur tangan

mengambil buntalan kertas minyak itu terus dibalik hendak
dibuka.
"Permainan apa lagi..." kiranya sampul sebelah yang
terbalik itu tersegel dengan selarik kertas kuning, diatas tarik
segel kuning ini tertulis lagi delapan huruf-huruf kecil warna,
merah darah menyolok mata, berbunyi:
"Mengintip rahasia pribadi orang, setan malaikatpun tak
berampun."
Giok-liong menggelengkan kepala berulang-ulang,
"malapetaka kematian tidak sampai menggertaknya takut,
adalah kata-kata rahasia pribadi ini membuatnya serba
runyam. Kalau yang terbuntal didalam bungkusan kertas
minyak ini betul betul adalah rahasia piibadi orang lain
bagaimana ?
Mendadak ia menjadi nekad, gumannya membanting kaki :
"Masa peduli banyak, terang adalah peninggalan ayahku
sendiri meskipun rahasia pribadi betapapun adalah rahasia
pribadi keluarga kita orang she Ma kenapa aku harus ragu dan
bimbang."
Tanpa ayal segera disobeknya segel kertas kuning itu
pelan-pelan ia membuka sampulnya....
"Tunggu sebentar " tiba-tiba pandangannya terasa kabur
akan berkelebatnya sesosok bayangan kuning mas.
Bukan kepalang kejut Giok-liong, secara reflek kakinya
mengeser gesit sekali mundur setombak lebihi "Plak " kontan
ia menutup kota mas kembali serta serunya tak tertahan:
"siapa tuan ini ?"
Entah kapan tahu-tahu disampingnya dimana ia berdiri tadi
telah berdiri seorang laki-laki pertengahan umur yang
berdandan sebagai seorang persilatan.

Laki-laki pertengahan umur berdandan kaum persilatan ini
beralis tebal lentik, bermuka cakap dengan kumis yang teratur
rapi menaungi bibirnya yang tebal lebar, hidung mancung
jenggotnya pendek teratur lurus seluruh pakaian yang
dikenakan berwarna kuning mas berkilau entah terbuat dari
bahan apa, dipinggangnya menyoreng sebilah pedang panjang
tiga kaki sikapnya gagah dan perwira sangat angker, membuat
orang merasa kagum dan segan tak berani beradu pandang
kedatangannya ini seumpama malaikat dewata saja.
sekian lama ia mengawasi Giok-liong, sebelah tangan kiri
memegang gagang pedang sedang tangan kanan menunjuk
kotak mas ditangan Giok-liong , katanya :
"sekali-kali kau tak boleh melihat surat-surat dalam kotak
mas itu "
Giok Liong menyengir dingin, tanyanya :
" Kenapa ?"
"Tidaki... tidak kenapa ?"
" omong kosong Kotak mas sudah menjadi milikku, aku
punya hak penuh akan kotak mas ini, ada sangkut paut apa
dengan tuan?"
"sudah tentu ada sangkut paut dengan aku "
"Ada sangkut paut dengan kau ada sangkut paut dengan
kau juga harus kuperiksa,"
lalu Giok-liong melangkah kesamping menjauh beberapa
tindak, "plak " sekali tekan ia membuka tutup kotak mas itu
lagi.
(Bersambung keJilid 31)
Jilid 31
Kim-i-jin atau orang berpakaian serba kuning mas itu
menjadi gugup, tak kelihatan ia bergerak tahu-tahu bayangan

kuning berkelebut sebat sekali ia menubruk tiba kehadapan
Giok-Liong tangannya meraih seraya berteriak gelisah:
"Betapapun kau tak boleh lihat"
Giok-Liong melengak, batinnya: "Gerak tubuh yang teramat
cepat sekali sungguh belum pernah kulihat selama ini." Di hati
ia berpikir, mulutnya menggertak sedang kakinya menggeser
kedudukan: "Betapapun aku harus melihat "
Tangan kiri yang memegang gagang pedang dari Kim-ijin
kelihatan gemetar, tangan kanan digoyangkan, naga-naganya
ia berniat hendak melabrak dengan kekerasan.
Karena kepandaiannya yang hebat dan lihay tadi serta
sikapnya yang berwibawa itu Giok-Liong menjadi tak berani
gegabah, kotak mas disembunyikan dibelakang punggungnya
katanya dengan nada berat:
"Apa kau nantang berkelahi ?"
Ternyata Kim-i-jin itujuga sangat prihatin katanya sungguhsungguh:
"Kalau kau tidak mau dengar nasehat, terpaksa aku harus
melabrak kau "
"Hahahahaha..." Giok-Liong terbahak-bahak,
"Terang kau sengaja hendak ikut merebut kotak ini, sayang
kau terlambat setindak lantas kau mencari gara-gara, Bagus
Mengingat kedatanganmu yang tak gampang dan cukup
mencapaiku n ini, bolehlah kau segera pulang tanpa cidera,
maka tidak tersia-sialah kedatanganmu ini,"
Setelah berkata ia simpan kotak mas kedalam bajunya
terus menepuk kedua tangganya, dengan muka mengeras ia
membentak:
"silahkan lolos pedangmu "

Tak nyana dengan mengunjuk muka murung dengan alis
dikerutkan dalam-dalam, Kim-ijin malah menggelengkan
kepala, ujarnya
"Kau salah paham. Maksud kedatanganku hanya minta
harap kau tidak mencuri lihat barang yang berada di dalam
kotak itu..."
"Tutup mulut, justru karena ingin melihat apa isi kotak ini
sehingga menimbulkan banyak korban konyol ini, sudah tentu
setelah kudapat aku harus melihatnya."
"Dengan cara apa baru kau rela untuk tidak membuka dan
melihatnya"
"Apapun takkan kupedulikan " sahut Giok-Liong dengan
tegas dan kukuh dalam pendapatnya.
Tiba tiba alis yang terkerut dari Kim iJin melebar, dia
menjadi terang cahaya mukanya, katanya lantang:
" Kalau ibumu yang tidak mengijinkan kau untuk
melihatnya bagaimana ?"
Giok-Liong menjadi murka, hardiknya: " Kentut Kenapa kau
timpahkan urusan ini kepada ibuku." sambil melangkah maju
beberapa tindak tangannya terkepal hendak melancarkan
pukulan.
Kim i-jin mundur beberapa langkah sambil menggoyangkan
tangan, ujarnya: "Jangan gegabah, jangan gegabah Aku
bicara sungguh-sungguh."
"sungguh-suugguh maksudmu ?"
"Tentu, kalau ibumu tidak suka kau melihatnya, apa kau
bersikeras hendak membuka juga ?"
otak Giok-Liong terasa bebal, sungguh ia tidak habis paham
timbul rasa curiga dan ragu dalam lubuk hatinya, Kelihatan

cara bicara Kim- i jin ini sangat serius dan prihatin benar,
maka tidak menjawab sebaliknya ia bertanya lagi:
" ibuku ? Dimana ibuku berada ?"
Tanpa ragu ragu Kim-i-jin menerangkan:
"sudah tentu aku tahu dimana ibumu sekarang berada,
Hanya ingin kutahu, kalau ibumu betul-betul tidak
mengijinkan..."
sontak Giok-Liong menjadi berseri girang, dengan langkah
lebar ia memburu maju serta berteriak kegirangan:
"Kalau kau bisa membawa aku menemukan ibuku, jangan
kata dilarang lihat, seumpama harus kuserahkan kotak ini
kepadamu bolehlah."
"Apa betul ?"
"Aku berani bersumpah demi ketulusan hatiku."
"Baik Mari ikut aku" nada seruan Kim-i-jin terdengar riang
lantang dan tegas, habis berkata sekali berkelebat bayangan
kuning lantas menghilang dan meluncur cepat sekali.
sejak berpisah dengan ibunya, meski selama ini belum
pernah semenit atau sedetik pun ia senggang, namun
terhadap budi dan cinta ibunda belum pernah terlupakan dari
lubuk hatinya.
Bahwasanya Giok-Liong belum pernah bersua dan melihat
wajah ayahnya sendiri.
Walaupun besar hasratnya hendak membela tentang asalusul
dirinya, ingin segera mengetahui jejak ayahnya, entah
hidup atau mati namun terhadap ibundanya yang telah
mengasuhnya selama sepuluh tahun lebih, besar pula rasa
kangen dan selalu terbayang dalam pikirannya.
sekarang seseorang ini rela dan sudi membawa dirinya
untuk menemui ibunya, betapa girang hatinya, apa yang

dapat dikatakan Maka tanpa berayal segera iapun
kembangkan ilmu ringan tubuhnya mengejar dengan ketat.
ingin rasanya tumbuh sayap dan dalam waktu singkat dia
bisa berlutut di hadapan ibunya untuk melampiaskan rasa
kangennya dengan tangis sepuas-puasnya, maka seluruh
tenaga dikerahkan mengembangkan Leng-hun-toh
membuntuti di belakang Kim-i-jin, teriaknya bertanya:
"Dimana ibuku?"
"Aku membawamu menghadap ibumu habis perkara."
sahut Kim-i-jin.
sedikit mengerahkan tenaga dan meliukkan pinggang Giok-
Liong melesat lebih pesat lima tombak kedepan, serunya
mendadak:
"Mari lebih cepat lagi," Kim-i-jin tersenyum ujarnya:
"Eh, kiranya Iwekangmu cukup tangguh."
sebetulnya ilmu ringan tubuh Kim-i-jin sendiri juga sudah
mencapai kesempurnaan-nya, dimana tampak sinar kuning
berkelebat menembus angkasa membawa desiran lambatan
ringan laksana bintang tujuh mengejar rembulan sekali layang
puluhan tombak gampang sekali telah dijangkaunya.
Perjalanan ini telah dilakukan dari pagi sampai hari sudah
lohor dan dari lohor sampai magrib. Kim- i jin tetap bungkam
tanpa mengeluarkan mulut, kakinya terus berlari secepat
terbang selincah kijang. Walaupun Giok-lioog sudah
mendesaknya berulang kali, dia mandah manggut-manggut
saja serta menjawab: "segera akan sampai."
sang surya terbenam di ufuk barat, kabut malam sudah
menyelimuti seluruh jagad, samar-samar terlihat di depan
sana banyak pohon-pohon besar menjulang tinggi ke angkasa
berjajar rapi seperti raksasa yang sedang berbaris, begitu
besar dan luas hutan rimba belantara ini sampai tak kelihatan

ujung pangkalnya, dalam suasana sunyi lengang di kegelapan
malam lagi dibawah sebuah lembah yang hampir tertutup
rapat oleh rimbunnya tumbuhan pohon yang besar-besar itu
keadaan sekelilingnya menjadi terasa seram dan menakutkan.
Dari puncak sebuah bukit Kim i-jin terus berlari kencang
meluncur turun laksana seekor elang yang menyamber kelinci
seperti air tercurahkan dari langit ke bawah lembah, mulutnya
terdengar berkata.
"sebentar sudah sampai, mari ikuti aku"
sedikitpun Giok-Liong tidak berani ayal, dengan ketat iapun
ikut meluncur turun ke bawah, "Haya" tiba-tiba ia berseru
kejut waktu kakinya hinggap di tanah datar diluar rimba,
secara reflek kakinya menjejak tanah terus melesat mundur
tiga tombak dengan mendelong ia mengawasi sebuah papan
besar yang tergantung diatas sebuah pohon beringin dimana
tertulis beberapa huruf besar bejana merah darah:
"Daerah terlarang Hutan Kematian, siapa masuk harus
mati."
Betapa jantung Giok-liong takkan ber-debur keras begitu
melihat kedelapan huruf ini ? Tahu dia sekarang bahwa dirinya
telah kena diapusi dan pancing kemari, lekas-lekas ia kerahkan
hawa Ji-lo untuk melindungi tubuhnya, lalu dengan
telunjuknya ia menuding Kim-i-jin yang sudah melesat masuk
kedalam hutan, hardiknya menggeledek:
"Ternyata muslihat hendak menjebak aku Berdiri"
sungguh sangat menakjupkan adalah gerak gerik Kim-i-jin,
begitu mendengar bentakan Giok-liong tubuhnya yang sedang
meluncur kedepan itu mendadak mencelat balik telus
jumpalitan hinggap dihadapan Giok-liong, serunya mendelong:
"Apa muslihat?Jebakan?"

Melihat sikap orang yang tidak mengerti semakin
memuncak amarah Giok-liong, menuding ke arah papan
peringatan di-atas pohon beringin itu ia membentak lagi:
"Tempat apa ini?"
Tanpa ragu dan heran Kim-i-jin menyahut tegas:
"Markas besar Hutan kematian"
"Kalau begitu kau memancing aku kemari apa maksudmu?"
"Bukankah kau ingin bertemu dengan ibumu?"
"Hm Masih mau menipu orang ibuku mana bisa berada
dalam hutan Kematian?"
"Bagaimana tidak mungkin berada didalam Hutan
kematian?" balas tanya Kim-i-jin.
"Bu..."
Tanpa menanti Giokliong sempat mem-buka mulut lagi tibatiba
Kimijin mendongak terbahak-bahak, Sesaat Giok-liong
masih ragu dan curiga.
Sekonyong-konyong bayangan orang dan derap langkah
kaki orang banyak serta sinar mata orang yang berkilat
memberondong keluar terburu-buru dari dalam hutan, semua
berlari keluar dengan tersipu-sipu, ternyata puluhan anak
buah Hutan kematian telah muncul di kegelapan sana berjajar
rapi dibela kang Kim-tjin, sikap Kim i-jin masih tetap wajar dan
mengumbar gelak tawa-nya menghadapi Giok liong seperti
tidak mengetahui kedatangan para anak buah Hutan kematian
itu.
"Coba kau lihat" seru Giok - liong sambil menuding orangorang
di belakangnya itu.
Sedikitpun Kim-i-jin tidak merasa heran, mendadak ia
berpaling ke belakang serta berseru keras:
"Tak perlu banyak peradatan"

Bayangan orang-orang hitam itu serentak mengiakan
dengan suara gemuruh sekejap saja seperti angin lesus saja
derap langkah mereka menghilang dibalik pohon-pohon besar
terus mengundurkan diri
Mendelik mata Giok-liong, bentaknya:
"Kau ini pernah apa dari Hutan kematian ini?"
"Akulah Limcu ( ketua )."
"Hah..." Giok-liong menjadi semakin bersitegang leher,
kedua tangannya pelan-pelan diangkat terus menekuk dengkul
memasang kuda-kuda, sebuah tangan yang lain terus
bergerak lambat merogoh keluar potlot mas.
Kini ini mandah tersenyum tawar, tangannya digoyangkan
ujarnya.
"sabar dan jangan gegabah, tujuanmu adalah ingin
bertemu dengan ibumu, kenapa pula kau peduli Hutan
kematian atau Hutan kehidupan apa segala?"
Memang cukup adil dan benar perkataannya, Demikian
batin Giok-liong, ibu terjeblos dalam kurung Hutan Kematian
entah penderitaan apa saja yang telah dialaminya? Bukan
mustahil mereka menggunakan ibuku sebagai sandera untuk
menekan aku supaya menyerahkan kotak mas ini?
Karena pemikirannya ini hatinya menjadi mendelu dan
rawan, segera ia bersuara lantang dan tegar
"Tunjukkan jalan Tak peduli sarang naga atau gua, harimau
betapapun aku harus menemui ibu,"
Di mulut ia berkata tandas namun secara diam-diam ia
sudah kerahkan seluruh kekuatannya dikedua lengannya,
diam-diam iapun sudah menerka-nerka dalam hati, menurut
rencananya seumpama ibunya betul-betul menderita didalam
Hutan kematian, meski harus mengorbankan jiwa sendiri

betapapun ia harus mengobrak-abrik dan membunuh seluruh
penghuninya, ayam dan anjing juga tak terampunkan lagi.
Sebaliknya seperti tiada terjadi suatu apa2, Kim-i-jin bicara
acuh tak acuh:
"Mari ikut aku"
Mereka bersama angkat langkah berendeng memasuki
Hutan kematian, semakinjauh didalam semakin gelap.
sepanjang jalan ini terang banyak terdapat pos-pos penjaga
entah yang tersembunyi namun satupun tiada yang
menunjukkan suatu reaksi.
Kira-kira perjalanan setengah jam kemudian, mendadak
pandangan mata menjadi silau, alam sekelilingnya menjadi
terang benderang. Kiranya mereka sudah memasuki sebuah
perkampungan yang besar dan megah dihadapan mereka
tegak berdiri sebuah gapura batu pualam hijau, dimana- mana
dipasang lampu lampion dan lilin besar sehingga sekitarnya
terang benderang seperti disiang hati bolong.
Bangunan rumah disini semua bertembok meski tidak
bertingkat tapi cukup angker dan berwibawa seperti
bangunan2 gedung pembesar atau menteri.
"Tang terdengar sebuah lonceng berdentang segera pintu
gerbang perkampungan pelan-pelan terbuka lebar, delapan
laki-laki tegap dan gagah berjaga di kedua jamping pintu terus
bersorak menyambut.
"Selamat datang majikan" Kim- i jin mengulapkan tangan,
katanya kepada Giok liong:
"Silakan masuk"
saat mana Giok-liong tidak banyak pikir dan tak perlu
dipikirkan lagi, dengan langkah lebar ia mendahului beranjak
masuk, setelah menyelusuri serambi panjang dan melewati
dua halaman besar beruntun mereka memasuki lima ruang

besar, yang terakhir baru Kim-i-jin menghentikan langkahnya
dan berkata sembari tersenyum.
"Aku tahu kau ingin segera bertemu dengan ibumu maka
maafkan aku tidak menjamu kau lebih dulu" lalu kedua
tangannya bertepuk tiga kali. Dari belakang ruang sebelah kiri
melalui sebuah pinta bundar beruntun keluar empat kacung
kecil berusia tiga empat belas tahunan serempak mereka
berdiri tegak terus membungkuk rendah sembari
menundukkan kepala, sahutnya dengan suara tertekan
nyaring:
"Menunggu perintah majikan."
Kata Kim-i-jinjuga dengan suara lirih:
"Laporkan ke Panti Wening bahwa Siau hiap Ma Giok liong
telah tiba "
Keempat kacung kecil itu mundur tiga tindak sembari
mengiakan terus membalik masuk keruang sebelah.
Kata Kim-i-jin kepada Giok-liong: "Mungkin ibumu saat ini
sudah mapan tidur."
Tatkala itu Giok-liong berdiri menjubleki seolah-olah dialam
mimpi saja sehingga ia melenggong tak tahu apa yang harus
dikatakan.
Kata Kim-i-jin pula: " Kalau beliau tahu kau sudah datang
betapa girang hatinya, mari masuk " lalu iapun maju lebih
lanjut melalui pintu dimana para kacung menghilang.
Tanpa bersuara Giok-liong mengintil terus di belakang Kimi
jin, hawa Ji-lo dikerahkan setindak demi setindak ia berjalan
hati-hati sekali sedikitpun ia tidak berani ketinggalan, kedua
matanya berkilat tajam mengawasi situasi sekelilingnya.
Tampak olehnya setiap kamar yang di lalui semua terang
benderang terpasang lilin, malah keadaannya serba bersih dan
mewah dipajang sedemikian indah dan megah, setiap

kembang dan rumput didalam kebun seperti dirapikan dan
dikerjakan oleh seorang ahli kebon, semua serba teratur.
Siapa akan nyana bahwa Hutan kematian yang di siarkan
sebagai sarang momok sebagai bibit bencana dalam dunia
persilatan kiranya punya gedung megah dan tempat
pesanggrahan yang aman tentram dan damai ini.
Beruntun mereka melewati lima tujuh taman bunga dan
serambi panjang, kini di-hadapan mereka terbentang pula
sebuah taman bunga, pemandangan disini lain pula bentuknya
kembang sedang mekar dan tumbuh subur dengan baunya
yang harum semerbak hawanya terasa sejuk hangat,
disebelah kiri sana malah sedang tumbuh ratusan pohon Bwe
yang sedang mekar, bau wangi merangsang hidung.
Ke empat kacung kecil tadi sudah berdiri jajar menanti
didepan hutanpohonBwe itu, katanya sambil menjura:
"sudah hamba sampaikan kepada para cici didalam, belum
terima perintah selanjutnya?."
Belum lenyap kata-kata para kacung itu dari dalam. hutan
pohon Bwe itu melesat ke luar laksana kupu-kupu terbang
empat orang gadis rupawan berpakaian ketat, mereka berdiri
jajar dibawah pohon yang rimbun, terdengar suara mereka
nyaring merdu:
" Harap siau hiap masuk kedalam, Hu-jin sudah menunggu
diruang dalam."
Kim i-jin tertawa lebar sembari mengelus jenggotnya,
katanya kepada Giok-liong :
" ibumu sudah menanti kau, Hutan Bwe ini merupakan
daerah terlarang bagi Hutan kematian, meski sebagai Limcu
akupun tak terhindar dari larangan ini, Maka harap maaf aku
tak mengiringi kau lebih lanjut, siauhiap silakan "

lalu ia ulapkan tangannya membawa keempat kacung tadi
putar balik melaluijalan datangnya tadi.
Giok-liong tidak tahu latar belakang apa pula yang bakal
dihadapinya nanti, mendelong ia awasi bayangan kuning mas
yang menghilang dibalik pintu sana, ia menjublek tanpa
bergerak.
Terdengar suara cekikikan keempat gadis berpakaian ketat
itu sudah membuka jalan berdiri jajar dikedua samping
menyilakan Giok-liong masuk.
sedikit merenung segera Giok-liong ber-soja, ujarnya :
"Para cici silakan tunjukkan jalan "
Keempat gadis itu segera berubah hidmat dan berdiri tegak
meluruskan tangan, sahutnya bersama : "Hamba beramai
terima perintah "
ikut dibelakang keempat gadis pelayan ini Giok-liong
beranjak terus melewati jalan kecil dari balok batu persegi
yang berliku-liku diantara lebatnya pohon bunga Bwe yang
sedang berkembang harum.
Sebelah dalam dari hutan pohon Bwe ini adalah sederetan
hutan bambu kuning, suara kereyat-kereyot terdengar
bersahutan karena dahan-dahan bambu terhembus angin lalu.
Ini lebih menunjukkan suasana nyaman damai pada malam
nan sunyi senyap ini.
Keluar dari hutan bambu Giok-liong di hadapi sebuah
gapura baru pualam putih di-atas gapura melintang sebaris
huruf besar, itulah tulisan yang berbunyi. "Panti Wening"
Sesudah melintasi sebuah halaman berumput tebal mereka
memasuki sederet rumah petak yang terbagi dua jajar
keempat pelayang itu membawa Giok-liong memasuki sebuah
kamar besar, dua diantaranya lantas menyiapkan kursi dan
menyuguhkan teh sedang dua yang lain masuk ke dalam

memberi laporan, gerak-gerik keempat dayang remaja ini gesit
dan cekatan.
Meskipun sudah melakukan perjalanan jauh sehari
semalam, seluruh badan dirasakan cape dan gerah namun
Giok-Liong tiada selera minum air teh, atau memikirkan perut
nya yang sudah lapar dan keroncongan.
Tengah ia mondar mandir dengan gelisah melihat-lihat
gambar dan pajangan dalam ruangan itu, duri pintu belakang
lapat-lapat terdengar derap langkah ringan serta suara
berdencing yang lirih dari belakang pintu, angin beranjak
keluar seorang wanita pertengahan, sembari mengulurkan
kedua tangannya sua ia nya terdengar tersendat.
"Anak Liong"
"Bu oh, ibu, sungguh nak Liong tidak berbakti, apakah anak
Liong tengah bermimpi ?"
"Tidak... nak, ini kenyataan yang betul-betul terjadi bukan
mimpi"
"Bu Bukankah kau telah dicelakai oleh Hiat hong-pang..."
"Tidak.... cerita ini sangat panjang untuk dituturkan dalam
waktu singkat, kau sudah capai lelah Makanlah dulu baru
istirahat."
Memang saat mana keempat dayang itu sudah menyiapkan
meja perjamuan dengan hidangan yang serba lezat, Giok-liong
betul-betul sudah kelaparan, ditunggui oleh ibunya yang
sudah sekian lama berpisah dan selalu dikenangnya ini, maka
dengan lahap ia gegares sekenyangnya lalu katanya:
"Bu orang berpakaian jubah mas..."
"Anak Liong, Keluarkan kotak mas yang kau peroleh dari
mata air rawa naga beracun "

Tersipu-sipu dengan ke dua tangannya Giok-liong
persembahkan kotak yang diminta, kepada ibunya.
Tak nyana setelah menyambuti kotak mas itu, ibunya lantas
mengalirkan air mata
dengan sedih, sambil menggigit bibir seluruh badannya
gemetar, sedunya semakin keras dan merawan hati.
Giok-liong menjadi bingung dan heran, tanyanya:
"Bu, kau..."
"Pergilah kau tidur, sekarang ibumu belum bisa
menceritakan asal usul kotak mas ini kepadamu. Cuma yang
terang bahwa kotak mas ini bukan berisi buku catatan ilmu
silat yang maha sakti atau benda pusaka lainnya."
"o, bu bukankah dulu kau pernah berkata..."
"nak, dulu ibu ngapusi kau. Tapi kotak ini bagi ibumu boleh
dikata lebih penting dan berharga dari segala buku silat,
sekarang agaknya Tuhan memang maha pengasih, terhitung
kotak ini tidak terjatuh ke tangan orang lain, kalau tidak,"
"Kalau tidak bagaimana bu ?"
"Kalau tidak, bukan saja ibumu malu dan tak bisa dilihat
orang, nak kau... kaujuga sulit menjadi manusia di dunia ini"
sampai kata kata terakhir suaranya sudah tertelan oleh
sengguk tangisnya.
Giok-liong ikut terharu dan meneteskan air mata, tapi ia
berkata:
"Bu? sebetulnya..."
"Pendek kata akan datang suatu hari kau bakal tahu duduk
perkaranya."
"Besok ?"
"Tidak "

"Lalu kapan ?"
"Pertemuan besar di Gak-yang pada hari raya Goan-tiau
nanti."
"Bu, kau..."
"Anak Liong, untuk sementara kau menetap disini dan
melewatkan tahun baru, ibu sudah kangen betul, hampirhampir
gila aku memikirkan kau. sekarang kau sudah bisa
berdiri sendiri dan terpandang dikalangan Kangouw,
penderitaan yang ibu kecap akhirnya berhasil juga. tidurlah,
ibu juga sudah lelah."
Melihat rasa duka dan murung ibunya, Giok-liong tidak
berani banyak bertanya lagi, terpaksa ia mengiakan terus
masuk tidur kekamar samping yang sudah disiapkan
sebelumnya.
semalam suntuk ia gundah gulana, dan gelimpangan diatas
pembaringan tak bisa tidur, sungguh perasaannya bergairah
dan bergejolak, Bergairah karena sekarang ia telah bertemu
kembaIi dengan ibunya seperti dalam impiannya selalu,
Bergejolak karena kwatir dan was-was melihat sikap ibunya
serta rahasia yang terpendam pada kotak mas itu, sekejappun
ia tidak pejamkan mata sampai hari terang tanah.
Diluar dugaannya sekejappun ibunya tidak menyinggung
lagi persoalan kotak mas itu, setiap kali Giok-liong
menanyakan kotak mas itu, atau perihal seluk beluk Hutan
kematian ini ibunya selalu menggunakan alasan dan kata-kata
lain untuk menguarkan pokok pembicaraan mereka.
Kalau terdesak terpaksa ia menghibur supaya Giok-liong
bersabar dan tak perlu banyak tanya semua persoalan bakal
dapat dibikin terang pada pertemuan besar di Gak yang-lau
nanti.

sang waktu memang berlalu dengan cepat, hari ke hari
selama ini Giok-liong keluar dalam suasana yang penuh
gembira bersanding didampingi ibunya, namun selalu
dilingkupi rasa tidak tentram dan was-was pula.
Sudah menjadi tradisi selama ribuan tahun setiap hari raya
atau tahun baru dimana-mana menjadi ramai dan dalam
suasana yang bergembira ria, suara petasan dan gembreng
serta tambur bertalu bersahutan, Tahu-tahu tahun baru sudah
berlalu tak terasa.
Tanggal lima pada bulan pertama, Giok-liong bersama
ibunya sudah bersiap-siap lengkap. terus meninggalkan hutan
kematian langsung menuju ke Gak- yang.
Waktu sampai di Gak-yang, hari sudah magrib, lampu
sudah dipasang dimana-mana, tepat pada hari itu memang
tiba tanggal lima belas, atau hari Goan-siau dan yang lebih
terkenal dinamakan Cap-go-meh, rumah-rumah dikota Gakyang
ini memasang lampu lampion yang beraneka ragam
bentuk dan warnanya, orang berlalu lalang hilir mudik sangat
ramainya.
Giok liong bersama ibunya berpesiar jalan-jalan menonton
keramaian sambil menghabiskan waktu, setelah rumah-rumah
pada tutup dan waktu sudah menunjukkan tengah malam,
orang yang hilir mudik juga sudah jarang pelan-pelan Giokliong
dan ibunya beranjak menuju ke Gak-yang lau.
Dengan ilmu ringan tubuh mereka berdua yang tinggi,
langsung melesat menuju keatas loteng Gak yang- lau.
Diambang jendela empat orang tua bertubuh tinggi tegap
dan kekar berdiri dengan angkernya.
Begitu melihat keempat orang ini Giok-liong menjadi heran
dan berseru menyapa:
"Pak-hay su lo selamat bertemu Kalian..."

Begitu melihat Giok-liong serta ibunya sudah datang,
serempak Pak hay sulo membungkuk tubuh menjura dalam
serunya dengan nada menghormati
"Hu-jin, siau-hiap, Hamba beramai berjaga dan menunggu
menurut perintah."
Belum lagi Giok liong sempat bersuara, terlihat ibunya
mengulapkan tangan seperti mereka sudah menjadi kenalan
kental saja, katanya:
"Kalian bersaudara banyak baik,"
"Banyak terima kasih pada Hujin, memang sudah menjadi
tugas kita."
King thian-sin Lo say lalu berkata:
"Para pendekar sudah tiba, mereka menunggu di dalam."
Belum lagi suara King thian-sin Lo say hilang, sekonyongkonyong
terdengar denting suara keliningan yang nyaring
merdu, disusul sebuah bayangan putih berkelebat melesat
keluar dari dalam loteng, terdengar sebuah suara nyaring
merdu berkata:
"Ji- moa y, baru datang Jauh-jauh aku berhasil
menyeretnya dari laut utara, silakan kau jatuhkan hukuman
padanya."
Terdetak jantung Giok-liong, baru sekarang ia tahu bahwa
ibunya ternyata adalah salah satu dari Bu lim su bi yang
menggetarkan kalangan kangouw itu, malah menduduki
nomer dua, beliau bukan lain adalah Toh hun- siancu ( dewi
penyabut sukma ) Ko Eng.
Tampak perasaan Toh hun siancu Ko-Eng sangat haru, air
mata mengalir deras bagai hujan, suaranya sember dan serak,
teriaknya:

"Toaci" terus menubruk kedalam pelukan Kim-ling-cu dan
tergerung- gerung dengan sedihnya.
Pelan-pelan Kim-ling-cu menepuk pundaknya, katanya
dengan suara lembut.
"Ji-moay, penasaran beberapa tahun ini sudah kau resapi
dengan penuh derita, sekarang anakmu sudah dewasa lagi.
malah menjunjung nama dan menegakkan wibawa di
kalangan kangouw, Rasa duka yang sudah kelelap dan
ditimbali dengan hal-hal yang menyenangkan ini seharusnya
tak perlu dipikirkan lagi, sekarang kau harus bergembira,
kenapa main tangis segala seperti anak kecil saja. Mari kita
masuk." -
dengan bergandeng tangan mereka melejit tinggi terus
meluncur dengan gaya ji-yan-kui-jau (burung seriti pulang
sarang) menerobes jendela masuk kedalam loteng, sungguh
indah dan menakjupkan sekali gerak gerik mereka. Giok liong
juga tak berani ayal, gesit dan tangkas sekali iapun melayang
masuk.
Didalam loteng tampak Teji Pang Giok, Pat-ci-kay-ong dan
seorang HweSio tua beralis putih bermuka welas asih,
mungkin beliau adalah Hoat-ceng salah satu dari Ih-lwe-sucun
itu, mereka duduk berjajar disebelah kiri,sedang disebelah
kanan duduk Ih-hun-san-ceng Cengcu Toan-bok Ih-hun, siphiat-
ling Toanbok Ki, Bingcu dari aliran hitam yang membawa
cucunya, yaitu Kiang liong- li Toan bok swie-giok, dan seorang
lagi adalah Bu-ing-tocu dari Lam hay.
Yang menarik perhatian Giok-liong adalah bahwa Hwi hun
chiu Coh Jian kun dan Tam kiong sian li Hoan Ji hoa dari Hwi
hun san cheng ternyata juga hadir dan duduk anteng
disebelah sana. sedang yang duduk ditengah adalah seorang
laki-laki pertengahan umur yang bermuka merah seperti muka
Koan Kong itu tokoh kenamaan pada jaman sam Kong,
matanya jeli berkilat ditaungi alis lentik lempang keatas

bersikap angker dan garang, jenggotnya memutih melambai
didepan dada, dengan mengenakan jubah panjang ia duduk
mementang kedua kakinya seperti pembesar atau raja saja
layaknya, membuat orang menaruh hormat dan segan.
saat mana Kim-ling-cu sudah berjalan kepinggir orang ini,
katanya keras:
"Kau masih duduk saja, kenapa sikapmu begitu serius."
Giok-liong tidak tahu siapakah gerangan orang ini. Tapi
melihat gurunya jaga hadir, bergegas ia maju kehadapan Teji
Pang Giok terus berlutut memberi hormat setelah itu ia
mengisar dan hendak memberi hormat pula kepada Pat-cikay-
ong.
Pat ci-kay-ong yang suka guyon-guyon itu menggoyang
tangan membuat muka setan dengan suaranya yang serak
dan tenggelam tenggorokan ia berkata mencegah.
"Buyung Bangun Kau sungguh harus berlutut, semua orang
yang hadir disini harus kau sembah lebih baik batal saja"
Giok-liong menyahut dengan sungguh2:
"Tata kehormatan sudah menjadi kelaziman mana boleh
batal apa segala."
Kata Pat-ci kayong sambil menunjuk laki-laki muka merah
itu:
"orang lain boleh batal, hanya beliau saja, kau harus lebih
banyak menyembah padanya."
Teji Pang Giok juga ikut bicara dengan sikap serius,
ujarnya:
"Anak Liong. pergilah kau tengok ayahmu."
Berdebur jantung Giok-Liong bergetar seluruh badan
seperti disambar geledeki darah lantas bergolak dalam rongga
dadanya

"Eh, main ayal lagi. Hayo lekas beri hormat dan berlutut
kepada ayahmu "
demikian desak Pat-ci-kay-ong melucu.
Giok liong terlongong bingung kurang percaya, matanya
mendelong mengawasi laki-laki muka merah berbentuk
persegi itu, pelan-pelan kakinya beranjak mendekati baru saja
ia hendak membuka mulut menyapa dan berlutut memberi
hormat ....
"Nanti dulu, anak Liong," terdengar Toh-huo-siancu Ko Eng
mengertaki ringan sekali, ia melayang datang, terus menyekal
pergelangan Giok-liong, air mata mengalir semakin deras dan
tersekat-sekat, katanya sendu:
"sabar anak Liong. Aku belum tentu punya suami dan kau
belum pasti punya ayah..."
suaranya menjadi putus dan lenyap dalam tenggorokannya
karena tangisnya yang merawan hati.
Terpaksa Kim-ling cu tampil kedepan, katanya:
"Ji-moay, penasaran selama lima belas tahun kini sudah
harus dibikin terang, kau harus bergirang, buat apa..."
Tapi Toh-hun siancu Ke Eng tidak kena bujuk, sambil
membesut air mata, ia tuding laki-laki muka merah itu,
hardiknya :
"Ma Hun, lima belas tahun yang lalu sepak terjangmu
betuf-betul keterlaluan dan tidak mengenal cinta kasih. Coba
pikirkan, kau minggat diam-diam membawa anak Hou
meninggalkan aku bersama anak Liong, ini sih dapat kuterima
dengan tulus hati kenapa pula kau menyebar kabar bohong
dan memfitnah dengan segala peristiwa kotor untuk menista
aku bersama suheng, katanya aku ada hubungan cinta dan
main asmara dengan Kim-i-hiat-hong Hoan Bu-sang. Malah
kau merangkai cerita dan ditulis dalam sejilid buku serta kau

pendam didasar mata air di dasar Rawa naga beracun,
Tujuanmu hendak merusak dan membusuk kan nama baikku
untuk selama-lamanya, kau terlalu menghina kesucianku dan
merendahkan harga diriku...."
Ternyata laki-laki muka merah seperti Kean Keng itu tak
lain dan tak bukan adalah majikan Ping-goan dilaut utara yaitu
Hwi-thian-khek Ma Hun.
Dicerca panjang lebar begitu, muka merah Hwi-thian-hun
semakin merah padam seperti warna darah, wajahnya
menunjuk rasa menyesal dan segan, mulutnya bergerak tapi
urung bicara.
"Ehi orang she Ma," terdengar Kim-ling-cu mendesak lagi:
"Kenapa kau tidak bicara."
Hwi-thian-khek Ma Hun tergagap. katanya terbata-bata:
"Toamoay, apa... yang... harus.... kukatakan..."
Kim-ling-cu bersungut gusar, semprotnya:
"Apa penderitaan adikku selama lima belas tahun harus siasia
belaka. Mana tanggung jawabmu "
"Ini..."
"Ini itu apa ?"
"Urusan ini, baru sekarang aku paham seluruhnya "
sembari mengertak gigi Toh Hun siancu membanting kaki,
jengeknya dengan rasa gusar yang meluap:
"Kau paham? Tapi kita ibu beranak selama lima belas
tahun...."
ia tak kuasa melanjutkan kata-katanya saking sedih dan
penasaran, mukanya pucat badan gemetar bibirnya sampai
biru.

Hwi-thian-khek Ma Hun melonjak bangun dari tempat
duduknya, katanya lantang:
"selama lima belas tahun ini kau menderita masakan aku
hidup senang ? Ketahuilah aku menggantikan kau mengasuh
anak Hou sejak bayi menjadi besar apakah perasaanku pernah
tentram. Bukan begitu saja, Giok- hou bocah itu karena
kehilangan kasih sayang ibunda, sifatnya menjadi liar dan
suka sewenang- wenang, siapakah yang harus disalahkan."
Kata-katanya diucapkan dengan penuh perasaan dan haru,
mengandung rasa kesal dan penasaran juga .
sudah tentu Kim ling-cu berbicara dipihak adiknya, segera
ia menyela dengan tak kalah kerasnya:
"Kesalahan terbesar adalah karena kau tinggal minggat
jauh mengasingkan diri di Ping-goan di laut utara dan
melarang adikku menginjak daerah Pak hay, kenapa kau
salahkan lain orang."
"Tang." sinar mas melayang terus jatuh kelantai dengan
mengeluarkan suara nyaring, kontan kotak mas itu menjeplak
terbuka, lembaran sampul surat segera tercecer diatas lantai.
saking marah dan tak tahan lagi Toh-hun-siancu
membanting kotak mas itu diatas lantai, dengan muka dingin
membeku ia mendesis: "Coba kau periksa, bukti surat
menyurat itu semua berada disini, asal boleh membuka
rahasia ini kepada seluruh sahabat dari dunia persilatan, coba
biar diperiksa apakah benar ada hubungan asmara apa segala,
kenapa waktu dulu kau tidak periksa dengan teliti"
Merah jengah sampai ke kuping Hwi-thian-khek Ma Hun,
katanya coba membela diri:
"Hari itu waktu aku temukan surat-surat itu, ingin
rasanya... masa ada muka dan tahan sabar aku periksa suratsurat
itu. Baru sesudah Hoan Bu-seng sesuai dengan nama

julukannya, mendirikan masing-masing Hiat-hong-pang dan
Kim-ipang, baru aku tahu duduk perkara sebenarnya, bahwa
surat menyurut kalian adalah saling memperdalam semacam
ilmu simpanan dari perguruan kalian, tapi dalam keadaan
semacam itu... kenapa sebelumnya kau tidak tuan memberi
tahu dulu kepadaku?"
"Pui." semprot Toh-hun-siancu Ko Eng, jengeknya sembari
tertawa dingin :
"Hehehe-hehehe Ma Hun sungguh memalukan kau
mengagulkan diri sebagai pendekar agung yang dijunjung
tinggi d idunia persilatan. coba kutanya, suatu pelajaran
rahasia ilmu silat dari suatu perguruan kalau belum sempurna
dan selesai dilatih, seumpama ayah dan anak saja tak boleh
dibocorkan apakah aku harus membocorkan pelajaran
perguruanku kepada- mu?"
"Tapi, kita kan suami isteri."
"Suami isteri lalu bagaimana? sehubungan sebagai suami
isteri lantas boleh melanggar sumpah dan mendurhakai
perguruan? Lantas tak perduli akan segala larangan
danpantangan kaum persilatan? "
Setelah berkata, tiba-tiba Toh hun-siancu Ke Eng merobah
sikapnya yang sedih, dengan kemarahan yang tak terkendali
lagi, katanya lantang sembari memutar tubuh menghadapi
seluruh hadirin:
"Aku Ke Eng sudah memalukan dan membikin buruk nama
perguruan, puluhan tahun ini makanya aku masih tetap hidup
semua ini karena anak Liong masih belum dewasa, kebenaran
dan kesucianku masih belum kubikin bersih, aku sudah cukup
puas, untuk menyelesaikan urusan ini sampai membikin susah
dan capai para tuan-tuan, sungguh aku merasa kurang enak
dan tentram, hanya dengan kematianlah rasanya baru aku
bisa membalas kebaikan kalian,"

habis kata-katanya kedua lengannya lantas dikembangkan
terus terayun menggaplok kearah balok kepalanya sendiri...
"Haya Jimoay"
"Ibu..."
"Jangan Ko Eng "
"Sabar Sumoay"
Bayangan orang bergerak serabutan menubruk maju
sembari berteriak kejut, Sebat sekali Kim-ling-cu menubruk
maju memegang tangan kanannya, sedang Giok-liong juga
tidak ketinggalan memegang tangan kiri.
Tengah semua orang ribut-ribut, tampak sesosok bayangan
kuning mas meluncur masuk kedalam ruangan loteng ini.
Tahu-tahu Kim-i hiat-hong Hoan Bu-seng sudah berdiri
diambang jendela dengan muka merah padam dan gusar
sekali.
Pandangannya menyapu selidik ke lantai yang penuh
bertebaran sampul-sampul surat itu, bagai kilat lalu ia
pandang seluruh hadirin satu persatu, terakhir pandangannya
jatuh pada muka Hwi-thian khek Ma Hun, hidungnya
mengeluarkan dengusan berat, jengeknya:
"Ma Hun " sepasang biji mata Hwi-thian khek melotot besar
seperti kelereng hendak meloncat keluar, suaranya berat:
" Hoan Bu-seng Kau mau apa?"
Pelan-pelan Kim-i hiat-hong Hoan Bu-seng berpaling ke
arah Sumoaynya yang ber-sedu sedan, alisnya semakin
bertaut dalam, rasa gusar membayang pada pandangan matanya,
serunya:
"Ma Hun, sia-sia kau sebagai pendekar besar yang katanya
budiman dan diagungkan, Karena kau bersikap romantis dan
bekerja secara membawa adatmu sendiri hampir saja kau

mengorbankan jiwa Sumoayku ini, dan yang terpenting adalah
kau telah menunda dan mengganggu kesempurnaan tamatnya
pelajaran rahasia silat perguruan kita",
Maka atas nama Hutan kematian kudirikan pula Hiat hongpang
dan Kim i pang, besar sekali ambisiku untuk menelan
dan menumpas habis seluruh dunia persilatan untuk
melampiaskan dendam dan penasaran-ku ini."
Hwi thian- khek Ma Hun menyeringai ejek, katanya:
"Belum tentu kau mampu."
Kim-i pang Hoan Bu seng tertawa dingin, ujarnya:
" Untung aku menugaskan Hiat- hong-pang untuk
menjemput pulang Sumoay dan karena bujukannya lah yang
menyadarkan aku dari kesesatan demi terjadinya suatu
gelombang pembunuhan betar-beaaran diBulim, kalau tidak
jangan harap pihak Pak-hay kalian yang biasanya sangat
mengagulkan sebagai benteng baja dan dinding besi
juga...Hm, huh ."
Dengan langkah ringan ia melangkah maju membungkuk
diri menjemput sampul-sampul surat yang berserakan itu,
tanpa perdulikan hadirin lainnya ia berkata kepada Toh-hunsiancu
Ko Eng:
"sumoay sejak hari ini Hutan kematian mengundurkan diri
dari Bulim, markas besar itu biar kutinggalkan untuk kau buat
istirahat."
"suheng, kau..."
"Aku akan mencari suatu tempat tersembunyi seorang diri
aku akan meyakinkan pelajaran rahasia itu sampai sukses,
selamat bertemu."
dengan langkah lebar ia menuju ke jendela, entah dengan
gerakan apa tahu-tahu bayangan kuning berkelebat melesat
keluar dan menghilang.

Toh-hun-siancu Ko Eng semakin keras tangisnya, ia
memburu maju dan menarik tangan Giok-Liong, katanya
dengan sesenggukan:
"Anak Liong ibu malu tetap hidup di dunia."
lalu iapun berkelebat meluncur ka arah jendela. "Jimoay "
"Bu." dua bayangan putih gesit sekali berkelebat
menghadang di ambang jendela.
"Jici (kakak kedua), Maaf aku datang terlambat." lenyap
suaranya dari jendela lainnya meluncur masuk dua sosok
bayangan langsing warna hijau.
Kiranya Bu-lim-su-bi nomer tiga yaitu Bik-lian-hoa sudah
datang menggandeng Coh sia.
Melihat ayah bundanya juga hadir di situ, selincah burung
gereja Coh Ki-sia lantas memburu ke arah sana dan menubruk
ke pelukan ibunya.
Selintas pandang ke seluruh hadirin mendadak Bik-lian-hoa
tertawa terloroh-loroh, entah apa gerangan yang membuatnya
geli sampai tertawa terpingkel-pingkel.
"sammoay" bentak Kim-ling-cu,
"apa kau sudah gila ya ?"
Dengan jarinya Bik-Lian-hoa menuding seluruh hadirin serta
katanya melucu:
"Masa aku gila, justru kalian yang goblok ini yang sudah
menjadi gila."
Pat-ci-kay ong yang suka guyon-guyon itu lantai
menimbrung bicara:
"Ya, memang pemain ronggeng seperti kau ini paling pintar
bermain sandiwara, coba katakan alasanmu,"
sebentar Bik-lian-hoa bersungut, lalu katanya :

"Coba kalian lihat hari ini adalah Cap-go-meh hari besar
dan bahagia,Jici dan Ma Thay-hiap rujuk kembali, ditambah
kesalah pahaman Giok-liong dengan coh Ki-sia juga sudah
dibikin terang, malapetaka ancaman Bulim sudah dapat
ditumpas, dengan suasana yang menggirangkan ini sebaliknya
kalian mengerutkan kening mewek-mewek kesusahan, apakah
tidak menyebalkan kenapa justru mengatakan aku yang gila."
Semua orang menjadi geli dan tertawa lebar, dengan riang
mereka bertepuk tangan. Di luar jendela terdengar lambaian
keras yang ramai, terus kelihatan bayangan orang bergantian
menerobos masuk kiranya itulah Tan soat-kiau, Ling soat-yan,
siangkwan Hong-cu dan Lan i-long kun Hoa sip i telah datang,
para muda mudi ini berseri girang terus memburu maju
memberi selamat:
"Kiong-hi Kiong-hi.. Selamat akan pertemuan kembali Ma
siauhiap dengan ayan bunda, suami istri rujuk kembali "
Ling soat-yan mengeluarkan batu Giok bentuk jantung hati
warna merah itu menghampiri Coh Ki-sia, lantas dikalungkan
di lehernya, katanya menggoda:
" Coh- moay- moay, setelah mengenakan kalung ini
selanjutnya aku harus merobah panggilanku bukan..."
Tangga loteng berderap keras, tampak Hiat-ing-cu muncul,
suaranya keras berkata:
"Anak Yan, masa cukup dengan basa-basi saji tanpa
memberi kado?"
Di belakang Hiat ing-cu tampak Li Pek-yang juga telah
sampai, katanya lantang:
"Untuk menyampaikan rasa terima kasihku kepada Ma siauhiap
yang telah merawat dan melindungi putriku sengaja
kusiapkan beberapa meja perjamuan, marilah kita lekas

rayakan malam Cap go-meh ini, harap tuan-tuan suka hadir
dan silakan."
Benar juga beberapa puluh laki-laki kekar tampak memikul
beberapa macam gantang yang berisi berbagai macam
masakan serba lezat dan enak.
Maka suasana tegang penuh kesedihan tadi, kini sudah
tersapu bersih, Gak-yang-lau sekarang tenggelam dalam
suasana riang gembira dengan gelak tawa yang riuh rendahi
disana terdengar nyanyian merdu terlihat demontrasi
permainan pedang dan acara lain-lain yang serba
menggembirakan.
Sang putri malam memancarkan cahaya cemerlang
menembus jendela menerangi ruang loteng yang penuh sesak
dengan berbagai tokoh kenamaan dalam suasana genap.
T A M A T
Anda sedang membaca artikel tentang Bu Lim Su Cun 3 dan anda bisa menemukan artikel Bu Lim Su Cun 3 ini dengan url http://cerita-eysa.blogspot.com/2011/09/bu-lim-su-cun-3.html,anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya jika artikel Bu Lim Su Cun 3 ini sangat bermanfaat bagi teman-teman anda,namun jangan lupa untuk meletakkan link Bu Lim Su Cun 3 sumbernya.

Unknown ~ Cerita Silat Abg Dewasa

Cersil Or Post Bu Lim Su Cun 3 with url http://cerita-eysa.blogspot.com/2011/09/bu-lim-su-cun-3.html. Thanks For All.
Cerita Silat Terbaik...

{ 0 komentar... read them below or add one }

Posting Komentar