CerSIL KHULUNG : Golok Bulan Sabit 2

Diposting oleh eysa cerita silat chin yung khu lung on Kamis, 08 September 2011

"Entahlah, sekarang dia sedang mencari Cia Siau hong untuk berduel, Cuma aku tidak
menguatirkan menang kalahnya, "Cia Siau hong tak pernah mempunyai ganjalan hati dengan
kami, yang kukuatirkan justru adalah orang-orang dari lima partai besar"
"Kalau tiada Cia Siau hong yang menunjang punggung mereka, lima partai besar tak perlu
dikuatirkan."
Cing-Cing segera menghela napas panjang.
"Perkampungan Sin kiam san-ceng mempunyai kewajiban yang sangat besar terhadap
keselamatan dunia persilatan, bilamana perlu mungkin dia toh tetap akan munculkan diri juga"
Dua orang itu termenung sejenak, kemudian Cing-cing bertanya lagi:
"Yaya dan nenek baik semua"
"Sampai kini masih berada dalam keadaan baik" cuma keadaan Tay-kong tidak seperti dulu,
bagaimanapun mereka sudah tua, ketuaan adalah musuh terbesar dari manusia, sebab itu semua
harapan tay-kong telah dicurahkan ke tubuh tuan putri seorang"
"Aku.. .mungkin akan membuat mereka kecewa, aku sungguh tak becus untuk berbuat apaapa"
""Tapi Hu-ma toh bisa, setelah dia berhasil melatih jurus golok sakti tersebut, dialah harapan
kami, bila golok sakti sudah muncul, tiada tandingannya di kolong langit!."
Apakah siluman rasepun berambisi untuk menguasahi seluruh kolong langit?
Kembali mereka berdua tercekam dalam keheningan.
Akhirnya Cing-cing memecahkan keheningan lebih dulu.
"Yang hendak kuberitahukan kepadamu adalah semuanya itu, besok pada saat yang sama
aku akan datang lagi untuk mendengar jawaban, aku ingin melihat apa petunjuk yaya"
""Tak usah menunggu sampai besok, mungkin tempat ini sudah memancing perhatian orang
lain, jelas tak bisa digunakan lagi, sepanjang perjalanan tadi aku sudah menumpas dua orang!"
Suara itu berkumandang dari belakang punggung patung dewa gunung tersebut.
Entah sedari kapan, tahu-tahu di dalam ruangan kuil tersebut telah muncul seorang kakek
berbaju hitam.
Cing-cing dan panglima bukit itu segera menjatuhkan diri berlutut, terhadap kemunculan si
kakek yang sangat mendadak itu, mereka berdua sedikitpun tidak merasa tercengang atau kaget.
Seandainya Cing-Cing adalah seekor rase, sudah barang tentu kakeknya adalah siluman rase
yang telah berwujud manusia.
Bila latihan sudah berlangsung beberapa waktu, seorang manusia pun bisa menjadi dewa,
apalagi siluman rase ....
Apa pula arti dari kemunculan yang secara tiba-tiba itu?

"Yaya!"
"Tay kong!"
Sebutan yang tak sama namun dengan nada menghormat yang sama sekali tidak jauh
berbeda.
Kakek itu segera mengulapkan tangannya sambil tertawa.
"Bangun, bangun, Cing-cing, kau sudah hidup sekian lama di alam semesta, bagaimana
perasaanmu tentang alam semesta?"
ooo0ooo
RAHASIA SILUMAN RASE
CING-CING bangun berdiri di atas tanah, dia masih berdiri dikejauhan dengan kepala
tertunduk, sikapnya sedikitpun tidak mirip dengan sikap seseorang cucu yang berjumpa dengan
kakeknya.
Mungkinkah peraturan yang berlaku dialam rase jauh lebih ketat daripada peraturan di alam
semesta!
Suara jawaban Cing-cing amat lirih.
"Meski cucu hidup dialam semesta, namun tak jauh berbeda dengan hidup ditengah gunung"
Kakek itu manggut-manggut dan tertawa.
"Hal inipun bagus sekali, asal kau tidak menampakkan diri, tentu tak akan menarik perhatian
orang, lagi pula dapat memberi kesan misterius dan rahasia bagi yang memandang, bagaimana
sikap Ting Peng si bocah muda itu kepadamu"
"Baik sekali, dia amat menyayangi cucunda dan selalu setia, cuma sekarang dia berubah lebih
takabur, lebih serius dan berambisi besar, tidak seperti dulu hambar terhadap segala-galanya."
Kakek itu nampak sangat gembira.
"Bagus sekali, itulah yang kuharapkan selama ini, bocah itu punya ambisi, punya kegagahan
dan berbakat bagus, itulah sebabnya kusuruh orang untuk membantu segala keperluanmu, apa
saja yang dia inginkan aku dapat memuaskannya, lambat laun diapun akan menjadi orang yang
ternama di dalam dunia persilatan."
"Tapi yaya. . . . dia . . . "Cing-cing nampak sangat tidak senang.
Dengan sorot matanya yang tajam, kakek itu memandang sekejap ke arahnya, lalu berkata.
"Cing-cing dia toh pilihanmu sendiri, aku tak pernah memaksamu untuk berbuat sesuatupun,
tak pernah menganjurkan kepadanya untuk berbuat sesuatu, bila dia selalu bersikap hambar dan
hidup menyepi di atas gunung, sudah barang tentu aku tak akan mengganggu kalian, tapi malah
dia sendiri yang sedang merangkak ke atas, sedang aku pun tak dapat melarang dirinya, betulkah
ucapanku ini?"
Cing-cing tak bisa berkata apa-apa lagi kecuali mengiakan, namun suara itupun sedemikian
rendahnya hingga cuma dia seorang yang mendengar.

Sekali lagi kakek itu berkata:
"Apa yang kau sampaikan kepada A-kong sudah kuketahui, kini perubahan situasinya sangat
bagus dan cocok dengan jalan perkiraanku, mungkin saat untuk bangkit kembali telah tiba"
"Yaya, apakah kau berencana untuk menyerahkan tampuk pimpinan dalam perguruan kita
kepada Ting Peng?"
"Bocah itu adalah seorang yang berbakat bagus, sewaktu dia memotong tangan Siang yan
dengan goloknya tempo hari, pengerahan tenaga dalamnya sudah mencapai tingkat
kesempurnaan seperti masa muda dulu, aku tak sanggup melebihi kemampuannya, mungkin
dengan serangan golok tersebut aku bisa membunuh kedua orang penghianat tersebut, tapi jelas
aku tak mampu memotong sepasang tangan mereka, kini dia dapat menggunakan tenaganya
sesuai dengan apa yang dikehendakinya, bila dilatih lebih jauh tak lama kemudian ia sudah dapat
mengalahkan Cia Siau hong...."
"Yaya, maksudmu saat ini dia masih belum sanggup untuk menghadapi Cia Siau-hong?" Cingcing
bertanya dengan cemas.
"Yaa, masih belum sanggup, ilmu pedang dari Cia Siau-hong sudah menguasahi seluruh
jagad, kemampuannya bukan suatu kebetulan saja, apalagi belakangan ini dia selalu menutup diri
dan tidak mencampuri urusan orang lain, kesempurnaan ilmu pedangnya sudah mencapai suatu
taraf yang luar biasa sekali, aku percaya sekalipun Yan Cap sa menggunakan jurus pedangnya
yang lihay dan sudah pasti tak dapat berbuat apa-apa atas dirinya."
"Ting Peng masih belum mampu mencapai taraf tersebut, bila berlatih sepuluh tahun lagi,
mungkin saja dalam hal ketenangan ia sudah mencapai taraf yang dibutuhkan!"
"Tapi Ting Peng telah pergi mencari Cia Siau-hong untuk berduel!"
"Aku tahu, jangan kau anggap aku hidup terasing didalam gua lantas tak kuketahui persoalan
di dunia, gerak gerik kalian cukup kuketahui dengan jelas!"
"Mengapa yaya tidak berusaha untuk menghalanginya?"
"Mengapa aku harus menghalanginya, penampilan dari Ting Peng sepanjang jalan justru
sedang memupuk ambisinya, inilah penampilannya yang setingkat jauh lebih mendalam, atas
semua penampilan dari bocah muda itu, aku merasa puas sekali!"
Dia memang benar-benar merasa amat puas, Cing-cing dapat mendengar hal itu dari
suaranya, sedang si panglima bukit jauh lebih memahami lagi maknanya.
Sudah banyak tahun dia mengikuti majikan tuanya, selama ini belum pernah ia mendengar
majikannya ini begitu memuji seseorang.
Oleh sebab itu si panglima gunung pun menunjukkan rasa gembira yang tak kalah dengan
majikannya, dia lantas berseru:
"Tay kong. kalau begitu kita sudah dapat menampilkan diri!"
"Yaa, sudah benar. Kita sudah dapat menampilkan diri, kita tak usah bersembunyi lagi
ditengah gunung, tak usah tidur ketakutan seperti rase liar yang takut ditemukan pemburu,
sekarang kita dapat menampakkan diri secara terang-terangan dan berada di atas semua orang."

Setelah menghela napas, dengan sedih dia menambahkan:
"Cuma, saat-saat semacam ini mungkin tak akan sempat kusaksikan lagi, tapi kalian semua
dapat menyaksikannya, paling banter sepuluh tahun lagi, sepuluh tahun kemudian dia sudah
menjadi seorang jago yang tiada taranya di dunia ini, jauh lebih lihay daripada Cia Siau hong,
golok bulan sabit pun akan memancarkan cahaya ke seluruh penjuru dunia"
Diam-diam Cing-cing melelehkan air matanya.
Sorot mata si kakek sangat tajam, setiap gerik gerik dari Cing-cing tak ada yang bisa
mengelabuinya, maka suaranya berubah menjadi lembut sekali:
"Cing-cing, apakah kau tidak merasa senang akan hal ini?"
"Cing ji tidak berani!" buru-buru Cing-cing menyeka air matanya.
"Lantas apa sebabnya kau mengucurkan air mata? Kau toh tahu, kita tak terbiasa
mengucurkan air mata, dalam kehidupan kita ini hanya boleh mengucurkan air mata satu kali!"
"Yaa yaya, Cing ji tahu!"
"Kesempatanmu itu sudah kau pergunakan untuk Ting Peng, sekarang kau sudah tak berhak
lagi untuk melelehkan air mata!"
"Cing ji menyesal, Cing ji tak cukup tabah!"
"Melelehkan air mata merupakan penampilan dari kaum lemah, dalam perguruan kita tiada
kaum lemah, kitapun bukan manusia yang membunuh perasaan serta watak sendiri, tetapi disaat
yang paling indahlah air muka yang bercucuran baru dianggap sebagai sesuatu yang mulia, lagi
pula hanya manusia yang tahu perasaan yang dapat menjadi anggota perguruan kita, mengertikah
kau?"
"Cing ji mengerti!"
Kakek itu segera menghela napas panjang, matanya berubah menjadi lebih lembut:
"Aku mengerti akan perasaanmu, sekarang kau sedang melelehkan air mata bagi perubahan
diri Ting Peng, kau takut karena masalah ini berakibat dengan kehilangan dia!"
Kakek itu memang lihay, diapun pandai menebak isi hati orang lain, sekali tebak isi hati orang
segera terbongkar.
Cing-cing menundukkan kepalanya dan berbisik lirih:
"Cing ji memang menguatirkan hal ini!"
Kakek itu segera tertawa ramah.
"Kesemuanya ini hanya kekuatiranmu belaka, andaikata Ting Peng tidak berubah,
kemungkinan besar dia akan meninggalkan dirimu suatu ketika tapi semakin banyak dia berubah,
semakin dekat pula hubungannya dengan kita, hanya dalam keadaan seperti inilah dia tak akan
meninggalkan dirimu lagi, apalagi setelah masuk menjadi anggota perguruan kita, dia tak mungkin
bisa berhubungan lagi dengan orang luar, dia akan menjadi milikmu untuk selamanya, seperti juga
nenekmu, dimasa mudanya dulu kau tak akan menyangka kalau dia bisa mendampingi diriku
terus, tapi sekarang ia telah berubah menjadi begitu tulus hati dan setia kepadaku"

"Yaya", sambil memberanikan diri Cing-cing berkata, "Cing ji merasa agak menguatirkan diri
Ting Peng, perubahannya itu mungkin hanya bersifat sementara, tapi di kemudian hari mungkin
saja dia akan berubah jauh di luar dugaanmu semula!"
"Hal ini bukan mustahil bisa terjadi" kakek itu tertawa. "sekalipun gerak geriknya agak latah,
namun watak yang sesungguhnya baik dan berbudi, jika dia semakin mendekati sasarannya, bisa
jadi dia akan menentang pendirian kita"
"Yaya, kau pun dapat menduga akan hal ini?" Cing-cing bertanya keheranan.
"Yayamu sudah banyak makan asam garam, pengalamanku terhadap watak manusia mungkin
jauh lebih mendalam daripada siapa pun juga, masa hal itu tak dapat kuketahui? Cuma aku tidak
kuatir, aku mempunyai sebuah cara yang bagus untuk menanggulangi hal itu!"
"Apa caramu? Apakah mengurungnya di tempat yang terpencil, agar dia putus hubungannya
sama sekali dengan dunia luar?".
"Kau maksudkan dengan orang-orang dari lima partai besar?"
"Benar, mereka telah memusuhi diri kita!"
"Tidak, kau keliru, aku justru menghendaki mereka berhubungan makin akrab!"
"Mereka dapat menceritakan segala hal ikhwal tentang diri kita di masa lalu kepada Ting Peng
dan menganjurkan kepada Ting Peng untuk meninggalkan kita"
"Hal ini sudah pasti akan terjadi, aku justru menghendaki mereka berbuat demikian!."
"Tapi. . . bukankah hal ini malah akan memisahkan Ting Peng dengan kita makin jauh?"
Kakek itu segera tertawa.
(Bersambung Jilid 12)
Jilid : 12
"NAK, bagaimanapun jua kau tetap masih muda, pandanganmu terhadap segala persoalan
kurang mendalam, mungkin saja ada suatu ketika Ting Peng akan meninggalkan kita tapi sampai
akhirnya dia pasti akan kembali, ia dapat meninggalkan kita karena kesesatan serta kebuasan kita,
tapi dikala ia menemukan bahwa orang-orang lain jauh lebih rendah dan terkutuk dari pada kita,
jauh lebih sesaat dan buas dari pada kita, dia dapat meninggalkan mereka lagi bahkan menjadi
orang paling setia bagi perguruan kita!"
"Pendapat dari Yaya kelewat muluk"
"Tidak muluk tapi suatu kenyataan, suatu teori yang berdasarkan fakta, biasanya teori yang
berdasarkan fakta jauh melebihi pendapat lainnya, aku mempunyai keyakinan ini karena
keadaanku dulu persis seperti keadaan Ting Peng sekarang, dari tubuhnya aku seolah-olah
menyaksikan bayanganku dulu dan dari tubuhku aku dapat meneropong dirinya dimasa
mendatang."
Nada suaranya segera berubah menjadi lembut tapi penuh keinginan.

"Cuma kau lebih beruntung daripadaku, sebab yang kau bakal saksikan adalah suatu
keberhasilan yang sempurna, masa mendatang yang cemerlang, sedang aku selama hidupku
hanya bergelimpangan di tengah kegagalan!"
Cing-cing menundukkan kepalanya sampai lama, dia baru berkata lagi.
"Yaya, apa yang musti Cing-ji lakukan sekarang?"
"Tidak melakukan apa-apa, teguhkan saja keyakinanmu, jangan menganggap kita adalah
orang dari kaum sesat dan jahat, sesungguhnya watak kita jauh lebih baik dan bajik daripada
siapapun, tujuan kita didasari oleh suatu kenyataan yang sempurna, suatu kenyataan yang
didasarkan pada kecerdasan serta akal budi, Cuma saja orang awam tak dapat memahaminya,
oleh karena itu kau harus meneguhkan dulu keyakinanmu pada kemampuan sendiri jika kau
sendiripun kehilangan keyakinan terhadap diri sendiri, bagaimana mungkin kau bisa membuat
orang lain mempercayai pula dirimu?"
"Lantas apa yang musti kau lakukan?"
"Kau? Tiada yang perlu kau lakukan, yang meski kau perbuat adalah menjadi seorang istri
yang baik, istri yang menuruti perkataannya, serta memberi bantuan sesuai apa yang bisa kau
lakukan."
"Membantunya? Jika dia minta kepadaku untuk menyerahkan rahasia dari perguruan kita?"
Kakek itu segera tertawa.
"Jurus golok sakti itu merupakan rahasia tertinggi dari perguruan kita, itupun sudah dia
peroleh, maka baginya boleh dibilang perguruan kita sudah tak mempunyai rahasia apa-apa lagi"
"Bila dia minta kepadaku untuk menyerahkan orang-orang kita"
"Pergunakan segenap kemampuanmu dan serahkan semua kepadanya!"
"Bila orang-orang itu diserahkan semua kepadanya, apakah orang-orang itu masih bisa
hidup?"
"Bila mungkin, mohonlah kepadanya agar meninggalkan sedikit karena orang-orang itu akan
merupakan anak buah kalian dimasa mendatang, tapi bila permohonanmu gagal, maka biar saja
dibunuh olehnya!"
"Jika orang lain yang hendak membunuh mereka?."
Kakek itu segera tertawa angkuh.
"Kecuali dia, mungkin bukan suatu pekerjaan yang gampang buat orang lain untuk membunuh
orang-orang kita, kecuali tunduk di ujung golok sakti yang tiada bandingannya itu, kita tak akan
membiarkan orang lain membunuh diri kita secara mudah!"
"Yaya, aku betul-betul tidak habis mengerti dengan maksud tujuanmu yang sesungguhnya!."
"Tidak mengapa, Aku hanya ingin membuktikan kepadanya akan kesetiaan perguruan kita
serta tekad anggota perguruan kita dalam mencapai cita-cita serta tujuan. Walaupun aku adalah
seorang jago lihay yang tiada tandingannya di dunia ini, tapi cukup mengandalkan sepatah
katanya, kami dapat memenggal batok kepala kita sendiri, agar dia tahu selain kami, tiada orang
lain yang memiliki kesetiaan semacam ini."

"Yaya, seandainya dia minta kepadaku untuk menyerahkan dirimu?"
"Luluskan permintaannya, dalam kenyataan kau sendiripun tak akan dapat menemukan aku
lagi, karena setelah perjumpaan kita hari ini, aku akan pindah lagi ke tempat yang amat jauh"
"Tapi dia akan menyuruhku untuk membantunya guna menemukan kau?"
"Kalau begitu, berikanlah semua bantuan yang bisa kau berikan, ingat, kau harus bersungguhsungguh,
membantunya dengan tulus hati, jangan hanya berlagak atau berpura-pura saja, sebab
tindakan semacam itu hanya akan membuat segala usahaku sia-sia belaka, dan bisa memporakporandakan
semua rencana yang telah kususun!"
"Yaya, sesungguhnya rencana apakah yang telah kau persiapkan?"
Setelah tertawa sedih kakek itu menghela napas panjang.
"Satu pengorbanan yang sangat besar agar anak murid keturunan kita termakan oleh rencana
ini serta mengatur mereka satu persatu munculkan diri kembali dari tempat kegelapan dan
menghantarnya ke hadapan Ting Peng..."
"Berhargakah itu?"
"Berharga sekali nak, tindakan ini sangat berharga, kita hidup tak lain adalah ingin mewariskan
cita-cita yang tinggi dan maha agung ini pada generasi mendatang, asal tujuan tersebut dapat
tercapai, maka pengorbanan macam apapun berharga untuk kita lakukan!"
"Tapi sampai pada akhirnya..."
"Sampai pada akhirnya, akupun akan menyerahkan pula diriku sendiri! waktu itulah merupakan
saat yang paling penting bagi pengorbanan kita, saat itulah merupakan saat kita untuk menyambut
datangnya suatu permulaan baru, suatu permulaan yang gemilang!"
"Yaya, apakah tindakanmu ini tidak kelewat menyerempet bahaya?"
Sambil membelai rambut cucunya dengan penuh kasih sayang, kakek itu berkata:
"Nak, apakah kau anggap yayamu adalah seseorang yang suka menyerempet bahaya? Sudah
banyak tahun aku hidup mengasingkan diri, hidup menyembunyikan diri, kesemuanya itu
kulakukan tak lain karena sedang menunggu datangnya kesempatan seperti ini, akhirnya aku
berhasil juga menantikan datangnya seorang manusia macam Ting Peng!"
"Yaya, aku percaya semua rencanamu itu tak bakal salah, tapi aku masih mempunyai satu
persoalan yang merisaukan hatiku, yaitu masalah tentang Cia Siau hong"
"Benar, orang ini memang merupakan musuh kita yang paling tangguh, juga merupakan
penghalang kita yang terbesar, bukan hanya dikarenakan ilmu silatnya, pun dikarenakan
wataknya, kekurangan-kekurangan yang dimilikinya dimasa lalu sekarang sudah hampir tertutup
semua secara sempurna, tingkatan yang telah dicapainya sekarang jauh lebih tinggi setingkat
daripada tingkatan kita sekarang, dia adalah satu-satunya musuh yang tak sanggup dirobohkan, di
kemudian hari mungkin saja Ting Peng dapat menangkan dia dalam hal ilmu silat, tapi dalam
semangat, selamanya ia tak akan mampu untuk melampauinya, dia merupakan satu-satunya
musuh yang paling tangguh di dunia ini, untung saja musuh semacam itu hanya ada seorang saja"

"Dapatkah dia mempengaruhi Ting Peng?"
"Tidak mungkin" sahut kakek itu sambil tertawa. "karena di tubuhnya pun terdapat suatu
kekurangan yang tak dapat diatasi olehnya, suatu kekurangan yang secara kebetulan berada
dalam cengkeraman kita"
"Kekurangan apakah itu, yaya?"
"Nak.. inilah satu-satunya hal yang tak dapat kuberitahukan kepadamu, tetapi aku percaya kau
dapat menemukannya sendiri"
Cing-cing tahu, apa yang dikatakan tidak bisa oleh yayanya, selamanya tetap tak bisa.
Keheningan kembali mencekam seluruh ruangan kuil itu, akhirnya kakek itu mengulapkan
tangannya:
"Pergilah, lain kali, tak usah datang kemari lagi, sekalipun kau kembali juga tak akan
menemukan aku, bila tiada suatu perubahan yang luar biasa, inilah perjumpaan yang terakhir dari
cucu dan kakeknya kita berdua, ingat! Sejak detik ini kau adalah istri Ting Peng, itulah satusatunya
tugas yang harus kau lakukan di alam manusia, segala sesuatunya turuti perkataannya,
jangan membantah ucapannya, jangan membuat dia menjadi marah, kau musti mengikutinya
seperti seekor anjing yang setia kepada majikannya, sekalipun dia menendangmu dengan keras,
kaupun tak boleh meninggalkan dirinya, nak, sanggupkah kau lakukan tugas yang sangat berat
ini?"
Cing-cing mengangguk.
"Pasti akan kulakukan dengan sebaik-baiknya!"
"Bagus sekali, bila kau dapat melakukannya, lakukanlah dengan sebaik-baiknya, sekalipun
sudah tidak bisa kau lakukan juga harus kau lakukan, mengerti?! Nak aku pergi dulu!"
Suatu ledakan keras menggelegar memecahkan keheningan, tiba-tiba kuil San sin bio itu
ambruk dan hancur, patung arca dalam ruang kuilpun hancur serta porak poranda.
Sejak itu didalam kuil San sin bio tak pernah ada Sin leng (roh suci) lagi. Para penggembala
sapi bisa bermain disitu lagi, tapi beranikah mereka lakukan hal ini?
ooo0ooo
KEMELUT CINTA
PERKAMPUNGAN Sin kiam san-ceng, perkampungan yang dihuni oleh Sam sauya dari
keluarga Cia.
Tempat itu merupakan tempat suci dunia persilatan, tempat terlarang umat persilatan.
"Perkampungan Sin kiam san ceng tidak dijaga secara ketat, hanya ada setengah sungai yang
melingkari separuh bagian dari perkampungan itu. sedang separuh bagian yang lain dipisahkan
oleh dinding tebing bukit Tiong san yang terjal.
Dinding bukit yang tegak lurus dengan puncak yang menjulang ke angkasa, nampak begitu
licin dan terjal, monyetpun susah untuk mendaki ke atas apalagi manusia, sebab itu untuk datang
ke perkampungan Sin kiam san-ceng hanya tersedia sebuah jalan.

Jalan itu terpotong oleh sebuah sungai, di atas sungai tiada jembatan, yang ada cuma sebuah
perahu penyeberangan.
Sungai itu tidak terlalu lebar, dari seberang sanapun dapat terlihat jelas, juga dapat melihat
perkampungan Sin kiam san ceng di lambung bukit sana.
Ada sementara waktu perkampungan ini pernah sepi dari pengunjung, itulah disaat pemilik
perkampungan Sin kiam san ceng telah tua, sedang Sam sauya dari keluarga Cia masih berkelana
di dalam dunia persilatan.
Cia Siau hong mempunyai dua orang kakak, tapi tak seorangpun yang berhasil seperti
adiknya.
Perkampungan Sin kiam san-ceng termasyhur karena permainan pedangnya, bahkan di mulai
sejak jamannya Sam sauya, ilmu pedang keluarga mereka sudah lama dikenal dan termasyhur
dimana-mana.
Anggota keluarga Cia tentu saja merupakan jago-jago lihay di dalam permainan pedang.
Siapa pandai berenang suatu ketika akan mati tenggelam juga, demikian pepatah kuno pernah
berkata.
Toa sauya dari keluarga Cia memang tewas diujung pedang.
Ji sauya dari keluarga Cia juga tewas di ujung pedang.
Sedang Lo-tayya dari keluarga Cia mati sakit di rumah, mati dalam kesepian, tua dan lemah,
meskipun dia memiliki putra yang pandai bermain pedang, termasyhur sebagai jago pedang yang
luar biasa di kolong langit.
Akan tetapi putranya ini memberikan kejayaan bagi keluarga Cia, juga mendatangkan banyak
kesulitan.
Banyak orang datang mencari Cia sam sauya untuk beradu pedang, tapi Cia Siau hong justru
jarang berada di rumah, semasa mudanya dulu ia lebih banyak berdiam di rumah pelacuran
daripada di rumah, apalagi di rumah penginapan atau di kamar gadis-gadis yang dicintainya.
Semasa muda dulu Cia Siau hong seorang romantis, tapi juga angin-anginan.
Meskipun dalam hidupnya dia mempunyai banyak teman gadis, namun secara resmi hanya
pernah kawin sekali, mempunyai seorang bini.
Yang dikawini adalah perempuan tercantik didalam dunia persilatan Buyung Ciu ti, namun juga
merupakan perempuan yang paling menakutkan di dunia ini.
Selamanya Buyung Ciu-ti tak pernah menjadi menantu keluarga Cia secara resmi, belum
pernah masuk ke dalam perkampungan Sin kiam san-ceng dan menjadi majikan muda dari
keluarga Cia.
Sepanjang hidupnya dia hampir menyerupai bayangan dari Cia Siau hong, mengikuti terus di
belakang Cia Siau hong, tapi bukan untuk bermesraan dengannya, melainkan selalu
menghajarnya, mengusiknya dan membalas dendam ketidak setiaannya.

Perempuan itu memiliki kemampuan yang luar biasa, kalau oran lain sukar untuk menemukan
jejak Cia Siau hong, dia justru dapat menemukannya kendatipun Cia Siau hong sengaja
mencampurkan diri dalam golongan bawah, bersembunyi dalam rumah makan menjadi pelayan,
menjadi tukang kuda, menjadi pekerja kasar yang paling rendah, namun ia tak pernah bisa
meloloskan diri dari pengejarannya. (Untuk mengetahui riwayat Cia Siau hong, silahkan membaca:
Pendekar gelandangan, oleh penerbit yang sama).
Kehidupan Cia Siau hong boleh dibilang sudah hancur ditangan perempuan ini, tapi dibilang
berhasil juga atas bantuan perempuan ini.
Dia melahirkan seorang anak lelaki buat Cia Siau hong, namun tidak memberi nama marga
Cia kepadanya, pun tidak membuatnya menjadi majikan selanjutnya dari perkampungan Sin kiam
san ceng.
Tapi perkampungan Sin kiam san-ceng telah mempunyai seorang majikan perempuan yang
baru.
Dialah Cia Siau giok.
Tiada orang tahu, dia adalah anak Cia Siau hong dengan perempuan yang mana dan kapan
kawinnya?
Yang pasti dia muncul secara tiba-tiba, seperti muncul dari dalam batu, setelah Cia Siau hong
berhasil dan menetap didalam perkampungan Sin kiam san-ceng.
Dia mendatangi perkampungan Sin kiam san ceng dan mengaku sebagai putri kandungnya
Cia Siau hong.
Sewaktu datang ia telah berusia lima belas tahun, waktu itu Cia Siau hong tak ada dirumah,
tapi tak ada orang yang menuduhnya sebagai orang yang mengaku-aku saja.
Sebab raut wajahnya paling tidak ada tujuh bagian mirip wajah Cia siau hong, apalagi kalau
sedang tertawa, kemiripannya mencapai sembilan bagian.
Senyuman Cia Siau hong seperti juga pedangnya, tiada tandingannya di dunia ini.
Kalau pedangnya berhasil menaklukan setiap jago lihay, maka senyumannya berhasil
menaklukkan setiap perempuan cantik.
Tentu saja perempuan yang tidak cantikpun tak dapat melawan senyumannya, namun pilihan
Cia Siau hong atas perempuan selalu amat tinggi dan teliti.
Walaupun dia tak pernah meremehkan senyumannya, namun dia pun tak akan melakukan
pancingan lebih jauh terhadap perempuan yang tidak menarik hatinya, oleh karena itu perempuanperempuan
itupun tak sampai terpikat kepadanya.
Bila senyumannya tidak bermaksud untuk menaklukkan hati seorang perempuan, maka
senyuman itu begitu suci, tapi bila dia hendak naik ke atas pembaringan bersama seorang
perempuan, maka senyumannya jauh lebih hebat, dari pada sebilah pedang.
Kalau pedang, hanya bisa membuat seseorang kehilangan nyawa, maka senyumannya dapat
membuat seorang perempuan kehilangan hatinya.
Di dunia ini ada orang yang justru tidak takut mati, baik dia itu seorang lelaki, maupun
perempuan.

Oleh karena itu bila menggunakan pedang untuk memaksa seorang perempuan untuk ke atas
pembaringan dalam sepuluh kali, ada delapan sembilan kali bisa berhasil, tapi toh akan berjumpa
juga dengan perempuan yang tak takut mati.
Tapi bila seorang perempuan telah menyerahkan hatinya kepada seorang lelaki, maka tiada
perbuatan yang enggan dia lakukan.
Sekalipun dia disuruh tidur menemani seekor babi, diapun tak bakal akan menampik.
Sekembalinya dari berkelana Cia Siau hong baru mengetahui kalau dia mempunyai seorang
anak gadis. Meski dalam hati merasa keheranan, namun tidak memberikan pernyataan apa-apa,
diapun tidak bertanya siapa gerangan diri gadis itu.
"Yaa, kalau gadis itu mengaku sebagai istrinya, maka dia dapat menanyakan kebenaran dari
hal ini kepada siapa?
Seandainya dia menyangkal di depan orang bahwa nona itu bukan putrinya, sedang bocah
perempuan itu justru dapat menunjukkan bukti yang menunjukkan kalau dia adalah putrinya, apa
yang musti dilakukan lagi?
Terpaksa dia hanya menanyakan persoalan ini kepada seseorang.
Siau giok! Si nona yang mengaku sebagai putri kandungnya itu.
Sewaktu Cia Siau giok berjumpa dengannya, sikap maupun gerak-geriknya sama sekali tidak
canggung, seakan-akan mereka sudah kenal lama, sudah berkumpul cukup lama juga.
Ia melompat ke depan memegang tangannya dan menggoncang-goncangkan dengan keras.
"Ayah, mengapa baru hari ini kau pulang? Kau bilang hendak pergi menjemput diriku, tapi kau
tak pernah datang, terpaksa akupun datang sendiri kemari!"
Cia Siau hong merasa agak melongo juga, agak tertegun menghadapi kejadian seperti ini.
Dalam sepanjang hidupnya, dia sudah banyak mendengar orang lain memanggilnya dengan
pelbagai sebutan.
Ada diantara mereka yang memanggilnya dengan nada yang menarik, amat menyenangkan,
tapi kebanyakan orang yang menyukainya hanya kaum wanita, terutama perempuan-perempuan
cantik.
Ada sementara diantara yang menyanjungnya, ada yang mengaguminya, tapi yang pasti
mereka adalah kaum persilatan.
Tapi ada pula yang bersuara dengan nada sinis, kasar dan tak enak didengar, yang pasti
mereka adalah orang-orang membencinya.
Tapi hanya panggilan seperti itu, baru ini didengar untuk pertama kalinya.
"Ayah!" walaupun merupakan sebuah panggilan yang sederhana, tapi belum pernah di dengar
oleh Cia Siau hong selama ini, lagi pula dia memang sudah ingin sekali untuk mendengarnya.
Tentu saja bukan dipanggil oleh seorang gadis yang tak dikenalnya ini.

Dia mempunyai seorang putra, seorang putra yang dilahirkan oleh Buyung Ciu-ti.
Tapi anak itu selalu menolak untuk mengakuinya sebagai ayah, pemuda yang keras kepala itu
mungkin saja sudah mengakui Cia Siau hong sebagai ayahnya, namun pengakuan tersebut hanya
terjadi di dalam hati, sedang diluarnya, ia tak pernah memanggilnya dengan sebutan tersebut,
tentu saja diapun tak pernah datang menjenguknya.
Cia Siau hong tahu, cepat atau lambat pemuda itu pasti akan datang juga, berlutut di
hadapannya sambil memanggil "ayah".
Hanya saja harinya kemungkinan besar adalah hari kematian baginya, hari ia dimasukkan ke
dalam peti mati, ketika berita kematiannya sudah tersebar ke mana-mana dan ia datang untuk
melayat.
Berlutut di depan layonnya, kemudian di dalam hati kecilnya diam-diam memanggil sehingga
siapapun tidak mendengarnya.
Cia Siau hong tahu bakal ada hari semacam itu, tapi dia berharap jangan sampai mendengar
panggilan tersebut setelah berada dalam suasana seperti itu.
Sebab, bagaimanapun juga Cia Siau hong sudah tua, sedemikian tuanya sampai semangat
mudanya sudah hilang sama sekali sampai wataknya pun turut berubah.
Perubahan terbesar yang dialaminya tentu berasal dari perasaan, ia sudah mulai merasakan
kesepian.
Bukan rasa kesepian karena tiada tandingan di kolong langit, melainkan suatu perasaan
kesepian yang menjemukan dan mengerikan, ia membutuhkan seseorang untuk mendampinginya.
Bukan perempuan, bukan sahabat, melainkan "putra dan putrinya", agar ia bisa melampiaskan
rasa kasih sayangnya kepada mereka.
Cia Siau hong adalah manusia, bukan malaikat, bukan dewa, dia seperti juga orang lain,
mempunyai suatu kebutuhan.
Hanya bedanya, dia pandai merahasiakan perasaannya itu, belum pernah membiarkan orang
tahu akan kebutuhan dalam hatinya.
Tapi tiba-tiba saja dari tanah muncul seorang anak gadis.
Seorang gadis yang dengan kasih sayang dan penuh kehangatan memanggilnya ayah.
Itulah suara panggilan yang sangat didambakan, sangat diharapkan olehnya selama ini.
Sayang bukan berasal dari putra kandung yang di harapkannya selama ini.
Maka Cia Siau hong merasa tertegun dan keheranan.
Beberapa orang teman yang ikut bersamanya pulang ke rumah pun, berdatangan karena
secara tiba-tiba mereka dengar kalau ia mempunyai seorang anak gadis, mereka turut datang
untuk melihat apa gerangan yang telah terjadi.
Menyaksikan mimik wajah Cia Siau hong tentu saja timbul suatu bisikan-bisikan yang
membicarakan masalah itu.

Masih untung saja didalam perkampungan Sin kiam san-ceng terdapat seorang pengurus
rumah tangga yang piawai dan cekatan, dia adalah Cia sianseng yang tak pernah merasakan
kesulitan dalam melakukan tugas apapun.
Sambil tertawa dia munculkan diri dan berkata:
""Dalam pertemuan pertama antara seorang ayah dan seorang anak, tentu banyak persoalan
yang hendak dibicarakan, dipersilahkan saudara sekalian menuju ke ruang depan untuk minum
arak kegirangan!"
Yang dimaksudkan arak kegirangan, tentu saja arak untuk menyambut datangnya seorang
majikan perempuan baru dalam perkampungan Sin kiam san ceng, sudah barang tentu perjamuan
itu amat meriah"
Cia Siau hong baru kembali tapi Cia sianseng telah mempersiapkan segala sesuatunya
dengan baik seakan-akan dia sudah menganggap gadis itu sebagai majikan barunya.
Apa yang kemudian dibicarakan antara Cia Siau-hong dengan Cia Siau-giok? Tak seorang pun
yang tahu. .
Tapi dua jam kemudian, ketika Cia Siau hong muncul kembali untuk menemani temantemannya
minum arak, dia mulai bercerita tentang kehidupannya ketika masih berkelana dulu.
Terhadap kehadiran Cia Siau giok ternyata dia tidak menyangkal.
Kalau tidak menyangkal, tentu saja mengakui, walaupun Cia Siau hong tidak menerangkan
asal usul gadis itu.
Tapi tak ada orang yang merasa keheranan, juga tak ada orang yang bertanya sepanjang
hidupnya Cia Siau hong mempunyai berapa orang perempuan, siapapun tak tahu hal ini.
Sebab perempuan manapun kemungkinan besar dapat melahirkan seorang putri baginya""
Apa pula yang harus ditanyakan tentang soal ini.
ooo0ooo
SEJAK dalam perkampungan Sin kiam san ceng telah bertambah seorang Cia Siau giok,
suasana di situpun tampak lebih hidup, perkampungan besar yang semula hanya dihuni oleh
beberapa orang saja, sekarang penuh dengan pelayan dan dayang.
Bangunan rumahnya diperbaharui, kebun yang penuh pohon dan bunga juga dibenahi.
Sekarang, perkampungan Sin kiam san-ceng baru mirip suatu perkampungan tempat tinggal
seorang pendekar pedang nomor wahid dikolong langit.
Lebih mirip suatu daerah suci, daerah terlarang bagi umat persilatan, karena lebih keren, lebih
berwibawa."
Hanya didalam wilayah daerah terlarang, baru terdapat daerah terlarang.
Letaknya di halaman kecil yang menyendiri di seberang sana, halaman yang dikelilingi dinding
pekarangan yang tinggi dan seringkali dikunci dari luar.

Disitulah Cia Siau hong berdiam, di situ pula Cia Siau hong berlatih ilmu pedang, berpikir dan
melatih diri.
Tak ada orang yang berani memasuki halaman tersebut termasuk juga Cia Siau giok sendiri.
Bila Cia Siau hong berada dirumah, pintu itu tetap dikunci, tidak berada dirumah pun pintu juga
tetap dikunci.
Kunci tersebut sudah karatan, tergantung di atas pintu melambangkan semacam kekuatan.
Untuk keluar masuk dari tempat itu.
Cia Siau hong tak pernah melalui pintu itu, tapi juga tak ada yang tahu bagaimana caranya dia
untuk keluar masuk, karena dalam halaman tersebut hanya terdapat sebuah pintu saja.
Tentu saja cara paling sederhana adalah melompati dinding pekarangan, walaupun dindingnya
amat tinggi, namun tak akan menyulitkan Cia Siau hong.
Tapi tempat ini adalah rumahnya sendiri, mengapa dia harus masuk keluar melompati dinding
pekarangan"?
Cia Siau hong bukannya tak pernah melompati dinding pekarangan, cuma hal mana dilakukan
ketika masih muda dulu.
Sekarang entah kemana saja dia pergi, tentu saja ada yang membukakan pintu gerbang
baginya serta menyambut kedatangannya dengan segala kehormatan.
Sekalipun terhadap musuhnya pun tidak terkecuali..
Karena kedudukan Cia Siau hong sekarang memang tak ragu lagi sudah sepantasnya
menerima penghormatan tersebut.
Seseorang yang memiliki kedudukan semacam ini mungkinkah dia harus masuk keluar lewat
dinding pekarangan didalam rumahnya sendiri?
Tak ada orang yang percaya dengan cerita tersebut, juga tak ada orang yang memikirkan
masalah tersebut.
Sekalipun orang yang tinggal dalam perkampungan Sin kiam san-ceng, bila secara tiba-tiba
mereka saksikan Cia Siau hong berjalan keluar dari belakang, maka merekapun tahu kalau dia
sudah pulang.
Merekapun tak ada yang membayangkan apakah dia keluar dengan melompati dinding
pekarangan atau tidak.
Walaupun merekapun tahu kalau di atas dinding Cuma ada sebuah pintu, meski tahu pintu itu
sudah terkunci oleh gembokan yang berkarat dan kunci karat itu sudah tak dapat terbuka lagi.
Kecuali di tempat lain terdapat pintu penghubung atau dia mempunyai ilmu menerobos masuk
ke dalam tanah, rasanya satu-satunya jalan yang bisa ditempuh hanyalah melompati dinding
pekarangan tersebut....
Tapi semua orang lebih suka menerima dua cara yang terdepan daripada menerima
kemungkinan yang terakhir.

Melompati dinding pekarangan tentu saja bukan suatu perbuatan yang baik dan gagah, tapi
juga bukan suatu perbuatan jahat, ada banyak pendekar besar yang melompati dinding
pekarangan.
Tapi tiada orang yang menduga kalau Cia Siau hong dapat berbuat demikian.
Paling tidak, sampai saat ini Cia Siau hong bukan seorang manusia yang dapat berbuat
demikian.
Seseorang yang telah berubah menjadi malaikat di dalam hati orang lain, maka dia akan
berubah menjadi seseorang yang luar biasa, seseorang yang amat sempurna, tak mungkin
melakukan perbuatan rendah semacam itu.
Tapi halaman kecil yang berkunci dengan kunci berkarat itu tetap merupakan suatu rahasia
besar.
Mungkin ada orang yang diam-diam menduga keadaan yang bagaimana di dalam halaman
tersebut, tapi tak ada orang yang berani masuk ke dalamnya untuk menyelidiki keadaan yang
sesungguhnya.
Sebab disitulah Cia Siau hong berdiam.
ooo0ooo
AKHIRNYA Ting Peng sampai di depan perkampungan Sin kiam san-ceng.
Dia datang seorang diri membawa goloknya, menunggang kereta kencana yang dihela empat
ekor kuda jempolan dan dikusiri oleh A-ku, dengan menyeberangi sungai tiba di depan
perkampungan.
Kalau dulu, entah berapa banyakpun kekayaan yang dimiliki Ting Peng, ia harus berjalan kaki
kemudian menumpang sebuah perahu kecil untuk menyeberangi sungai tersebut.
Karena di situ hanya tersedia sebuah perahu saja.
Tapi semenjak perkampungan Sin kiam san-ceng kedatangan seorang majikan perempuan
kecil suasananya banyak telah berubah, orang yang berlalu lalang di situpun semakin banyak.
Tapi yang paling banyak berdatangan ke tempat itu adalah kawanan kongcu muda yang
tampan dan berasal dari keluarga persilatan kenamaan di dunia ini.
Mereka berdatangan ke perkampungan Sin kiam san-ceng, pertama karena mengagumi akan
nama besar perkampungan tersebut, kedua juga dikarenakan Cia Siau giok, seorang gadis yang
cantik, cantik sekali.
Cia Siau giok memang sangat cantik, supel, suka bergaul, ramah tamah terhadap orang, dan
selalu menerima tamu yang berkunjung ke situ dengan hangat.
Yang dimaksudkan setiap orang tentu saja mereka yang sebelumnya telah melalui seleksi dan
pemeriksaan yang ketat. .
Bagi mereka syaratnya terlalu jauh tentu saja tak nanti dapat memasuki perkampungan Sin
kiam san ceng.

Orang yang bisa memasuki perkampungan Sin kiam san ceng, agaknya kemungkinan besar
bisa terpilih menjadi menantunya keluarga Cia.
Tapi hal ini hanya terbatas pada kemungkinan belaka.
Cia Siau giok bersikap sangat baik terhadap setiap orang, namun tidak pernah bersikap luar
biasa baiknya terhadap siapapun.
Cuma saja, untuk menyambut kedatangan kongcu-kongcu keturunan keluarga persilatan itu,
perahu bobrok semula yang tersedia di situ tentu saja tak dapat berfungsi lagi.
Itulah sebabnya Cia Siau giok telah menukar perahu itu dengan sebuah yang besar, besar
sekali.
Perahu tersebut memang kelewat besar sehingga nampak mengerikan sekali.
Sedemikian besarnya perahu itu sehingga andaikata dipindahkan ke lautanpun perahu itu tak
bisa dikatakan perahu kecil.
Tapi pihak perkampungan Sin kiam san ceng hanya menggunakannya sebagai perahu
penyeberang sungai, yang diseberangi pun cuma dua ratus kaki perjalanan air, bukankah hal ini
merupakan suatu pemborosan amat besar?
Dahulu, mungkin ada orang yang berkata demikian.
Tapi sekarang, setiap orang selalu berkata:
""Pantas sekali, tidak terhitung suatu pemborosan"
Sebab hal itu mempengaruhi sekali kewibawaan serta kegagahan perkampungan Sin kiam san
ceng,
Suasana yang berwibawa, bangunan rumah yang megah memang harus di imbangi oleh
sebuah perahu yang besar.
Justru karena ada perahu semacam ini, maka Ting Peng berikut kereta kudanya baru bisa
bersama-sama menyeberangi sungai.
Orang yang mengikuti di belakangnya tentu saja masih terdapat banyak, banyak sekali orang
persilatan.
Sedikit banyak orang-orang persilatan itu masih mempunyai sedikit nama didalam dunia
persilatan, tapi mereka hanya bisa bertahan di depan perkampungan di tepi sungai, tak ada yang
mengikuti Ting Peng naik ke dalam perahu.
Sebab hanya Ting Peng seorang yang datang kesana untuk menantang Cia Sam sauya
berduel.
Barang siapa ada yang turut bersama Ting Peng, itu berarti dia berdiri dipihak Ting Peng.
Tak seorang manusiapun yang ingin dicurigai orang dengan tuduhan semacam itu.
Mereka hanya datang untuk turut menyaksikan pertarungan, bukan datang untuk membantu
Ting Peng, sekalipun mereka ingin membantu juga tak mungkin bisa membantunya.

Berdiri di tepi sungai di seberang perkampungan, dapatkah mereka turut menyaksikan duel
tersebut?
Tiada orang yang menguatirkan pertanyaan tersebut, seakan-akan setiap orang tahu,
sekalipun turut menyeberang juga tak akan bisa menyaksikan jalannya pertarungan itu.
Bila Cia Siau hong melayani tantangan dari Ting-Peng itu, dia tak akan melakukannya di
hadapan orang banyak, kecuali kedua belah pihak yang berduel kemungkinan besar tak akan ada
pihak ketiga yang hadir.
Mungkin saja akan hadir satu dua orang yang akan bertindak sebagai juri, tapi yang pasti tak
akan dipilihkan dari salah seorang diantara mereka.
Dari tempat kejauhan mereka turut datang ke situ, yang ingin mereka ketahui hanyalah akhir
dari duel tersebut.
Hasil dari pertarungan yang sensasional itu.
Tentu saja, sekalipun mereka tidak datang, hasil pertarungan itu dapat didengar juga, tapi
mendengarnya dari mulut orang lain akan berbeda sekali rasanya.
Mereka telah datang sekalipun tidak menyaksikan sendiri, namun di kemudian hari mereka
masih bisa berkisah menurut jalan pemikiran masing-masing untuk melukiskan betapa dahsyat
dan mengerikannya pertarungan tersebut.
Bahkan tak nanti ada orang yang menegur ketidak jujuran mereka.
"Sewaktu pertarungan itu berlangsung, aku hadir dan menyaksikan dengan mata kepala
sendiri!"
Cukup membusungkan dada sambil mengucapkan perkataan ini, orang lain sudah akan
menaruh hormat kepada mereka.
Seandainya secara kebetulan hadir pula orang yang lain, orang itu pasti tak akan menegur
ketidak jujurannya, malahan mungkin dia akan memberikan perbaikan di sana sini.
Oleh karena itulah, banyak sekali pertarungan sengit yang terjadi di dunia ini, seringkali akan
muncul beratus macam cerita yang berbeda.
Tapi beratus macam cerita itu mempunyai suatu ciri yang sama, yakni tegang, seru dan
mendebarkan hati.
Tentu saja cerita-cerita itupun mempunyai suatu persamaan pula, yakni akhir dari pertarungan
itu, menang kalah tak akan berbeda jauh dari kenyataan, dengan demikian orang baru akan
percaya.
Bila ada orang jujur yang berbicara sejujurnya, malahan besar kemungkinannya dia tak akan
dipercaya orang.
Perkataan jujur dari orang jujur paling tak bisa membuat orang lain percaya,. karena cerita
tersebut tidak memiliki seni keindahannya..
Padahal dunia ini adalah sebuah dunia yang sangat indah.

Tentu saja diantara sekian banyak orang yang datang untuk menonton jalannya pertarungan
itu seluruhnya tertahan di tepi pantai sungai, ada diantara mereka yang datang selangkah lebih
duluan dan telah disambut sebagai tamu kehormatan dalam perkampungan Sin kiam san-ceng,
tentu saja orang-orang itu merupakan orang ternama, mempunyai kedudukan tinggi di dalam dunia
persilatan.
Ada pula diantaranya yang datang terlambat, tapi pihak perkampungan Sin-kiam-san ceng
segera mengirim perahunya untuk mengangkut mereka masuk ke dalam perkampungan.
Tentu saja orang itu mempunyai kedudukan yang tinggi didalam dunia persilatan."
Dan tentu pula, orang-orang semacam itu tak akan terlalu banyak jumlahnya.
Ketika perahu penyeberang dari Sin kiam san-ceng datang untuk kedua kalinya, tamu yang
disambut oleh Cia sianseng dari atas perahu hanya enam orang belaka.
Tapi hal mana justru lebih menggemparkan kawanan jago silat yang berdiri di tepi sungai.
Lebih menggembirakan hati mereka.
Kecuali mereka yang berpengalaman rendah, kalau tidak seharusnya mereka akan mengenali
kalau ke enam orang tersebut adalah para ciangbunjin atau tianglo utama dari enam perguruan
paling besar dalam dunia persilatan saat ini.
Seperti Bu tong-pay atau Siau lim-pay, walaupun mereka termasuk perguruan besar yang
tersohor dan dikenal oleh umat persilatan, akan tetapi berhubung mereka adalah perguruan orangorang
beragama, maka mereka kurang begitu tertarik akan segala persoalan yang berhubungan
dengan keduniawian.
Itulah sebabnya ciangbunjin mereka amat jarang berhubungan dengan orang luar, berbeda
dengan ketua tianglo mereka yang justru lebih dikenal oleh setiap umat persilatan.
Enam orang tokoh persilatan yang paling top di dunia persilatan telah hadir pula di sana, hal
mana membuat suasana menjelang pertarungan antara Ting Peng melawan Cia Siau hong terasa
lebih merangsang dan lebih menarik.
ooo0ooo
KETIKA Cia sianceng untuk kedua kalinya tiba kembali di depan pintu gerbang perkampungan
Sin-kiam-san-ceng untuk menyambut kehadiran ke enam orang tamu agung ini, di depan pintu
keluarga Cia telah berjajar sepasukkan pengawal "kehormatan" yang khusus dipersiapkan untuk
menyambut tamu agung.
Tapi Ting Peng tidak turut masuk dia masih duduk dengan santainya didalam kereta sambil
memejamkan matanya.
Ah-ku duduk pula di atas tempat kursinya dengan wajah kaku, cambuknya dipersiapkan
seakan-akan setiap saat mungkin akan meneruskan perjalanannya.
Cia sianseng tidak bersikap kurang hormat terhadapnya, dengan sikap yang halus dia
mempersilahkan tamunya masuk, tapi tawaran itu ditampik.
"Aku datang kemari untuk menantang majikanmu berduel, bukan datang untuk bertamu!

Ucapan itu kontan saja membuat ucapan Cia sianseng seakan-akan terpental sejauh sepuluh
kaki, namun watak Cia sianseng memang sangat baik, dia tidak marah, melainkan berkata sambil
tertawa.
"Sekalipun Ting kongcu hendak menantang majikan kami untuk berduel, tentunya kau tak akan
menantang secara orang kampungan yang adu jotos di pinggir jalan bukan? Meski tujuannya
menantang untuk berduel, tata kesopanan tak boleh ditinggalkan, mengapa Ting kongcu tidak
masuk dulu untuk duduk!"
"Majikanmu ada di rumah!"
Sebelum menjawab pertanyaan ini, Cia Sianseng harus termenung dan berpikir beberapa saat
lamanya, kemudian ia baru mengucapkan sepatah kata yang sukar untuk ditangkap arti
sesungguhnya.
"Tidak tahu!"
""Apa? Kau tidak tahu?" seru Ting Peng dengan perasaan kaget bercampur keheranan.
Dengan perasaan minta maaf Cia sianseng mengangguk.
"Benar, aku memang tidak tahu, selama banyak tahun sejak majikan kami ibaratnya naga sakti
yang nampak kepala tak kelihatan ekornya, tak pernah ada orang yang bisa menduga dimanakah
dia berada, ada kalanya selama berapa bulan ia tidak menampakkan diri tahu-tahu muncul
didalam rumah, ada kalanya dia berdiam diri selama puluhan hari dirumah tapi tidak menjumpai
siapapun yang berada dirumah, maka aku benar-benar tidak tahu"
Agaknya Ting peng merasa puas dengan jawaban tersebut, setelah berpikir sebentar, dia
bertanya lagi:
"Tahukah kau kalau aku hendak mencarinya untuk mengajaknya berduel?"
Cia Siang seng tertawa.
"Soal ini aku kurang tahu, sewaktu nona pulang dari Hang-ciu, kebetulan ia telah bertemu
dengan majikan kami, saat itu juga ia telah menyampaikan pesan kongcu kepadanya."
"Oooh, bagaimanakah pertanyaannya?"
"Majikan kami bilang, ia merasa berterima kasih sekali atas pertolongan yang diberikan Ting
kongcu terhadap nona, katanya bilamana ada kesempatan dia akan menjumpai kongcu dan
menyampaikan rasa terima kasihnya."
"Aku tidak bermaksud untuk menagih rasa terima kasihnya, bila ia bermaksud mengucapkan
terima kasih, seharusnya sebelum habisnya batas waktu itu ia sudah datang ke Hang ciu, tapi
setelah batas waktu habis dia belum juga datang, hal ini menunjukkan kalau dia memang
bermaksud untuk mengajakku berduel. . . "
"Majikan juga tidak berkata demikian!" kata Cia sianseng sambil tersenyum dan tetap
merendah.
"Tentang soal berduel, apa yang dia katakan ?"
"Dia tidak berkata apa-apa!"

"Apapun tidak dikatakan?" Ting Peng keheranan.
Cia sianseng tertawa.
"Memang jalan pemikiran majikan kami sukar diraba, kalau dia tidak berbicara tentu saja kami
segan banyak bertanya, Cuma setelah majikan kami mendengar pesan dari Ting kongcu itu, aku
yakin dia pasti akan memberikan suatu penyelesaian. . . . "
"Ucapan ini kau yang berbicara, atau dia yang mengatakan demikian?" tanya Ting Peng
hambar.
Kalau sewaktu berada dalam perkampungan milik Liu Yok siong tempo hari kedudukan Cia
sianseng adalah begitu tinggi dan terhormat, tapi sekarang dalam pandangan Ting Peng, ia
menjadi tak ada harganya, bahkan Ting Peng menaruh perasaan muak yang tak terlukiskan
dengan kata terhadap dirinya.
Tapi Cia sianseng masih saja menjawab dengan suara yang ramah:
"Tentu saja aku yang mengatakannya, aku berbicara menurut penilaianku atas watak
majikanku. . . ."
"Hmmm, kau bukan Cia Siau hong, kau tak dapat mewakilinya untuk berbicara, apalagi
berbicara atas dugaan, perkataan semacam ini tak bisa masuk hitungan."
Kata-kata yang tidak masuk hitungan, ibaratnya orang yang melepaskan celana sebelum
berkentut ....."
Paras muka Cia sianseng berubah hebat, bila seseorang yang sudah terbiasa disanjung dan
dihormati, tiba-tiba mendapat penghinaan di hadapan orang banyak, kejadian yang amat tak
sedap dipandang.. .
Tapi Cia sianseng tetap Cia sianseng, bagaimanapun juga seorang congkoan dari Sin kiam
san ceng memang memiliki suatu kelebihan daripada orang lain, dengan cepat hawa amarahnya
ditarik kembali kemudian ujarnya sambil tertawa:
"Kata-kata mutiara dari Ting kongcu memang hebat ..."
"Kata mutiara semacam ini tidak terhitung hebat, melepaskan celana untuk berkentut hanyalah
suatu perbuatan yang berlebihan belaka, kentut yang dilepaskan lebih berlebihan lagi, aku datang
untuk mencari majikanmu, bukan datang untuk mendengarkan kau berkentut"
Walaupun Cia sianseng adalah Cia Sianseng, namun bagaimanapun juga dia tetap manusia.
Bagaimanapun baiknya iman yang dimiliki, toh tak sampai setebal muka Liu Yok siong, maka
begitu selesai mendengarkan perkataan itu, tanpa mengucapkan sepatah katapun dia berlalu
untuk menyambut kedatangan tamu-tamu lainnya.
Ting Peng juga tidak menganggap kejadian itu sebagai suatu peristiwa, sambil bersandar
kembali pada dinding keretanya, ia mulai mengantuk kembali.
Ketiak Cia sianseng telah menyambut kedatangan tamu-tamunya, Ting Peng masih saja
tertidur.

Cia sianseng tidak ingin merasakan dampratan untuk kesekian kalinya di hadapan orang
banyak, maka dia berlagak seakan-akan tidak melihat.
Tapi ke enam orang itu telah melihat Ting Peng, merasakan pula sikap dingin, kaku dan tidak
menghormat dari Ting Peng.
Orang pertama yang menerjang ke depan paling dulu adalah Lim Yok peng dari Go bi pay.
Dalam dugaan semua orangpun tahu kalau dia pasti yang akan menerjang ke depan paling
dulu.
Karena diantara ke enam orang itu, usianya paling muda, tahun ini baru berusia empat puluh
lima tahun, tapi telah menjadi seorang ketua dari suatu perguruan besar.
Tentu saja ilmu pedang yang dimilikinya telah mendapatkan warisan langsung dari
perguruannya, bahkan partai Go bi paling cemerlang dan termasyhur.
Dengan langkah lebar dia berjalan ke depan kereta lalu menjura dengan angkuh, walaupun dia
sedang memberi hormat, namun siapa saja dapat melihat kalau perbuatannya itu terpaksa
dilakukan agar tidak menurunkan gengsinya bagi seorang ketua, padahal dari kenyataannya sama
sekali tidak berniat sungguh-sungguh.
Oleh karena Ting Peng tidak membalas memberi hormat, juga tak ada yang merasa Ting Peng
kurang hormat, karena Lim Yok peng menjura hanyalah bagi dia sendiri, bukan ditujukan kepada
Ting Peng.
Cuma saja sikap Ting Peng yang hambar membuat perasaan Lim Yok-peng semakin tak
karuan, seandainya ia tidak terlalu mempersoalkan kedudukan, sejak tadi ia sudah mengayunkan
pedangnya untuk membacok anak muda tersebut.
Itulah sebabnya dengan suara, dingin ia menegurnya:
"Kaukah yang dinamakan si Golok Iblis Ting Peng, si anak muda yang baru muncul dalam
dunia persilatan?"
Ucapan tersebut diutarakan kelewat terpaksa, sekalipun bernadakan sedikit menyanjung, tapi
itupun dikarenakan untuk menjaga kedudukan serta gengsi pribadi saja.
Bila Ting Peng adalah seorang prajurit tak bernama yang sama sekali tak dikenal orang,
dengan kedudukannya sebagai seorang ketua ternyata maju untuk menegurnya, bukankah hal ini
hanya akan menurunkan derajat diri sendiri?
Orang ini pintar dan berpengalaman, setiap patah kata yang dikatakan selalu mengandung arti
yang mendalam, oleh karena itu tak heran kalau partai Go-bi menjadi termasyhur dan lebih
cemerlang selama berada di tangannya.
Tapi orang yang dijumpainya hari ini adalah Ting Peng, ia benar dibuat kheki sekali hingga
hampir saja mampus.
Ia memerlukan muka, tapi Ting Peng justru tidak memberi muka kepadanya, setelah
memandangnya sekejap dengan dingin ia pun berkata:
"Aku memang Ting Peng, tamu yang ku undang datang di ruang Poan-kian-tong dalam kota
Hang-ciu kali ini banyak sekali kau bisa kenal aku hal ini bukanlah sesuatu yang luar biasa!".

Hampir melompat Lim Yok- peng saking gusarnya, segera teriaknya dengan suara dingin:
"Aku adalah Lim Yok-peng!"
Begitu ia menyebutkan namanya, Ting Peng segera tertawa tergelak, serunya:
"Ternyata kau adalah Lim Yok peng, tak heran kalau aku tidak kenal denganmu. Tempo hari,
sewaktu aku mengadakan perjamuan di Poan-kian tong, sebetulnya aku telah mempersiapkan
selembar kartu undangan bagimu, tapi seorang sutemu Liu Yok-siong telah menjadi muridku, dia
bilang kau adalah seorang boanpwe, tidak pantas urtuk menerima sepucuk kartu undangan, suruh
saja dua hari kemudian datang menyampaikan salam, ternyata kau benar-benar telah datang
sekarang"
Hampir saja Lim Yok-peng muntah darah, dia datang mencari gara-gara dengan Ting Peng
karena alasannya yang terutama adalah persoalan tentang Liu Yok-siong.
Liu Yok siong adalah adik seperguruannya, Liu Yok siong juga mempunyai ambisi untuk
merebut kedudukan sebagai ciangbunjin, tapi ilmu pedangnya tak mampu melebihi dia,
kecerdasannya juga kalah setingkat, dia selalu tak berhasil memperebutkan kedudukan itu
dengannya, maka dia baru berusaha mencari segala daya upaya untuk memperkuat kepandaian
silatnya agar suatu ketika bisa melampaui Lim Yok-peng.
Sesungguhnya apa yang dilakukan Liu Yok siong tidak keliru, cuma sayang yang dicari adalah
Ting Peng, yang ditipu pun jurus pedang Thian gwat liu seng yang lihay.
Liu Yok siong bisa mencari Ting Peng sebagai korbannya, hal ini boleh dibilang merupakan
suatu perbuatan yang membuatnya sial, dari seorang pendekar pedang kenamaan akhirnya
berubah menjadi seorang manusia rendah yang dicemooh setiap umat persilatan.
Lim Yok peng bisa kehilangan Liu Yok siong sebagai saingannya, hal ini sebetulnya
merupakan sesuatu yang pantas digembirakan, tapi apa yang kemudian dilakukan Liu Yok siong
lebih hebat lagi, ternyata dia telah mengangkat Ting Peng sebagai gurunya agar bisa terhindar dari
kematian.
Perbuatannya ini benar-benar merupakan suatu perbuatan yang luar biasa sekali.
Seperti halnya dengan seorang gadis dari keturunan rakyat biasa dikawini seorang pembesar,
tapi karena perbedaan tingkat sosial, tentu saja gadis itu dipandang sinis dan dingin oleh
mertuanya dalam keadaan gusar akhirnya menantunya itu kabur ke sarang pelacuran menjadi
pelacur.
Meski di rumah mertuanya dia tidak dianggap manusia, tapi di sarang pelacuran dia justru
adalah menantu dari keluarganya, tentu saja hal ini sangat memalukan nama keluarga mertuanya
sehingga malu untuk bertemu dengan orang.
Demikian pula dengan apa yang dilakukan Liu Yok siong, perbuatannya membuat Go bi pay
kehilangan muka, juga membuat Lim Yok peng naik pitam, dia buru-buru hendak mencari Ting
Peng, tak lain adalah berusaha untuk menyelamatkan kembali nama baiknya.
Siapa tahu sebelum pokok pembicaraan dimulai, Ting Peng telah menghadiahkan sebuah
pukulan lebih dahulu, sekalipun bukan pukulan yang sesungguhnya, namun cukup membuat
kepalanya pusing dan matanya menjadi berkunang-kunang.

Dengan susah payah akhirnya dia berhasil juga menenangkan hatinya, dengan suara dalam
dia lantas berkata:
"Ting Peng, nama Liu Yok siong sudah dicoret dari daftar anggota Go bi pay, aku datang
hanya ingin memberitahukan soal ini kepadamu!"
"Yaa, hal ini memang lebih baik lagi" sahut Ting Peng dengan hambar, "akupun sedang
murung, mempunyai seorang murid semacam itu saja sudah cukup membuat pusing, kalau di
tambah pula dengan seorang keponakan murid macam kau, dan di tambah lagi cucu-cucu murid
lainnya dari Go bi-pay, bisa mampus aku saking kesalnya."
Lim Yok-Peng benar-benar tak sanggup untuk menahan diri, dengan suara keras dia lantas
membentak nyaring:
"Bocah keparat, kau terlampau tekebur, kau anggap golok iblismu itu betul-betul sudah tiada
tandingannya lagi di dunia ini?" "
"Itu mah sukar untuk dikatakan", jawab Ting Peng sambil tertawa, paling tidak aku belum
sampai berduel melawan Cia Siau hong, bila aku telah berhasil mengalahkannya, mungkin saat
itulah kemampuanku sudah hampir mendekati"
"Ting Peng, kau jangan terlalu memandang remeh-remeh orang lain, berada di depan
perkampungan Sin-kiam-san-ceng, juga berani bertindak tekebur dan jumawa sekali. . . ."
Bagaimanapun galaknya dia berbicara, toh dalam hatinya merasa agak keder juga, sebab dia
sudah mendengar pula berita tentang kelihaian Ting Peng sewaktu mengutungi lengan Thi-Yansiang-
hui.
"Orahg yang sanggup mengutungi pergelangan tangan Thi yan siang-hui dalam sekali tebasan
golok, paling banter cuma ada dua orang.
Yang satu adalah Cia Siau hong, sedang yang lain adalah seseorang yang mereka anggap
sudah mati, dan orang itu merupakan orang yang siang malam mereka takuti.
Walaupun mereka menganggap sudah mati, juga berharap dia sudah mati, tapi kematian
tanpa mayat bukanlah sesuatu yang terlalu pasti, bagaimanapun juga di dalam hati kecil mereka
masih tetap tersisa rasa ragu dan sangsi.
Walaupun orang itu tidak menampakkan diri, tapi goloknya telah muncul, jurus goloknya juga
ikut muncul, muncul ditangan Ting Peng.
Mereka harus menyelidiki persoalan itu sampai jelas, golok milik Ting Peng itu berasal dari
mana? Ilmu goloknya belajar dari siapa? Dan apa hubungannya dengan orang itu?.
Bila mungkin, paling baik kalau Ting Peng dibunuh dan golok itu dihancurkan..
Cuma sayang khabar yang mereka peroleh terlalu lambat, Ting Peng telah berangkat ke
perkampungan Sin kiam san-ceng, di perkampungan Sin kiam san-ceng terdapat Cia Siau hong,
mereka merasa agak lega, karena dengan demikian kemungkinan mereka sampai terbunuh di
ujung golok bulan sabit tersebut tidak terlalu besar.
Cia Siau hong pernah memberikan jaminan tersebut kepada mereka.
Tapi, kemungkinan mereka bisa membunuh Ting Pengpun tidak terlalu besar, karena Cia Siau
hongpun telah memberikan pula jaminannya kepada orang lain.

Perduli apapun yang terjadi, golok itu telah muncul di dalam dunia persilatan, jurus golok
itupun sudah muncul kembali di dalam dunia persilatan, mereka harus menyelidiki persoalan ini
sejelas-jelasnya.
Oleh karena itu mereka datang.
Diantara ke enam orang itu kesan Lim Yok peng terhadap golok tersebut paling tawar, karena
sewaktu golok itu sedang merajai seluruh dunia persilatan, dia belum lulus dari perguruan.
Sumpah rahasia yang dilakukan enam partai besar baru diketahui setelah dia menjabat
sebagai ketua, dia tahu golok itu amat menakutkan, tapi tidak tahu sampai ke tingkatan yang
bagaimanakah rasa menyeramkan dari golok tersebut.
Tampaknya kelima orang lainnya juga tak pernah memberitahukan soal ini kepadanya, kalau
tidak ia tak akan begitu berani untuk mengucapkan kata: "Cabut keluar golokmu" terhadap Ting
Peng.
Dalam dunia persilatan, ucapan tersebut adalah suatu perkataan yang sederhana, setiap saat
orang bisa mendengar perkataan itu diucapkan orang, entah karena persoalan sekecil apapun.
Tapi ucapan seperti itu tidak seharusnya diucapkan kepada pemegang golok bulan sabit.
ooo0ooo
DAHULU, entah berapa orang yang pernah melakukan perbuatan bodoh seperti ini, dan orangorang
itu harus membayar suatu pengorbanan yang sangat besar.
Pertama-tama yang harus kita bayar paling dulu adalah nyawanya, oleh karena itu belum
pernah ada orang hidup yang memberitahukan kepada orang lain agar jangan melanggar
kesalahan tersebut.
Apa mau dikata Lim Yok peng justru telah melanggar penyakit seperti ini.
Cuma dia masih terhitung bernasib baik, karena yang dijumpai adalah Ting Peng, sedang Ting
Peng meski memegang golok iblis tersebut, namun dia belum ketularan sifat iblisnya.
Dia sedikit gemar mempermainkan orang, tapi tidak terlalu suka membunuh orang.
Bahkan terhadap manusia seperti Liu Yok siong pun, Ting Peng tidak membunuhnya, maka
nasib Lim Yok peng memang terhitung baik.
Oleh karena itu setelah mengucapkan perkataan tersebut, dia masih bisa berdiri, masih bisa
berdiri utuh dan tidak sampai badannya terpisah menjadi dua.
Cuma sikap maupun tidak tanduk Ting Peng seakan-akan mulai dipengaruhi watak iblisnya,
kakinya sudah mulai melangkah ke luar dari dalam kereta, lalu menegur dengan suara dingin:
"Barusan apa yang kau katakan?"
Lim Yok peng mundur selangkah, memandang ke arah rekan-rekannya, tapi setelah
menyaksikan mimik wajah yang diperlihatkan mereka, dia mulai menyesal.
Para pemimpin dari lima partai lainnya menunjukkan sikap yang berbeda-beda.

Mimik wajah mereka ada lima bagian yang senang menyaksikan dia tertimpa musibah, dua
bagian gembira dan tiga bagian perasaan ngeri.
Gembira karena mereka telah menyaksikan golok ditangan Ting Peng, tak usah di periksa lagi
mereka hampir dapat memastikan kalau golok itulah yang dimaksudkan.
Ngeri, tentu saja karena memandang golok yang mengerikan tersebut.
Golok adalah benda mati, tentu saja yang menakutkan adalah orang yang memegang golok
tersebut, golok yang berada ditangan Ting Peng apakah juga terhitung menakutkan.
Walaupun golok Ting Peng telah memecahkan nyali Liu Yok-siong.
Walaupun dalam sekali tebasan golok itu telah mengutungi pergelangan tangan Thi yan siang
hui.
Tap bagaimanapun juga apa yang mereka dengar hanya cerita orang, bukan suatu kejadian
yang mereka saksikan dengan mata kepala sendiri.
Walaupun berita yang tersiar tersebut bisa dipercaya kebenarannya, tapi dalam hati mereka
mempunyai suatu pandangan yang berbeda, karena dahulu mereka pernah menjumpai orang itu,
menjumpai golok tersebut.
Daya pengaruh yang amat besar terpancar dari golok tersebut membuat mereka merasakan
suatu keadaan yang luar biasa dan sukar di pahami orang lain, paling baik kalau ada orang yang
bersedia mencoba kelihaian golok tersebut, agar memberikan suatu perbandingan baginya.
Setiap orang ingin mencoba, tapi setiap orang tak berani untuk mencoba.
Sekarang Lim Yok peng telah menampilkan diri untuk menjadi kelinci percobaan, itulah yang
menyebabkan mereka jadi gembira menyaksikan orang lain tertimpa musibah.
Mendadak Lim Yok-peng menjadi mengerti, apa sebabnya mereka jarang sekali
membicarakan tentang persoalan ini sepanjang jalan, tapi lebih banyak membicarakan persoalan
tentang Liu Yok siong.
Rupanya mereka memang bermaksud untuk menjadikan dirinya sebagai kelinci percobaan.
Walaupun Lim Yok-peng pernah melakukan pekerjaan bodoh, namun dia bukan seorang
bodoh, karena itu ia segera berhenti sebentar, dia segera berusaha keras untuk mengendalikan
perasaan sendiri sembari berkata: "Aku suruh kau mencabut keluar golok agar diperlihatkan
kepada semua orang, benarkah golokmu itu adalah sebilah golok iblis." "
Ting Peng segera tertawa.
"Seandainya kalian ingin mengetahui apakah di atas golok ini terdapat tulisan Siau lo it-ya teng
cun-hi", maka aku dapat memberi tahukan kepada kalian, memang golok inilah yang kalian
duga!"".
Lim Yok-peng segera tertawa dingin.
Tapi hal itu tak dapat membuktikan apa-apa, setiap orang dapat membuat sebilah golok
semacam ini dan mengukirkan ke tujuh patah kata itu di atas gagang goloknya.

"Benar, benar, perkataanmu itu memang sangat bagus dihapal, kau memang seorang bocah
berbakat bagus, tak heran kalau kau bisa menjadi seorang ciangbunjin" ejek Ting Peng sambil
tertawa. "cuma kalau toh golok ini tak bisa membuktikan apa-apa, kenapa pula aku mesti
mencabutnya keluar untuk diperlihatkan kepada kalian semua?"
Sekali lagi Lim Yok peng dibikin tersudut oleh perkataan tersebut, cuma kali ini dia telah
bertindak lebih cerdik, dia tidak lagi diburu oleh napsu angkara murka, dia hanya tertawa sambil
berkata.
"Hal tersebut harus ditanyakan kepada kelima orang itu, karena dahulu mereka juga pernah
menyaksikan golok itu bahkan pernah merasakan kerugian besar di ujung golok tersebut."
Seraya berkata dia lantas menuding ke arah lima orang lainnya, seakan-akan dia telah
menyumbang ancaman mara bahaya tersebut kepada mereka berlima.
Tentu saja kelima orang itu merasa amat terperanjat, mereka tidak menyangka kalau Lim Yok
peng akan berbuat demikian, sorot mata mereka segera dialihkan ke wajah orang itu.
Dua sorot mata yang tajam bagaikan dua buah kepalan tinju ditujukan ke wajah Lim Yok peng,
seakan-akan mereka ingin sekali menghajar wajahnya sampai hancur.
Cuma sayang, walaupun sorot mata mereka penuh dengan kemarahan, toh sorot mata bukan
kepalan tangan, wajah Lim Yok peng tetap masih utuh seperti sedia kala.
Sebaliknya perhatian Ting Peng segera tertarik untuk berpaling ke arah kelima orang itu.
(Bersambung ke Jilid 13)
Jilid : 13
DIA memperhatikan sekejap wajah mereka semua, lalu sambil tertawa katanya.
"Tak heran kalau ada orang yang sangat memperhatikan golokku, ternyata golok ini pernah
begitu ternama, sayang sekali aku tidak tahu kalau kalian berlima apakah juga dapat ternama
dalam dunia persilatan?"
"Kau tidak kenal dengan mereka?" tanya Lim Yok peng sambil tertawa.
Ting Peng segera menggelengkan kepalanya berulang kaki:
"Aku tidak kenal, aku belum lama terjun ke dalam dunia persilatan dan tidak banyak jagoan
yang kujumpai, seandainya sutemu Liu Yok siong tidak menjadi muridku, akupun tak akan kenal
dirimu sebab sebelum seseorang akan menerima murid, sedikit banyak dia harus menyelidiki asal
usul dari calon muridnya bukan?"
"Sekali lagi Lim Yok peng merasa gusar sekali sehingga hampir saja muntah darah segar, tapi
kembali dia berusaha untuk menahan diri, katanya.
"Kelima orang ini adalah tokoh-tokoh silat yang amat termasyhur namanya dalam dunia
persilatan, bila kau tidak kenal dengan mereka, maka kau belum pantas untuk menjadi anggota
persilatan"
"Kau tak usah melanjutkan kembali kata-katamu itu" tukas Ting Peng sambil tersenyum,
"akupun tak ingin kenal dengan mereka, karena aku tak ingin menjadi orang persilatan!

Ucapan tersebut kontan saja membuat setiap orang merasa tertegun, bahkan Lim Yok peng
sendiripun ikut menjadi tertegun.
"Kau tak ingin menjadi orang persilatan! serunya.
"Benar" Ting Peng manggut-manggut, "Walaupun orang yang kukenal tidak banyak jumlahnya,
tapi aku telah menjumpai beberapa orang diantaranya, tapi mereka semua kalau bukan seorang
manusia pengecut yang takut mampus sudah pasti manusia rendah yang tak tahu malu. Seorang
yang begitu
*************************
Halaman 5 - 6 hilang
*************************
Istri Liu Yok siong telah mempergunakan nama palsu Ko siau untuk melakukan suatu
pertunjukkan besar yang benar-benar Ko siau (menggelikan).
Karena sekarang istrinya juga ruse.
Rase adalah sejenis binatang yang pandai merayu. Rase jantan merayu perempuan, rase
betina merayu lelaki. bahkan dapat membuat orang menjadi terayu sampai ke liang kubur. .
Oleh karena itu seorang lelaki yang sudah memperistri perempuan rase, paling tidak ia tidak
seharusnya terpikat lagi oleh perempuan lain, tapi entah mengapa, sewaktu Ting Peng
menyaksikan senyuman-nya yang memikat hati itu ternyata jantungnya berdebar keras.
Tapi hal ini tak dapat menyalahkan Ting Peng, sebab di luar pintu masih berdiri dua orang
pendeta, seorang hwesio, dan seorang tosu.
Thian kay siangjin adalah ketua tianglo dari ruang Tat mo wan di kuil Siau lim si.
Sedang Ci yang totiang adalah tianglo yang berkedudukan paling tinggi dalam partai Bu tong.
Usia kedua orang itu tentu saja sudah tua, iman mereka juga sudah mencapai tingkatan yang
luar biasa, namun mereka toh sama saja dibikin terbelalak lebar-lebar oleh kecantikan Siau giok.
Sekali lagi gadis itu memperlihatkan sekulum senyuman yang amat memikat hati kepada
kelima orang itu, kemudian katanya:
"Maaf, ucapan tersebut bukan aku yang bilang melainkan ayahku, walaupun apa yang dia
katakan agak berbeda dalam susunan katanya bila dibandingkan ucapan Ting toako ini, tapi
maksudnya sama, karena itu bila kalian hendak marah, lebih baik marahlah kepada ayahku!"
Setelah mendengar penjelasan tersebut, sekalipun Thian kay Sangjin ingin marah juga tak bisa
dilampiaskan keluar, terpaksa tanyanya:
"Apakah Cia tayhiap ada dirumah?.."
Cia Siau giok tertawa, sahutnya:
"Ayah baru saja keluar dari kamar bacanya dan segera mengucapkan perkataan tersebut
kepadaku, tampaknya dia mempunyai kesan yang kurang baik terhadap kalian, sebab itu akupun
tidak mengundang kalian untuk masuk ke dalam!".

Begitu ucapan tersebut diutarakan keluar, kontan saja kelima orang ciangbunjin tersebut
menjadi tertegun lalu berdiri dengan mata terbelalak dan mulut melongo.
Cia Siau giok tidak memperdulikan sikap mereka, sambil tertawa dia telah berkata lagi kepada
Ting Peng . .
"Ting toako, mengapa kau begitu memandang asing terhadap kami? Setelah datang masih
berdiri saja di depan pintu tak mau masuk?"
"Cia siocia, aku datang kemari untuk menantang ayahmu berduel!"
Kembali Cia Siau giok tertawa merdu.
"Aku telah menyampaikan kata-katamu itu kepada ayah, dia bilang berduel denganmu adalah
urusan kalian, tapi yang pasti kau adalah tuan penolongku, bagaimana juga aku harus
menyatakan dulu perasaan terima kasihku kepadamu sebelum membicarakan masalah lain, hayo
jalan! mari kita masuk ke dalam!"
Ia segera maju ke depan dan menarik lengan Ting Peng.
Ting Peng menjadi sangsi:
"Aku. ..."
Sambil tertawa kembali Cia Siau giok berkata:
"Persoalan harus diatur mana duluan dan mana belakangan, kau menolong jiwaku lebih dulu
dan menantang ayahku belakangan, karena itu sekalipun kau hendak mencari ayahku untuk
berduel, paling tidak harus menerima perjamuan lebih dulu setelah aku menyampaikan rasa terima
kasihku, kau baru boleh menantang ayahku, dengan demikian ayahku juga tak usah ragu-.ragu
untuk turun tangan terhadap dirimu nanti, benar bukan?"
Perkataan yang diutarakan oleh seorang gadis cantik semacam ini tentu saja benar, apalagi
apa yang dikatakan memang betul dan bisa diterima dengan akal sehat.
Terpaksa Ting Peng ditarik masuk olehnya, cuma buru berjalan berapa langkah tiba-tiba dia
meronta dan melepaskan diri dari cekalannya sambil berkata.
"Tunggu sebentar, aku masih ada satu persoalan yang harus diselesaikan lebih dulu!"
Dia lantas membalikkan badan dan menghampiri Lim Yok peng, katanya dengan hambar.
"Tadi, bukankah kau ingin melihat aku mencabut golokku!"
Dengan cepat Lim Yok peng mundur selangkah ke belakang.
Ting Peng mendengus dingin, katanya lebih jauh:
"Aku tidak begitu suka membunuh orang, tapi aku lebih tak suka orang lain berkata demikian
kepadaku, kau telah menyaksikan diriku, tapi masih memaksa untuk menyaksikan golokku, itu
berarti kau hanya memperdulikan golokku, tidak memperdulikan orangku, bukan begitu? Baik,
sekarang aku akan memperlihatkan golokku.

Cuma golokku selamanya tak pernah keluar sarung tanpa hasil, maka lebih baik kau pun
mencabut keluar pedangmu pula!"
Paras muka Lim Yok-peng pucat pias seperti mayat, mulutnya ternganga lebar dan tak tahu
apa yang musti diucapkan..
Sambil menggelengkan kepalanya berulang kali, Ting Peng menghela napas panjang:
"Bagi seorang lelaki sejati, mati lebih berharga daripada hidup tertekan, mengapa kau
ketakutan seperti itu? Kalau toh merasa takut, mengapa pula kau harus berlagak menjadi seorang
jagoan?"
Lim Yok peng memang merasa takut, tapi bagaimanapun juga dia adalah seorang ciangbunjin
suatu perguruan, tentu saja dia tak ingin memperlihatkan kelemahannya di depan orang sambil
mencabut pedangnya dia berseru:
"Omong kosong, siapa yang takut kepadamu itu?"
Bila seorang tak mau mengakui dirinya ketakutan maka saat itulah dia sedang merasa
ketakutan setengah mati, tapi waktu itu tiada orang yang mentertawakan dirinya.
Karena orang luar juga sedang ketakutan seperti dia.
Kemudian Ting Peng maju ke depan Lim Yok peng dan mencabut goloknya.
Sebilah golok yang amat sederhana, cuma golok itu melengkung sehingga mirip bulan sabit..
Setiap orang hanya memperhatikan golok itu, tapi tak ada yang melihat bagaimana caranya
Ting Peng turun tangan, dia hanya berjalan menuju ke arah ujung pedang Lim Yok peng..
Tahu-tahu pedang Lim Yok peng telah kutung menjadi dua bagian, sebilah pedang kini sudah
berubah menjadi dua bilah.
Seperti pedang itu terbuat dari bambu sehingga ketika disayat dengan senjata tajam, dari
ujung pedang sampai gagang pedangnya telah terpapas kutung menjadi dua bagian, separuh di
kiri dan separuh di kanan.
Seluruh badan Lim Yok peng berdiri kaku seperti sebuah patung.
Waktu itu Ting Peng hanya berkata sepatah kata:
"Lain kali jangan sembarangan menyuruh aku mencabut golok, bila bersikeras ingin berbicara
maka pertimbangkan dulu kemampuanmu."
Selesai berkata, dia berpaling ke arah lima orang lainnya sambil menambahkan:
"Demikian juga dengan kalian semua!"
Selesai berkata dia lantas mengikuti Cia Siau giok masuk ke dalam perkampungan.
ooo0ooo
GOLOK IBLIS

SEBAGIAN besar jago tertahan di tepian sungai, tapi orang yang berdiri di depan pintu pun
tidak sedikit, semua orang telah dibuat tertegun.
Seperti juga Lim Yok peng, mereka berdiri kaku bagaikan sebuah patung arca.
Semua orang telah menyaksikan golok tersebut, sebilah golok lengkung yang amat sederhana,
tiada sesuatu keistimewaan apa-apa.
Tapi siapapun tak melihat jelas bagaimana caranya Ting Peng turun tangan, mereka hanya
menyaksikan Ting Peng maju menyongsong kedatangan ujung pedang Lim Yok peng, kemudian
merekapun menyaksikan pedang itu sudah terbelah menjadi dua.
Mengutungi senjata lawan dalam suatu pertempuran adalah suatu kejadian yang jamak,
mengutungi pedang lawan hanya suatu kejadian biasa, tapi pedang Lim Yok peng bukan pedang
biasa, pedang tersebut adalah sebilah pedang ternama, sebilah pedang yang diwariskan hanya
kepada ciangbunjin saja, meski tidak terukir tulisan apa-apa di ujung pedang tersebut, tapi sudah
umum kalau orang menganggap pedang ada orang hidup, pedang musnah orang mati.
Sekarang pedang itu telah dimusnahkan orang, seakan-akan dimusnahkan oleh suatu
kekuatan iblis yang luar biasa, karena tenaga manusia tak mungkin bisa melakukannya.
Sekalipun seorang ahli pembuat pedang juga tak mungkin bisa membelah pedang tersebut
menjadi dua bagian, walau ditempa dan dipanaskan lagi.
Tapi Ting Peng dapat melakukannya.
Akhirnya Lim Yok peng sadar kembali dari lamunannya, Ting Peng telah masuk ke dalam pintu
gerbang, hanya Ah-ku masih duduk dengan setia di atas kereta.
Lim Yok peng membungkukkan badan memungut kutungan pedangnya. kemudian menghela
napas panjang.
"Aai....akhirnya aku tahu juga, apa sebabnya kalian merasa begitu ketakutan..."
"Lim sicu, apakah kau melihat jelas bagaimana caranya turun tangan.?" Buru-buru Thian kay
sangjin bertanya.
Lim Yok peng menggelengkan kepalanya berulang kali.
"Tidak, pada mulanya aku hanya melihat goloknya, tidak melihat orangnya, menanti aku
melihat orangnya, golok itu sudah berada di tangannya, seakan-akan golok adalah golok, orang
adalah orang, kedua belah pihak tidak ada hubungannya satu sama lainnya."
Kelima orang itu merasa terkejut sekali, buru-buru Ci yang totiang bertanya:
"Lim sicu. benarkah kau mempunyai perasaan demikian?"
Lim Yok peng memandang sekejap ke arahnya, lalu menjawab dengan suara dingin:
"Kalian sendiri toh bukannya tak pernah merasakan keadaan seperti ini, mengapa harus
bertanya lagi kepadaku?"
Thian kay sangjin menghela napas panjang.

"Tidak ciangbunjin, dulu perasaan yang lolap sekalian alami jauh lebih hebat daripada
sekarang, golok itu belum mendekat di badan, hawa tajam sudah mendesak tubuh, bahkan
bagaikan mau menyayat badan, seandainya Cia tayhiap tidak turun tangan menyelamatkan kami
dan menangkis golok tersebut, sudah pasti tubuh lolap sekalian berlima serta guruku telah
tercincang menjadi lima belas bagian, golok tersebut benar-benar merupakan sebilah golok iblis
yang menakutkan"
"Benar" kata Ci yang totiang pula, golok bulan sabit itu nampaknya sederhana seperti tiada
sesuatu yang aneh, tapi bila sudah berada ditangan majikannya, untuk memainkan jurus golok
tersebut maka segera muncul suatu kekuatan siluman yang sanggup menggetarkan perasaan
setiap orang...."
Lim Yok peng menggelengkan kepalanya berulang kali, katanya:
"Aku tidak merasakan apa-apa, juga tidak menyaksikan apa-apa, cuma melihat golok itu
mendekati aku, kemudian tiba-tiba orangnya sudah berdiri di hadapanku, mengenai apa yang
terjadi sehingga pedangku itu kutung, aku sama sekali tidak merasakan keadaan semacam itu,
mungkin kemampuan yang dimiliki Ting Peng masih belum mencapai kehebatan orang yang kalian
maksudkan, sehingga kemampuannya justru belum sedemikian menakutkan"
"Tidak, sicu keliru besar" kata Thian kay taysu sambil menggeleng, "kesempurnaan yang
dicapai Ting Peng sekarang telah melebihi kemampuan orang itu, juga lebih menakutkan, karena
dia dapat mengendali-kan golok, bukan dikendalikan oleh golok!"
ooo0ooo
APAKAH yang dimaksud sebagai Golok mengendalikan manusia.
Golok adalah manusia, manusia adalah golok, antara manusia dan golok bila tak terpisahkan
maka golok akan merasakan napsu membunuh dari manusia, akal budi manusia tak bisa
mengendalikan kebuasan golok sehingga manusia menjadi budak golok, golok menjadi sukma dari
manusia.
Golok adalah sebuah alat pembunuh, sedang golok tersebut merupakan alat pembunuh dari
sekian alat pembunuh.
Lantas apa pula yang dimaksudkan "manusia mengendalikan golok?"
Golok adalah aku, tapi aku tetap aku.
Golok itu digenggam oleh tangan dan digerakkan menurut perasaan yang dipancarkan lewat
akal budi, oleh sebab itu bila dalam hatiku ingin menghancurkannya semacam barang,
menghancurkannya hingga suatu bentuk, golok akan melakukannya menurut perintah yang
disalurkan lewat otak dan digerakkan otot tangan.
Jadi manusia sukma dari golok tersebut, golok adalah budak dari manusia bukan sebaliknya.
Paras muka enam orang pemimpin dari enam partai besar yang berada di depan pintu telah
berubah sangat hebat, penuh diliputi perasaan takut dan ngeri yang tebal, mereka memang
mempunyai alasan untuk merasa takut dan ngeri.
Ditinjau dari penuturan Lim Yok peng, kesempurnaan Ting Peng telah mencapai manusia
mengendalikan golok, itu berarti tiada orang yang bisa mengendalikan dirinya lagi.
Ci-yang totiang termenung beberapa saat lamanya, kemudian baru berkata.

"Cia sianseng, menurut pendapatmu, apakah pedang sakti dari keluarga Cia sanggup untuk
mengendalikan golok iblis dari Ting Peng?"
Dengan cepat Cia sianseng menjawab:
"Sepuluh tahun berselang, aku berani mengatakan dengan pasti tidak mungkin. Tapi sepuluh
tahun belakangan ini aku tidak tahu sampai dimanakah taraf kemampuannya yang dimiliki
majikanku sehingga terpaksa aku hanya bisa mengatakan tidak tahu"
Jawaban semacam itu sama halnya dengan jawaban yang tak berguna, sebuah jawaban yang
bisa membuat orang bertambah kesal.
Tapi dari jawaban tersebut dapat ditarik pula satu kesimpulan baru, yakni tiada orang yang
tahu kemampuan Cia Siau hong yang sebenarnya.
Ilmu pedangnya telah berhasil mencapai suatu tingkat kesempurnaan yang mengerikan sekali.
Tapi Cia sianseng mengatakan kepandaian tersebut masih belum berhasil mencapai taraf
yang dimiliki Ting Peng sekarang.
Dengan suara rendah ketua Hoa san pay Cing Hui kiam-khek Leng It hong berbisik:
"Sekalipun Cia tayhiap bisa menangkan Ting Peng, kitapun tak bisa terlalu mengharapkan
terlalu banyak, karena mengundang dia keluar untuk mengurusi persoalan ini mungkin lebih tidak
gampang dibandingkan dengan kita turun tangan sendiri untuk menghadapi Ting Peng."
Semua orang menundukkan kepalanya rendah-rendah, apa yang diucapkan Cia Siau giok tadi
terasa masih mendengung di sisi telinga mereka, pandangan Cia Siau hong terhadap mereka
sudah jelas menerangkan segala-galanya.
Mereka tak berani marah kepada Cia Siau hong, karena Cia Siau hong memang berhak untuk
mengeritik mereka.
Satu-satunya harapan mereka sekarang adalah jangan sampai kritikan tersebut tersiar sampai
di luar perkampungan.
Sewaktu datang tadi, gaya ke enam orang itu sangat gagah, naik perahu baru keluar Cia dan
disambut masuk ke dalam perkampungan seperti tamu agung.
Tapi sewaktu berlalu dari situ keadaannya mengenaskan sekali..
Sekalipun mereka masih juga menunggang perahu yang sangat megah itu, meski diantar oleh
Cia sianseng, tapi barisan penyambut tamu agung yang berjajar di tepi perkampungan telah
dibubarkan, bahkan sudah bubar sebelum mereka naik ke atas perahu.
Maksud dari kenyataan itu sudah jelas sekali, yakni barisan penyambut tersebut bukan
disiapkan untuk menyambut kedatangan mereka, apa yang mereka saksikan hanya suatu
kebetulan saja.
Sewaktu mereka pergi, tamu agung dalam perkampungan Sin-kiam-san-ceng belum ada yang
pergi, untuk membuat orang tidak salah paham, maka barisan tersebut dibubarkan. .
Hal ini membuat di atas wajah mereka yang sedih, diliputi pula perasaan malu.

Terutama sekali ketika perahu mereka menepi di pantai seberang, betapapun muka dengan
sorot mata kawanan jago persilatan yang dialihkan ke arah mereka, dengan pandangan
tercengang serta perasaan tidak mengerti, rasa malu yang mencekam di dalam hati mereka makin
bertambah tebal.
Cuma saja walaupun dalam perkampungan Sin kiam san-ceng mereka mendapat perlakuan
yang kurang baik, namun dalam pandangan kawanan persilatan itu, kedudukan mereka masih
tetap tinggi dan terhormat bagaikan malaikat.
Oleh karena itu tak ada yang berani maju bertanya kepada mereka, apa gerangan yang telah
terjadi di tepi seberang sana, bahkan semua orang masih mempunyai satu hal yang paling
diperhatikan.
Bagaimanakah akhir pertarungan antara Ting Peng dengan Cia Siau hong?
Untuk saja Cia sianseng ikut mengantar mereka ke seberang dan Cia sianseng sudah
termasyhur sebagai seorang yang ramah dan hangat bergaul dengan semua orang.
Maka ada orang yang sudah berjalan menghampiri Cia sianseng, bahkan sudah bersiap-siap
untuk menyapa.
Walaupun Cia sianseng mempunyai pergaulan yang luas, tapi orang yang bisa mempunyai
hubungan dengannya, paling tidak juga seseorang yang punya nama.
Orang itu bernama Lo Kay seng, seorang cong-piautau dari suatu perusahaan pengawalan
barang, yang tidak terhitung besar namun juga tidak terhitung kecil, maka bagaimanapun juga Lo
cong-piautau masih mempunyai sedikit nama yang cukup lumayan dalam dunia persilatan.
Terlepas dari kedudukannya itu, dia masih ada satu hal yang bisa diandalkan, yakni Cia
sianseng pernah mempunyai sedikit hubungan dengannya, ketika ia secara kebetulan melewati
kota dimana perusahaan pengawalan barang itu dibuka, ia pernah menerima jamuannya bahkan
menjadi tamu seharian penuh di rumahnya.
Oleh karena itu, Lo Kay seng merasa inilah saatnya untuk memperlihatkan hubungannya itu
kepada umum.
Tampaknya Cia sianseng juga telah melihat kehadirannya, maka sebelum ia sempat buka
suara, dia telah menegur lebih dulu:
"Saudara Kay seng, maaf, maaf, aku tak tahu kalau kaupun turut hadir di sini, mengapa tidak
memberi kabar dulu kepada siaute? Sungguh mohon maaf atas keterlambatan ku datang
menyambutmu"
Di hadapan begitu banyak orang, dalam sebutan yang begitu ramah hampir saja air mata Lo
Kay seng jatuh bercucuran saking terharunya, sikap mesra dari Cia sianseng kepadanya ini
membuat kedudukannya diantara sekian banyak orang menanjak tinggi secara tiba-tiba ...
Di kemudian hari, sekalipun Cia sianseng menyuruh pergi mati, tanpa ragu dia pasti akan
melaksanakannya. Karena bagi orang-orang persilatan, yang penting adalah gengsi.
Maka Lo Kay seng menjadi tergagap dengan mata terbelalak, saking terharunya dia sampai
tak tahu bagaimana harus menjawab. Sambil tertawa kembali Cia sianseng berkata.
"Mungkin pertarungan ini dibatalkan."

"Mengapa?" tanya Lo Kay seng cepat-cepat.
Cia Sianseng tertawa.
"Sebab Ting kongcu telah bersahabat dengan nona kami, malah mereka dapat berbincangbincang
dengan akrab sekali."
"Lantas bagaimana dengan soal pertarungan itu?"
"Entahlah, mereka belum membicarakan-nya lagi, tapi seandainya Ting kongcu bersahabat
dengan nona kami, tentunya ia akan merasa rikuh untuk menantang lo tay-ya kami lagi.
ooo0ooo
WALAUPUN Cia sianseng tidak memberi tahukan apa-apa, tapi terhadap pertarungan antara
Ting Peng dengan Cia Siau hong pun telah mengemukakan dugaan pribadinya.
Dugaannya tentu saja tak bisa dianggap sebagai jawaban, tapi dugaan dari Cia sianseng
adalah congkoan dari perkampungan Sin kiam san ceng...
Karena Cia sianseng mempunyai kedudukan yang tinggi didalam dunia persilatan,
perkataannya cukup berbobot. Oleh karena itu bila tiada suatu keyakinan yang memadahi tak
mungkin dia akan sembarangan berbicara, apa lagi mengemukakannya di depan umum.
Oleh karena itu, apa yang dikatakan hampir boleh dibilang merupakan suatu jawaban.
Suara helaan napas segera terdengar diantara kawanan jago persilatan itu.
Agaknya mereka semua merasa kejadian itu patut disesalkan, patut disayangkan, tapi seperti
juga banyak yang menyambut berita itu dengan perasaan gembira.
Walaupun dengan susah payah mereka datang dari tempat yang jauh untuk menghadiri
keramaian tersebut, tapi tampaknya kehadiran mereka bukan berharap untuk bisa menyaksikan
akhir dari pertarungan tersebut. entah siapapun yang menang dan siapa yang kalah.
Dalam anggapan setiap orang, Cia Siau-hong adalah dewa, malaikat, seorang jago pedang
yang tiada taranya, semacam perlambang dari suatu kejayaan dan keagungan.
Tentu saja tiada orang yang berharap dewanya kalah, malaikatnya menderita kekalahan hebat
ditangan orang.
Ting Peng pun merupakan suatu perlambang pula dalam hati sementara orang, terutama
sekali dalam hati kaum muda serta kaum wanita.
Kemunculannya yang tiba-tiba, kecemerlangan dan kejayaan yang diperolehnya secara tibatiba,
penuh mengandung sistim bekerja yang segar, yang santai dan penuh jiwa kemudaan.
Sistim yang diperlihatkan kepada umum seolah-olah merupakan suatu pendobrakan, suatu
pendobrakan terhadap tradisi kuno yang penuh dengan segala macam tata cara yang serba kaku
dan disiplin.

Dia seakan-akan muncul dengan suatu cita-cita, yakni menantang duel terhadap segala
macam tata cara kuno tersebut, dia pun menunjukkan sikap yang gagah, dan angkuh untuk
menantang kaum tua serta kaum ketua kenamaan untuk beradu kepandaian.
Tindakan semacam ini, bagi perasaan kaum muda merupakan suatu dorongan semangat yang
besar untuk maju.
Oleh karena itu, mereka pun tidak berharap Ting Peng kena dirobohkan dalam pertarungan
tersebut..
Sekalipun jawaban yang diperoleh kurang merangsang perasaan, namun setiap orang merasa
gembira, membuat setiap orang merasa puas pula terhadap hasil dari pertempuran itu.
ooo0ooo
RUMAH RAHASIA
TING KONGCU dan nona kami telah menjadi sahabat karib!"
Berita itu merupakan suatu kenyataan dan diumumkan Cia Sianseng kepada semua orang,
agaknya berita tersebut merupakan suatu kenyataan yang tak akan dibantah oleh setiap orang,
meski pun pemimpin ke enam partai besar pernah merasakan kelihaian dari Ting Peng, namun
merekapun tidak menyangkal kenyataan tersebut.
Dengan mata kepala sendiri mereka saksikan Cia Siau giok menggandeng tangan Ting Peng
masuk ke dalam perkampungan, hubungan mereka berdua nampaknya amat erat.
Tapi kenyataan yang sebenarnya belum tentu akan sesederhana apa yang dibayangkan
semua orang.
Cia Siau giok memang amat cantik, seorang gadis yang cantik jelita, di bawah senyumannya
setiap lelaki akan merasa seolah-olah tak dapat menampik setiap permohonannya.
Kalau mereka dapat berjalan sambil bergandengan tangan dengannya, sekali pun di depan
mata terdapat kawah gunung berapi, orang-orang lelaki bisa saja melompat ke dalam tanpa
mengernyitkan dahi.
Tapi Ting Peng bukan lelaki sembarangan, dia tidak begitu mudah untuk ditundukkan. Karena
dia telah mengalami rayuan maut dari bini Liu Yok siong, Chin Ko cing memang seorang
perempuan yang amat menggetarkan hati kaum lelaki.
Karena dia mempunyai seorang istri rase, walaupun selama berada di hadapannya Cing cing
tak pernah menggunakan ilmu rayuan apa-apa, namun kecantikan wajahnya selembut air, tak
akan bisa ditandingi oleh perempuan manapun.
Cia Siau giok berbeda dengan kedua orang perempuan itu, dia seakan-akan memiliki
kelebihan dari dua orang perempuan tersebut, daya tarik dari Chin Ko cing dan kelembutan dari
Cing cing.
Akan tetapi Siau giok tidak sejalang Chin Ko cing, diapun tidak seanggun Cing cing.
Bagi lelaki lain, mungkin dia tak akan mengalami kegagalan, tapi bagi Ting peng, dengan
mudah akan terlihat kelemahan-kelemahannya.

Oleh karena itu, ketika mereka berdua sudah duduk, pelayan sudah menghidangkan sayur dan
arak, dan setelah mereka meneguk tiga cawan arak, dimana Cia Siau giok mulai mabuk serta
memancarkan daya tarik kegadisannya, Ting Peng malahan merasa kegembiraannya lenyap tak
berbekas.
Tiba-tiba Cia Siau giok memerintahkan pelayan untuk mengundurkan diri, setelah memenuhi
cawannya dengan arak ke empat, ia menjatuhkan diri bersandar di atas dadanya dan tertawa
merdu, bisiknya:
""Mari, kita meneguk secawan arak lagi!"
Kalau di masa lalu, sekalipun arak tersebut adalah arak beracun, pasti tak akan ada orang
yang menampiknya.
Tapi Ting Peng justru mendorong tubuhnya dengan dingin, dan menampik pula arak tersebut
dengan dingin, kemudian menjawab:
"Tiga cawan arak sudah cukup sebagai sopan santun. cawan ke empat ini terlalu berlebihan"
Cia Siau giok tertegun, baru pertama kali ini dia didorong orang untuk menjauh. Lagi pula oleh
seorang pria.
Sejak dia tiba di perkampungan Sin kiam san-ceng, entah sudah berapa banyak jago pedang
dan jago silat muda yang menjadi tamunya, mereka datang karena terangsang oleh kecantikan
serta kelincahannya.
bahkan gara-gara saling berebut mengambilkan sapu tangannya yang terjatuh ke tanah, dua
orang lelaki telah saling mencabut pedang untuk berduel mati-matian.
Tapi sekarang, dia telah didorong orang.
Kenyataan ini membuatnya merasa sedih, tapi juga mendatangkan semacam rangsangan
baru.
Lelaki ini ternyata masih dapat menampik bujuk rayunya, maka diapun bertekad untuk
menaklukkannya.
Oleh karena itu, sambil tertawa dia lantas berkata:
"Ting toako, masa memberi muka kepadaku pun kau tak sudi.
Ting Peng berkerut kening, kemudian menjawab tanpa perasaan.
"Diantara kita berdua tak pernah mempunyai suatu hubungan, lagi ula aku tak pernah minum
arak karena suatu perasaan belaka"
Kata-kata yang tanpa perasaan sama artinya, dengan sebuah tamparan keras yang
mendamprat di atas pipinya, kontan senyuman di ujung bibirnya menjadi kaku.
Hal inipun mendatangkan satu perasaan malu yang belum pernah dialaminya sebelumnya,
sepasang matanya segera menjadi merah, titik air mata jatuh berlinang dengan wajah yang
mengenaskan dia awasi wajah Ting Peng tanpa berkedip.

Sikap yang begitu mengenaskan bukan cuma bisa meruntuhkan perasaan kaum lelaki,
manusia baja pun akan turut meleleh.
Tapi Ting Peng bukan manusia baja, dia adalah seorang yang berperasaan lebih keras
daripada baja, maka dengan wajah yang menunjukkan perasaan muak serunya.
"Nona Cia, bila kau ingin merayu orang, maka usiamu masih kelewat muda, kalau ingin
menangis aleman maka usiamu sudah kegedean, yang paling menjemukan dari seorang gadis
adalah melakukan perbuatan yang tidak sesuai dengan usia sendiri"
Hampir saja air mata Cia Siau giok bercucuran dengan deras, tapi setelah mendengar
perkataan itu, dengan cepat dia menyeka air matanya, lalu berkata sambil tertawa:
"Ting toako. kau pandai sekali bergurau" Perubahan sikap yang begitu cepat malahan justru
membuat Ting Peng menjadi tertegun:
Perubahan sikap seseorang ternyata bisa mengalami perubahan dengan sedemikian cepatnya
dalam waktu singkat terutama bagi seorang perempuan, paling tidak dia harus berpengalaman
selama banyak tahun dalam sarang pelacuran sebelum dapat menguasahi sikap semacam itu.
Maka sekali lagi Ting Peng mengawasi perempuan itu dengan seksama, ia benar-benar tidak
berhasil menjumpai lagi perasaan marah atau perasaan sedih lagi di atas wajahnya.
"Ting toako, kau pandai benar bergurau!"
Sebetulnya ucapan tersebut merupakan sepatah kata yang sangat umum, tapi seandainya dia
bukan seorang perempuan pelacur yang sudah biasa menghadapi pelbagai macam tantangan
hidup dalam keadaan seperti ini, mustahil dia bisa menggunakan kata-kata tersebut.
Menggunakan sepatah kata untuk membuang jauh-jauh semua kejengahan, cara semacam ini
tak bisa dikatakan suatu kata-kata merendah, tapi boleh dibilang merupakan suatu tehnik untuk
menghilangkan kejengahan.
Tak tahan lagi Ting Peng segera bertanya:
"Berapakah umurmu tahun ini?"
Cia Siau giok tertawa.
"Perkataan yang paling tak bisa dipercaya di dunia ini adalah ucapan dari seorang perempuan,
semasa masih muda dulu aku selalu lebih suka dianggap orang telah dewasa, telah matang maka
aku selalu menambah umurku dengan satu dua tahun, tapi setelah aku benar-benar menjadi
dewasa dan matang, akupun kuatir diriku kelewat cepat menjadi tua, maka akupun mengurangi
usiaku dengan satu dua tahun, selewatnya beberapa tahun lagi, bila aku benar-benar sudah
meningkat tua, mungkin umurku akan dikurangi dengan lebih banyak lagi, sampai aku sendiripun
tak jelas berapa sebenarnya umurku."
"Tapi aku toh pasti mempunyai suatu umur yang dapat membuat dirimu sendiri merasa puas
bukan, usiaku yang tidak kelewat besar juga tidak kelewat kecil. . . "
"Tentu saja, itulah sebabnya kebanyakan perempuan selalu hidup antara usia sembilan belas
sampai dua puluh tahun, kalau sebelum usia itu, maka usianya harus dikurangi satu dua tahun,
tapi selanjutnya harus ditambah satu tahun, oleh karena itu kalau tahun berselang aku mengaku
berumur sembilan belas tahun dan tahun ini dua puluh tahun maka sekarang aku kalau

kuberitahukan kepadamu tahun ini aku berumur dua puluh tahun dan tahun depan aku berumur
sembilan belas tahun."
Ting Peng merasa kalau kecerdasan gadis ini sangat menarik hati, sambil tertawa dia bertanya
lagi:
"Tahun lalu kita belum bersua muka maka aku tidak tahu berapa usiamu yang sebenarnya"
"Aaah, itu mah tidak menjadi soal" sahut Cia Siau giok sambil tertawa, "pokoknya kalau aku
bukan sembilan belas tentu dua puluh tahun, asal kau tidak menganggap aku berusia dua puluh
satu tahun, aku tak akan menjadi marah"
"Aaai. . . kalau begitu anggap saja aku tak pernah bertanya" Ting Peng menghela napas.
Cia Siau giok memutar biji matanya, lalu berkata:
"Sebenarnya memang begitu, Ting toako tidak nampak seperti orang bodoh, mengapa kau
harus mengajukan pertanyaan bodoh seperti itu ?"
Ia memang seorang perempuan yang sangat memahami perasaan kaum lelaki, setelah
mengalami kegagalan dalam taktik merayu dan taktik lemah lembut, kini dia telah bertukar dengan
taktik yang ke tiga.
Ia memang disadarkan oleh sepatah kata dari Ting Peng.
"Untuk merayu usiaku kelewat kecil, untuk menangis menjadi aleman, usiamu kelewat besar!"
Dari perkataan itu, dengan cepat ia tahu kesan macam apakah yang didapatkan Ting Peng
terhadap dirinya, selain itu diapun segera mengetahui perempuan macam apa pula yang paling
digemari oleh Ting Peng.
Diam-diam ia menyalahkan kebodohan sendiri yang telah banyak melakukan kesalahan,
padahal perempuan macam apakah yang digemari Ting Peng, sedikit banyak seharusnya dia
sudah harus mempunyai gambaran.
Sewaktu di pintu gerbang tadi, justru karena ejekan dan sindirannya terhadap ketua enam
partai, ia berhasil menangkan persahabatan dari Ting Peng dan mengajaknya masuk ke dalam.
Ada sementara orang lelaki memang menyukai perempuan yang suka menyindir, kebetulan
pula Ting Peng adalah salah seorang diantaranya, hal ini justru meningkatkan kegembiraan Cia
Siau giok.
Dia ingin mencoba merasakan hal-hal yang baru, dia ingin mencoba untuk menundukkan lelaki
ini.
Tapi diapun merasa agak takut, dalam pengalamannya, dia belum pernah merasakan peranan
semacam ini, dia tak tahu apakah dia bisa berbuat dengan sebaik-baiknya.
Ia masih menggigit jarinya sambil berpikir tindakan apa yang selanjutnya akan dilakukan dan
perkataan apa yang hendak dikatakan, tetapi Ting Peng tidak memberi kesempatan lagi.
Dengan suara hambar katanya:

"Nona Cia, sekarang kau bisa mengundang keluar ayahmu"
Cia Siau hong menjadi tertegun.
"Apa kau masih akan mencari ayahku untuk berduel?" serunya keheranan.
"Aku memang datang ke sini lantaran persoalan ini!" sahut Ting Peng hambar.
Entah sudah berapa banyak akal yang di pikir Cia Siau-giok, tapi akhirnya semua akal tersebut
dilepaskan, dia tahu harus menggunakan cara apa untuk menghalangi terjadinya duel tersebut:
Tapi Ting Peng telah mengemukakan jawaban yang sedang dipikirkannya itu.
"Nona Cia, apakah kau berharap kita bisa menjadi sahabat yang baik....?" "
"Tentu saja, aku ingin membalas budi pertolonganmu, sekalipun berbicara yang sebenarnya
walaupun kau benar-benar telah menolongku, tapi akupun tak usah menerimanya sebab kau
bukan menolong aku karena ingin menolongku!"
"Ooooh, lantas karena apakah aku telah menolongmu?"
"Kau hanya bertindak demi menjaga gengsimu, martabatmu, kau tidak menghendaki ada
orang lain membunuh orang di pagoda Ang bwee khekmu itu, coba kalau beralih ke tempat lain,
kau pasti tak akan menggubris!"
"Tidak, kau keliru, sekalipun berada ditempat lain aku juga akan mengurusinya, asal aku
berada di telaga See Ou, siapapun tak boleh membunuh orang di situ, kecuali aku sendiri!"
Cia Siau giok tertawa, kejumawaan Ting Peng membuatnya makin gembira, semakin jumawa
semakin nampak nyata watak yang sebenarnya dari seseorang.
Oleh karena itu katanya sambil tertawa:
"Tapi sewaktu berada di pagoda Ang Bwe khek tempo hari, bukankah banyak juga yang mati
di situ? Dan lagi orang-orang itu bukan mati di tanganmu?"
"Walaupun orang-orang itu bukan mati di tanganku, tapi aku merasa mereka memang pantas
untuk mati asal aku menganggap orang itu pantas mati dan ada orang yang mewakiliku untuk
membunuhnya, mengapa aku tidak menyimpan tenaga baik-baik.
Inilah tindakan dari seorang lelaki yang pandai, lagi pula seorang lelaki yang telah dapat
mengendalikan semua perasaan dan napsunya, sehingga tak sampai dikemukakan secara nyata.
Diam-diam Cia Siau giok mendapat kembali suatu kelebihan dari Ting Peng dalam hatinya.
""Kalau begitu, aku masih bukan termasuk orang yang kau anggap pantas untuk mati?"
katanya kemudian.
"Benar, dulu aku sama sekali tak mengenalmu, bahkan akupun tidak tahu kalau kau putrinya
Cia Siau-hong, tentu saja tak bisa memutuskan kau beralasan untuk mati atau tidak!"
"Sekarang kau tidak tahu, apakah kau menganggap aku tidak pantas untuk mati?"
Ting Peng segera tertawa:

""Benar, bila ingin mengetahui apakah seseorang pantas mati atau tidak, hal ini harus dilihat
dulu pernahkah dia menyalahi diriku atau tidak, kau masih belum melakukan perbuatan brutal
semacam itu!"
"Andaikata suatu hari aku benar-benar menyalahimu?"
"Aku hanya bisa berkata, berhati-hatilah kau, sekalipun kau adalah putrinya Cia Siau hong aku
tetap tak akan mengampunimu"
Cia Siau giok menjulurkan lidahnya dan tertawa nakal.
"Kalau begitu aku akan selalu memperingatkan diriku sendiri janganlah berbuat sesuatu yang
menyalahi dirimu"
"kalau memang begitu, kaupun tak usah melakukan perbuatan-perbuatan yang kau anggap
cerdik tapi justru menjemukan diriku!"
"Ting toako, aku benar-benar tidak tahu perbuatan apakah yang menjemukan hatimu?
Ting Peng segera mendengus dingin.
"Seperti apa yang kau lakukan sekarang, selalu mengulur waktu dan ingin menghalangi niatku
untuk berduel dengan ayahmu, perbuatan semacam ini merupakan suatu perbuatan yang sangat
menjemukan hatiku, yang paling kubenci adalah perempuan yang tidak tahu kedudukannya
sebagai seorang perempuan, perempuan yang selalu ingin mencampuri urusan orang lelaki."
Sewaktu mengucapkan kata tersebut, di depan matanya seakan-akan muncul bayangan dari
Chin Ko cing perempuan yang paling di bencinya itu, hingga tanpa terasa rasa muak yang
menghiasi wajahnya nampak bertambah tebal.
Cia Siau-giok merasa terperanjat sekali, dia sangat memahami pengalaman Ting Peng dimasa
lampau, terutama sekali peristiwanya dengan Liu Yok siong.
Pembalasan yang dilukiskannya terhadap Liu Yok song boleh dibilang mendekati kebrutalan,
sekalipun berbicara dari setiap perbuatan yang pernah dilakukan Liu Yok siong terhadapnya,
pembalasan itu tidak terhitung kebangetan, tapi setiap pembalasan yang dilancarkan olehnya
sudah pasti memberikan pukulan batin yang amat besar bagi Liu Yok-siong.
Chin Ko-cing ingin membantu Liu Yok siong untuk merangkak ke tempat kedudukan yang lebih
tinggilah baru menipu Ting Peng dan mempermainkan dirinya.
Oleh sebab itu Ting Peng bukan cuma membenci perempuan semacam ini, dia pun paling
benci terhadap perempuan-perempuan yang suka mencampuri urusan orang lelaki.
Dengan cepat Cia Siau giok tahu apa yang harus dilakukan olehnya, sambil tertawa katanya.
"Ting toako, kau salah paham, aku tidak bermaksud menghalangimu untuk berduel dengan
ayahku, akupun merasa tak mampu untuk menghalangi keinginanmu itu, seperti juga aku tak
sanggup untuk mengundangnya
keluar, karena aku sendiripun tidak tahu apakah dia berada di rumah atau tidak sekarang .."
"Apa? bukankah tadi kau mengatakan..."

"Benar, belum lama berselang aku telah berjumpa dengan ayahku dan berbincang-bincang
dengannya, tapi dia tidak mengemukakan pendapat apa-apa terhadap soal tersebut, ia tidak
mengatakan menerima tantanganmu juga tidak mengatakan menampik"
Dia dapat menyaksikan perubahan di atas wajah Ting Peng, buru-buru lanjutnya:
"Dalam persoalan ini, aku benar-benar tak dapat mengambilkan keputusan apa-apa bagi
ayahku, satu-satunya cara hanyalah ku ajak untuk pergi mencarinya, coba, dilihat apa
keputusannya nanti"
ooo0ooo
SEKARANG, ada tiga orang sedang berdiri di depan pintu besar yang tertutup rapat, berdiri
termangu sambil mengawasi gembokan besar yang telah berkarat itu.
Selain Ting Peng dan Cia Siau giok, terdapat pula A-ku.
Pelayan yang setia ini meski tak pandai berbicara, namun dia sangat pandai memahami
perasaan orang, bila tidak membutuhkan kehadirannya, dia tak akan ditemukan, tapi bila dia
dibutuhkan maka tak pernah ia ketinggalan.
Sewaktu Ting Peng mengikuti Cia Siau giok keluar dari ruangan, bagaikan bayangan saja dia
turut di belakangnya, cambuk yang semula berada ditangan kini sudah tak nampak lagi,
sebaliknya sebilah pisau belati terselip pada pinggangnya, dua belah gelang perak melingkar di
atas lengannya, sedang di ujung jarinya mengenakan sebuah cincin berduri.
Senjata semacam ini nampaknya seperti tak akan mendatangkan kegunaan apa-apa, tapi Ting
Peng tahu kalau senjata-senjata yang dibawa Ah-ku mempunyai khasiat dan kekuatan yang luar
biasa.
Sambil menuding bangunan berdinding tinggi di hadapannya, Cia Siau giok berkata:
Selama banyak tahun ayahku bersembunyi di dalam sana, kata sembunyi yang siaumoay
pergunakan ini mungkin kurang tepat karena jejak dia orang tua memang sukar diikuti, diapun
bukan selalu berada di dalam sana. ."
Tentang soal ini Ting Peng sudah tahu, semenjak Sin kiam san-ceng dihuni Cia Siau giok,
jumlah anggota perkampungan itupun semakin bertambah banyak.
Asal jumlah penghuninya makin banyak, rahasiapun semakin sukar dipegang.
Kembali Cia Siau giok berkata:
"Bila ayahku berada di rumah, dia pasti berdiam di dalam sana, kalau tidak akupun tak tahu dia
berada dimana"
`Belum lama berselang dia toh masih berada dirumah..."
"Tapi sekarang, apakah dia masih berada di sana atau tidak sukar untuk diketahui, dulu diapun
sering berbuat demikian, kaki depan masih melangkah keluar untuk menyapa orang, dalam waktu
singkat dia sudah hilang tak berbekas, kemudian terdengar ada orang yang berkata kalau ia telah
berjumpa dengannya di kota, padahal selisih waktunya antara kejadian pertama dengan kejadian
lain cuma dua jam!..

Dua jam memang sudah cukup baginya untuk sampai di suatu tempat yang lain" kata Ting
Peng sambil tertawa.
"Tapi kota itu berjarak hampir lima ratus li dari sini!" seru Cia Siau giok sambil tertawa.
"Oooh, kecuali dia bersayap dan bisa terbang diangkasa, apakah ayahmu telah berhasil
melatih diri menjadi dewa?" seru Ting Peng dengan wajah menunjukkan perasaan kaget.
"Ayahku bukan dewa, juga tak bersayap, paling banter karena tenaga dalamnya telah
mencapai kesempurnaan, sehingga ilmu meringankan tubuhnya telah mencapai tingkat
kesempurnaan, maka dia dapat melewati perintang jalan yang sukar dilewati orang lain dan
memotong jalan terpendek, itulah sebabnya dia lebih cepat daripada orang lain"
Ting Peng segera manggut-manggut.
"Yaa mungkin saja memang demikian, lima ratus li adalah jarak untuk kebanyakan orang
misalnya dari kiri bukit berputar ke sebelah kanan bukit sebaliknya jika rata tidak berjalan
memutar, tapi memotong bukit tentu saja jaraknya tinggal separuhnya saja"
"Yaa mungkin begitulah kejadiannya."
Ting Peng segera menuding ke arah gembokan di depan pintu, kemudian berkata lagi:
"Kalau begitu walaupun pintu ini terkunci tapi belum tentu bisa membuktikan kalau ayahmu
tidak berada di sana?"
"Benar berada di depan toako, siaumoay tak berani berbohong, aku memang benar-benar
tidak tahu apakah ayahku berada di dalam sana atau tidak..."
"Bagaimana kalau kita berteriak memanggil dari luar pintu?"
"Mungkin hal itupun tak ada gunanya karena siaumoay juga tak pernah masuk ke sana, tapi
dulu aku pernah mencoba, adakalanya sekalipun dia orang tua berada di dalam, namun ia tidak
menyahut atas panggilanku, ia pernah berpesan, bila dia ingin bertemu dengan orang maka dia
akan munculkan diri dengan sendirinya, kalau tidak maka tak usah masuk untuk mengganggunya"
"Kalau begini terpaksa aku harus mendobrak pintu dan masuk ke dalam ...."
""Tentu saja bukan hanya cara ini saja yang tersedia, misalnya dengan melompati pagar
pekarangan, kau pun bisa masuk ke dalam, tapi agaknya Ting toako bukan seseorang yang sudi
melompati dinding pekarangan orang. ."
"Benar, aku datang mencari ayahmu dan menantangnya berduel, semuanya kulakukan
dengan cara yang terbuka dan blak-blakan, aku tak ingin menirukan sang pencuri yang menerobos
masuk ke rumah orang dengan melompati dinding pekarangan orang"
Setelah berpikir sebentar, dia berkata lagi:
"Aku hendak masuk ke dalam dengan mendobrak pintu, tentunya kau tak akan menghalangi
perbuatanku ini bukan?"
Cia Siau giok tertawa.
""Sebetulnya aku wajib menghalangi perbuatanmu, tapi tenaga dan kemampuanku belum
cukup untuk menghalangi perbuatanmu itu, maka apa gunanya aku harus mengorbankan tenaga

dengan percuma? Apa yang hendak kau dobrak tak lebih hanya sebuah pintu, mengapa aku harus
pertaruhkan nyawa untuk melindungi benda mati?"
"Nona Cia, kau memang seorang gadis yang sangat cerdik" puji Ting Peng sambil tertawa.
Cia Siau giok turut tertawa.
"Ayahku telah banyak menyalahi orang, tapi jarang punya berapa orang teman, walaupun
perkampungan Sin kiam san ceng termasyhur di seluruh dunia, tapi tak akan melindungi diriku,
sebagai anak gadis Cia Siau hong, kalau tidak cerdik berarti umurku tak bisa panjang!"
"Benar, nama besar ayahmu tak dapat menjamin orang lain tidak membunuhmu, seperti juga
Thi -yan siang hui yang mengejar dirinya tempo hari, toh tiada orang yang berani menghalangi
mereka!"
"Siapa bilang tak ada? Ting toako kan telah menghalangi mereka" seru Cia Siau giok sambil
tertawa, orang yang berani turun tangan terhadap anak gadis Cia siau hong, sudah pasti dia bukan
sembarangan orang, oleh karena itu orang yang bisa melindungiku pun tak banyak jumlahnya, apa
lagi seperti orang, toako boleh dibilang jarangnya jarang!"
"Nona Cia, jangan lupa kalau aku datang mencari ayahmu untuk diajak berduel lebih baik kau
jangan kelewat terburu napsu untuk bersahabat denganku!" kata Ting Peng dingin.
"Mengapa? Yang kau tantang untuk berduel toh ayahku, bukan aku, apa sangkut pautnya
antara tantanganmu itu dengan persahabatan diantara kita berdua?!"
"Bila pertarunganku dengan ayahmu telah berlangsung, maka salah satu pihak pasti akan
menderita kekalahan!"
"Itu sudah pasti, tapi kejadian itupun tak akan besar pengaruhnya, bila kepandaian silat telah
berhasil mencapai ke tingkatan seperti apa yang kalian miliki, menang kalah hanya selisih sedikit
sekali, mustahil pertarungan tersebut dapat diakhiri dengan mengalirkan darah. . ."
"Sukar untuk dikatakan begitu, misalnya saja seperti ilmu golokku, bila telah dilancarkan maka
akan sulit untuk ditarik kembali."
"Kau berhasil melukai Thi yan siang hui, mengalahkan Lim Yok peng bukankah semuanya bisa
dilepaskan dengan leluasa.?"
"Hal ini disebabkan selisih kepandaian mereka denganku amat jauh, aku belum menyerang
dengan sepenuh tenaga!"
Cia Siau giok segera tertawa.
"Ketika kau melangsungkan pertarungan melawan ayahku, rasanya kaupun tak usah
menyerang dengan sepenuh tenaga, pertarungan antara jago lihay hanya berbeda dalam hal
tehnik serta taktik, tidak diputuskan oleh kekuatan tenaga, adakalanya dengan berdiri saling
berhadapan tanpa turun tanganpun kedua belah pihak sudah tahu siapa yang menang dan siapa
yang kalah!"
"Hebat benar kepandaianmu, kalau tidak masa kau bisa mengucapkan perkataan semacam
ini.? Orang yang belum mencapai suatu tingkatan tertentu, tak mungkin dia bisa memahami arti
dari kata-kata tersebut"" seru Ting Peng dengan perasaan tergerak.

"Ting toako, aku adalah putrinya Cia Siau hong, majikan generasi yang akan datang dari
perkampungan Sin kiam san ceng, tentu saja kepandaianku tak boleh sangat cetek.
Dengan kemampuan yang kau miliki, tidak seharusnya kau melarikan diri sewaktu dikejar oleh
Thi yan siang hui tempo hari, sebab kepandaian mereka tidak sehebat kepandaianmu!"
Sekali lagi Cia Siau giok merasakan hatinya bergetar keras, dia tak menyangka kalau Ting
Peng begitu teliti, lagi pula dapat menangkap kelemahan-kelemahan dibalik perkataannya itu..
Dengan cepat otaknya berputar kencang dengan cepat dia telah berhasil menemukan sebuah
akal bagus, dia tahu apa yang harus diperbuatnya sekarang, alasan apapun tak akan berhasil
menutupi kelemahannya itu, malah justru dengan berterus terang keadaannya malah bertambah
bahaya.
Sambil tertawa dia lantas berkata:
"Kalau kepandaianku betul-betul selisih banyak bila dibandingkan dengan kepandaian mereka,
bagaimana mungkin aku bisa meloloskan diri dari pengejaran mereka dan kabur ke pagoda Ang
Bwe khek?"
"Kalau begitu, kau memang bermaksud untuk melarikan diri?"
"Boleh dibilang begitulah, aku tahu kalau sepasang suami istri itu adalah manusia yang sangat
lihay, karenanya aku ingin melihat siapakah yang sanggup mengatasi kebuasan mereka, aku ingin
tahu setelah ayahku menolong banyak orang untuk melepaskan diri dari kesulitan, bila putrinya
yang menjumpai kesulitan, siapa pula yang akan menampilkan diri untuk melindungiku?"
"Akhirnya hasil yang kau peroleh ternyata sangat tidak memuaskan hatimu?"
"Benar!" jawab Cia Siau giok sambil tertawa, "hari itu dalam pagoda Ang bwee khek dari Ting
toako hampir dipenuhi oleh jago-jago kenamaan dari empat penjuru di dunia, tapi hasilnya amat
mengecewakan hatiku maka sejak hari itu, pandanganku terhadap kaum pendekar dunia
persilatan pun telah berubah sama sekali."
Setelah tertawa, kembali lanjutnya:
"Cuma akupun tidak terhitung sama sekali tanpa hasil, paling tidak kau masih sempat bertemu
dengan seorang enghiong muda macam Ting toako. . . "
"Tapi aku bukan menolongmu karena jiwa pendekarku!"
"Paling tidak kau telah menolongku!"
"Hal ini dikarenakan aku tidak mengijinkan ada orang yang melakukan pembunuhan di tempat
kediamanku, dan lagi karena aku mempertimbangkan kepandaianku sudah pasti dapat
menangkan lawan, kalau tidak , akupun tak akan bertindak bodoh dengan mempertaruhkan
nyawaku untuk menolong-mu!"
"Benar, siaumoay pun tahu, aku dengan Ting toako sama sekali tak punya hubungan apa-apa,
akupun tidak beralasan untuk memohon kepada Ting toako untuk berbuat demikian!"
"Ehmmm.... tampaknya kau dapat memandang lebih luas atas persoalan ini..."
Cia Siau giok tertawa.

"Aku hanya membandingkan diriku sendiri dengan orang lain, kalau suruh aku mengorbankan
jiwa hanya untuk menolong seseorang yang tak kukenal, akupun sama saja tak akan
melakukannya, kecuali dia adalah orang yang kucinta atau kukenal secara akrab!"
"Sudahkah kau jumpai seseorang macam ini?"
"Belum, tapi aku percaya sebentar lagi akan kujumpai orang itu!"
Sinar matanya dialihkan ke wajah Ting Peng, hampir saja dia meneriakkan namanya, tapi Ting
Peng seakan-akan tidak melihat tandanya itu, malah ujarnya dingin:
"Aku telah berhasil menemukannya, dia adalah istriku Cing-cing!"
Cia Siau giok tidak marah, hanya katanya sambil tertawa:
"Dia memang seorang yang hok kie!"
Ting Peng bertekad untuk mengakhiri pembicaraan yang tak berguna itu, ia segera berpaling
dan mengulapkan tangannya kepada Ah Ku yang ada di sisinya.
"Rusak gembokan itu, dobrak pintunya!" "
Ah Ku maju dan menghajar gembokan tersebut dengan kepalan tinjunya, tapi saat itulah
muncul empat sosok tubuh manusia.
ooo0ooo
RUMAH PENYIMPAN PEDANG
SEBETULNYA, entah ke empat orang itu jelas bersembunyi dimana, tiba-tiba saja mereka
menampakkan diri bahkan dengan cepat telah muncul di hadapan Ah Ku.
Paras muka mereka sangat dingin, usianya antara empat puluh tahunan dan setiap orang
mengenakan jubah abu-abu dengan membawa sebilah pedang.
Muka mereka kaku tanpa emosi, dengan mata yang abu-abu dan dalam mereka mengawasi
Ah Ku tanpa berkedip.
A-Ku tidak bergerak, dia menengok ke arah Ting Peng dan menunggu petunjuk selanjutnya.
Ting Peng sedang memandang pula ke arah Cia Siau giok, tapi Cia Siau giok hanya tertawa
sambil berkata.
Saudara Ting Peng kalau kukatakan ke empat orang ini tidak kukenal, percayakah kau?"
"Kau maksudkan mereka bukan anggota perkampungan Sin kiam san ceng?"
"Soal ini tak berani kukatakan, karena aku baru satu tahun lebih datang kemari!" "
"Walaupun setahun lebih tidak terhitung lama, tapi masa anggota keluarga sendiripun tidak
kau kena1? rasanya hal ini mustahil!!"
Cia Siau giok tertawa.

"Orang-orang yang lain tentu saja kukenal, lagi pula mereka baru ku undang setelah aku
berada di sini, tapi orang yang berada dalam halaman ini tak seorangpun yang kukenal, sebab aku
tak pernah masuk ke dalam sedang merekapun tak pernah keluar""
Kalau selamanya tak pernah keluar, bagaimana cara mereka untuk selanjutnya hidup? .
""Aku tak tahu, akupun tidak mengurusi soal rumah tangga Cia Teng seng yang mengurusi
soal itu"
Cia Teng seng adalah Cia sianseng, semua orang hanya memanggilnya sebagai Cia sianseng
dan tak tahu siapa namanya.
"Cia Siau giok adalah majikan perkampungan ini, tentu saja dia tak usah memanggil nya Cia
sianseng, tapi hingga sekarang dia baru secara langsung menyebut namanya.
Tapi salah seorang diantara lelaki setengah umur itu telah berbicara, suaranya persis sekaku
paras mukanya:
Cia Teng seng juga tidak tahu tentang kami, kami masuk ke dalam perkampungan ini ketika
pamannya masih mengurusi perkampungan Sin kiam san-ceng, hingga sekarang telah tiga puluh
tahun. Sepuluh tahun berselang Cia siang kwee telah tiada, jabatannya kemudian dilanjutkan oleh
keponakannya, ia Cuma mengurusi urusan luar, tidak mengurusi urusan dalam."
"Kalau begitu kalian berempat adalah orang tertua di dalam perkampungan Sin kiam sanceng?"
tanya Cia Siau giok sambil tertawa.
"Kami tidak termasuk perkampungan Sin kiam san-ceng, kami termasuk "Rumah Penyimpan
Pedang".
"Dimana letaknya Rumah penyimpan pedang?"
"Di dalam sana !" jawab lelaki setengah umur itu sambil menunjuk ke dalam halaman berpagar
tinggi.
"Oooh... rupanya halaman ini bernama Rumah penyimpan pedang, sungguh memalukan,
ternyata aku tidak mengetahui akan hal ini, aku adalah majikan perempuan tempat ini?." sela Cia
Siau-giok dengan wajah tercengang.
"Hal ini pernah kudengar dari majikan, tapi dengan rumah penyimpan pedang sama sekali tak
ada hubungan tempat ini tidak termasuk dalam perkampungan Sin-kiam san-ceng, melainkan
tempat tinggal majikan.." Majikan kalian.. adalah ayahku!" sambung Ciu Siang giok sambil
tertawa..
"Kami tidak mempersoalkan hubungan majikan di luar rumah penyimpan pedang, dalam
Rumah penyimpan pedang hanya ada seorang majikan dan tiada hubungan dengan lainya!"
Cia Siau-giok tidak marah, dia malah tertawa.
"Siapakah nama kalian berempat?"
Didalam rumah penyimpan pedang hanya ada majikan dan budak pedang, tiada nama dan
tiada nama marga yang berlaku hanya sebutan tahun, menurut sebutan aku bernama Ka-cu,
selanjutnya adalah "Ih-cho, Pin gin, Ting-moau.

"Yaaah, kalau menurut keadaan tersebut seharusnya dalam rumah penyimpan pedang ini
seharusnya terdapat enam puluh orang budak pedang?"
"Rumah penyimpan pedang terpisah dari keramaian dunia dan selamanya tak pernah saling
berhubungan, maaf aku tak bisa menerangkan apa-apa kepadamu!"
"Aku hendak mencari Cia Siau hong, dia ada di situ atau tidak?" seru Ting Peng kemudian.
"Didalam Rumah penyimpan pedang, tidak terdapat manusia bernama itu. . . ."
Mula-mula Ting Peng agak tertegun, kemudian katanya kembali:
"Kalau begitu aku hendak mencari majikan dari Rumah penyimpan pedang itu !"
"Kalau majikan hendak berjumpa dengan kalian, dia akan munculkan diri untuk berjumpa
sendiri dengan kalian, kalau tidak sekalipun kau datang mencarinya juga percuma, selamanya
Rumah penyimpan pedang melarang orang lain memasukinya!"
"Apakah majikan kalian ada di dalam?"
"Tak bisa kami katakan, aku percaya kalian pun sudah tahu, lima kaki di balik dinding
pekarangan ini merupakan daerah terlarang, hari ini karena kalian baru melanggar untuk pertama
kalinya maka kami hanya memberi peringatan, tapi lain kali kami akan turun tangan untuk
membunuh setiap pelanggarannya, sekarang kalian boleh pergi dari sini!"
"Aku datang kemari untuk menantang Cia Siau hong berduel!" seru Ting Peng dengan suara
dalam.
"Sudah kukatakan kepadamu, di sini tidak terdapat manusia bernama itu, kalau kalian hendak
mencari Cia Siau hong, seharusnya mencari orang itu di tempat lain!"
(Bersambung ke Jilid 14)
Jilid : 14
TING-PENG segera tertawa dingin.
"Lantas aku harus pergi ke mana untuk bisa menjumpai orang itu?"
"Kami tidak tahu, Rumah penyimpan pedang terpisah dari dunia luar, lagi pula sesuai dengan
namanya, Rumah penyimpan pedang adalah tempat untuk menyimpan pedang bukan tempat
untuk berduel"
"Kalau memang begitu, mengapa kalian membawa pedang?"
"Yang kami pegang bukan pedang!" jawab Ka-cu.
"Kalau bukan pedang, lantas apa?"
Terserah apa saja yang akan kau katakan, pokoknya benda ini bukan pedang!"
Ting Peng segera tertawa terbahak-bahak suaranya amat sinis dan memandang rendah.

"Haaahh. . . haaahh. . . haaahh. . . sudah terang pedang, namun mengatakan bukan pedang,
cara kalian menipu orang dan menutup telinga untuk mencuri genta, betul-betul menggelikan
sekali, cukup membuat gigi orang pada copot saking gelinya"
Berada dalam keadaan seperti ini, siapapun akan merasa gusar bila mendengar perkataan
dari Ting Peng itu, akan tetapi ke empat orang itu masih tetap tenang, mereka tidak marah juga
tidak dipengaruhi oleh gejolak emosi.
Ka-cu menunggu sampai dia selesai berkata, kemudian baru ucapnya dengan dingin: "Kau
ingin berpikir bagaimana dan menyebut dengan sebutan apa, semuanya itu merupakan urusanmu
sendiri, tapi selama berada dalam rumah penyimpan pedang, kami tidak menganggapnya sebagai
pedang, kaupun tak dapat memaksa kami untuk menyebutnya sebagai pedang !."
Ting Peng tak dapat tertawa lagi, mendamprat orang memang suatu pekerjaan yang
menyenangkan tapi kalau pihak lawan sama sekali tidak menggubris, maka hal mana akan
menjadi tidak menyenangkan lagi.
Setelah menelan kembali sisa tertawanya ke dalam perut dengan suara nyaring baru katanya.
"Apakah kalian keluar untuk menghalangi aku masuk?"
"Benar, pintu itu memisahkan Rumah penyimpan pedang dengan dunia luar, maka kau tak
dapat merusaknya!"
"Kalau aku bersikeras hendak merusaknya?"
"Maka kau bakal celaka, kau akan menyesal karena telah berbuat demikian, dan lagi orang
lainpun akan menyalahkan dirimu, karena sudah melakukan perbuatan tolol."
Sekali lagi Ting Peng tertawa terbahak-bahak.
"Haaahhh. . . haaahhh. . . haaahhh. . . sebenarnya aku tak bermaksud untuk merusaknya, tapi
setelah mendengar perkataanmu itu aku mulai ingin sekali untuk merusaknya karena aku adalah
orang yang tak pernah menyesal terhadap pekerjaan yang telah kulakukan, lagi pula paling
menimbulkan gerutu orang lain."
Agaknya Ka-cu tidak begitu menyukai sikapnya itu, merekapun tidak terbiasa bergurau,
karenanya dia hanya berkata:
"Kami akan berusaha dengan sekuat tenaga untuk menghalangi niatmu itu"
Ting Peng segera tertawa:
" Ah Ku hancurkan gembokan itu!"
Sekali lagi Ah Ku maju ke depan, empat bilah pedang ditangan ke empat orang itu segera
turun tangan bersama menusuk ke arah dadanya.
Tusukan tersebut amat sederhana, amat biasa dan tak akan disertai perubahan apa-apa, tapi
kedahsyatannya sungguh mengerikan. . .
Siapapun tak akan berani menyongsong datangnya tusukan tersebut, mereka pasti akan
berusaha untuk menghindarkan diri, tapi sayang justru mereka berjumpa dengan Ah-Ku?.

Perawakan tubuh Ah Ku tinggi besar, kulit badannya hitam pekat dan bersinar seakan-akan
seluruh badannya telah dilapisi oleh selapis minyak berwarna hitam.
Minyak itu amat berkilat dan licin tampaknya, kulit badan Ah Ku pun mempunyai keistimewaan
tersebut.
hampir pada saat yang bersamaan ke empat bilah pedang dari ke empat orang itu bersamasama
menusuk di atas badannya.
Dia tidak berkelit juga tidak menghentikan gerakannya, bahkan seakan-akan tidak melihat
datangnya tusukan pedang tersebut.
Mungkinkah dia tidak takut mati?
Ujung pedang itu menyambar lewat dari atas dadanya dan mengikuti kulit badannya tergelincir
ke samping, seakan-akan ada sebuah jarum yang menusuk di permukaan plastik yang licin saja,
ujung jarum itu meleset ke samping tapi tidak meninggalkan bekas apa-apa.
Sebenarnya jurus pedang dari ke empat orang budak pedang itu sudah termasuk lihay dan
aneh, tapi kemampuan yang dimiliki Ah Ku jauh lebih lihay lagi.
Saking kagetnya Cia Siau giok sampai menjerit tertahan, Ah Ku segera mengerahkan
sepasang tangannya, tahu-tahu Ka-cu berempat sudah terdorong ke samping oleh tenaga
dorongannya, kemudian tampaklah tangannya yang terangkat itu dihantamkan ke bawah.
Kepala itu tak mungkin selunak kapas, apalagi jari tangannya mengenakan sarung tangan.
Walaupun gembokan itu amat besar, tapi sudah berkarat.
Baja yang bisa berkarat, tentu saja bukan baja yang baik.
Baja yang baik seharusnya seperti sarung tangan yang membungkus tangan Ah Ku, berkilat
dan bercahaya.
Oleh karenanya sewaktu kepalannya diayunkan ke bawah, gembokan berkarat itu segera
hancur berkeping-keping, menyusul kemudian kakinya menjejak pintu tersebut sehingga
terpentang lebar.
Dunia penuh rahasia dibalik pintu yang terkunci itu sudah tersimpan dan tertutup selama
puluhan tahun, selain Cia Siau hong belum pernah ada orang lain yang pernah memasukinya.
Maka sampai Cia Siau giok sendiripun merasa keheranan, buru-buru dia melongok pula ke
dalam, tapi dia segera merasa kecewa.
Walaupun tempat itu sangat luas, tapi keadaannya kacau dan kotor, rumput ilalang setinggi
dada, bangunan rumah yang semula berada di situ, sekarang telah tertutup sama sekali. Tempat
itu tak lebih hanya sebuah bangunan rumah yang terbengkalai, tempat semacam itu bisa dijumpai
dalam perkampungan Sin kiam san ceng, bahkan merupakan tempat kediaman dari Cia Siauhong,
si jago pedang sakti dari kolong langit, seandainya tidak disaksikan dengan mata kepala
sendiri, siapapun tak akan percaya.
ooo0ooo

YANG Paling membuat orang keheranan adalah dua buah kuburan yang berdiri di situ,
walaupun tidak diketahui kuburan siapakah itu tapi bisa dilihat kalau kuburan tersebut belum lama
dibuat, sebab rumput yang tumbuh di atas kuburan itu diatur sangat rapi, satu-satunya tempat
yang paling rapi dalam halaman tersebut.
Ketika Ka-cu berempat budak pedang menyaksikan pintu sudah dibuka, meski sikapnya agak
kaget dan gugup, namun paras mukanya semakin dingin menyeramkan mendadak mereka
menerjang keluar ke arah luar.
Mereka bukan melarikan diri, sebab-sebab setelah berlarian sejauh belasan kaki, mendadak
mereka berhenti lagi.
Kemudian mereka seperti tikus-tikus yang sudah lama terkurung dalam jebakan kemudian
secara tiba-tiba menyaksikan pintu jebakan itu terbuka, dengan cepatnya mereka menerjang
kembali ke depan dan menyebarkan diri menuju ke tempat persembunyian.
Bersembunyi adalah kebiasaan yang dilakukan tikus bila sedang kaget, tapi ke empat orang itu
tidak mirip sekali, karena mereka hanya bersembunyi sebentar kemudian munculkan diri kembali.
Mereka masuk dengan membawa pedang waktu keluar juga membawa pedang.
Kalau sewaktu masuk tadi mereka membawa pedang yang bercahaya tajam, maka setelah
keluar pedang mereka penuh berlepotan darah, malahan darahnya masih menetes keluar tiada
hentinya.
Pedang mereka berempat sama, itu berarti paling tidak mereka telah memburuh satu orang,
tapi kalau dilihat dari darah yang menetes keluar, jelas bukan cuma empat orang saja yang
terbunuh.
Mereka hanya masuk sebentar lalu segera muncul kembali, keluar setelah membunuh orang,
tapi tidak menimbulkan suara apa-apa. Mungkin orang terbunuh masih belum tahu kalau nyawa
sendiri telah direnggut.
Gerakan semacam itu benar-benar merupakan suatu gerakan yang amat cepat, suatu gerakan
pedang yang amat cepat.
Sambil bergendong tangan Ting Peng hanya memandang dengan sikap hambar, sedikitpun
tidak terpengaruh oleh kejadian tersebut, demikian pula dengan Ah Ku.
Mereka beralasan untuk bersikap tenang dan tentram, karena orang yang dibunuh sama sekali
tidak ada hubungan dengan dirinya.
Lain dengan paras muka Cia Siau giok.
Sikapnya berubah hebat, teriaknya tertahan:
"Apa yang telah mereka lakukan? "
"Mungkin membunuh orang!" jawab Ting Peng hambar. .
Jawaban semacam itu seperti juga jawaban yang tak berguna, siapapun tahu kalau mereka
telah membunuh orang. bukan mungkin. . .
Dengan suara parau kembali Cia Siau giok berkata.

"Tapi mengapa mereka membunuh orang?"
Ting Peng tertawa.
"Mungkin mereka tak suka menyaksikan orang-orang itu bersembunyi terus di sana sambil
mengintip kemari akupun tidak suka dengan perbuatan semacam ini"
"Mereka adalah orang-orang perkampungan Sin kiam san ceng!" seru Cia Siau giok.
Dia seakan-akan menganggap Ting Peng sebagai pembunuh tersebut.
Ting Peng hanya tertawa tidak menjawab, sebaliknya Ka-cu telah berkata.
Sekalipun begitu, mereka bukan orang-orang dari Rumah penyimpan pedang, majikan telah
menentukan tiga buah larangan bagi orang luar, sekeliling pekarangan ini telah dinyatakan
sebagai daerah terlarang dan dilarang mengintip kemari, barang siapa berani melanggar dia harus
mati"
"Itu berarti dua kaki di luar daerah ini bukanlah daerah terlarang.....?" seru Cia Siau giok.
"Dua kaki adalah batas sebelum pintu terbuka, sekarang pintu telah terbuka, berarti daerah
lingkarannya pun turut bertambah besar, semua daerah yang dapat melihat keadaan didalam pintu
merupakan daerah terlarang"
"Maksudmu, setiap orang yang dapat melihat keadaan di dalam halaman itu harus mati?" "
"Benar" Ka-Cu mengangguk, ketika kau datang kemari, majikan telah berkata kepadaku, bila
kau tidak memberitahukan kepada orang-orang maka kematian mereka merupakan
keteledoranmu, kalau kau telah memberitahukan kepada mereka, maka kematian mereka
merupakan kematian yang dicari sendiri!" "
"Mereka bukan orang-orangku, mereka adalah anggota perkampungan Sin kiam san-ceng.
Dalam perkampungan Sin kiam san ceng sebenarnya tidak terdapat orang-orang seperti
mereka, kaulah yang membawa mereka datang.
"Aku adalah majikan dari perkampungan Sin kiam san ceng!"
"Sewaktu majikan masih ada, kau masih belum dapat terhitung sebagai majikan, sekalipun
majikan tidak ada, kaupun hanya merupakan majikan dari perkampungan Sin kiam san ceng,
bukan majikan dari Rumah penyimpan pedang, kau tidak berhak untuk mengurusi wilayah sekitar
tempat ini..." "
Mendadak Ting Peng merasa kejadian ini menarik sekali, tampaknya hubungan antara Cia
Siau hong dengan Cia Siau giok sebagai ayah dan anak masih diikuti pula dengan suatu
hubungan yang istimewa sekali..
Cia Siau giok memandang sekejap ke arah Ting Peng, dia merasa apa yang dikatakan sudah
kelewat banyak, maka buru-buru katanya sambil tertawa.
"Hubungan antara kami ayah dan anak memang agak renggang karena jarang berjumpa, ada
banyak persoalan memang belum bisa dipahami, harap Ting toako jangan mentertawakannya!"
Ting Peng tertawa dan tidak banyak bicara..

Cia Siau giok merasa sangat tak enak perasaannya, dia lantas memutar biji matanya sambil
berkata lagi:
"Kalau begitu apakah kamipun harus mati juga?"
""Soal ini masih belum tahu karena kalian sudah membuka pintu halaman, mati hidup kalian
sudah tak dapat diputuskan oleh kami lagi."
"Siapa yang akan menentukannya?"
""Tentu saja keputusan akan datang dari dalam."
"Didalam sana masih ada orang?"
""Setelah kalian masuk ke dalam, maka kau akan tahu dengan sendirinya "
"Kalau kami tak ingin masuk?" tiba-tiba Ting Peng menyela.
Ka-cu menjadi tertegun, segera serunya. .
Setelah pintu terbuka: "masa kalian tak akan masuk ke dalam."
"Bukan begitu, mungkin kami hanya ingin menyaksikan pemandangan didalam saja, sekarang
pintu telah terbuka, isinya cuma dua buah kuburan dan suasana yang porak poranda, sedikitpun
tidak menarik hati, maka aku jadi tak ingin masuk ke dalam, kecuali aku tahu kalau Cia Siau hong
berada didalam.
"Soal itu kami tak mau mengurusinya, kami hanya tahu setelah pintu kalian buka maka
kalianpun harus masuk ke dalam, kalau tak ingin masuk maka kalian harus mati di luar."
Ting Peng segera tertawa dingin.
Sebenarnya aku bermaksud hendak masuk ke dalam, tapi setelah mendengar perkataan-mu
itu, aku jadi tak ingin masuk ke dalam."
Ka-cu tidak menjawab, dia menggunakan gerakan sebagai jawaban, ke empat orang itu
segera mengangkat pedangnya di depan dada dengan ujung pedang diluruskan ke depan
sehingga membentuk posisi seperti kipas, pelan-pelan mereka bergerak maju ke depan.
Lingkaran kepungan makin lama makin menyempit, hawa pembunuhan yang terpancar keluar
dari ujung pedang merekapun makin lama semakin bertambah tebal.
Paras muka Ting Peng turut berubah menjadi serius, dia tahu kalau barisan pedang yang
dibentuk ke empat orang ini lihay sekali, bahkan memancarkan selapis tenaga tekanan tak
berwujud yang sangat kuat, dimana hawa pedang itu memaksa orang untuk mau tak mau harus
mundur, mundur terus sampai ke ujung pintu dan masuk ke balik halaman.
Paras Ah-ku pun berubah menjadi amat serius. Sepasang kepalannya digenggam kencangkencang,
agaknya dia bersiap sedia untuk menerjang keluar, tapi asa dia maju selangkah,
tubuhpun segera didesak mundur kembali oleh hawa pedang yang dahsyat.
Ujung pedang yang berada di depan tubuhnya tadi tak mampu melukai tubuhnya, tapi hawa
pedang yang tak berwujud sekarang telah mendesaknya untuk mundur ke belakang, dapat

diketahui kalau hawa pedang yang dibentuk ke empat orang itu telah menciptakan selapis kabut
pedang tak berwujud yang pelan-pelan menyusut ke depan.
Ah ku merasa agak tidak terima, kakinya maju selangkah sementara sepasang telapak
kepalannya di genggam kencang-kencang, tampaknya dia telah bersiap sedia untuk menyambut
serangan itu dengan kekerasan.
"Ah ku cepat ke belakangku!" tiba-tiba Ting Peng membentak nyaring.
Ah Ku memang sangat menuruti perintah Ting Peng, dia segera melompat mundur ke
belakang.
Dengan cepat Ting Peng telah maju dan menggantikan tempat kedudukannya, golok bulan
sabitnya telah diangkat ke tengah udara. Hawa kekuatannya telah menggumpal menjadi satu dan
bersiap-siap melancarkan sebuah bacokan maut yang maha dahsyat.
Ternyata kekuatan yang terpancar keluar dari ayunan goloknya itu sangat menggetarkan
perasaan mereka berempat, dengan cepat ke empat orang itu menghentikan gerak majunya dan
berubah menjadi sikap menempel satu sama lainnya.
Sementara itu selisih jarak kedua belah pihak tinggal satu kaki.
Didalam udara yang Cuma satu kaki luasnya itu justru terdapat dua gulung kekuatan dahsyat
yang saling menggesek dan saling menerjang.
Tiba-tiba berhembus lewat segulung angin membawa selembar daun kering, daun kering itu
terjatuh ke tengah antara dua kekuatan itu, belum lagi daun itu mencapai tanah, tiba-tiba saja
lenyap tak berbekas.
Dalam ruang kosong yang luasnya cuma satu kaki itu, seakan-akan terdapat beribu-ribu bilah
pedang tajam, beribu-ribu bilah golok tajam yang berada dalam kendali beribu-ribu pasang tangan
tak berwujud.
Sekalipun yang terjatuh hanya sebutir kedelai yang kecilpun pasti akan hancur berkepingkeping
dan musnah bila terjatuh ke sana.
Paras muka Cia Siau giok berubah menjadi pucat pias dan menyusut menjadi satu, namun
sorot matanya memancarkan sinar kegembiraan.
Napasnya memburu kencang, tapi separuh bagian dikarenakan kegembiraan, separuh lainnya
karena takut.
Hal apakah yang membuatnya merasa begitu gembira."
Ah Ku juga menampilkan perasaan tegang yang belum pernah dijumpai sebelumnya,
walaupun ia tidak dapat berbicara, tapi mulutnya justru tak dapat merapat, seakan-akan seperti
mau menjerit.
Tiada orang persilatan yang pernah berjumpa dengan Ah-Ku.
Tapi sekalipun orang yang baru saja berjumpa dengan Ah Ku juga dapat melihat kalau dia
adalah seorang jago lihay yang berilmu sangat tinggi.
Dihari-hari biasa dia selalu bersikap dingin, kaku dan tak berperasaan, seakan-akan tiada
persoalan yang akan membuatnya terpengaruh oleh emosi.

Tapi sekarang, ia telah berubah menjadi begitu tegang, oleh sikap kaku yang menyelimuti
kedua belah pihak.
Dari sini dapat diketahui kalau Ting Peng dan ke empat orang budak pedang itu sudah saling
berhadapan dengan sikap siap tempur.
Walaupun senjata tak pernah saling bertemu.
Dalam kenyataan mereka sudah melangsungkan suatu pertarungan yang amat sengit.
Bentrokan yang tak bermata dan tak ber wujud, sekilas pandangan nampaknya biasa dan
tenang.
Tapi bentrokan tetap merupakan bentrokan, dalam suatu bentrokan harus ada suatu
penyelesaian.
Suatu bentrokanpun harus berakhir menang atau kalah? Hidup atau mati?
Bentrokan antara Ting peng dan budak-budak pedang itu nampaknya hanya mati dan hidup
yang dapat mengakhirinya, inilah perasaan bersama yang dirasakan setiap orang termasuk kedua
belah pihak, tapi siapakah yang hidup dan siapakah yang mati? Perasaan dan pandangan setiap
orang adalah berbeda.
Dengan cepatnya menang kalah dapat dilihat, karena bercampur tiba-tiba ke empat orang
budak pedang itu maju selangkah lagi ke depan.
Jarak diantara kedua belah pihak cuma satu kaki, setelah maju selangkah berarti jaraknya
lebih pendek berapa depa, tapi masih belum mencapai suatu jarak dimana senjata masing-masing
dapat saling membentur,
Tapi berbicara dari keadaan situasi semenjak kedua belah pihak saling bertahan, satu depa
sejak kemungkinan besar dapat menentukan mati hidup masing-masing pihak.
Kalau sudah terjadi terjangan secara nekad, biasanya suasana pasti akan bertambah
menegang, mati hidup dapat diketahui, tapi kenyataannya tidak..
Karena Ting Peng mundur selangkah lagi, dia juga mundur sejauh satu depa.
Dengan begitu jarak kedua belah pihak masih tetap satu kaki.
Paras muka Ka-cu berubah sangat aneh, dia nampak tegang, sedang Ting Peng masih tetap
tenang.
Biasanya orang yang dapat memaksakan suatu posisi yang lebih dekat, seharusnya pihaknya
yang menang, tapi mengapa paras muka Ka-cu justru malah nampak sangat tegang?
Sekali lagi kawanan budak pedang maju ke depan, sedang Ting Peng mundur lagi ke
belakang.
Selangkah, dua langkah, tiga langkah, empat langkah. . .
Terpaksa Cia Siau giok dan Ah-Ku turut mundur pula ke belakang.

Akhirnya mereka telah mengundurkan diri ke balik pintu "Blaamm!" pintu itu menutup kembali.
Suasana tegang telah berakhir, tampaknya Ting Peng yang kalah.
Ting Peng telah menarik kembali goloknya, dia masih nampak amat tenang, seakan-akan tak
pernah terjadi sesuatu peristiwapun.
Sebaliknya Ka-cu berempat seakan-akan baru sembuh dari suatu penyakit yang amat parah,
hampir saja mereka kehabisan tenaga.
Seperti juga baru ditarik dari dalam sungai, seluruh badan mereka basah kuyup oleh keringat.
Ka-cu adalah satu-satunya orang yang masih mampu bertahan diri, dia segera menjura
dengan wajah penuh rasa terima kasih.
"Terima kasih Ting kongcu!"
"Tidak mengapa" jawab Ting Peng sambil tersenyum. "kalianlah yang telah memaksa aku
masuk ke dalam!"
"Tidak!" ucap Ka-cu dengan wajah serius, "dalam hati kami tahu dengan jelas, seandainya
hawa golok Ting Kongcu dilepaskan kami pasti tak akan lolos!"
"Apakah kalian bertekad untuk memaksaku masuk?"
"Benar, kalau kami gagal untuk memaksa Ting Kongcu masuk, terpaksa kami harus
menggunakan nyawa kami menebus kesalahan ini."
Ting Peng segera tertawa.
"Nah, itulah dia, sebenarnya aku memang ingin masuk, tapi tak ingin masuk karena dipaksa
orang, seandainya kalian mempersilahkan aku masuk secara baik-baik, sedari tadi aku sudah
masuk."
Ka-cu termenung beberapa saat lamanya kemudian baru berkata lagi.
"Bila Ting kongcu bersikap keras tak mau masuk, terpaksa kami harus mati.
Bagaimanapun juga, kami tetap berterima kasih kepadamu.
Sekalipun mereka adalah budak-budak pedang yang tak punya nama, tapi kedisiplinannya
jauh lebih mengagumkan dari pada sekawanan jago kenamaan lainnya, mereka lebih mengerti
membedakan mana budi dan mana dendam.
Tampaknya Ting Pang tak ingin menerima kebaikannya itu sambil tertawa katanya:
Aku sendiripun tak ingin dipaksa masuk oleh kalian dalam keadaan seperti ini, tapi kalau aku
ingin masuk kemari dengan leluasa, tampaknya aku harus mengeluarkan jurus golokku, untuk
membinasakan kalian lebih dahulu"
Ka-cu tidak menyangkal akan perkataan itu, ujarnya dengan sikap sangat menghormat:
"Bila jurus serangan kongcu dilancarkan, sudah pasti kami akan mati di tanganmu!"

"tentang hal ini aku lebih jelas daripada kalian, Cuma aku masih tak ingin turun tangan garagara
kalian, aku datang kemari untuk menantang Cia Siau hong berduel, kalian bukan Cia Siau
hong!"
"Bagus sekali! Bagus sekali! Golok iblis begitu dilepas, darah segar tentu akan berceceran,
kau sudah dapat mengendalikan diri untuk melancarkan serangan, tampaknya sudah hampir
melepaskan diri dari napsu iblis yang mencekam dalam tubuh manusia, sahabat kecil, silahkan
kemari untuk berbincang-bincang."
Suara dari seorang kakek berkumandang keluar dari balik gubuk tak jauh dari sana.
Ka-cu sekalian berempat bersikap menghormat sekali terhadap suara itu, buru-buru mereka
membungkukkan badannya dengan kepala tertunduk.
Ting Peng berpaling ke arah Cia Siau giok dengan sorot mata bertanya, dia ingin membuktikan
apakah orang yang berbicara itu Cia Siau hong atau bukan.
Ia mendapatkan bukti tersebut dari sorot mata Cia Siau giok, tapi juga menyaksikan setitik
perasaan takut, ia menjadi keheranan Cia Siau hong adalah ayahnya, seorang putri yang
berjumpa dengan ayahnya mengapa harus menunjukkan rasa takut?
Cuma Ting Peng tidak berpikir sebanyak itu, dia datang untuk mencari Cia Siau hong dan
sekarang orang-yang dicari telah ditemukan, maka sambil membopong goloknya dengan langkah
lebar ia menuju ke rumah gubuk itu.
Cia Siau giok ragu-ragu sebentar, baru saja akan ikut maju, suara dari Cia Siau-hong telah
berkumandang lagi:
"Siau giok, kau tetap tinggal di situ, biarkan dia masuk sendirian!"
Perkataan itu seakan-akan mempunyai wibawa yang amat besar, Cia Siau giok segera
berhenti.
Ah Ku ingin turut ke depan, tapi Ting Peng telah mengulapkan tangannya suruh dia tetap
tinggal di sana.
Cia Siau hong tidak menyuruh Ah Ku tetap tinggal di sana, tapi dia justru mengatakan minta
Ting Peng masuk sendirian, entah mengapa ucapan tersebut nyatanya mendapatkan pengaruh
besar baginya sehingga diapun suruh Ah Ku tetap tinggal di sana, mungkin hal ini sebagai
pertanyaan suatu perasaan adil saja.
Kalau toh Cia Siau hong menyuruh putrinya tetap tinggal di depan, mengapa dia harus
membawa pembantu?
ooo0ooo
RUMAH PENYIMPAN PEDANG
TEMPAT itu benar-benar merupakan sebuah rumah gubuk yang sangat jelek tiada sesuatu
bendapun dalam ruangan tersebut kecuali dua buah kasur duduk.
Kasur tempat duduk itu diletakkan saling berhadapan, yang satu diduduki oleh seorang kakek
berbaju abu-abu sedang yang lain tentunya disediakan bagi Ting Peng!

Akhirnya Ting Peng berhasil menjumpai manusia berwatak aneh yang nama besarnya
menggetarkan seluruh kolong langit itu, dia sendiri tak dapat melukiskan bagaimanakah
perasaannya waktu itu.
Bila berhadapan dengan seseorang yang hendak ditantangnya untuk berduel biasanya api
semangat pasti akan berkobar di dalam dadanya, kobaran semangat untuk bertempur.
Tapi Ting Peng tidak merasakan hal itu.
Berhadapan muka dengan jago-jago pedang nomor wahid dikolong langit ini, semestinya
orang akan merasa amat gembira dan kagum.
Tapi Ting Peng juga tidak merasakannya.
Kalau didengar dari suaranya Cia Siau hong tentu sudah amat tua.
Berbicara soal umur seharusnya Cia Siau hong baru berusia lima puluh tahun lebih, enam
puluh tahun kurang, bagi seseorang jago persilatan, usia tersebut belum terhitung tua.
Tapi setelah berjumpa dengan Cia Siau hong pribadi, bahkan dia sendiri pun tak bisa menilai
apakah dia tua muda atau setengah umur.
Kesan yang tertanam dalam hati Ting Peng terhadap Cia Siau hong, adalah Cia Siau hong .
Ia sudah banyak mendengar tentang Cia Siau hong sebelum bertemu dengan Cia Siau hong,
ia sudah menciptakan sendiri raut wajah Cia Siau hong didalam benaknya, ternyata apa yang
tertera di depan matanya sekarang hampir serupa dengan bayangan yang diperolehnya dulu.
Dengan pandangan yang pertama, dia mengira Cia Siau hong adalah seorang kakek.
Sebab suaranya kedengaran begitu tua, mengenakan jubah berwarna abu-abu dan duduk di
atas kasur duduk persis seperti seorang pertapa tua...
Sorot mata yang pertama dilihat Ting Peng juga sorot mata yang begitu lelah, bosan terhadap
kehidupan, sorot mata yang hanya dijumpai dalam tubuh seorang kakek lanjut usia.
Tapi setelah diperhatikan secara seksama, dia baru mengetahui kalau Cia Siau hong belum
tua, rambutnya cuma berapa lembar yang memutih, lainnya tak berbeda dengan rambut sendiri.
Di atas wajahnya tidak nampak kerutan, kulitnya halus dan berkilat.
Raut wajahnya terhitung amat tampan, dia memang cukup pantas disebut lelaki tampan, tak
heran kalau semasa mudanya dulu bisa begitu romantis.
Dengan wajahnya sekarang, asal dia mau mungkin masih banyak perempuan yang bakal
tergila-gila kepadanya. .
Cia Siau-hong hanya memperhatikan Ting Peng sekejap, kemudian dengan amat tenang dan
halus dia berkata:
"Silahkan duduk, maaf tempat ini hanya sebuah gubuk reyot! "
Walaupun dalam sebuah gubuk reyot dengan tempat duduk tumpukan jerami, tapi
mempersilahkan tamunya duduk di hadapan tuan rumah, hal ini menunjukkan kalau Cia Siau hong

telah menganggap Ting Peng sebagai setingkat dan sederajat. Hal mana sudah merupakan suatu
kehormatan yang sangat besar.
Orang yang berhak duduk dalam tingkatan seperti ini, rasanya cuma berapa gelintir manusia
saja.
Seandainya berganti dulu, Ting Peng pasti akan merasa rikuh atau tidak tenang, tapi sekarang
dia mempunyai ambisi yang besar dan dia menganggap kecuali dia, sudah tiada orang yang
pantas duduk setingkat dengan leluasa sekali.
Cia Siau hong, itulah sebabnya dia duduk dengan leluasa sekali.
Cia Siau hong memandang lagi ke arahnya dengan sorot mata kagum, katanya.
"Bagus sekali, anak muda memang seharusnya demikian, harus menganggap tinggi diri
sendiri, membawa jalan pemikirannya menuju ke dalam pikiran yang tinggi pula, dengan begitu
barulah berharga kehidupan di dunia ini""
Ucapan tersebut mirip suatu pujian, tapi nadanya seperti seorang locianpwe yang memberi
nasehat kepada angkatan muda, ternyata Ting Peng menerimanya.
Didalam kenyataan Ting Peng memang seharusnya menerimanya sebab Cia Siau hong
memang angkatan tuanya.
Sekalipun sebentar lagi dia bisa mengalahkan Cia Siau hong toh kenyataan tersebut tak
mungkin bisa dirubah. .
Cia Siau hong memandangnya lagi dengan sorot mata kagum:
"Aku tahu kau bukan seorang yang suka banyak berbicara"
"Yaa, aku bukan"
"Dulu, akupun bukan!" Cia Siau-hong tertawa.
"Tiba-tiba nada suaranya berubah menjadi sedih dan agak murung, lanjutnya:
"Tapi sekarang aku telah berubah banyak bicara, mungkin aku sudah mulai tua!"
Orang yang umurnya semakin bertambah, kata-kata yang diucapkan pun akan semakin
bertambah banyak, berubah menjadi cerewet, tapi Cia Siau hong tampaknya tidak mirip.
Ting Peng tidak bermaksud untuk menimbrung, maka Cia Siau hong melanjutkan kembali
kata-katanya:
"Cuma, akupun berubah menjadi banyak mulut hanya selama berada di sini, bila tiada orang,
seringkali aku bergumam membicarakan banyak hal untuk diriku sendiri, tahukah kau apa
sebabnya?"
"Aku tak suka menebak!"
Ucapan ini tidak sopan, tapi Cia Siau-hong pun tidak marah, malahan katanya sambil tertawa
terkekeh:

"Benar, anak muda memang harus berbicara langsung dan terus terang, hanya orang yang
berusia lanjut saja yang suka berbicara berputar-putar, hanya untuk mengucapkan sepatah kata
yang sederhana saja, dia harus mengucapkan segudang perkataan lebih dulu""
Mungkinkah hal ini dikarenakan orang yang sudah berusia lanjut sudah merasa kalau
kehidupannya tak akan lama lagi, maka mumpung ada kesempatan berbicara sebanyakbanyaknya,
mungkin di kemudian hari tak dapat berbicara lagi?
Tapi dalam usia seperti Ting Peng, tak mungkin dia akan mempunyai perasaan seperti ini.
Hanya saja pertanyaan yang diutarakan Cia Siau hong masih saja urusan tetek bengek.
Mengapa seorang jago pedang nomor wahid dikolong langit bisa berubah menjadi cerewet
amat?
Mengapa dia hanya berbuat begitu selama berada di sini?"
Walaupun Ting Peng tak ingin menebaknya tapi tak tahan juga untuk mencari jawaban
tersebut dengan mempergunakan semua kemampuan yang dimilikinya.
Maka sepasang matanya mulai celingukan mencari ke sana kemari, tempat ini memang suatu
tempat yang sangat tidak menyenangkan.
Perak poranda, sepi kotor, suram dan di mana-mana hanya ada hawa kematian, tiada setitik
hawa kehidupanpun.
Jagoan bersemangat dari manapun, asal sudah mengendon kelewat lama di situ, dia pasti
akan berubah menjadi murung.
Tapi, hal ini sudah pasti bukan menjadi alasan bagi Cia Siau hong hingga berubah demikian .
Seseorang yang mempunyai kepandaian yang amat dalam terhadap ilmu pedang, dia sudah
memiliki kemampuan yang melebihi siapapun dan tak akan terpengaruh oleh pengaruh macam
apapun.
Maka Ting Peng tidak berhasil menemukan jawabannya.
Untung saja Cia Siau hong tidak menyuruhnya menduga-duga terlalu lama, dengan cepat dia
mengutarakan sendiri jawabannya.
"Karena di tanganku sudah tak berpedang!"
Pada hakekatnya jawaban tersebut tidak mirip sebagai suatu jawaban.
Tangannya tanpa pedang, apa pula hubungannya dengan perasaan didalam hati?
Orang yang bernyali kecil mungkin saja menggunakan senjata untuk memperbesar
keberaniannya, tetapi apakah Cia Siau hongpun seseorang yang menjadi berani karena
mengandalkan pedangnya?
Namun Ting Peng seolah-olah menerima jawaban tersebut.
Paling tidak dia memahami maksud dibalik ucapan tersebut.

Cia Siau hong adalah seorang jago pedang yang kesempurnaannya sudah mencapai pada
puncaknya, kehidupannya sudah habis oleh pedang, pedang sudah merupakan jiwanya,
sukmanya.
Ditangan tanpa pedang sama artinya dengan ia sudah tak berjiwa, tak bernyawa lagi.
Kalau Cia Siau hong telah menghilangkan pedang yang sudah merupakan jiwanya itu maka
yang tersisa hanyalah seorang kakek yang biasa dan lemah.
Dari mimik wajah Ting Peng, Cia Siau hong sudah tahu kalau pemuda tersebut telah
memahami perkataannya, maka dia menjadi gembira sekali.
"Kita dapat melanjutkan perbincangan itu, kalau tidak, kau tak akan merasa tertarik oleh
perbincanganku selanjutnya!
Ting Peng merasa agak terharu, perkataan dari Cia Siau hong tak lain menunjukkan kalau dia
adalah orang yang mencocoki perasaannya.
Orang yang bisa di anggap sebagai teman karib merupakan suatu kejadian yang pantas
digirangkan, tapi orang yang bisa di anggap Cia Siau hong sebagai teman karib apakah cuma
melambangkan kegembiraan belaka?
"Dalam kenyataan aku sudah dua puluh tahun lamanya tak pernah membawa pedang lagi,
pedang mestika yang dimiliki perkampungan Sin kiam san cengpun sudah ku buang ke dasar
sungai.
Ting Peng mengetahui akan hal ini.
Peristiwa tersebut terjadi setelah pertempuran antara Cia Siau hong melawan Yan Cap sa.
Setelah memutar otak dengan susah payah akhirnya Yan Cap sa berhasrat menciptakan jurus
yang kelima belas, suatu jurus serangan yang tak ada taranya di dunia ini.
Dengan jurus serangan itu, dia berhasil mengalahkan Cia Siau hong yang tiada tandingannya,
tapi yang mati akhirnya justru Yan Cap sa sendiri, dialah yang telah menghabisi nyawa sendiri
dengan tujuan untuk melenyapkan jurus serangan yang teramat keji tersebut.
Suara dari Cia Siau hong amat tenang, kembali dia berkata:
"Walaupun pedang mestika telah tenggelam, namun nama Sin kiam san ceng masih tetap
utuh, hal itu dikarenakan aku masih hidup, mengertikah kau ....?"
Ting Peng manggut-manggut.
Bila ilmu pedang seseorang telah berhasil mencapai suatu taraf yang luar biasa, tanpa pedang
di tanganpun dia masih bisa menggunakan benda yang lain sebagai penggantinya, seperti
sebatang ranting, sebuah kayu atau bahkan sebuah jarumpun.
Pedang itu sudah bukan berada di tangannya, melainkan didalam hati pedang tersebut sudah
tak terlihat lagi dengan mata.
Perkataan Cia Siau hong sudah teramat sulit untuk dipahami tapi Ting Peng justru telah
mencapai tingkatan tersebut, oleh karena itu dia mengerti.
Namun kata Cia Siau hong berikutnya justru semakin sulit untuk dipahami lagi.

"Dalam tanganku sudah tidak berpedang lagi "
Sekalipun mengulangi kata yang terdahulu namun maknanya sekarang sudah jauh lebih dalam
lagi.
Kenapa?" Ting Peng segera bertanya.
Pertanyaan inipun merupakan suatu pertanyaan yang bodoh, pertanyaan yang tak akan
dipahami oleh siapapun.
Tapi Ting Peng telah mengutarakannya keluar, diutarakan dalam keadaan dan situasi seperti
ini, dan hanya ditanya oleh Ting Peng saja karena dia harus memahami dahulu apa yang
dikatakan Cia Siau hong tadi.
Sebenarnya Ting Peng enggan mengajukan pertanyaan itu, dia tahu hal mana pasti
menyangkut rahasia orang lain.
Diluar dugaan Cia Siau hong telah memberikan jawabannya.
Dia menuding kedua buah kuburan di depan gubuk.
Kuburan itu berada di halaman, begitu masuk ke dalam pintu sudah dapat dilihat.
Andaikata terdapat sesuatu yang istimewa, seharusnya Ting Peng telah menemukannya
sedari tadi, buat apa Cia Siau hong memberi petunjuk lagi kepadanya?
Tapi setelah ditunjuk Cia Siau hong, Ting Peng baru tahu kalau jawaban tersebut harus dicari
dari tempat itu.
Kuburan itu adalah kuburan yang amat sederhana, tempat untuk mengubur orang mati.
Seandainya tempat itu terdapat sesuatu keistimewaan, maka keistimewaannya adalah bisa
dipakai untuk mengubur orang mati.
kuburan di halaman tersebut adalah kuburan tanpa batu nisan, hanya terdapat dua buah
papan nama kecil tergantung didalam gubuk.
Yang berada di sebelah kiri bertuliskan:
"Tempat bersemayan sahabat karibku Yan Cap sa!"
Sedangkan yang berada di sebelah kanan bertuliskan:
Tempat bersemayan istriku Buyung Ciu ti!
Ternyata dua orang itulah yang dikubur di sana.
Yan Cap sa adalah orang yang telah mengalahkannya.
Buyung Ciu ti adalah istrinya, juga merupakan musuh besarnya selama hidup, selama ini entah
berapa banyak cara dan tipu muslihat yang telah dipergunakan olehnya untuk membinasakan Cia
Siau hong. Walaupun kedua orang itu sudah tiada namun Cia Siau hong tak pernah melupakan
mereka.

Maka Cia Siau hong berkata, kalau ditempat ini dalam tangannya tiada pedang.
Sekalipun Cia Siau hong tiada tandingannya dikolong langit, tapi ia pernah dikalahkan oleh
kedua orang ini.
Yan Cap sa pernah mengalahkannya sekali, hal mana membuatnya tak pernah bisa merobah
kembali keadaan tersebut.
Buyung Ciu ti entah sudah berapa kali mengalahkan dia.
Oleh karena Cia Siau hong telah menamakan tempat ini sebagai Rumah penyimpan pedang.
Bagaimanapun tajamnya pedang yang dimiliki, tapi setelah berada di sana akan berubah
menjadi tak tajam lagi.
Bagaimanapun cemerlangnya nama besar Cia Siau hong selama ini, namun berada di
hadapan kedua orang itu dia selamanya merupakan seorang yang kalah.
Tanpa terasa timbul perasaan kagum dalam hati Ting Peng terhadap orang tua itu.
Kedua orang itu sudah mati, tapi Cia Siau hong justru membangun tempat seperti ini untuk
merangsang diri.
Apakah yang menjadi tujuan?
Yan Cap sa dan Buyung Ciu ti bukannya seseorang yang pantas untuk dihormati.
Cia Siau-hong mengubur mereka di sini bukanlah dikarenakan dia ingin selalu memperingati
mereka.
Lantas apakah tujuannya?
Kali ini Ting peng tidak bertanya mengapa, dia tak perlu bertanya, agaknya dia sudah
mengetahui jawabannya.
Setelah termenung lama, lama sekali, pelan-pelan Ting Peng bangkit berdiri.
"Kedatanganku kali ini adalah mencari cianpwe untuk berduel!"
Nada ucapannya sangat menaruh hormat.
Cia Siau-hong manggut-manggut:
"Aku tahu, sudah lama sekali tiada orang yang datang mencariku untuk berduel"
"Aku bukan bertujuan untuk mencari nama, aku benar-benar ingin mencari cianpwe untuk
beradu kepandaian!"
"Aku mengerti, belakangan ini kau sudah menjadi seorang yang sangat ternama!"
"Dengan kepandaian yang kumiliki dalam ilmu golok, aku rasa mana dapat menandingi
kepandaian pedang dari cianpwe!"
"Kau kelewat sungkan, kau sepantasnya mengatakan kalau kau dapat mengalahkan diriku!"

"Tapi sekarang aku tak sanggup untuk mencabut golokku terhadap cianpwe lagi"
"Karena saat ini aku tak berpedang?"
"Bukan, saat ini siapa pun dapat turun tangan membunuh cianpwe!"
"Benar itulah sebabnya aku harus mempersiapkan penjagaan yang ketat di luar pintu dan
melarang siapapun masuk kemari, sebab selama berada di sini aku hanyalah seorang kakek
lemah yang tak berkemampuan apa- apa."
Tapi aku tahu, setelah keluar dari sini sudah pasti aku bukan tandingan dari cianpwe!
"Aaaah, itupun belum tentu, menang kalah sukar untuk dibicarakan terlalu awal."
"Aku sudah kalah" kata Ting Peng kemudian sambil menjura, ""maaf bila kuganggu
ketenangan cianpwe, dan terima kasih atas petunjuk dari cianpwe......"
Ternyata Cia Siau hong tidak bermaksud untuk menahannya di sana, hanya tanyanya:
"Berapa usiamu tahun ini?"
"Dua puluh delapan tahun!"
Cia Siau hong segera tertawa.
"Kau masih sangat muda, tahun ini aku telah berusia lima puluh tahun, rumah penyimpan
pedang ini baru kudirikan, kau sudah terlambat delapan belas tahun dibandingkan dengan aku.
"Apakah cianpwe sudah sepuluh tahun berada di sini""
"Tidak! Waktuku berada di sini tidak terlalu lama, aku masih sering berjalan-jalan di luar,
kebiasaanku seperti itu tak pernah bisa dirubah lagi, kau lebih bahagia daripada diriku!" "
"Aku lebih bahagia daripada cianpwe?"
"Benar, aku selalu berada dalam keberhasilan dan kesuksesan, oleh karena itu sudah terlalu
lambat bagiku untuk merasakan kekalahan sebaliknya kau sejak mulai sudah merasakan pelbagai
penderitaan dan kekalahan, itulah sebabnya kemajuan yang akan kau capai di kemudian hari
sukar untuk dikatakan!"
Ting Peng termenung sambil berpikir sebentar, kemudian katanya kembali.
"Di kemudian hari, aku berharap masih mempunyai kesempatan untuk melangsungkan duelku
dengan locianpwe!"
"Tentu, tentu, setiap saat aku akan menyambut kedatanganmu dengan senang hati, tapi di
kemudian hari pun paling baik kalau kita masih berjumpa lagi ditempat ini"
"Mengapa?"
"Kau sudah pernah masuk kemari" maka rumah penyimpan pedang ini sudah tak bisa di
anggap sebagai tempat terlarang lagi""

"Aku merasa menyesal sekali atas terjadinya peristiwa semacam ini . "
"Tak perlu menyesal, sewaktu kau datang, tempat ini masih merupakan rumah penyimpan
pedang, karena tempat ini hanya diketahui oleh kau dan aku, mengerti?"
Ting Peng segera tertawa.
""Aku mengerti, Aku pasti akan mengingat selalu perkataanmu itu dan tak akan
memberitahukan kepada siapa saja!" "
"Terutama terhadap putriku!"
Ting Peng tertegun, tiba-tiba tanyanya:
"Sebenarnya dia putri cianpwe atau bukan?"
"Benar !" .
Ting Peng tidak berbicara lagi, dengan langkah lebar dia keluar dari situ.
ooo0ooo
TEMPAT PEMONDOKAN
TATKALA Ting Peng hendak meninggalkan Rumah penyimpan pedang, tak tahan dia
berpaling dan memperhatikan kembali kedua buah kuburan serta rumah gubuk itu sekejap, hatinya
penuh dengan perasaan kagum.
Yang paling mengagumkan adalah kemampuan Cia Siau hong berpedang.
Sewaktu berada di depan pintu, bila telah mendengar tentang pemimpin enam partai besar
membicarakan soal golok.
"Enam partai besar merupakan partai paling berkuasa dalam dunia persilatan dewasa ini,
pemimpin mereka tak lebih adalah manusia-manusia yang berkepandaian silat paling tinggi dalam
dunia persilatan.
Orang yang berilmu silat paling tinggi dalam dunia persilatan bukan berarti paling tinggi ilmu
silatnya dikolong langit, dalam hal ini tentu saja merekapun mengakuinya maka dari itu mereka
datang ke perkampungan Sin kiam san ceng dan satu persatu bertekuk lutut, bahkan terhadap
sindiran dan cemoohan Cia Siau giok, terhadap merekapun hanya disambut dan diterima tanpa
membantah.
Mereka beranggapan golok Ting Peng sudah mencapai tingkatan manusia mengendalikan
golok, itu berarti sudah tiada tandingannya di dunia ini.
Pendapat semacam itu sesungguhnya tak dapat dikatakan sebagai suatu pandangan yang
keliru.
Cuma saja mereka belum tahu kalau masih ada tingkatan yang lebih tinggi lagi.
Yakni tingkatan yang sedang dicapai oleh Cia Siau hong pada saat ini.
Cia Siau hong adalah seorang jago pedang, sudah barang tentu tingkatan yang di capai pun
tingkatan di ujung pedang.

Pedang merupakan senjata, golokpun merupakan senjata.
Bila ilmu silat telah mencapai tingkatan yang paling tinggi, antara golok dan pedang sudah
tiada perbedaannya lagi, hanya berbeda dalam pelaksananya belaka.
Tingkatan yang dicapai Ting Peng hanyalah Golok adalah manusia, manusia tetap manusia.
Golok diperbudak manusia, manusia merupakan jiwa dari golok.
itulah ciri khas seorang jagoan yang amat lihay.
Tapi bagaimana dengan Cia Siau hong?
Sejak kapankah dia telah mencapai tingkatan semacam itu? Tiada orang yang tahu, tapi sejak
sepuluh tahun berselang ia telah berhasil melampaui tingkatan tersebut dan hal mana sudah
merupakan suatu kepastian.
Karena dia telah membangunkan Rumah penyimpanan pedang.
Didalam Rumah penyimpanan pedang ini, dia sedang mengejar tingkatan yang lain, tingkatan
paling tinggi yang disebut Huan Phu kui tin, suatu tingkatan yang paling hebat namun justru akan
membawa dirinya menuju ke taraf kesederhanaan dan kebiasaan.
Tingkatan tersebut merupakan tingkatan "pedang adalah pedang, aku adalah aku. pedang
bukan pedang, aku bukan aku". Suatu tingkatan yang betul-betul maha luar biasa.
Sekarang Ting Peng masih belum bisa meninggalkan goloknya, sebilah golok lengkung
berbentuk bulan sabit.
Di atas golok itu terukir kata-kata:
"Siau lo it ya teng cun hi"
Golok iblis yang membuat setanpun menjadi pusing.
Tanpa golok ini, mungkin Ting Ping sudah bukan Ting Peng yang dulu, tapi jelas tak mungkin.
akan menjadi Ting Peng sekarang.
Antara manusia dan golok masih belum dapat dipisah-pisahkan.
Di tangan Cia Siau hong pun sebenarnya terdapat sebilah pedang mestika.
Tapi semenjak sepuluh tahun berselang, dia sudah menyimpan pedangnya dirumah, dia telah
melepaskan pedang mestikanya itu.
Sekarang dia belum berhasil mencapai tingkat yang paling tinggi itu, maka dia harus berada
didalam Rumah penyimpanan pedang untuk mencapai ke tingkatan seperti itu.
Dalam rumah penyimpan pedang tiada sesuatu yang istimewa, hanya dua buah kuburan, tapi
yang penting adalah makna kedua buah kuburan tersebut baginya.
Ditempat lain diapun menyiapkan dua kuburan yang sama tapi apakah dapat memberikan
makna yang sama pula?

Ting Peng tidak bertanya, dia percaya sekalipun ditanyakan, Cia Siau hong juga tak akan
menjawabnya.
Karena sekarang telah berada dalam tingkatan yang berbeda, semacam tingkatan yang sama
sekali asing, masa mereka harus masuk ke dalam alam manusia sebelum mengerti apa yang
sebenarnya mereka tuju.
Lagi pula, sekalipun ada seseorang yang masuk kedalamnya diapun tak dapat menceritakan
apa yang dirasakan kepada orang lain, karena orang lain tidak mempunyai pengalaman dan
perasaan seperti itu.
Seperti misalnya ada seseorang telah memasuki sebuah kebun yang sangat indah, setelah
keluar dari situ dia lantas menceritakan kepada rekan-rekannya bahwa bunga itu berwarna emas,
buah berwarna tujuh warna.
Tapi rekannya itu adalah seorang yang buta sejak lahir, bagaimanapun juga mustahil dia bisa
membayangkan apa yang diceritakan kepada dirinya itu.
Bagi seseorang yang buta dia tidak mempunyai perasaan terhadap warna, mungkin dia dapat
menggunakan bau bauan untuk membedakan aroma bunga dan buah, tapi dia tak dapat
menikmati keindahannya lewat keindahan warnanya.
Cuma Ting Peng masih teringat lagi dengan perkataan dari Cia Siau hong.
"Lain kali jika kau datang kemari lagi, di sini sudah tiada rumah penyimpan pedang lagi"
"Hal mana berarti Cia Siau hong sudah dapat keluar dari situ dan benar-benar melangkah
masuk ke dalam suatu dunia baru.
Dia sudah dapat memindahkan kedua buah kuburan tersebut ke dalam hatinya, sudah dapat
menjadikan tempat manapun sebagai rumah penyimpan pedang.
Ting Peng mengetahui akan keadaan seperti ini tapi tidak tahu kapan baru bisa memasuki
tingkatan seperti itu, tapi dia tahu bahwa dirinya masih kalah setingkat bila ditandingkan dengan
Cia Siau hong.
Oleh karena itulah baru tumbuh perasaan kagumnya terhadap Cia Siau hong.
Dengan kemampuan yang dimiliki Ting Peng sekarang, tentu saja hanya tingkatan yang
dicapai Cia Siau hong saja yang dapat menimbulkan perasaan hormatnya.
ooo0ooo
CIA SIAU GIOK dan Ah Ku tidak menunggu ditempat semula.
Ketika Ting Peng berjalan keluar, hanya empat budak pedang yang menunggu di depan pintu,
lagi pula pintu tersebut sudah terbuka lebar.
Dengan tercengang Ting Peng segera bertanya.
"Mengapa pintu ini terbuka?"

"Karena Ting kongcu telah menjumpai majikan didalam rumah dan sekarang telah berjalan
keluar lagi" jawab Ka-cu dengan amat gembira.
Perkataan tersebut sesungguhnya tak bisa dianggap sebagai suatu jawaban, tapi juga hanya
Ting Peng yang dapat memahaminya, maka diapun lantas manggut-manggut.
"Sudah tentu kami harus berterima-kasih pula kepada Ting Kongcu" seru Ka-cu lagi gembira.
"Berterima-kasih kepadaku? Apa sangkut pautnya dengan diriku?"
Ting Kongculah yang telah membantu majikan untuk keluar dari Rumah penyimpan pedang
ini!"
"Aku telah membantu majikan kalian? Apakah kau tidak salah?"
"Tak bakal salah, selama banyak tahun majikan selalu terkurung oleh sebuah pertanyaan,
pertanyaan tersebut adalah jurus pedang tersebut, jurus pedang kelima belas dari Yan Cap sa"
"Aku mengetahui akan jurus itu, tapi bukankah jurus itu sudah berlalu"
"Yaa, sekarang memang sudah berlalu" jawab Ka-cu tertawa, "di hadapan Ting Kongcu hal
tersebut memang bukan terhitung suatu persoalan penting"
"Aku sama sekali belum pernah menyaksikan jurus pedang itu" seru Ting Peng tercengang.
Kembali Ka-cu tertawa.
"Ting Kongcu telah menjumpainya, jurus serangan terakhir yang kami berempat pergunakan
untuk memaksa Ting Kongcu masuk adalah menggunakan jurus serangan tersebut."
"Jurus itu?" Ting Peng tidak percaya.
"Benar, jurus pedang itu!"
"Dan jurus itupula yang telah mengalahkan pedang nomor wahid di kolong langit Cia Siau
hong."
"Hmm, kemampuan kami tentu saja tak bisa dibandingkan dengan kemampuan dari Yan Cap
sa dimasa lalu, tapi jurus pedang yang kami pergunakan adalah jurus pedang tersebut" Ka-cu
tetap merendah.
"Tanpa kemampuan yang cukup, apakah jurus selama sepuluh tahun kami khusus hanya
melatih diri dengan jurus tersebut tanpa terganggu oleh tugas lain, oleh karena itu secara
dipaksakan masih dapat mempergunakannya, lagi pula bila jurus serangan itu dikembangkan
maka sebenarnya sudah merupakan jurus serangan yang tiada tandingannya, tapi kami tetap tak
mampu untuk membendung serangan golok sakti dari kongcu!"
Ting Peng segera membungkam.
Jurus pedang bila sudah mencapai pada saat yang paling dahsyat maka hal ini sudah tiada
sangkut pautnya lagi dengan soal kemampuan seseorang, jurus pedang tetap merupakan jurus
pedang, dapat digunakan sekali berarti sudah mengembangkan seluruh intisarinya, bila meleset
sedikit saja, maka hal ini tak bisa dianggap sebagai jurus.

Hanya jurus serangan lain yang lebih ganas lagi yang bisa mematahkan jurus serangan
semacam itu, kecuali itu tiada cara kedua lagi.
Teori tersebut sudah dapat dipahami oleh Ting Peng.
Ketika dia menggunakan jurus Thian gwa liu seng untuk menjagoi dunia persilatan, dia sudah
memahami teori tersebut.
Maka dia muncul ke dalam dunia persilatan dengan penuh perasaan percaya pada diri sendiri.
Tapi ia telah bertemu dengan Liu Yok siong yang munafik, bertemu dengan Ko siau yang
memuakkan.
Suami istri itu berkomplot untuk membohongi jurus serangannya itu.
Oleh karena itu sampai pada akhirnya Liu Yok siong baru dapat mematahkan jurus serangan
itu.
Maka, kemudian dia baru membalas dendam dengan sekuat tenaga, membunuh perempuan
yang bernama Ko siau, tapi tetap mengampuni nyawa Liu Yok siong..
Hal tersebut bukan dikarenakan Liu Yok siong mempunyai sesuatu keistimewaan, melainkan
Liu Yok siong memang tidak pantas mati.
Liu Yok siong dapat menemukan titik kelemahan dari jurus serangan Thian gwa liu siang, hal
ini membuktikan kalau jurus serangan tersebut bukanlah sebuah jurus serangan yang tiada
tandingannya.
Terdengar Ka-cu kembali tertawa:
"Selama ini majikan selalu terbenam dalam penyelidikannya soal pedang, walaupun dia telah
mencapai puncak kesempurnaan namun tak pernah terlepas dari belenggu jurus pedang tersebut
...."
Ting Peng memahami akan hal ini.
Sejak Cia Siau hong mengurung diri di dalam rumah penyimpan pedang, seperti juga kaum
pendeta yang menutup diri menghadap ke dinding, mereka berniat dan berusaha melepaskan diri
dari semua beban pikiran.
Begitu semua beban pikiran dapat dilepaskan, maka mereka akan berhasil mencapai suatu
tingkatan yang berhasil.
Sejak Cia Siau hong mengurung diri di sana, dia tak pernah berhasil meloloskan diri dari
tekanan jurus pedang itu, dia tak dapat mengendalikan diri terhadap jurus pedang itu.
Tapi Ting Peng telah mematahkan jurus serangan tersebut, dengan cara memakai senjata
tanpa mengucurkan darah, hal mana membuat Cia Siau hong segera menjadi paham kembali.
Itulah sebabnya ketika dia mengaku kalah kepada Cia Siau hong, namun Cia Siau hong tak
mau menerimanya.

Sebelum pertemuan ini, seandainya dia sampai berjumpa dengan Cia Siau hong, mungkin Cia
Siau hong tak bisa kalah di tangannya, namun iapun tak bisa menangkan dia.
Bila sampai terjadi bentrokan, besar kemungkinan kedua belah pihak akan sama-sama terluka,
atau sama-sama mengundurkan diri.
Sebab bila pertarungan dilangsungkan dia pasti akan kalah, karena kepandaiannya terbatas,
sedangkan Cia Siau hong sudah dapat melepaskan diri dari belakang.
ooo0ooo
SEKARANG Ting Peng merasa gembira sekali, sebenarnya ia agak sedih tadi, namun
sekarang setitik kesedihan pun sudah tak ada lagi.
"Bagaimanapun juga aku masih dapat menjadi jagoan yang tiada tandingannya dikolong
langit!"
Kemudian sambil tertawa katanya pula kepada ke empat orang budak pedang itu.
"Sejak kini dalam perkampungan Sin kiam san ceng sudah tidak terdapat rumah penyimpan
pedang lagi."
"Ya, sudah tak ada, lagi pula tak perlu", sambung Ka-cu sambil tertawa.
"Kalian berempatpun tak usah berjaga di sini lagi.
Ka cu mengangguk.
Betul, bukan saja Ting kongcu telah membantu majikan, lagi pula malah membantu kami pula
untuk melepaskan diri dari belenggu"
Setelah ini apakah kalian berempat masih akan tetap tinggal di tempat ini.
Kembali Ka-cu tertawa.
"Barusan nona Cia pun berharap kami bisa tinggal di sini, tapi kami telah menolaknya,
perkampungan Sin kiam san ceng tidak cocok untuk kami"
""Tempat manakah baru cocok untuk kalian?" "
"Banyak tempat cocok buat kami. Kalau dulu kami hidup demi pedang, dengan pedang
melanjutkan hidup karena pedang dilahirkan, sekarang kami dapat melepaskan pedang, banyak
persoalan dapat kami kerjakan lagi seperti misalnya aku suka menanam bunga, aku dapat menjadi
tukang kebun Ih Ca suka memelihara ikan, dia bisa membuka peternakan ikan dan memusatkan
pikirannya untuk memelihara ikan...."
""Kalianpun akan melepaskan pedang?"
`Benar! kamipun akan melepaskan pedang!"
""Tahukah kalian bila kalian tidak melepaskan pedang, dalam dunia persilatan kalian akan
segera menikmati suatu masa yang cemerlang dan gemilang"

"Kami tahu, majikan pernah bilang, bila kami keluar dari sini, jarang ada orang di dunia
persilatan yang mampu menandingi kami, kami akan segera menjadi jagoan nomor wahid di
dunia."
"Apakah kalian tidak ingin?"
"Walaupun kami ingin sekali, tapi masih ada satu persoalan yang pelik, setelah menjadi jagoan
nomor satu, maka kami tak akan mempunyai waktu untuk mengerjakan pekerjaan yang kami
senangi."
"Ting Kongcu tentu dapat melihat, usia kami sudah tidak kecil lagi, bahkan boleh dibilang
sudah mencapai setengah abad, kalau dalam separuh hidup kami yang lalu hidup untuk pedang,
maka separuh hidup kami berikutnya tak boleh untuk pedang lagi, kami harus hidup untuk kami
sendiri."
Ting Peng sudah menaruh perasaan kagum dan hormat terhadap ke empat orang itu, paling
tidak mereka sudah dapat mengatasi soal nama dan keuntungan pribadi, itu berarti kehidupan
mereka selanjutnya pasti akan merasa gembira sekali.
Oleh karena itu, dia pun bertanya:
""Apakah kalian sudah mempunyai rencana terhadap kehidupan kalian selanjutnya?" Dia
berpendapat Cia Siau hong pasti sudah mengaturkan segala sesuatunya untuk mereka.
Betul juga, sambil tertawa Ka-cu segera berkata:
"Yaa sudah. sewaktu majikan membangun rumah penyimpan pedang ini, ia telah memberi
kami setiap orang lima laksa seribu dua ratus tahil perak sebagai uang pesangon"
"Hmm, suatu jumlah yang dapat membuat orang kaya baru ..."
"Tapi itu juga bisa dipakai untuk biaya hidup setahun" kata Ka-cu sambil tertawa.
"Ini baru tahun pertama, sepuluh tahun berikutnya bukankah apa yang kalian peroleh akan
mencapai suatu jumlah yang tak terhitung banyaknya..
"Tidak, masih bisa terhitung, lagi pula dengan cepatnya dapat dihitung dengan jelas, karena
kami hanya mempunyai sekeping, sekeping yang berbobot seratus tahil""
"Hanya sepotong seberat seratus tahil?" agaknya Ting Peng tidak habis mengerti.
"Betul, majikan memang seorang yang amat sosial ... ..."
"Apakah otak kalian semua sudah mulai dihinggapi penyakit?"
"Tidak, kami semua sehat, bahkan otak kami pun jernih!"
"Kalau memang begitu otakku lah yang ada persoalannya" kata Ting-Peng sambil mengetuk
kepala sendiri.
Ka-cu segera tertawa.
"Benar Ting kongcu juga sehat, cuma kau tidak mengetahui perjanjian antara kami dengan
majikan saja"

"Ooooh..... bagaimanakah perjanjian kalian dengan majikan kalian itu.... ?"
Perjanjian majikan dengan kami adalah bila setahun kami tinggal di sini lantas hendak pergi
maka kami boleh membawa lima laksa seribu dua ratus tahil, bila berada di sini dua tahun, hanya
boleh membawa dua laksa lima ribu enam ratus tahil begitu seterusnya, tiap tahun mendapat
pengurangan sampai separuhnya, dan kini sudah mencapai sepuluh tahun, karena itu kami genap
hanya memperoleh seratus tahil saja!
"Waaaah . . . . hitungan dari negara manakah itu. . . ."
"Itulah perhitungan majikan untuk kami, kalau kami hanya tinggal setahun, itu berarti ilmu
pedang kami belum seberapa, pikiran pun belum mantap, sebab itu kami butuh uang banyak untuk
bisa menjamin suatu kehidupan yang tenteram. Kalau tidak sudah pasti kami akan menjadi
pencoleng atau perampok untuk berjalan seorang dan memenuhi napsu angkara murka sendiri"
"Yaa, memang masuk diakal juga perkataan ini "
"Selamanya teori majikan memang betul", kata Ka-cu dengan sikap sangat menghormat.
Ting Peng tertawa..
"Cuma andaikata aku datang beberapa tahun lebih lambat, bukankah kalian hanya akan
memperoleh satu tahil perak saja.
(Bersambung ke Jilid 15)
Jilid : 15
"BENAR, kalau kami bisa mengikuti majikan berapa tahun lagi, maka setahil perak pun tak
akan kami peroleh. tapi kami bisa melanjutkan hidup dengan penuh kebahagiaan"
"Kalau begitu kedatanganku bukankah kelewat awal?" ucap Ting Peng lagi, kali ini dia tidak
tertawa.
Ka-cu segera menyahut sambil tertawa.
"Dalam anggapan kami, meski kamipun berharap bisa mengikuti majikan selama beberapa
tahun lagi, tapi kalau dipikir lebih jauh, asal kami bisa membantu majikan agar cepat-cepat
terlepas dari rintangan tersebut pun rasanya pengorbanan kami juga cukup berharga"
"Haaaahhh. . . haaaahhh . . . haaahhhh . . benar, memang berharga, memang sangat
berharga"
Sekalipun balas jasa yang mereka peroleh makin lama semakin berkurang, namun keuntungan
yang berhasil mereka raih, justru tambah tahun tambah besar.
Melepaskan kedudukannya sebagai budak, malah mereka anggap sebagai suatu
pengorbanan."
Setiap orang mengira mereka adalah sepasang manusia tolol, hanya mereka sendiri yang
tahu, kalau mereka bukan, tentu saja Ting Peng juga memahami akan hal ini.
Itulah sebabnya mereka baru dapat tertawa dengan begitu riang gembira.
Setelah tertawa, Ting Peng baru berkata:

"Andaikata kalian merasa uang yang di peroleh tidak cukup...."
"Ooh, tidak! tidak! Kami merasa cukup sekali" buru-buru Ka-cu berseru. "toh apa keinginan
kami sederhana sekali, dan lagi gampang mencapai kepuasan, lagi pula selama sepuluh tahun ini
kami sudah terbiasa hidup bekerja, maka setelah keluar dari sini, bukan saja seratus tahil perak itu
tak akan habis terpakai, mungkin setelah tiga lima tahun lagi, kami masih bisa untung seratus tahil
perak lebih""
Tanpa terasa Ting Peng memperlihatkan sikap kagumnya, dia cukup mengerti nilai dari orangorang
persilatan diluaran.
Seorang jagoan pedang kelas lima, saat dia bersedia menjual nyawa, entah jadi pelayan atau
tukang pukul paling tidak dalam sebulan dia dapat meraih seratus tahil perak.
Sedang ke empat orang ini boleh dibilang sudah merupakan jagoan pedang kelas satu, tapi
mereka harus membutuhkan waktu selama tiga sampai lima tahun untuk menarik keuntungan
seratus tahil perak, tentu saja uang tersebut diperoleh dengan bekerja keras.
Dari sini bisa terlihat betapa tawarnya mereka terhadap kemewahan dunia ...
Tapi Ting Peng berkata lagi sambil menghela napas:
"Ka-cu, Kalian tidak ada sangkut pautnya dengan diriku, sebenarnya akupun tak usah
menguatirkan kalian, cuma aku pikir setelah ini Cia Siau hong tak akan mempunyai perhatian lagi
untuk mengurusi kalian"
"Benar majikan bilang dia hendak pergi jauh selama satu dua tahun, pergi menyambangi
beberapa orang sahabat karibnya"
"Oooh .... apakah pergi sangat jauh?"
"Ya, jauh, jauh sekali, konon akan memasuki padang pasir dan menelusuri tapal batas, hanya
ditempat-tempat semacam itulah barusan ditemukan tokoh-tokoh sakti dan hanya orang-orang
semacam itu pula baru pantas menjadi teman karibnya Cia Siau hong.
Terhadap Cia Siau hong, selain Ting Peng merasa kagum dan memuji, diapun menaruh rasa
hormat .
Dia menaruh hormat kepadanya karena dia dapat melepaskan diri dari keduniawian.
Ting Peng tak dapat melakukan hal itu, dia masih mempunyai hubungan dengan dunia luas,
seperti juga dengan ke empat orang yang berada di hadapannya. sekalipun tak ada hubungan
dengan dia, namun dia toh masih tetap menaruh perasaan kuatir terhadap mereka.
Oleh karena itu dengan tulus hati katanya:
"Ka cu, dunia luar tidaklah sesederhana apa yang kau bayangkan, kecuali kalau kalian benarbenar
adalah manusia sederhana."
Tentu saja ke empat orang ini bukan, orang-orang yang berasal dari perkampungan Sin kiam
san-ceng bukan manusia sembarangan, apalagi kalau mereka berasal dari didikan Cia Siau hong
sendiri.
Tidak menunggu ia menyelesaikan kata-katanya, Ka-cu telah berkata pula:

"Kami mengerti, kalau kami mempunyai persoalan yang tak terpecahkan, kami pasti akan
mencari Ting Kongcu untuk memohon bantuan!"
Memang inilah yang dinginkan Ting Peng, sekalipun tidak ia utarakan, Ka-cu telah mengatakan
sendiri.
Ting Peng segera tertawa, berbicara dengan seorang yang pintar memang selalu
menyenangkan disamping irit tenaga, karena itu akhirnya dia hanya mengatakan:
"Selamat tinggal!"
Selamat tinggal, kadangkala dapat diartikan pula sebagai jangan berjumpa lagi di kemudian
hari.
Sekarang dia memang mengartikan demikian, dalam hati kecilnya dia ikut berdoa semoga
mereka dapat menjadi manusia biasa dan mendapatkan tempat pemondokan yang aman dan
tentram.
ooo0ooo
AH KU menunggunya di depan pintu.
Orang ini selamanya setia, ia tak pandai berbicara tapi memiliki otak yang cerdas, ketika dia
tahu kalau majikannya tak bakal akan menjumpai mara bahaya didalam rumah penyimpan pedang
itu, diapun mengundurkan diri
Walaupun dia tak tahu apakah di luar pintu akan menjumpai mara bahaya atau tidak., tapi
paling tidak, tempat itu merupakan tempat yang bisa mendatangkan bahaya.
Oleh karena itu dia menunggu ke depan pintu.
Cu Siau giok sebaliknya menanti ditengah ruangan. Diapun seorang yang amat pandai.
Tatkala dia tahu kalau didalam Rumah penyimpan pedang tak mungkin akan memberikan
tempat dan kedudukan lagi baginya serta merta dia pun segera meninggalkan tempat itu.
Ia membutuhkan suatu kedudukan yang tinggi, paling tidak suatu kedudukan yang terhormat.
Oleh karena itu dia lebih suka berada di tempat yang bisa memperlihatkan kedudukan
tersebut. .
Maka diapun kembali ke dalam perkampungan Sin kiam san ceng, perkampungan dimana ia
bisa berkuasa dan dihormati orang.
Sebab hanya ditempat itulah merupakan tempat wilayah kesuksesannya...
Di tempat itulah dia menantikan kedatangan Ting Peng.
Tapi apa yang hendak dia lakukan terhadap diri Ting Peng, sang pemuda yang kosen dan
berilmu tinggi itu?
Apa pula yang sebenarnya tersembunyi dibalik senyuman serta suara tertawanya yang manis?

Sesungguhnya rencana apakah yang terkandung dan tersimpan didalam benaknya?" Sewaktu
Ting Peng menyaksikan suara tertawanya, dia pun tak bisa menebak maksud tujuan apakah yang
terkandung dibalik tertawa itu.
ooo0ooo
KAWANAN TIKUS
TING PENG berjalan di depan, Ak-Ku mengikuti di belakangnya.
Walaupun mereka rasakan suatu suasana yang sangat aneh menyelimuti perkampungan Sin
kiam san-ceng tersebut, seolah-olah di sekeliling tempat itu terdapat orang yang mengawasi
mereka dari kejauhan, namun Ting Peng acuh, AH-Ku pun acuh.
Ditinjau dari gerak-gerik mereka yang lamban, kedua orang itu tahu kalau mereka tak lebih
hanyalah kawanan kurcaci.
Terhadap kawanan pengintip yang bukan merupakan suatu ancaman serius, mereka merasa
enggan untuk mengeluarkan perhatian yang kelewat banyak.
Seperti juga terhadap kawanan tikus yang bersembunyi di belakang sudut rumah.
Hampir di setiap rumah terdapat tikus, mereka selalu bergerak ditempat kegelapan secara
diam-diam, sekalipun adakalanya celingukan sambil mengintip keluar, namun bila merasa kalau
dirinya sedang diperhatikan orang, dengan cepat mereka menyembunyikan diri lagi.
Tentu saja tikus merupakan makhluk yang menjengkelkan, mereka dapat merusak pakaian,
perabot dan mencuri makan.
Tapi tiada orang yang takut terhadap kawanan tikus, tak ada orang yang tak bisa tidur garagara
dalam rumah ada tikus.
Begitu pula dengan kawanan manusia yang mengintip-intip sekarang, dalam pandangan Ting
Peng dan Ah Ku, mereka tak lebih cuma tikus sekalipun tak sampai merupakan suatu ancaman
buat keselamatan mereka toh kehadiran mereka mendatangkan pula perasaan jengkel, muak dan
sebal.
Akhirnya Ting Peng tak tahan, segera ucapnya:
"Ah Ku, sudah terlalu lama orang-orang itu mengikuti kita, aku merasa tak senang!
Jika Ting-Peng sudah mengatakan tak senang, itu berarti dia harus membereskan perbuatan
yang memuakkan itu dan Ah Ku memang seorang pelayan yang setia"
Oleh karena itu sewaktu Ting Peng menyelesaikan kata-katanya, Ah-Ku sudah mulai
bertindak:
Ting Peng tidak memperhatikan lagi gerakan yang dilakukan Ah Ku . ..
Dia amat merasa lega terhadap kemampuan Ah Ku, dia tahu pekerjaan tersebut tentu akan
dilaksanakan secara baik-baik, maka Ting Peng juga tidak menghentikan langkahnya, melainkan
melanjutkan perjalanan ke depan.
Telinganya dengan cepat dapat mendengar sedikit suara.

Suara, kepalan yang menghajar di tubuh orang, serta suara tulang belulang yang terhajar
patah.
Suara-suara tersebut dengan cepat membuat Ting Peng merasa puas, dia tahu selanjutnya
paling tidak selama dia melangkah, keluar dari perkampungan Sin-kiam san-ceng tak akan ada
tikus yang akan membayang-bayangi lagi.
"Triing... tinggg....! Traaang... traaang..?"
Jelas suara itu adalah suara benda tajam yang saling membentur, Ting Peng segera merasa
keheranan.
Suara semacam itu tidak seharusnya terdengar, masa kawanan tikuspun berani memberikan
perlawanan?
Bila tikus kena didesak, memang ada kalanya akan membalas menggigit, tapi Ah Ku jelas
merupakan kucing tua yang sangat berpengalaman, tak mungkin dia akan memberi kesempatan
kepada sang tikus untuk balas menggigit.
"Triiing.. tring...traanng. .. traang...."
Suara senjata tajam yang saling membentur masih saja terdengar, hal ini membuktikan kalau
Ah Ku telah berjumpa dengan seekor tikus yang tidak gampang ditundukkan, lagi pula sudah pasti
seekor tikus besar.
Akhirnya Ting Peng tak tahan dan menghentikan langkahnya, kemudian berpaling.
Dia telah melihat Cia sianseng.
Cia sianseng, congkoan dari perkampungan Sin kiam san-ceng.
Ting Peng sama sekali tidak merasa asing terhadap Cia sianseng, lagi pula hampir boleh
dibilang merupakan sahabat lama, cuma saja persahabatan tersebut tidak begitu akrab.
Pertama kali dia bertemu dengan Cia sianseng di perkampungan Siang-siong-san- ceng milik
Liu Yok siong.
Hari itu, kecuali Cia sianseng, di sana pun hadir Sui-han-sam-yu yang mengangkat nama
bersama Liu Yok siong.
Liu Yok siong telah mencuri Thian-gwa liu-seng miliknya dan melangsungkan suatu
pertarungan yang menggelikan serta memalukan itu, Cia sianseng lah ketika itu yang bertindak
sebagai saksi.
Semenjak hari itulah, Ting Peng mulai tidak menyukai Cia sianseng.
Walaupun dalam keadaan seperti waktu itu dia tak bisa disalahkan, Liu Yok-siong telah
mengatur segala sesuatunya terlalu baik membuat Ting Peng tak mampu membantah.
Tapi Ting Peng selalu merasa bahwa Cia sianseng tidak adil dalam mengatur segala-galanya.
Sebagai congkoan dari Sin kiam san-ceng, dia adalah seseorang yang pantas dihormati, dia
seharusnya cukup memahami tentang watak Liu Yok siong.

Paling tidak ia tidak seharusnya muncul didalam perkampungan Siang-siong san-ceng dan
berkomplot dengan manusia seperti Liu Yok siong, oleh karena itu meski keputusan Cia sianseng
waktu itu cukup adil, tapi Ting Peng selalu menganggap Cia sianseng telah bersekongkol dengan
Liu Yok siong.
Oleh karena itu setiap kali ia bertemu dengan Cia sianseng, sikap Ting Peng tak pernah
sopan, bahkan belum lama berselang dia malah menghadiahkan suatu kesulitan bagi Cia
sianseng di depan perkampungan Sin kiam san-ceng, tapi ia belum pernah menyaksikan Cia
sianseng menggunakan pedang.
Ilmu pedang yang dimiliki Congkoan perkampungan Sin kiam san-ceng sudah pasti melebihi
siapapun, hal ini merupakan sesuatu kenyataan yang tak mungkin bisa dirubah, tapi dalam dunia
persilatan belum pernah ada orang yang melihat Cia sianseng mempergunakan pedang.
Tapi hari ini, akhirnya Ting Peng dapat melihatnya.
Ilmu pedang dari Cia sianseng ini selain ganas matang, juga amat keji.
Ting Peng belum pernah menyaksikan jurus pedang dari keluarga Cia, tapi dia tahu ilmu
pedang Cia sianseng berasal dari perkampungan Sin kiam san-ceng.
Ilmu pedang sakti dari keluarga Cia adalah suatu kepandaian yang tiada tandingannya di
kolong langit, bukan saja keji juga teramat ganas, kalau tidak kedudukan perkam-pungan Sin kiam
san-ceng dalam dunia persilatan tak akan mencapai tingkatan yang begitu tinggi dan terhormat.
Ting Peng cukup mengetahui sampai dimanakah taraf kepandaian silat yang dimiliki Ah-Ku,
walaupun dia tak pernah melakukan perjalanan dalam dunia persilatan, tapi dalam dunia persilatan
paling banter Cuma ada lima orang yang mampu menangkannya, salah seorang diantaranya
ternyata Cia sianseng.
Sepasang kepalan dari Ah-Ku merupakan sepasang senjata yang ampuh, tapi sepasang
gelang emas yang berada pada lengannya merupakan semacam alat pelindung badan yang amat
ampuh, bila pihak lawan mempergunakan senjata tajam, maka diapun akan menangkis dengan
mempergunakan gelang emas tersebut.
Tapi sekarang, Ah Ku telah mencabut keluar pisau belati yang berada dibelitan sepatu larsnya,
yang selama ini tak pernah dipergunakan.
Di atas lengannya telah muncul sebuah bekas darah yang memanjang, hal ini membuktikan
kalau gelang emas tersebut sudah tak mampu untuk melindungi keselamatan jiwanya lagi.
Sekalipun ada pisau belati ditangan, ternyata Ah Ku belum berhasil memperbaiki keadaannya
yang semakin terdesak, pedang Cia sianseng bagaikan seekor ular beracun menyelinap kesana
kemari dengan sangat gencarnya.
Orang yang bisa melukai Ah Ku jelas bukan seorang manusia sembarangan, tanpa terasa
tertarik juga hati Ting Peng, dia segera berjalan balik dan mengamati permainan pedang dari Cia
sianseng, dia berharap bisa lebih memahami tentang orang ini.
Tapi Cia sianseng benar-benar amat licik, ketika dia mengetahui kalau ada Ting Peng sedang
mengawasinya, mendadak serangan-nya melamban, bahkan diantara jurus serangannya sengaja
diperlihatkan titik-titik kelemahan.

Ah Ku adalah seorang pendekar yang berpengalaman, walaupun terluka, pikiran-nya tak
sampai kalut, dia pun tidak dikarenakan pihak lawan mengendorkan serangannya lantas
mempergunakan peluang itu untuk memanfaatkan kelemahan tersebut.
Dia malah tetap bertarung dengan taktik pertarungan semula, pisau belatinya bergerak kesana
kemari dengan gencar tapi jarang melancarkan serangan balasan, bila serangan balasan
dilepaskan niscaya merupakan suatu serangan yang dahsyat.
Terhadap titik-titik kelemahan yang diperlihatkan oleh Cia sianseng itu dia tak pernah
menggubrisnya, walaupun dia tahu seandainya pisau ditusukkan ke depan, niscaya serangan
tersebut akan menciptakan suatu luka yang mematikan di tubuh lawan.
Agaknya itulah yang diharapkan oleh Cia sianseng, penyelesaian pertarungan yang
diharapkan olehnya, tapi bukan merupakan harapan Ah Ku juga bukan harapan dari Ting Peng.
Setiap kali melancarkan serangannya, Ah Ku selalu mengarah bagian-bagian tubuh yang
mematikan di tubuh lawan, pisau belati yang amat pendek itu paling banter cuma seperempat dari
pedang lawan.
Orang bilang satu inci lebih panjang, satu bagian lebih tangguh, satu bagian lebih pendek, satu
bagian lebih berbahaya.
Teori ini seringkali diucapkan oleh jago-jago yang sudah berpengalaman tentang senjata yang
dipergunakan orang.
Tapi pisau belati ditangan Ah Ku justru merupakan kebalikan daripada teori senjata pendek,
bahaya tentu bencana, bencana harus ditolong.
Setiap serangan yang dilancarkan olehnya sudah pasti memaksa lawan untuk menolong diri,
lagi pula harus dihadapi pula oleh suatu kepandaian yang tinggi.
Itulah sebabnya paras muka Cia sianseng makin lama semakin serius, rencananya sama
sekali tidak berhasil.
Kecuali kalau dia berani menyerempet bahaya dengan membiarkan tusukan pisau Ah Ku itu
bersarang di tubuhnya.
Tapi ia tak berani, bahkan tak seorang manusiapun berani mencoba, karena serangan yang
dilancarkan Ah Ku kelewat cepat dan dahsyat, sedikit terlambat saja untuk berkelit, besar
kemungkinan dadanya akan tertusuk hingga tembus.
Oleh karena itu bukan saja Cia sianseng tidak berhasil merahasiakan jurus pilihannya, malah
justru karena keraguannya itu membuat dia harus menggunakan kekuatan yang berlipat ganda
untuk membebaskan diri dari ancaman bahaya.
Tentu saja sistim pertarungan semacam ini amat payah, tak selang berapa saat kemudian Cia
sianseng telah mengucurkan keringat dengan amat derasnya, sedang tindak tanduknya pun mulai
gelisah.
Sebenarnya tidak sulit baginya bila ingin mengembalikan keadaan tersebut, namun dia tak
berani berbuat demikian, karena dia tahu bila keadaan sudah berbalik, itu berarti dia harus
berhadapan dengan serangan golok Ting Peng yang mengerikan.
Ting Peng memperhatikannya sebentar, kemudian baru katanya:

"Ah Ku! Tahan....."
Cia sianseng menghembuskan napas panjang, sambil menyeka peluh yang membasahi
tubuhnya, diam-diam dia merasa lega, karena dia kira persoalan pelik telah lewat.
Sayangnya ia gembira kelewat awal.
"Aku akan memberi kesempatan kepadamu untuk beristirahat barang setengah jam, kemudian
aku baru akan memohon petunjukmu, aku rasa kau tentunya masih mampu bukan!"
Cia sianseng memperhatikan sekejap wajahnya yang tak berperasaan itu, dia merasa
segulung hawa dingin muncul dan menyusup ke dalam tubuhnya, hal mana membuat peluh panas
segera berubah menjadi peluh dingin.
Dia mengerti dengan mengandalkan kepandaiannya, jelas tak mungkin bisa meloloskan diri
dari serangan golok yang maha dahsyat itu.
Terutama sekali setelah menyaksikan Ting Peng dapat keluar dari Rumah penyimpan pedang
tanpa cedera, terlepas bagaimanakah penyelesaiannya dengan Cia Siau hong, tapi kalau dilihat
dari sikap Ka-cu sekalian empat orang budak pedang yang begitu menghormat kepadanya, hal itu
sudah membuktikan sesuatu yang luar biasa.
Tenggorokannya naik turun tak menentu dan ingin sekali mengucapkan sepatah dua patah
kata, tapi tak tahu bagaimana harus berkata:
ooo0ooo
SAMBIL tertawa Ting Peng berkata:
"Selamat bersua! Selamat bersua! Ternyata nama besar Cia sianseng memang bukan nama
kosong belaka, kau memang tak malu menjadi congkoan dari perkampungan Sin-kiam san ceng.
Sebaliknya Cia sianseng membutuhkan tenaga yang paling besar untuk memperlihatkan
sekulum senyuman paksa di atas wajahnya, lalu ia berkata pula dengan terpaksa:
"Ting kongcu terlalu memuji, apakah kongcu telah berjumpa dengan majikan kami?"
"Yaa, sudah, belum lama kami baru berpisah!"
Cia sianseng berusaha keras untuk mengembangkan pembicaraan tersebut, kembali dia
berkata:
"Tampaknya kongcu dan majikan kami seperti merasa gembira sekali dalam pertarungan
tersebut?"
Ting Peng tertawa,
"Lumayan, hitung-hitung tidak sia-sia belaka perjalananku kali ini. . . "
Mendengar perkataan itu, Cia sianseng menjadi sangat terkejut:
"Apakah kongcu telah melangsungkan pertarungan pedang dengan majikan kami?"

"Ilmu pedang Cia cianpwe sudah mencapai tingkatan yang luar biasa, mana aku berani
bertarung melawannya!"
"Maksudku, apakah ilmu golok sakti dari kongcu telah bertarung dengan pedang milik majikan
kami ?" buru-buru Cia sianseng menerangkan.
"Boleh dibilang begitu"
"Tapi siapa yang menang dan siapa pula yang kalah?"
Persoalan ini merupakan persoalan yang diperhatikan orang dan persoalan yang ingin
diketahui setiap orang, sekalipun Cia sianseng merasa tegang toh tak tahan diajukan juga."
Ting Peng tertawa, sahutnya:
"Saudara sebagai congkoan dari Sin kiam san-ceng tidak sepantasnya mengajukan
pertanyaan ini, kau semestinya jauh lebih mengerti daripada orang lain"
"Tempat itu merupakan daerah terlarang, walaupun aku adalah congkoan dari Sin kiam
sanceng, namun tempat itupun terlarang bagiku!"
"Tapi paling tidak kau toh tahu kalau tempat itu dinamakan Rumah penyimpan pedang?"
Cia sianseng tak dapat menyangkal, walaupun dia boleh dibilang tidak tahu, tapi mimik wajah
dari Ting Peng membuatnya tak berani mengucapkan kata-kata bohong.
Maka terpaksa dia harus mengangguk.
"Yaa, aku telah mendengar hal itu dari budak-budak pedang tersebut. . . ."
"Tentunya kau juga tahu bukan kalau majikanmu tak pernah membawa pedang selama berada
dalam Rumah penyimpan pedang."
"Soal ini aku tidak tahu karena aku belum pernah masuk ke sana!"
Itupun suatu pengakuan jujur, maka Ting Peng berkata lagi.
"Kalau begitu lain kali kau boleh masuk kesana, aku telah beradu kepandaian dengan majikan
kalian, Cuma di tangannya tak berpedang, golokku pun tak pernah lolos dari sarung, maka
menang kalahnya sukar dikatakan, kalau dikatakan aku menang, diapun tak akan memprotes,
kalau dibilang dia menang, akupun tak akan mengakui!"
Tergerak hati Cia sianseng setelah mendengar perkataan itu.
"Kalau begitu, kepandaian yang kongcu miliki masih satu tingkat lebih tinggi. . . "
"Walaupun dia tak akan memprotes, tapi akupun tak ingin berkata demikian, karena dia masih
hidup dan akupun masih hidup."
Pertarungan antara jago lihay memang tak perlu ditentukan oleh mati hidup, menang kalah
hanya terlintas dalam satu titik, kecuali kedua belah pihak, bahkan penontonpun sukar untuk
melihat dengan jelas!"
Ting Peng tersenyum, katanya pula:

"Tapi aku si jago lihay justru berbeda, kemenanganku hanya bisa ditentukan apabila pihak
lawan telah roboh, karena golokku adalah golok pembunuh, sebelum pihak lawan terbunuh masih
belum bisa terhitung sebagai kemenangan."
Terpaksa Cia sianseng hanya mengiakan belaka.
Terdengar Ting Peng berkata lebih jauh:
"Di tangannya tiada pedang, golokkupun belum diloloskan, kami hanya berbincang-bincang
sebentar, dalam pembicaraan tersebut kedua belah pihak telah mendapatkan pengertian,
kesimpulannya yakni dia tak akan membunuhku, aku pun tak dapat membunuhnya maka diantara
kami berdua masih belum diketahui siapa menang siapa kalah!"
Cia sianseng merasa sedikit agak kecewa tapi di luar dia menjawab kejadian ini merupakan
suatu kejadian yang sangat baik, kongcu dan majikan kami sama-sama adalah dua jago lihay,
siapapun tidak berharap menyaksikan salah seorang diantara kalian roboh!"
Tapi aku merasa tidak puas, aku berharap bila lain kali berjumpa lagi dengannya, di tangannya
sedang membawa pedang, sehingga kami dapat benar-benar melangsungkan suatu pertarungan
untuk mengetahui siapa yang unggul."
"Pasti ada kesempatan" buru-buru Cia sianseng berkata, "seringkali majikan kami membawa
pedang!"
"Kalau Cuma membawa pedang saja sama sekali tak ada gunanya, karena sebelum pedang
itu diloloskan dari sarungnya, mustahil hal mana bisa memancing hawa pembunuhan dalam
hatiku, kami tetap tak bisa melangsungkan pertarungan tersebut!"
Tanpa terasa Cia sianseng menyarungkan kembali pedangnya, cuma dia kelewat tegang
sehingga mata pedangnya tak dapat tetap masuk ke dalam sarungnya:
Melihat itu, Ting Peng segera berkata sambil tertawa:
"Buat apa kau menyarungkan kembali pedangmu? Sebentar toh mesti dicabut kembali,
apakah hal ini tidak terlalu merepotkan?"
Cia sianseng tertawa:
"Aaah, Ting kongcu suka bergurau, masa aku berani mencabut pedang di hadapan kongcu?" "
"Tapi kau toh berani mencabut pedang di belakang punggungku!"
"`Hal mana kulakukan karena untuk melindungi diri, karena kalau tidak pembantumu akan
membunuhku!"
"Hmmm, pembantu ku ini selalu tahu diri, tanpa sebab dia tak akan membunuh orang,
andaikata dia hendak membunuhnya maka hal ini pasti didasarkan pada suatu alasan yang kuat"
"Alasan apapun tak ada, tiba-tiba dia menyerobot kehadapan kami, lalu memukul orang, sudah
empat orang kami terbunuh, bila kongcu tidak percaya silahkan saja pergi ke ujung dinding sana,
mayat mereka masih tergelepar di situ!"

"Tak usah dilihat lagi"" kata Ting Peng sambil tertawa "aku selalu mengetahui dengan jelas
hasil pukulannya, barang siapa terkena pukulannya memang sukar untuk hidup terus!"
"Orang-orang itu toh tidak mengusik dia..?"
"Mereka telah mengganggu aku, aku paling benci kalau ada orang kasak-kusuk dan
bersembunyi-sembunyi sambil mengawasi diriku secara diam-diam, akulah yang suruh dia
membunuh mereka!"
"Ting kongcu, tempat ini adalah perkampungan Sin kiam san ceng!" seru Cia sianseng sambil
menelan air liur.
"Aku tahu, kau tak usah memberi keterangan lagi kepadaku"
"Mereka adalah anggota perkampungan ini, karena itu apa pun yang mereka lakukan hal ini
dilakukan didalam rumah mereka sendiri"
Ting Peng tertawa.
"Tadi sewaktu aku hendak masuk ke dalam Rumah penyimpan pedang, ada beberapa orang
bersembunyi dibalik kegelapan, akhirnya mereka telah dibunuh oleh Ka-cu, kalau mereka benarbenar
adalah anggota perkampungan Sin kiam san-ceng, mengapa pula mereka terbunuh...?"
"Soal itu. . . , soal itu karena mereka berani mengintip daerah terlarang, mereka memang
pantas mati"
"Mereka juga sudah melanggar pantanganku, maka mereka juga harus mati, bila kau merasa
hukumanku tak benar, silahkan saja mencari kebenaran dariku!"
Paras muka Cia sianseng berubah, tapi ia segera berusaha menahan diri, katanya kembali:
"Siapa tidak bersalah dia tidak berdosa, dulu mereka tidak tahu akan pantangan kongcu,
sekarang mereka sudah tahu, mengetahui akan hal ini dan aku percaya mereka tak akan
melakukan pelajaran lagi."
"Soal ini tak perlu lagi" ucap Ting Peng sambil tertawa, "karena bila aku dapat meloloskan diri
dari ujung pedangmu aku dapat memberitahukan kepada mereka sendiri, kalau tidak, ucapanmu
itu sudah didengar pula oleh mereka."
Dengan cepat Cia sianseng mundur. selangkah, kemudian serunya keras-keras:
"Ting kongcu apa maksudmu. . . ?"
"Aku percaya kau pasti memahaminya, aku hendak menantangmu untuk berduel!"
"Soal ini. . . . aku. . . mana aku berani..."
"Selamanya perkataanku tak pernah dirubah-rubah" kata Ting Peng dengan suara dalam, "kau
berani juga boleh, tidak berani juga boleh, pokoknya setelah hitungan ketiga aku akan turun
tangan, lebih baik himpun saja tenagamu baik-baik dan pikirlah baik-baik bagaimana caranya
merobohkan diriku pada hitungan ketiga!"
Selesai berkata, dia mulai menghitung:
"Satu !"

Dengan cepat Cia sianseng mundur tiga langkah.
"Dua !"
Cia sianseng sudah mundur sejauh tujuh delapan langkah, sekalipun tangannya masih
menggenggam pedangnya kencang-kencang, namun selain mundur dia sudah tak tahu harus
berbuat apa.
Ting Peng tidak mengejar ke depan, bahkan sorot matanya sama sekali tidak dialihkan ke
arahnya, hanya goloknya pelan-pelan diangkat, seakan-akan tak perduli Cia sianseng hendak
kabur seberapa jauhpun, asal kata ketiga sudah diucapkan, maka tubuhnya pasti akan terbelah
menjadi dua bagian.
"Tiga !"
Cia sianseng roboh ke tanah, tapi tubuh Ting Peng masih belum bergerak, goloknya juga
belum diloloskan dari sarungnya, karena kata "tiga" itu bukan dia yang meneriakkan.
Tubuh Cia sinseng yang gemuk penuh daging itupun tidak sampai hancur berkeping-keping,
dia masih tetap utuh dan segar bugar seperti sedia kala.
Karena bukan golok Ting Peng yang merobohkan dia, walaupun golok iblis dari Ting Peng
mengerikan, akan tetapi golok itu tak akan mampu membunuh orang sebelum diloloskan dari
dalam sarungnya.
Diapun bukan roboh karena ketakutan, sekalipun waktu itu dia merasa ketakutan setengah
mati, namun dia bukanlah manusia yang akan roboh karena ketakutan, lagi pula dia telah
mempersiapkan diri dengan sebaik-baiknya untuk menyambut serangan tersebut dengan sekuat
tenaga.
Dia roboh karena seseorang telah menendangnya keras-keras sehingga terpental ke tanah.
Pinggangnya persis terkena sebuah tendangan dari sebuah kaki yang putih halus, indah dan
membuat jantung orang berdebar semakin keras.
Dalam perkampungan Sin kiam san-ceng hanya ada seseorang yang memiliki kaki seindah ini.
Tentu saja kaki tersebut adalah kakinya, Cia Siau giok.
Karena dialah yang pernah menendang Cia sianseng sampai roboh ke atas tanah.
Dia pula yang meneriakkan angka ketiga.
Kemudian dengan membawa hembusan angin harum yang memabukkan, tahu-tahu dia sudah
berdiri di hadapan Ting Peng..
ooo0ooo
*************************
Halaman 33 s/d 38 hilang
*************************

seorang diantaranya, baru menggigit dua gigitan sudah mulai muntah-muntah, setelah kurobek
keluar sebiji matanya yang lain baru penurut sekali untuk menghabiskan semua daging-daging
tersebut.
"Yaa, daripada kehilangan daging memang lebih enakan makan daging, Cuma perbuatanmu
itupun agak kelewatan sedikit, toh bukan mereka yang pingin melihat adalah kau yang
memperlihatkan kepada mereka"
"Benar, memang aku yang mengundang mereka untuk menonton, tapi sebelum itu aku telah
berjanji lebih dulu dengan mereka, setelah selesai menikmati, mereka harus bangkit berdiri dan
menuju ke dalam sebuah kamar untuk menyampaikan perasaan kagum mereka kepadaku,
akhirnya tak seorangpun yang berani berdiri, karena didalam kamar sebelah semuanya adalah
kaum wanita, dan diantaranya terdapat pula tamu-tamu yang mempunyai kedudukan terhormat."
"Bila benar-benar ada kaum pria yang masih bisa berdiri dengan santai dan berbincangbincang
dengan orang lain secara wajar, lelaki itu pasti bukan lelaki sungguhan, kecuali dia sudah
diidapi semacam penyakit. . . ."
"Kau jangan memandang begitu tak becus setiap lelaki lain, paling tidak aku sudah menjumpai
seorang lelaki yang dapat menikmati diriku dengan sinar mata yang mengagumi tapi tidak emosi,
juga tidak menunjukkan suatu reaksi yang istimewa!"
"Waaah, lelaki itu pasti ada penyakit"
"Menurut pendapatku, lelaki itu sama sekali tak berpenyakit, bahkan sehat sekali dan diapun
pernah menaklukkan perempuan paling cabul dan jalang dikolong langit.
"Seandainya terhadap lelaki semacam ini, aku benar-benar akan turut mengaguminya,
siapakah dia? Aku ingin sekali berkenalan dengan dirinya... !" "
"Aku tahu, kau pasti akan suka sekali untuk berjumpa dengan orang ini, maka aku pun telah
mengundangnya datang, sekarang mari kutemanimu untuk pergi menjumpainya!"
""Tunggu sebentar, sekalipun aku akan senang berjumpa dengan manusia semacam ini, tapi
tidak suka kalau aku yang pergi menjumpainya, apakah ia tak dapat kemari untuk menjumpai
diriku?"
"Tentu saja dia mempunyai alasan lain sehingga tak dapat kemari"
"Bagiku, tiada sejenis alasanpun yang bisa dijadikan alasan !"
"Tapi alasannya pasti dapat membuatmu mengakuinya secara tulus dan takluk, tak ada
salahnya kau pergi untuk menengoknya, kalau alasan tidak dapat membuatmu merasa puas, kau
boleh segera turun tangan untuk membunuhnya!"
Ting Peng segera menggeleng.
Aku tak ingin membunuh orang hanya dikarenakan suatu persoalan kecil ...."
"Kalau begitu bunuhlah aku, lagi pula kau tak usah turun tangan sendiri, asal kau menganggap
alasannya tak dapat keluar bukan suatu alasan yang dapat dimaklumi, aku bersedia untuk segera
memenggal balok kepala ku sendiri!"

Ternyata gadis itu berani mempergunakan keselamatan jiwa sendiri sebagai barang taruhan,
sekalipun Ting Peng tidak menaruh perasaan yang tertarik terhadap persoalan itu, toh lambat laun
merasa tertarik juga oleh kejadian ini."
Oleh karena itu, dia membiarkan Cia Siau giok menggandeng tangannya memasuki jalan
setapak yang penuh ditumbuhi aneka bunga dan memasuki sebuah kamar yang harum baunya.
Ruangan itu merupakan sebuah ruangan yang sangat aneh, selain bunga hampir tiada perabot
lainnya, di atas dinding penuh bunga dalam pot penuh bunga, pada permadani di lantai juga penuh
dengan lukisan aneka bunga, bahkan satu-satunya meja yang terdapat di situ pun dipenuhi oleh
bunga, seakan-akan tempat itu merupakan sebuah dunia bunga.
Bukan saja terdapat bunga di atas pohon, bunga yang tumbuh di kebun bahkan terdapat pula
bunga yang tumbuh di air karena sebagian dari bangunan rumah itu dibuatkan sebuah kolam air
karena beberapa kuntum bunga putih dan merah memenuhi permukaan air kolam tersebut.
Sambil tertawa Cia Siau giok segera berkata "Disinilah letak kamar tidurku, karena aku suka
bunga, maka tempat ini menjadi acak-acakan harap Ting toako jangan mentertawakan!"
Barang siapa berada ditempat seperti ini, sedikit banyak perasaannya pasti akan terpengaruh
juga..
Sambil tertawa Ting Peng segera berkata:
"Aku pernah membaca syair orang kuno, katanya dimana ada bau bunga di situ pasti terdapat
kehangatan, karena bau bunga adalah kelembutan, tidak seperti hawa golok atau hawa pedang
yang menyayat badan, setelah aku berada dalam ruangan tidurmu sekarang, aku baru percaya
akan hal ini, ruangan yang penuh bunga kadangkala. terbawa pula hawa pembunuhan yang
tebal!"
Paras muka Cia Siau-hong agak berubah, tapi dengan cepatnya dia tertawa kembali. "
"Tentu saja, aku adalah seorang pesilat perempuan, ayahku adalah jago pedang yang tiada
tandingannya dikolong langit, aku tak akan seperti perempuan lain yang mudah dipermainkan
orang!"
"Aku percaya akan hal ini, siapa tahu kalau dari dalam bunga ini secara tiba-tiba dapat
meluncur keluar sebatang jarum beracun yang akan merenggut nyawaku!"
Sembari berkata dia lantas menyentil pelan sekuntum bunga mawar.
"Bunga mawar banyak berduri", hal ini diketahui hampir oleh setiap orang tapi sekalipun
tercocok paling banter hanya akan melukai tangan dan tak sampai merenggut nyawa.
Tapi bunga mawar dari Cia Siau giok itu dapat merenggut nyawa orang, bukan saja panah
baja kecil tersebut dapat melesat dengan kekuatan yang sangat kuat lagi pula berwarna biru,
warna biru berarti warna racun yang keji.
Panah itu melesat ke depan dan menancap di atas batang pohon bwee yang menghiasi
ruangan, setelah berbunyi mendenting lantas melesat sampai separuh bagian.
Tampaknya pohon bwee itu terbuat dari baja, tapi. . . mengapa pula didalam ruangan yang
penuh dengan aneka bunga ini bisa terdapat sebatang pohon besi? Apa pula gunanya pohon itu ?

Agaknya Ting Peng tak pernah mempertimbangkan persoalan itu, sembari mengembalikan
bunga mawar itu ke tempat asalnya, dia berkata sambil tertawa.
"Bagus! Bagus sekali! Bunga mawar kaya akan keindahan, tapi banyak berduri, bunga bwe
bertulang besi dan berhati dingin, selain mengerti akan keindahan bunga, tampak-nya kaupun
mengerti sifat dari aneka bunga tersebut. . . "
Paras muka Cia Siau giok masih tetap seperti sedia kala, sahutnya sambil tertawa.
Dalam pandangan Ting toako hiasan-hiasan kecil semacam ini pada hakekatnya tidak
berharga untuk ditengok."
Ting Peng duduk bersila di depan meja pendek, sambil tertawa Cia Siau giok turut pula duduk
disampingnya, kemudian berkata:
"Siaumoay mempunyai arak pek hoa jiang yang sudah berusia lama, arak itu dibuat dari madu
beratus kuntum bunga, pernahkah Ting toako mencicipinya?"
" Oooh. . . tentu saja aku bersedia untuk mencicipinya, tentu saja, ada perempuan cantik
sudah seharusnya ada arak wangi, dengan begitu baru suasana menjadi lebih semarak!"
"Sayang tiada sayur, karena arak pek hoa jiang tak boleh sampai terkena pengaruh hawa
panas, kalau tidak maka rasanya akan rusak sama sekali."
Benar berada di dalam guna nirwana semacam ini, apalagi ditemani gadis seperti bidadari, kita
memang seharusnya mencicipi minuman para malaikat, masakan barang berjiwa sudah
sepantasnya kalau dijauhkan untuk sementara waktu"
Dia seakan-akan telah berubah menjadi seseorang yang gemar berbicara, setiap patah kata
dari Cia Siau giok selalu ditanggapi dengan pujian, bahkan diberi pula keterangan-keterangan
yang diperlukan.
Pembicaraan semacam ini semestinya amat luwes dan santai namun Cia Siau giok justru
makin murung dan tidak nampak gembira.
Dia berjalan ke tepi kolam, mengambil sebuah botol putih dari dalam air dan membuka
penutup botolnya yang masih bersegel, setelah itu mengambil dua cawan dan meletakkannya ke
hadapan Ting Peng.
Kemudian dia baru memenuhi cawan tersebut sembari berkata:
"Arak ini hanya cocok untuk diminum dingin-dingin, oleh karena itu aku selalu merendamnya
dengan air kolam, silahkan Ting toako!-
Sambil tersenyum Ting Peng mengangkat cawan itu, ketika merasa dingin ia baru berseru.
"Oooh sungguh amat dingin"
"Benar, air ini adalah air dingin karena itu terasa dingin pula semua benda yang, terendam di
situ"
"Oooh. . . aku tidak mengira kalau dalam perkampungan Sin kiam san-ceng pun terdapat
sumber air dingin, menurut apa yang kuketahui hanya di sebelah barat wilayah Seng sut hay saja
yang terdapat telaga dingin dan mengalirkan air dingin."

"Ting toako kau memang tak malu disebut seorang yang berpengetahuan luas, sampai tempat
terpencil semacam inipun kau ketahui."
"Aku hanya merasa tertarik oleh sumber air dingin tersebut" kata Ting Peng sambil tertawa.
"Padahal sumber air tersebut amat sederhana, hanya sumber air dari Bu sit hui swan sian
dicampur dengan sumber air Leng ciu Hou hau swan belaka!"
"Oooh. . . itu mah dua buah sumber mata air yang amat termasyhur di kolong langit"
Sumber air dari Hui swan cocok untuk membuat arak, sumber air dari Hou swan cocok untuk
dimasak dan digunakan, maka akupun seringkali menggunakan separuh air itu untuk minum the
dan separuh dari air yang lain untuk minum arak, tiada sesuatu yang luar biasa."
"Cuma kalau dua macam sumber air itu digabungkan menjadi satu lantas menimbulkan hawa
dingin baru pertama kali ini kudengar."
"Ting toako, kau sungguh cermat!" seru Cia Siau giok sambil tertawa lebar.
"Berada di tempat yang penuh hawa pembunuh, mau tak mau aku harus bersikap berhati-hati
sekali."
"Dua macam sumber air itu tentu saja tak akan menjadi dingin, air itu menjadi begini karena air
tersebut mengalir masuk melalui puncak pohon Bwee itu dan mengalir keluar dari akar pohon
Bwee hanya begitu saja."
Yang dimaksudkan sebagai pohon Bwee tak lain adalah pohon besi tersebut.
Ting Peng memperhatikannya sekejap, kemudian berkata:
"Kalau memang begitu tak aneh lagi, sekalipun air panas yang mengalir melewati besi dingin
tersebut airnya tentu akan menjadi dingin pula, nona Cia kau benar-benar mempunyai otak yang
sangat cerdas."
Besi dingin memang sifatnya dingin sekali, kendatipun di bawah terik matahari, besi itu akan
tetap dingin, Cuma besi semacam itu mahal harganya, kebanyakan digunakan orang untuk
membuat pedang mestika atau golok mestika.
Tak nyana Cia Siau giok justru menggunakannya sebagai pohon.
Tapi.... Kalau toh pohon tersebut terbuat dari besi dingin, tapi bidikan panah tadi sanggup
menembusi pohon besi tersebut, bukankah hal ini berarti kalau panah tersebut jauh lebih tajam?
Tapi Ting Peng seakan-akan tak pernah berpikir sampai ke masalah tersebut.
Bahkan senyuman dari Cia Siau giok membuatnya tidak berpikir sampai kesana, karena
senyuman Cia Siau giok pada saat ini mempunyai daya pikat yang tak terlukiskan dengan katakata.
Ternyata Ting Peng dibuat termangu-mangu olehnya.
Sepasang mata Cia Siau giok seakan-akan tertutup oleh selapis kabut tipis, membuatnya
nampak merangsang dan menawan hati.

Tapi Ting Peng telah menghela napas, menghela napas panjang.
Dalam keadaan dan suasana seperti ini ternyata dia masih dapat menghela napas panjang,
tak heran kalau sampai Cia Siau giok sendiripun merasa amat terperanjat, kemudian apa yang
dikatakan Ting Peng selanjutnya membuat gadis itu makin terkesiap.
"Aku pernah bertanya kepada ayahmu, apakah kau adalah putrinya. . . . ?"
Cia Siau giok agak tertegun sesaat, kemudian baru katanya sambil tertawa:
"Dan bagaimana jawabannya?"
"Ternyata dia tidak menyangkal!"
Kali ini suara tertawa Cia Siau giok kelihatan gembira sekali.
"Aku memang putri kesayangannya, tentu saja dia tak akan menyangkal. . . ."
"Cuma diapun merasa ada perlunya untuk mengejar pertanyaan tersebut lebih lanjut, maka dia
mendesak Ting Peng lebih jauh.
"Mengapa kau mengajukan pertanyaan semacam itu? Apakah kau mencurigai aku bukan
putrinya Cia Siau hong?"
Ting Peng manggut-manggut.
"Yaa, kau memang kelihatannya tidak mirip!"
"Mengapa tidak mirip? Apakah untuk menjadi ayah dari seorang anak gadis semacam aku
masih diperlukan syarat-syarat lain yang lebih istimewa. . . ?"
"Itu mah tidak, Cuma Cia Siau hong adalah seorang pendekar besar yang dihormati setiap
umat persilatan di dunia ini!"
"Apa sangkut pautnya antara persoalan ini dengan anak gadisnya?"
"Tiada sangkut paut yang kelewat besar, di dalam pandangan sementara orang, untuk menjadi
anak gadis Cia Siau hong, paling tidak dia seharusnya seorang pendekar wanita yang dihormati
dan disegani setiap orang!"
Cia Siau giok segera tertawa:
"Ting toako agaknya kau lupa, semasa muda dulu ayahku adalah seorang lelaki yang
romantis, dia sudah pernah membuat beberapa orang anak gadis jatuh cinta kepadanya!"
Hal itu memang benar, kisah romantis tentang ayahmu memang sama tersohornya dengan
kehebatan ilmu pedangnya!"
"Sedikit banyak yang menjadi anak gadisnya pasti akan mendapat warisan pula atas watak
dari ayahnya, kalau aku adalah putranya, maka aku pasti dapat menarik perhatian banyak sekali
anak gadis!"
Ting Peng tak dapat menyangkal akan ucapan tersebut.
Sambil tertawa kembali Cia Siau giok berkata.

"Tapi aku justru adalah anak gadisnya, maka aku hanya bisa menarik perhatian kaum lelaki,
jika aku harus menurut adat kesopanan dan adat istiadat untuk menjadi seorang gadis yang halus
dan alim, maka hal tersebut malah sama sekali bukan sifat dari seorang anak gadis Cia Siau
hong"
Mengenai masalah ini, Ting Peng juga tak dapat menyangkal, maka Cia Siau giok pun berkata
lebih lanjut.
Sekalipun ayahku amat romantis, namun dia tak cabul, perempuan-perempuan yang menjadi
pilihannya juga merupakan perempuan-perempuan cantik, perempuan cantik yang sukar dijumpai
diantara seribu orang perempuan cantik lainnya!"
Ketajaman mata Cia sam sauya dalam memilih perempuan memang termasyhur karena
*************************
Halaman 53 s/d 58 hilang
*************************
menghajar sebanyak dua puluh kali saja dan segera menghentikan perbuatannya.
Tapi Cia Siau giok sudah menangis tersedu-sedu dengan teramat sedihnya.
Dengan dingin Ting Peng mendorong tubuhnya ke tanah, kemudian sambil memandangnya
dengan dingin dia berkata:
"Andaikata kau bukan putrinya Cia Siau hong sekali bacok aku telah menghabisi nyawamu,
karena kau adalah putrinya Cia Siau hong maka aku baru mewakilinya untuk memberi pelajaran
kepadamu, kau memang membutuhkan suatu pendidikan secara baik..
Cia Siau giok berbaring di atas tanah, dia hanya bisa miringkan badan sambil memukul-mukul
tanah, makinya dengan suara lantang:
"Ting Peng kau si anak kura-kura, cucu kura-kura, kau bukan manusia, kau adalah seekor
babi, seekor anjing ...."
Tapi babi tersebut, anjing tersebut sudah tidak mendengar lagi caci maki serta sumpah
serapahnya.
Ting Peng sudah beranjak pergi meninggalkan tempat itu.
Setelah menyumpahi beberapa waktu Cia Siau- giok menjadi jemu sendiri, ia pun segera
menghentikan caci makinya, mula-mula masih menggertak gigi, menyusul kemudian diapun
tertawa.
Siapapun tidak menyangka setelah menerima hajaran yang luar biasa, dia masih dapat
tertawa.
Tapi Cia Siau-giok memang sedang tertawa, bahkan dia sedang tertawa dengan amat
gembiranya.
Apakah diapun mengidap suatu penyakit suka dihajar orang?"

Pertanyaan itu segera diajukan seseorang, dia adalah seorang perempuan setengah umur,
wajahnya biasa dan paras mukanya tidak menunjukkan perubahan apa-apa, dia masuk ke dalam
dengan begitu saja, kemudian setelah mengawasi Cia Siau-giok berapa saat dia menegur:
"Siau giok apakah kau mempunyai persoalan?"
Cia Siau-giok segera berpaling dan menjawab: "Tidak, Ting Hiang, aku tidak mempunyai
persoalan!"
Ternyata perempuan itu bernama Ting Hiang, melihat sikap dan panggilannya terhadap Cia
Siau giok, hal ini membuat kedudukan perempuan itu menjadi aneh, tidak seperti atasan, tidak
seperti pula orang bawahan.
Hubungannya dengan Cia Siau giok amat akrab, tapi dia memanggil Cia Siau giok langsung
dengan namanya, sedang Cia Siau giok juga langsung memanggil namanya, hal ini menunjukkan
kalau dia bukan apa-apanya Cia Siau giok, tapi siapakah perempuan itu?
Dengan suara dingin kembali Ting Hiang berkata:
""Sebenarnya tadi kau mempunyai banyak kesempatan untuk membinasakan dirinya""
Dengan cepat Cia Siau giok menggeleng.
"Aku sama sekali tak ada kesempatan, dia terlalu licik dan teliti, belum lagi panah terbang
bunga mawar bergerak dia sudah tahu, masih ada lagi kelambu Ting Hiang ciang milikmu, hanya
bergerak sedikit saja sudah dibabatnya sampai putus menjadi dua!"
"Tapi itu toh baru dua macam, padahal disini terdapat sembilan macam alat perangkap!"
"Aku percaya tak ada semacampun yang dapat mengelabuhi dirinya, paling banter hanya
mencari penyakit buat diri sendiri, kau toh sudah melihat sendiri, dia meneguk secawan embun
dewa Sin sian tok, alhasil dia sama sekali tidak menunjukkan reaksi apa-apa, bunga-bunga
beracun dan bubuk-bubuk beracun juga telah dikeluarkan tapi tidak mendatangkan hasil apa apa
...."
Ting Hiang termenung dan berpikir sesaat kemudian, baru ujarnya.
"Bocah keparat itu memang benar-benar merupakan seseorang lelaki keras yang belum
pernah kujumpai seratus tahun terakhir ini, dibandingkan dengan ayahmu semasa mudanyaa dulu
masih jauh lebih sukar dihadapi.
"Ting Hiang, bagaimana dengan ayahku semasa masih mudanya dahulu?" tanya Cia Siau giok
kemudian.
"Tidak selisih jauh, cuma hatinya kelewat lembek, terutama sekali bila berhadapan dengan
perempuan, hatinya tak dapat dikeraskan kembali, tidak seperti keparat itu, ternyata dia tega untuk
menghajar pantatmu""
Wajah Cia Siau giok nampak berseri-seri, katanya.
"Hanya lelaki semacam dialah merupakan seorang lelaki yang sejati, berani berbuat dan
berani bertanggung jawab"
"Apakah kau suka digebuki olehnya?"

Cia Siau giok menghela napas panjang.
"Aaai. . . tiada orang yang gemar digebuki, akupun tidak memiliki penyakit semacam itu, aku
tidak suka bertelanjang bulat dan membiarkan seorang lelaki menghajar pantatku!"
"Tapi tampaknya kau merasa sangat gembira, bahkan masih dapat tertawa girang"
"Yaa, aku gembira karena dia menghajarku, hal ini membuktikan kalau dia benar-benar
menyukai diriku, memperhatikan aku, karena perbuatanku memang pantas untuk dihajar."
Mendadak paras mukanya berubah menjadi pedih dan sedih kembali, dia melanjutkan:
"seandainya sejak kecil ada orang yang mendidikku dengan cara begini, memberi nasehat
kepadaku, maka aku tidak akan bersikap jalang seperti saat ini"
"Benar"` sahut Ting Hiang agak emosi, "Siau giok, hal ini harus menyalahkan ayah mu,
seandainya dia mau datang menjenguk ibumu, kaupun tak akan mengalami nasib seperti hari ini!"
Kedua orang itu terbungkam untuk beberapa saat lamanya, kemudian Ting Hiang berkata lagi
setelah menghela napas panjang:
"Cepat kenakan pakaianmu, sebentar Cia Im gak akan datang kemari. . . . !"
"Mau apa dia datang kemari? Suruh dia enyah sejauh-jauhnya dari hadapanku!" teriak Cia
Siau giok dengan perasaan muak.
(Bersambung Jilid 16)
Jilid : 16
*************************
Halaman 3 - 4 hilang
*************************
"Aaai, Siau-giok, mengapa kau mengucapkan perkataan semacam itu, jangan lupa tempo hari
aku sendirilah yang telah turun tangan untuk mengebiri dirinya!"
"Aku tahu" kata Cia Siau-giok sambit tertawa. "demi menunjukkan rasa baktimu kepada ibuku
kau baru melakukan tindakan seperti ini, padahal kau tak usah berbuat demikian!"
"Sudah seharusnya berbuat demikian!" karena kewibawaan Kiongcu tak boleh dinodai oleh
siapapun!" kata Ting Hiang dengan wajah bersungguh dan amat serius.
Kembali Cia Siau-giok menghela napas panjang.
"Ting Hiang, benarkah ibuku mempunyai suatu daya pengaruh iblis yang luar biasa dan tiada
orang yang dapat melawannya!"
"Tapi dia toh tidak berhasil juga menangkap ayahku, seperti juga sekarang aku gagal
mencengkeram Ting Peng, hal ini membuktikan kalau dikolong langit masih terdapat kaum lelaki
yang tak dapat di tundukkan dengan kecantikan wajah seseorang!"

"Benar" sahut Ting Hiang sambil menghela napas, "cuma lelaki semacam itu teramat sedikit
sekali, oleh karena itulah ibumu harus hidup menderita seumur hidupnya karena ayahmu,
seandainya kau ingin hidup berbahagia didalam kehidupanmu selanjutnya, lebih baik lupakan saja
lelaki yang bernama Ting Peng itu...."
"Tapi, dapatkah aku untuk melupakannya?" kata Cia Siau giok sambil menghela napas.
Kecantikan wajah seorang perempuan memang dapat membuat lelaki yang pernah
menjumpainya membayangkan selalu, tapi lelaki yang dapat menggetarkan hati perempuan justru
mendatangkan bayangan yang merasuk sampai ke tulang sumsum.
Justru karena itulah, bila lelaki tersebut menghianatinya di kemudian hari, maka pukulan batin
yang dia berikan terhadap dirinya akan terukir pula didalam hatinya sepanjang masa.
Banyak kisah kejadian yang berlangsung di dalam dunia persilatan terjadi karena keadaan
seperti ini.
Seperti juga Ting pek im, oleh karena dia ditinggalkan oleh Pek Thian yu maka karena cinta
tumbuh perasaan bencinya, sehingga akhirnya dia bersekongkol dengan Be Khong kun untuk
memusnahkan segenap anggota keluarga dari Sin to bun.
Kisah cerita tersebut telah turun temurun berabad lamanya, tapi hingga kini masih tetap
populer dalam masyarakat. Seperti juga kisah cerita Cia Siau hong dengan Buyung Ciu ti dimasa
lampau. Ibu kandung Cia Siau giok adalan seorang Kiongcu dari suatu istana, tentu saja pemilik
istana tersebut bukanlah Buyung Ciu ti, tapi dia kemungkinan besar adalah Buyung Ciu ti kedua.
Untuk melampiaskan rasa dendam dan sakit hatinya, Buyung Ciu ti berusaha keras untuk
memusnahkan dan melenyapkan nyawa lelaki yang bernama Cia Siau hong.
Sebaliknya ibu kandung dari Cia Siau giok justru bertekad untuk memusnahkan perkampungan
Sin kiam san ceng milik keluarga Cia yang teramat termashur itu. Oleh sebab itulah dia baru
mengutus putrinya datang ke perkampungan Sin kiam san ceng dan menjadi pemilik dari
perkampungan Sin kiam san ceng tersebut, tapi sanggupkah dia untuk memusnahkannya?
Cia Siau hong sendiri seakan-akan acuh terhadap persoalan itu, tapi disana masih ada Ting
Peng.
Sekalipun Ting Peng bukan anggota perkampungan Sin kiam san ceng, tapi selama Ting Peng
berada disana, dia tak akan membiarkan orang untuk memusnahkan perkampungan Sin kiam san
ceng tersebut.
Karena Cia Siau hong selain teman yang paling dihormati olah Ting Peng, dia pun merupakan
musuh yang paling dihormati pula olehnya.
Dan hal inipun dikarenakan Ting Peng pribadi merupakan orang yang paling diperhatikan dan
mendapat sorotan dari pelbagai pihak, terutama dari pihak Cia Siau giok.
oooOooo
SEGEROMBOLAN ORANG GILA
EMPAT ekor kuda jempolan menghela sebuah kereta kencana yang amat indah sedang
berlarian menelusuri jalan raya, Ah Ku mengayunkan cambuknya ditengah udara dengan penuh
bersemangat.

Setelah meninggalkan perkampungan Sin kiam san ceng. Ting Peng hanya mengucapkan
sepatah kata terhadap Ah Ku.
"Gunakan kecepatan yang paling tinggi untuk memasuki kota terbesar disekitar tempat ini.
Untuk berbicara dengan Ah Ku memang merupakan pekerjaan yang menghemat waktu dan
tenaga tak perlu memberikan penjelasan yang kelewat banyak, cukup kata perintah yang paling
singkat sekalipun..
Maka begitu kereta turun dari perahu, Ah Ku segera melarikan keretanya dengan kecepatan
tinggi.
Kereta tersebut sudah merupakan tanda pengenal bagi Ting Peng, perlambang bagi Ting
Peng, walaupun semua orang tidak melihat Ting Peng, tapi setiap orang tahu kalau Ting Peng
pasti berada didalam kereta tersebut.
Maka semua orang segera menyingkir, melihat Ah Ku melarikan keretanya dengan kecepatan
tinggi.
Tiada orang yang bertanya bagaimana keadaan Ting Peng dalam perkampungan Sin kiam san
ceng, dan bagaimana pula hasil pertarungannya dengan Cia Siau hong.
Persoalan tersebut telah diterangkan oleh Cia Sianseng jauh sebelum pemuda itu
menampakkan diri.
Hasil pertarungan antara Ting Peng melawan Cia Siau hong adalah seri, tiada yang menang
dan tiada pula yang kalah, setiap orang telah mengetahui akan hal ini, semua orang pun merasa
sangat gembira.
Tapi toh ada juga yang mengikuti di belakangnya, mereka ingin mengetahui peristiwa apa lagi
yang bakal terjadi?
Ting - Kongcu melakukan perjalanan dengan tergesa gesa, itu berarti ada sesuatu kejadian
penting yang akan berlangsung siapakah yang akan menyia-nyiakan keramaian semacam ini?
Sekalipun ada urusan yang lebih penting pun, mereka akan menunda persoalan tersebut untuk
menyaksikan apa yang telah terjadi, apalagi sekarang mereka tidak mempunyai persoalan yang
terlalu penting.
Yang paling menyenangkan menjadi seorang anggota persilatan adalah kesantaian mereka.
Mereka tak perlu berkeluh kesah karena harus mencari uang, merekapun tak pernah
memikirkan soal kehidupan, dalam saku merekapun seakan-akan terdapat uang yang tak akan
habis digunakan, sekalipun tiada orang yang pernah menjadi kaya, tapi jarang sekali ada orang
persilatan yang mati karena kelaparan.
Siapapun tak tahu darimana mereka mendapat uang, tapi setiap orang dapat hidup dengan
gembira dan royal.
Seakan-akan mereka mempunyai banyak cara yang aneh dan luar biasa untuk menghidupkan
kehidupan mereka yang serba aneh dan luar biasa, dan mereka sedikit pun direpotkan oleh
persoalan-persoalan yang serba aneh dan luar biasa pula.
Sekarang mereka sedang mengejar kereta yang ditumpangi Ting Peng, hal semacam ini pun
boleh dibilang merupakan suatu kejadian yang aneh dan luar biasa.

Tentu saja mereka kenal dengan Ting Peng, tapi Ting Peng belum tentu akan kenal dengan
mereka.
Ting Peng melakukan perjalanan dengan begitu tergesa-gesa, tentu saja dia tak akan berhenti
untuk menunggu mereka, sekalipun Ting Peng berhasil mereka susul, belum tentu dia akan
mengundang mereka untuk makan bersama.
Tapi mereka melakukan pengejaran dengan amat ketat, paling tidak jauh lebih kencang
daripada larinya ke empat ekor kuda jempolan yang menghela kereta tersebut.
Kuda itu lari dengan sekuat tenaga karena dikendalikan oleh ayunau cambuk dari Ah Ku.
Tiada orang yang mengayunkan cambuk terhadap mereka, tapi mereka tetap berlarian dengan
sekuat tenaga, dua kaki untuk menerjang enam belas buah kaki.
Tentu saja pekerjaan semacam ini merupakan suatu pekerjaan yang sangat payah, masih
untung kereta itu berlarian di atas jalan raya, jadi kecepatannya kadangkala harus dikurangi
sedikit, sebab yang melalui jalan raya itu toh bukan hanya mereka saja, melainkan masih banyak
yang lainnya.
Tapi itupun hanya pelan sedikit saja, kereta masih tetap bergerak dengan cepat-cepat.
Mendadak seorang bocah cilik meloncat keluar dari balik persimpangan jalan dan lari ke
tengah jalan raya.
Dia adalah seorang bocah cilik, berusia tujuh delapan tahun, dia lari keluar menonton
keramaian kereta, tertarik oleh debu yang mengepul memenuhi angkasa.
Hanya sayang arah yang dituju tidak benar dan secara kebetulan justru menghalangi ditengah
jalan raja.
Kuda yang menghela kereta masih menerjang ke muka dengan kecepatan tinggi, siapa bisa
membuat mereka berhenti, tampaknya kereta tersebut segera akan menerjang bocah itu
Seandainya diterjang oleh sekawanan kuda jempolan dan ditindih oleh kereta yang begitu
besar niscaya bocah tersebut akan mati.
Cambuk panjang tiba-tiba menggulung ke depan, tahu-tahu bocah cilik itu sudah terbang ke
angkasa dan pelan-pelan dialihkan ke sisi jalanan, sedang kereta itu meneruskan geraknya
meluncur ke muka.
"Ternyata bocah itu tidak merasakan apa-apa, dia malah masih bertepuk tangan sambil
bersorak sorai.
0rang lain mengucurkan peluh dingin karena cemas, tapi kemudian mereka pun ikut bersorak
sorai.
Benar-benar ilmu mengendalikan kereta yang lihay, benar-benar ilmu cambuk yang jitu dan
sungguh sempurna tenaga dalamnya.
Bila salah satu saja dari ketiga unsur itu tidak dimiliki, jangan harap bocah tersebut dapat
diselamatkan jiwanya, tapi secara jitu dan tepat Ah Ku dapat melakukannya dengan sempurna.

ooo0ooo
ORANG-ORANG yang menyusul dari belakangan semua bersorak sorai memberikan
pujiannya, tapi Ah Ku tidak mendengarnya, karena selain tuli diapun bisu.
Dia hanya mengerti orang berbicara, tapi harus dibaca dulu dari gerakan bibir orang.
Diapun dapat memperhatikan suara yang paling kecil dan gerakan yang paling mendadak
sekalipun, tapi bukan menggantungkan dari pendengaran, melainkan dari perasaan.
Cuma saja, orang-orang yang mengikuti di belakangnya merasa sangat puas, mereka telah
menyaksikan suatu keistimewaan, suatu demonstrasi kelihaian yang luar biasa, hal itu sudah
cukup untuk meraih kembali modal mereka yang mengejar dengan susah payah.
Setelah masuk ke dalam kota, kereta itu berhenti di depan sebuah rumah penginapan yang
terbesar.
Orang-orang yang menyusul sampai di situ tidak melihat Ting Peng masuk ke dalam sebab
kedatangan mereka terlambat selangkah, tapi mereka menyaksikan pelayan-pelayan dari rumah
penginapan itu sudah berlarian keluar semua dan menyebar ke empat penjuru.
Mereka seakan-akan hendak melakukan suatu tugas yang sangat penting.
Walaupun kawanan jago persilatan itu tidak berani bertanya langsung kepada Ting Peng,
mereka berani menangkap pelayan untuk diminta keterangan, seorang pelayan segera
ditangkapnya beramai-ramai.
"Apakah Ting kongcu berdiam di dalam rumah penginapan kalian?"
"Benar, dia telah memborong sebuah ruangan tersendiri yang terbaik dimana terdapat kebun,
ruangan tengah serta belasan buah kamar tidur "
"Hanya seorang diri dia berdiam di situ?"
"Tidak, dua orang masih ada seorang kusirnya yang kaku seperti malaikat!"
""Buat apa dia seorang diri menempati halaman yang begitu besar?"
"Entahlah, mungkin dia akan berpesta di situ"
"Pesta? Siapa yang akan diundang?"
"Entahlah, tapi mungkin banyak sekali dan tamunya merupakan tamu-tamu penting, karena dia
menyuruh kami untuk memesan sepuluh meja perjamuan yang paling baik di rumah makan yang
terbaik dan kemudian suruh kami mengundang semua pelacur yang paling cantik di kota ini untuk
menghadirinya, paling tidak harus lima puluhan orang"
"Berapa banyak pelacur yang cantik di kota ini?"
"Berbicara sejujurnya, kalau dihitung dengan mereka yang paling jelekpun tak sampai lima
puluh orang, tapi kongcu itu terlalu royal, setiap pelacur bersedia membayar sepuluh tahil emas,
karena itu sekalipun tidak ada juga harus dicarikan sampai dapat"

"Kemana kau hendak cari ?"
"Kalau upahnya sepuluh tahil emas, sekalipun bukan pelacur juga pasti bersedia untuk
menjual diri satu kali, aku mempunyai dua orang adik perempuan dan di tambah seorang biniku,
paling tidak kan bisa ditambah tiga orang lagi?"
"Apa kau hendak menyuruh bini dan adik perempuanmu menjadi pelacur?"
"Benar, sekali bekerja bisa meraih keuntungan sepuluh tahil emas, kesempatan semacam ini
tak akan bakal bisa dijumpai lagi, sayang putriku masih terlalu kecil, dia baru lima tahun, kalau
tidak aku pasti akan berhasil meraih keuntungan sepuluh tahil emas lagi"
Orang yang mengajukan pertanyaan itu segera menghela napas panjang, sambil melepaskan
tangannya dia berkata:
""Kalau begitu cepatlah pergi, jangan sampai menunda kesempatanmu untuk menjadi kaya . ."
Dia benar-benar mengagumi pelayan ini, tapi justru ada dua orang yang lebih membuatnya
kagum telah munculkan diri.
Mereka adalah sepasang kakak dan adik, bahkan merupakan pendekar-pendekar perempuan
yang punya nama dalam dunia persilatan.
Sang enci bernama Tu Ling ling, sang adik bernama Tu Tin-tin, yang seorang bergelar Hek-sui
sin, sedang yang lain bernama Sui Sian
Mereka tidak terhitung amat cantik, tapi juga tak bisa terhitung terlalu jelek.
Mereka adalah piausu dari suatu perusahaan pengawalan barang yang tidak terlalu besar,
tidak pula terlalu kecil, sedang ilmu pedang yang mereka miliki tidak terhitung kelewat lihay, juga
tidak termasuk terlalu cetek.
Oleh karena itu meski mereka tidak terhitung amat ternama, namun mereka pun bukan
manusia yang tak bernama.
Usia mereka tidak terhitung terlalu besar, tapi juga tidak kecil.
Tetapi cara kerja mereka pada saat ini justru amat mengejutkan hati setiap orang.
Tu Ling-ling telah memanggil pelayan itu sembari berkata:
"Hei, untuk sesaat kau toh tak akan mendapatkan orang sebanyak itu bagaimana kalau kami
dua bersaudara pun kau masukkan dalam hitungan?"
Pelayan itu kontan saja membelalakkan matanya, dia bukan merasa heran karena sikap kedua
orang gadis itu, karena dia sama sekali tidak kenal dengan mereka dia hanya merasa berat hati
untuk membagikan harta kekayaan itu untuk mereka.
Agaknya Tu Tin tin memahami maksudnya, sambil tertawa dia lantas menyusupkan dua
keping uang perak ke tangannya sembari berkata:
""Kami tidak menghendaki uang emas, uang emas itu boleh kau ambil bahkan kami tambah
dua puluh tahil perak tentu untukmu, Hampir saja, pelayan itu menganggap ke dua orang
perempuan itu sudah gila, tapi dia sendiri adalah seorang yang normal dan sehat, karena itu
diapun tidak menyia-nyiakan kesempatan tersebut.

Bukan saja dia telah mengantungi uang perak itu bahkan masih bertanya lagi:
"Nona berdua, apakah kalian masih mempunyai teman yang mau ikut pula didalam jual beli
ini?"
Tak tahan Tu Ling ling segera tertawa cekikikan.
"Kau benar-benar tak tahu diri, usaha sebaik ini bukan bisa jadi dalam sehari saja"
Pelayan itu segera tertawa.
"Bulan berselang aku telah melihatkan nasibku, menurut peramal si buta Ong, dia bilang tahun
ini rejekiku sedang nomplok, paling tidak aku bakal kejatuhan rejeki tiban seratus tahil emas, pada
mulanya aku mengira dia sedang mengaco belo, siapa tahu rejeki benar-benar datang pada hari
ini di rumahku ada tiga orang, ditambah lagi kedua orang nona ini berarti sudah lima puluh tahil,
kalau toh ramalan dari si buta Ong begitu cocok, maka aku pikir pasti masih ada lima puluh tahil
emas lagi."
"Betul. Ramalan dari si buta Ong memang tepat sekali, kau memang sepantasnya untuk
meramalkan lagi nasibmu!"
Sepasang mata pelayan itu terbeliak besar karena orang yang barusan berbicara adalah
seorang gadis cantik jelita bersama seorang pelayan.
Jangankan si gadis itu, dayangnya yang berbaju hijau itupun jauh lebih cantik dan menarik
daripada dua bersaudara Ti.
Hampir saja pelayan itu tertegun, untuk sesaat dia tak sampai mampu berbicara.
Terdengar gadis cantik itu berkata lagi sambil tertawa:
"Kau juga tak usah mencari bini dan adikmu lagi, sekarang juga aku dapat membayar seratus
tahil emas untukmu"
Dia memberi tanda, dayang berbaju hijau yang berada di sisinya segera mengangsurkan
sebuah bungkusan, bungkusan itu amat berat, ketika dibuka ternyata isinya emas lantakan semua.
Hampir saja pelayan itu tidak percaya dengan apa yang dilihat, dia mengambil sekeping dan di
rabanya sekejap, terasa dingin, manis .... dengan cepat ia menggigitnya beberapa kati.
Emas itu memang keras dan dingin, jelas merupakan emas murni, emas asli.
Dengan mata terbelalak ia segera menggigit jari tangan sendiri, dia ingin tahu apakah dirinya
sedang bermimpi.
Dengan cepat dia jumpai emas itu asli semua dan diapun bukan lagi bermimpi.
ooo0ooo
CINTA RASE
PERISTIWA aneh akan terjadi setiap tahun, tapi tahun ini nampaknya luar biasa banyaknya.

Karena tahun ini, didalam dunia persilatan telah muncul seorang Ting Peng.
Sejak Ting Peng melakukan suatu pemunculan yang luar biasa dalam pagoda Ang Bwee khek
di perkampungan Poan kian tong, tepi telaga See ow dalam bilangan kota Hang-ciu setiap
perbuatan yang dia lakukan merupakan suatu peristiwa yang menggemparkan masyarakat.
Tapi bila peristiwa yang menggemparkan itu digabungkan menjadi satu juga tak dapat
dibandingkan dengan apa yang terjadi dalam kota kecil ini saat tersebut, sebab peristiwa itu benarbenar
membuat orang tidak percaya.
Segala meja perjamuan telah disiapkan memenuhi ruangan besar, lima puluh orang pelacur
juga sudah hadir semua dan mengambil tempat duduk pada kesepuluh buah meja perjamuan
tersebut.
Tapi pada setiap meja hanya tersedia enam pasang sumpit, itu berarti setiap meja hanya ada
seorang tamu, Ting Peng sebagai tuan rumah duduk di meja sebelah tengah, disampingnya duduk
lima orang perempuan yang cantik molek.
Tu Ling ling, Tu Tin tin serta gadis yang canatik itu dibawa masuk paling belakang dan
menempati meja yang paling jauh.
Sewaktu mereka masuk Ting Peng tidak menaruh perhatian, juga tidak memandang ke arah
mereka, karena waktu itu dia sedang berbincang-bincang sambil tertawa dengan dua orang
perempuan yang berada di sisinya.
Kedua orang perempuan ini, yang seorang bernama Sian-sian, sedang yang lain bernama Bi
bi, mereka adalah dua orang pelacur paling top dari kota tersebut.
Terhadap dewa uang yang ganteng ini, tentu saja kedua orang pelacur tersebut berusaha
untuk menempel dengan sepenuh tenaga.
Sian-sian segera memenuhi cawannya dengan lemah lembut menghantarnya ke tepi bibir Ting
Peng, setelah menyuapinya, dia baru berkata sambil tertawa:
"Ting kongcu, mana tamu yang kau undang?"
"Apakah kalian bukan tamuku?" sahut Ting Peng sambil tertawa.
Bi-bi menjadi tertegun, kemudian serunya:
"Jadi tamu yang kongcu undang adalah kami?"
"Benar, seluruhnya aku telah mengundang lima puluh orang, seandainya semua datang maka
tak ada tamu yang lain lagi"
"Kongcu kau seorang diri mengundang lima puluh orang, kakak beradik untuk menemani kau
minum arak?
"Yaa bukan cuma menemani minum arak saja, kalian yang bisa meniup seruling tiuplah, yang
bisa nyanyi, nyanyilah pokoknya aku mengundang kalian untuk menghadiri pesta ku ini sampai
besok malam selama masa ini kalian boleh bergembira sepuas-puasnya cuma ada satu syarat
yakni tak boleh pergi."

"Kongcu mengapa begitu?" tanya Sian-sian agak tertegun pula.
Apakah dulu belum pernah ada tamu yang menurunkan syarat semacam ini terhadap kalian?"
"Tenth saja pernah!"
"Orang lain pernah menyuruh kalian datang mereka undang"
"Tentu saja untuk melayani mereka" sambut Bi-bi.
Ting Peng segera tertawa.
"Aku dikarenakan alasan ini"
Dengan kepala tertunduk Sian-Sian berbisik:
`Kongcu, bukan cara semacam ini kami melayani orang!"
"Aku tahu, akupun bukan pertama kali bermain dalam bidang seperti ini, orang-orang lelaki
yang ke situ kalau bukan karena arak tentu karena perempuan, mereka biasanya minum arak dulu
untuk menambah semaraknya suasana, bila saatnya sudah cocok, barulah bersama-sama naik ke
atas pembaringan."
"Ucapan tersebut terlalu blak-blakan, membuat sementara perempuan merasa agak menusuk
pendengaran, hati bila teringat pihak lawan adalah seorang langganan yang berani membayar
sepuluh tahil emas setiap orang, sekalipun ucapan yang lebih menyakitkan hatipun terpaksa
mereka harus menerimanya.
"Kongcu, bagaimanapun juga tentunya kau tak akan menyuruh kami lima puluhan orang
bersama-sama naik keranjang untuk melayani dirimu bukan.. .? "seru Sian-Sian.
Penampilan yang terlalu berani ini mungkin merupakan alasan mengapa dia menjadi
termasyhur di kota tersebut, tapi jawaban dari Ting Peng justru sama sekali berada di luar
dugaannya.
"Benar, aku memang bermaksud demikian."
Setiap orang yang hadir di setiap meja dapat mendengar pembicaraan mereka dengan jelas,
oleh karena itu begitu Ting Peng menyelesaikan kata-katanya, suasana didalam seluruh ruangan
menjadi gaduh dan dipenuhi jeritan kaget.
Yang paling nyaring suara jeritannya adalah Tu Ling ling dan Tu Tin tin.
Mungkin saja mereka sengaja berbuat demikian untuk menarik perhatian Ting Peng atau
mungkin juga benar-benar merasa terperanjat, karena bagaimanapun juga mereka bukanlah
pelacur yang benar-benar menjual badannya.
Karena perasaan ingin tahu membuat mereka masuk ke sana untuk mengetahui apa gerangan
yang hendak dilakukan Ting Peng. tapi saatnya suruh mereka naik keranjang untuk melayani Ting
Peng, mereka harus mempertimbangkan hal itu.
Terlepas dalam hati kecil mereka setuju atau tidak, yang pasti mereka tak mau melayani Ting
Peng di atas ranjang dengan status sebagai seorang pelacur.

Dua macam jeritan lengking yang sangat istimewa itu segera berhasil mencapai pada
tujuannya, Ting Peng segera tertarik perhatiannya.
Ketika Ting Peng bangkit berdiri sambil tertawa dan mendekati meja mereka, Tu Ling-ling
segera menggertak gigi keras-keras untuk menahan diri, sedangkan Tu Tin tin merasakan
jantungnya hampir saja melompat keluar.
Cuma sayang yang menjadi sasaran Ting Peng bukan mereka, pemuda itu berjalan langsung
ke hadapan perempuan cantik tersebut dan berseru dengan wajah gembira:
"Cing-cing, kau telah datang!"
Ternyata perempuan itu bernama Cing cing, entah berapa banyak sinar mata iri dan cemburu
yang dialihkan ke wajahnya, iri karena kecantikannya dan iri karena dia berhasil merebut perhatian
dari Ting Peng.
Ting Peng memang benar-benar telah melupakan semua perempuan lainnya dan hanya
memandang wajah Cing cing dan masih mendekat sambil menggandeng tangannya, lalu sambil
tertawa dan berseru:
"Aku tahu kau berada dimana-mana, cuma aku tak tahu dengan cara apakah untuk
menemukan kau, terpaksa akupun harus menggunakan cara ini untuk mencobanya"
"Caramu ini memang amat istimewa!" kata Cing cing sambil tertawa.
Ting Peng menghela napas panjang.
""Yaa, apa boleh buat, seandainya kau tidak muncul lagi, terpaksa aku harus menggunakan
apa yang ada di depan mata, karena aku benar-benar sangat membutuhkan perempuan!" "
Ting Peng segera menggandeng tangan Cing cing menuju ke kamar belakang, tinggal si
dayang berbaju hijau masih berdiri di depan pintu itu berkata sambil tertawa.
Anda sedang membaca artikel tentang CerSIL KHULUNG : Golok Bulan Sabit 2 dan anda bisa menemukan artikel CerSIL KHULUNG : Golok Bulan Sabit 2 ini dengan url http://cerita-eysa.blogspot.com/2011/09/cersil-khulung-golok-bulan-sabit-2.html,anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya jika artikel CerSIL KHULUNG : Golok Bulan Sabit 2 ini sangat bermanfaat bagi teman-teman anda,namun jangan lupa untuk meletakkan link CerSIL KHULUNG : Golok Bulan Sabit 2 sumbernya.

Unknown ~ Cerita Silat Abg Dewasa

Cersil Or Post CerSIL KHULUNG : Golok Bulan Sabit 2 with url http://cerita-eysa.blogspot.com/2011/09/cersil-khulung-golok-bulan-sabit-2.html. Thanks For All.
Cerita Silat Terbaik...

{ 0 komentar... read them below or add one }

Posting Komentar