Misteri Bayangan Setan 2 [Lanjutan Pendekar Bayangan Setan]

Diposting oleh eysa cerita silat chin yung khu lung on Selasa, 13 September 2011

Bilamana kepandaian dari majikan Kelabang Emas sama lihaynya dengan jagoan misterius yang selalu membantu dirinya, bukankah dirinya bakal mati konyol?
Hu Siauw-cian yang melihat pemuda tersebut terus menerus termenung tak terasa lagi sudah mendorong badannya.
"Eeei.... aku lihat kau setiap hari dari pagi sampai malam terus menerus seperti kehilangan semangat, mana punya kegagahan untuk pimpin para jago di seluruh kolong langit, mungkin menjadi penjaga pintu perkampungan orang lain tak suka menggunakan dirimu...."
"Oouw.... begitu....?" sahut Tan Kia-beng sekenanya.
Di dalam hatinya ia tetap termenung dan berpikir keras, ia bermaksud hendak menyelidiki dahulu keadaan serta situasi dipihak Isana Kelabang Emas kemudian baru mengambil keputusan kembali.
Sekali lagi Pek Ih Loo Sat mendorong pemuda tersebut, tetapi sewaktu dilihatnya ia cuma tertawa saja tanpa mengucapkan sepatah katapun dengan gemas lantas melengos dan tidak menggubris dirinya lagi.
Sebaliknya Mo Tan-hong yang mempunyai watak halus, ia mengerti pemuda itu tentunya sedang memikirkan satu persoalan yang maha berat.
Karenany ia lantas menarik tangan Siauw Cian untuk diajak berjalan keluar.
"Siauw Cian! mari kita jalan-jalan di tempat luaran dan jangan ganggu dirinya lagi"
Sejak kecil Hu Siauw-cian dibesarkan seorang diri dan selamanya tidak mempunyai saudara untuk diajak bermain.
Keadaan di sekelilingnya membuat ia mempunyai watak dingin, kaku, sombong dan kasar.
Tetapi sejak berkenalan dengan Mo Tan-hong, lama kelamaan wataknya yang kasar berhasil sedikit demi sedikit dilarutkan oleh watak Mo Tan-hong yang halus tapi agung itu sehingga didasar hatinya timbullah suatu perasaan kagum terhadap gadis tersebut.
Dan boleh dikata terhadap omongan dari gadis keturungan Mo Cun-ong ini ia sangat penurut. dengan berjalan bergandengan mereka berdua lantas berjalan keluar dari gua
Mendadak Mo Tan-hong teringat kembali dengan janji mereka terhadap Leng Poo Sianci, tak terasa lagi dengan nada mengomel ujarnya lirih, "Tadi, tidak seharusnya kau menyanggupi nona Cha untuk adu kepandaian. Sebetulnya urusan ini tidak lebih cuma suatu kesalah pahaman belaka. setelah dijelaskan bukankah akan jadi terang kembali, kenapa harus diselesaikan dengan suatu perkehalian?"
Hu Siauw-cian mengerutkan dahinya kemudian mendengus dingin.
"Hmm! justru aku paling tidak betah melihat gerak geriknya yang sombong dan ingin cari menang sendiri itu, bergebrak ya bergebrak, kenapa harus takuti dirinya?" serunya dingin.
Tetapi selesai berkata kembali ia sudah tertawa cekikikan, sambungnya, "Ia sangat baik sekali dengan engkoh Beng."
Dengan cepat gadis ini lantas menceritakan seluruh kisahnya sewaktu berada di dalam gua dimana ia menggoda gadis tersebut.
Tak kuasa lagi Mo Tan-hong pun dibuat tertawa.
"Cis! tidak tahu malu.... soal inipun kau bisa-bisanya menceritakan kembali kepadaku" omelnya.
Kembali mereka berdua tertawa terpingkal-pingkal.
Tan Kia-beng setelah termenung dan berpikir lama sekali baru dongakkan kepalanya kembali. Sewaktu dilihatnya Mo Tan-hong berdua sudah tak berada di dalam gua iapun lantas berjalan menuju keluar.
Ketika itu kedua orang gadis tersebut sedang bercakap-cakap sambil bergurau. karena tidak ingin mengganggu mereka maka secara diam-diam ia lantas berlalu keluar dari lembah tersebut dan menuji ke dalam sebuah lembah lain yang misterius.
Ia merasa daerah sekelilingnya licin tak bertumbuhan sedang disebelah kirinya tumbuhlah pohon pohon besar yang amat lebat.
Selagi ia sedang siap-siap hendak menentukan arah itulah mendadak terdengar suara yang amat lirih bergema masuk ke dalam telinganya.
Buru-buru ia mendongak, dari balik pohon yang lebat tampaklah sesosok bayangan manusia berkelebat mendatang.
Bayangan tersebut langsing, kecil dan mungil. tampaklah dengan ragu-ragu orang tersebut memperhatikan sekejap suasana di sekeliling hutan itu kemudian dengan sebat meluncur ke arah gua yang ditempati Tan Kia-beng tadi.
Gerakan badannya lincah, gesit dan cepat sekali kelebatan sudah mencapai sejauh tiga empat kaki.
Ketika itu Tan Kia-beng sedang murung karena tidak tahu di tempat manakah orang-orang Isana Kelabang Emas sudah
bermarkas, melihat munculnya seseorang dalam hati jadi sangat girang.
"Jika aku tangkap orang ini bukankah diriku tidak usah repot repot lagi untuk mengetahui alamat markas mereka?" pikirnya dalam hati.
Hanya di dalam sekejap mata orang itu sudah berada tidak jauh dari dirinya, kiranya orang itu adalah seorang siucay yang berbadan kurus.
Karena ingin menangkap dirinya hidup-hidup sehingga bisa ditanyai dengan jelas rahasia pihak musuh maka pemuda kitapun tidak menggubris peraturan Bulim lagi.
Mendadak badannya mencelat ke tengah udara kemudian menubruk ke arah bawah, tangannya laksana sambaran kilat mencengkeram ujung baju sebelah belakangnya.
Orang itu agaknya sama sekali tidak menduga ada orang yang turun tangan membokong dirinya, di dalam keadaan gugup ia menjerit tertahan kemudian buru-buru tundukkan kepalanya dan berpaling beberapa kali di atas tanah, di dalam sekejap mata ia sudah menyingkir sejauh dua kaki lebih.
Tetapi, kendati begitu tak urung tutup kepalanya kena dijambret juga oleh Tan Kia-beng sehingga rambutnya yang panjang terurai.
Sekali pandang Tan Kia-beng segera kenali kembali dirinya bukan lain adalah Yen Giok Fang salah seorang dari sepasang gadis cantik dari daerah Biauw-leng yang pernah bergebrak melawan Hu Siauw-cian sewaktu berada dibekas kebun bangunan keluarga Cau.
"Iih? kiranya kau?" serunya tertahan.
Setelah rasa terkejut lenyap dari dalam hati, dengan membelalakkan sepasang matanya yang jeli Yen Giok Fang memperhatikan Tan Kia-beng dari atas hingga ke bawah, beberapa saat kemudian ia baru bertanya"
"Eeei.... apa hubunganmu dengan Hong Jen Sam Yu?"
"Kawan!"
"Kau kenal dengan sijagoan pedang yang membasmi bibit iblis Tan Kia-beng?"
"Apa maksud mencari diriku?" dalam hati Tan Kia-beng mulai berpikir dengan hati ragu-ragu.
Tetapi diluaran ia tetap tenang tidak menunjukkan reaksi apa apa.
"Kenal! Apa maksudmu mencari dirinya?"
"Ada urusan penting yang hendak ajak dia berunding. Maukah kau tolong aku untuk panggil dia datang kemari?"
Tan Kia-beng adalah kawan cayhe yang paling akrab. Bila kau ada urusan katakan saja kepadaku."
"Tidak bisa jadi. Aku harus bertemu sendiri dengan dirinya."
"Jika dilihat wajahnya yang cemas dan tak tenang mungkin benar-benar ada urusan penting", pikir Tan Kia-beng kembali di dalam hatinya. "Kemungkinan sekali dari mulutnya aku berhasil mendapatkan sedikit berita yang penting."
Karena itu dengan wajah yang serius ujarnya, "Jika maksud nona mencari dirinya karena hendak melaporkan berita mengenai Isana Kelabang Emas, cayhe segera akan carikan dia untuk bertemu dengan dirimu, kalau cuma urusan pribadi, maaf cayhe tak akan menggubris dirimu lagi."
Sudah tentu urusan yang menyangkut Isana Kelabang Emas" seru Yen Giok Fang cemas. "Saat ini waktu sangat berharga bagaikan emas. siapa yang punya waktu untuk ngobrol lagi dengan dirimu, cepatlah kau undang dia kemari"
"Haaa.... haaa.... haaa orang she Tan yang nona cari jauh ada diujung langit dekat ada di depan mata, cayhe adalah orangnya" ujar Tan Kia-beng sambil tertawa terbahak-bahak.
Dengan ragu ragu Yen Giok Fang memperhatikan sekejap ke arahnya, mendadak ia mencibirkan bibirnya.
"Hmm! Mengandalkan watakmu semacam itu, kau tak becus untuk jadi dirinya." teriaknya gusar.
Dari dalam pinggang Tan Kia-beng lantas mencabut keluar seruling pualamnya.
"Kalau benda ini rasanya tidak bakal palsu bukan?" serunya sambil menggoyang goyangkan senjata tersebut.
Kembali Yen Giok Fang memperhatikan sekejap ke arahnya, terakhir ia menghela napas panjang.
"Heei.... kau sungguh keterlaluan, orang lain lagi cemas setengah mati kau malah mengajak aku bergurau."
"Nona! Sebetulnya apa maksudmu mencari diriku?" Ketika itulah dengan wajah serius Tan Kia-beng berjalan maju kesisiya. "Sekarang kau utarakanlah keluar, asalkan bukan suatu permintaan yang berat pasti akan cayhe sanggupi."
"Tolonglah Leng-tiong It-koay serta si Hakim Pualam berwajah ketawa kemudian hantarlah kami kakak beradik turun gunung."
"Eei.... apa maksudmu?" seru Tan Kia-beng dengan hati terperanjat. "Bukankah kalian sama-sama orang dari pihak Isana Kelabang Emas? Kenapa harus minta tolong kepadaku?"
"Heei.... bila diceritakan sungguh amat panjang sekali." kembali Yen Giok Fang hela napas panjang. "Hari itu setelah kami berempat mendapat perintah untuk berangkat kekebun bekas bangunan keluarga Cau untuk membinasakan Hong Jen Sam Yu, siapa tahu dari tengah kau sudah bercampur tangan sehingga merusak pekerjaan kami, sekembalinya kemarkas karena melihat kami mengundurkan diri tanpa membawa luka, maka majikan Isana Kelabang Emas lantas menaruh curiga kami berdua secara diam-diam sudah menaruh bibit cinta terhadap dirimu. Dengan cepat Leng-tiong It-koay berdua ditangkap lalu dikurung sedang kami kakak beradik walaupun karena ada suhu sehingga tidak dihukum tetapi secara tidak kelihatan sebenarnya kami ditahan secara halus, tindak tanduk kami tidak sebebas dahulu lagi."
"Lalu bagaimana sekarang kau bisa keluar?"
"Majikan Isana Kelabang Emas duah meninggalkan gunung, sedang para jago-jago lainnyapun karena ada urusan sudah pergi semua, karena itu aku baru berani menyelundup kemari."
"Majikan Isana Kelabang Emas sudah meninggalkan gunung?" seru Tan Kia-beng dengan sinar mata keheranan. "Dia sudah pergi kemana?"
"Rahasia tingkat tinggi semacam ini mana mungkin aku bisa tahu?"
"Eei....! sebenarnya kau suka membantu diriku tidak?"
"Kini pihak Isana Kelabang Emas sedang memandang diriku seperti paku di depan mata, aku tak boleh percaya omongannya begitu saja" diam-diam Tan Kia-beng memperingatkan dirinya sendiri.
Tetapi diluaran ia tetap tersenyum.
"Jikalau menurut semangat jantan seorang lelaki sejati dan demi tertegaknya panji panji keadilan" ujarnya cepat "Memang ada seharusnya cayhe turun tangan menolong mereka, tetapi ada beberapa urusan yang mencurigakan hatiku harap kau suka memberi jawaban.
---ooo0dw0ooo---
JILID: 14
PERTAMA: Siapakah suhu nona? Secara bagaimana kalian kakak beradik bisa masuk sebagai anggota Isana Kelabang Emas?
KEDUA: Untuk minta pertolongan kau bisa pula mencari orang lain, kenapa justru hanya mencari aku seorang?
KETIGA: Kalau memang kau bisa keluar secara bebas, kenapa tak sekalian melarikan diri? Sebaliknya harus menolong dulu Leng-tiong It-koay serta si Hakum Pualam berwajah ketawa berdua?"
Yen Giok Fang yang mendengar pertanyaan-pertanyaan yang ia ajukan itu, dalam hatinya lantas mengerti bila pemuda tersebut masih belum percaya terhadap dirinya, tak terasa lagi ia menghela napas panjang.
"Aku tahu, kalau hatimu masih menaruh curiga terhadap kejujuranku." ujarnya perlahan. "Tetapi soal ini tak bisa salahkan padamu, jika aku adalah kau, akupun tak akan suka pergi menempuh bahaya buat seorang yang persahabatannya tak begitu mendalam."
Sehabis berkata ia membereskan rambutnya yang terurai, setelah berganti napas lalu sambungnya kembali, "Siapakah suhu kami kakak beradik berdua untuk sementara waktu tak
dapat kami utarakan, cuma aku dapat beritahukan padamu bahwa ia mempunyai hubungan yang sangat erat dengan majikan Isana Kelabang Emas, tetapi watak mereka berdua sama sekali berbeda, soal ini aku harap kau suka memaafkan."
"Leng-tiong It-koay serta si Hakim Pualam berwajah ketawa bisa masuk ke dalam pihak Isana Kelabang Emas tidak lebih karena hubungannya dengan suhuku. Sudah tentu kami kakek beradik berdua tak akan suka melihat mereka berdua menemui bencana tanpa ditolong!"
"Sedangkan mengapa aku tidak langsung minta bantuan dari tujuh partai besar sebaliknya mencari kau? Soal ini bukannya aku hendak mencari muka dihadapanmu, saat ini orang yang bisa melawan kekuatan Isana Kelabang Emas cuma kau seorang, dan hanya kau pula yang mempunyai hubungan yang sangat erat dengan beberapa orang loocianpwee, sedang orang yang paling diperhatikan juga kalian semua."
"Sewaktu berada di kota Thian Lam tempo dulu, kami sudah mendengar bahwa kau adalah seorang yang berbudi, oleh karena itu bagaimanapun kami lebih baik datanga mencari bantuan kepada dirimu."
Berbicara sampai disini dengan perasaan jengah ia tertawa, sejenak kemudian tambahnya, "Sebetulnya kami kakak beradik mempunyai banyak rahasia yang hendak diberitahukan kepadamu, tetapi kami tak bisa berbuat demikian dan kami hanya berharap bisa lolos dari gunung Ui san dalam keadaan selamat setelah itu akan mengasingkan diri tidak ikut campur lagi urusan apapun, dengan berbuat demikian aku tidak ingin berbuat salah terhadap Majikan Isana Kelabang Emas juga tak ingin pula berbuat salah terhadap kawan kawan Bulim lainnya. Terus terang aku katakan
padamu. Jika kau suka berbuat demikian hanya akan mendatangkan keuntungan saja buat dirimu. Mau percaya atau tidak ini terserah pada dirimu sendiri."
Diam-diam Tan Kia-beng ambil perhitungan di dalam hatinya, ia merasa menyanggupi gadis ini jauh lebih menguntungkan karena dengan berbuat demikian bukan saja ia bisa menyelidiki markas dari Isana Kelabang Emas di atas gunung Ui-san ini disamping itu menggunakan kesempatan tersebut iapun bisa berkenalan dengan kawan Bulim yang berasal dari Thian Lam, bukankah hal ini sangat menyenangkan sekali?
"Kalau memang nona demikian pandang tinggi diri cayhe sehingga sengaja datang minta bantuanku, jika cayhe tidak menyanggupi tentu akan dipandang terlalu pandang rendah kalian, kini urusan tak boleh terlambat lagi. Mari kita segera berangkat" ujarnya dengan gagah.
"Tan-heng bisa bersikap begitu gagah hal ini benar-benar membuat Siauw moay merasa amat kagum" kata Yen Giok Fang kembali. "Cuma pada saat ini pihak Isana Kelabang Emas sedang pusatkan seluruh kekuatan yang ada untuk menghadapi rombongan kalian, harap di dalam setiap tindakan kau suka berhati-hati. Ucapan siauw moay cukup sampai disini saja, mari kita segera berangkat!"
Tetapi.... baru saja selesai berkata, mendadak terdengarlah suara tertawa seram berkumandang datang memecahkan kesunyian.
"Hee.... hee.... hee.... kini sudah terbukti Biauw-leng Siang-ciauw mengadakan hubungan dengan pihak musuh, aku mau lihat sekarang kau bisa mungkir lagi tidak?"
Diiringi suara gelak tertawa yang amat menyeramkan, sesosok bayangan manusia dengan cepat meluncur datang ke hadapan mereka.
Melihat munculnya dua orang tersebut air muka Yen Giok Fang segera berubah hebat.
Kiranya orang yang baru saja munculkan dirinya itu bukan lain adalah siluman berjubah merah Tolunpah adanya.
Cuma pada saat ini Tolunpah sama sekali tidak tahu kalau si pengemis cilik tersebut bukan lain hasil penyaruan dari Tan Kia-beng, oleh karena itu ia sama sekali tidak melirik sekejappun ke arahnya.
Diiringi suara tertawa seram ia sudah berkelebat dan melayang turun dihadapan Yen Giok Fang, kemudian sambil tertawa cabul ujarnya, "Kini, cuma ada dua jalan saja untuk kau pilih. jalan yang pertama, ikutilah permintaan Hud-ya mu dan puaskan napsuku, terhadap peristiwa yang terjadi malam ini Hud ya pasti tak akan membocorkan kepada siapapun, bahkan akan memberikan banyak kebaikan kebaikan serta kepuasan kepuasan untukmu. Sedangkan jalan yang kedua.... aku rasa tentu kau tahu sendiri bukan?"
Terhadap sepasang gadis cantik dari daerah Biauw-leng, sejak dahulu Lhama ini sudah bermaksud tidak baik, cuma saja dikarenakan suhu mereka kakak beradik paling sukar dilayani bahkan hubungannya sangat kuat sekali dengan Majikan Isana Kelabang Emas, maka ia tak berani bertindak secara gegabah.
Kini sesudah ia berhasil mencekal kesalahan gadis tersebut, sifat jahat serta cabulnyapun segera ketahuan bahkan sekali pentang mulut lantas mengutarakan maksud hatinya, hal ini
diam-diam membuat Yen Giok Fang merasakan hatinya bergidik.
Selangkah demi selangkah Tolunpah kembali mendesak maju ke depan, sedang mulutnya tetap cengar cengir dengan amat menyeramkan.
Tadi sewaktu Yen Giok Fang melihat menghianatnya terhadap Isana Kelabang Emas ketahuan orang lain, saking terperanjatnya air mukapun sudah berubah pucat, nyali terasa melayang dari dalam rongga dada.
Tetapi kini, setelah melihat lagak dari Tolunpah yang mendesak ke arahnya dengan wajah penuh kecabulan dalam hati jadi merasa amat gusar, ia lantas bulatkan tekad dan membentak keras, "Jika kau berani maju satu langkah lagi, nonamu segera akan cabut nyawa anjingmu!"
Pada saat ini napas panjang dari Tolunpah sudah berkobar kobar sukar ditahan ia sama sekali tidak perduli terhadap ancaman tersebut.
Dengan sepasang mata yang terpentang lebar-lebar memancarkan cahaya kemerah-merahan, perlahan-lahan ia mendesak maju ke depan.
Sepasang tangannya dibentangkan lebar-lebar sedang dari tenggorokannya mengeluarkan suara tertawa aneh yang tidak sedap didengar.
"Plaaak! Plooook!" diiringi suara tamparan yang nyaring, wajah jelek dari Tolunpah sudah kena diperseni sehingga bengkak dan sembab merah. Hal ini membuat matanya jadi berkunang kunang dan kepala terasa pening.
Jika kalau dibicarakan dari kepandaian silat yang dimilikinya, tidak mungkin Yen Giok Fang bisa menghantam
dirinya dengan demikian mudah, tetapi berhubung pada waktu itu ia sedang dipengaruhi oleh napsu dan hanya tertuju untuk menyelesaikan maksudnya apalagi menganggap Yen Giok Fang merupakan makanan yang paling lejat, maka sama sekali dia tidak ambil persiapan.
Setelah terkena gaplokan, napsunya kontan saja lenyap tak berbekas sedangkan hawa amarah segera memuncak.
"Lonte yang tidak tahu diri!" teriaknya gusar. "Hudya bermaksud baik untuk bantu dirimu, tidak disangka kau berani benar mencari gara-gara dengan Hud-ya mu! kau jangan salahkan kalau Hud-ya mu segera akan turun tangan merusak perawanmu dengan kekerasan!"
Tangannya yang besar dan berbulu kontan digerakkan untuk mencengkeram dadanya....
Pada saat ini dalam hati Yen Giok Fang sudah bulatkan tekad, sambil membentak nyaring ia mencelat ke samping sedang golok lengkungnya yang berwarna biru itupun segera dicabut keluar.
"Selama beberapa hari ini nonamu sudah bosan dengan bau busukmu yang sangat memuakkan itu" bentaknya sambil menuding Tolunpah.... "Malam ini jika bukan kau yang mati tentu akulah yang hidup ayoh keledai gundul turun tanganlah sekuat tenagamu, Nonamu tentu akan melayani dirimu"
"Heee.... heee.... heee.... kau jangan sombong dulu" seru Tolunpah sambil tertawa seram. "Apakah tindakan Isana Kelabang Emas terhadap orang yang berhianat rasanya tentu kau sudah tahu bukan? kini Hud-ya mu sengaja hendak membuka satu jalan hidup buat dirimu. siapa sangka kau lonte busuk tidak tahu diri bahkan berani gaplok wajahku. Hmm! kini kau jangan kira bisa lolos dari cengkeraman diriku, aku
akan tangkap kau untuk diserahkan kepada Majikan Isana Kelabang Emas!"
Terhadap soal ini sudah tentu Yen Giok Fang mengerti, tetapi sejak semula ia sudah singkirkan persoalan mati hidup dari pikirannya, karena itu setelah mendengar perkataan tersebut ia tertawa dingin tiada hentinya.
"Kau tidak usah bersikap kucing menangisi tikus, sekalipun nonamu mati juga tak bakal suka menerima maksud baikmu, sudah tidak usah banyak bicara lagi, lihat serangan!"
Cahaya biru berkelebat lewat, golok lengkungnya dengan membentuk serentetan cahaya yang tajam segera membabat ke arah depan.
Mendadak....
Dari sisi kalangan menggulung datang satu pukulan berhawa lembek yang langsung menggetarkan golok lengkung tersebut ke samping diikuti tampak bayangan manusia berkelebat lewat.
Tahu-tahu Tan Kia-beng sudah berdiri diantara kedua orang itu, kepada Yen Giok Fang ujarnya kemudian sambil mengulapkan tangannya.
"Nona, untuk sementara kau beristirahatlah, biar aku yang melayani dirinya!"
Badannya dengan cepat berputar. kepada Tolunpah yang berdiri dihadapannya ia tertawa dingin.
Jadi maksud saudara hendak memaksa nona ini untuk memenuhi permintaanmu itu?" tanyanya ketus.
"Urusan ini kau tidak perlu ikut campur" Bentak Tolunpah sambil memicingkan Hud-ya mu sedang menjalankan peraturan perguruan dari Isana Kelabang Emas, jika kau
masih tidak tahu diri dan tidak mau undurkan diri lagi dari sini, Hmmm! mungkin kau sendiripun bakal sulit untuk meloloskan diri dari cengkeramanku"
"Haaa.... haaa.... haaa....cuma sayang aku si pengemis cilik sudah terbiasa dengan tulang-tulang kereku ini, kalau aku ngotot tak mau mundur lalu kau hendak berbuat apa?" ejek Tan Kia-beng sambil tertawa terbahak-bahak.
Tolunpah tertawa seram, telapak tangannya perlahan-lahan diangkat ke atas siap-siap melancarkan satu pukulan dahsyat.
Walaupun terang-terangan Tan Kia-beng melihat kejadian ini tetapi ia pura-pura tidak tahu, bahkan berdiri sambil berpeluk tangan.
Yen Giok Fang yang takut ia menderita rugi, buru-buru berteriak memberi peringatan
"Tan heng, hati-hati terhadap serangan bokongan dari keledai gundul ini...."
Baru saja teriaknya selesai dilancarkan keluar, Tolunpah sudah membentak keras, sepasang telapak tangannya bersama-sama didorong ke depan dengan sepenuh tenaga.
Karena ia merasa si pengemis cilik ini sudah mengacau maksud hatinya, maka ia berusaha keras untuk menggunakan kesempatan yang baik ini guna membinasakan dirinya.
Tampaklah segulung angin pukulan yang amat dahsyat laksana ombak yang menggulung di tengah samudra dengan cepat menerjang datang. hal ini membuat ujung pakaian dari Tan Kia-beng berkibar kencang.
Tetapi sebelum angin pukulan tersebut bersarang ditubuh lawan, mendadak terasalah sepasang matanya jadi kabur tahu-tahu bayangan musuh sudah lenyap tak berbekas.
disusul suara bentrokan yang keras di atas tanah membuat pasir serta kerikil beterbangan memenuhi angkasa.
Tolunpah yang berkeyakinan di dalam serangannya ini pasti akan berhasil membinasakan pihak musuh siapa sangka ternyata hanya mencapai pada sasaran yang kosong, hatinya jadi amat terperanjat.
Buru-buru badannya berputar kemudian mundur sembilan depa ke arah belakang.
Ketika ia menoleh ke belakang maka tampaklah entah sejak kapan si pengemis cilik itu sudah ada dibelakang tubuhnya sesuatu memandang ke arah dengan mulut tersungging satu senyuman dingin.
Kontan saja hatinya jadi cemas bercampur gusar, ia bersuit pentang badannya sekali lagi menerjang maju ke depan sambil mengirim tujuh delapan buah serangan berantai secara serabutan.
Di dalam sekejap mata Tan Kia-beng sudah tergulung di dalam bayangan telapak yang berkelebat memenuhi seluruh angkasa itu.
Yen Giok Fang mengerti bila tenaga dalam yang dimiliki hweesio ini amat sempurna wataknyapun amat ganas, Karena takut Tan Kia-beng tak berhasil menangkap dirinya sehingga ia berhasil lolos dan menimbulkan banyak kesulitan, maka dengan cepat ia maju ke depan dan berdiri di pinggir kalangan.
"Tan-heng harap kau suka berhati-hati jangan sampai membiarkan bajingan ini berhasil meloloskan diri" teriaknya nyaring.
Tan Kia-beng mengerti apa maksud dari perkataannya ini, ia berharap dirinya bisa membinasakan silhama berjubah merah ini sehingga rahasianya tidak sampai terbongkar.
Tak terasa lagi ia tertawa tergelak.
"Nona boleh berlega hati, bangsat hweesio ini tak bakal bisa lolos dalam keadaan hidup"
Sembari berbicara secara diam-diam ia mulai mengerahkan ilmu sakti Jie Khek Kun Yen Sian Thian Cin Khie nya, kemudian diarah depan.
Suara jeritan ngeri yang menyayatkan hati berkumandang memenuhi angkasa, tubuh Tolunpah bagaikan sebuah bola besar menggelinding ke tengah udara kemudian roboh ke atas tanah dengan amat keras.
Kaki tangannya tampak menggeliat sejenak, akhirnya menegang dan seketika itu juga menemui ajalnya.
Ilmu yang amat dahsyat ini kontan saja membuat Yen Giok Fang jadi berdiri mematung disana, untuk beberapa saat lamanya ia tak sanggup mengucapkan sepatah katapun
"Lihay.... sungguh amat lihay!" beberapa saat kemudian gadis tersebut baru berseru sambil menepuk dada sendiri "Eeei.... ilmu kepandaian macam apakah yang baru saja kau gunakan? sungguh menakutkan sekali"
"Kau tidak perlu memuji diriku lagi" kata Tan Kia-beng sambil tertawa tawar, "Kepandaian barusan bukan dikarenakan kepandaian silat yang cayhe miliki terlalu lihay tetapi sang Lhama ini sendiri yang sudah menggunakan tenaga terlalu besar!"
Ia lantas membungkuk dan menyeret mayat Tolunpah yang penuh berlepotan darah untuk dibuangnya ke dalam sebuah gua batu setelah itu serunya kepada Yen Giok Fang.
"Mari sekarang juga kita berangkat, jika terlambat kita bakal kecandang lagi!"
Yen Giok Fang sendiripun merasa ia sudah keluar terlalu dalam, tak kuasa lagi harinya merasa amat cemas.
"Celaka....! aku sudah keluar sangat lama sekali, jikalau sampai diketahui oleh pihak mereka tentu enci ku lah pertama-tama yang bakal menerima siksaan!" serunya penuh rasa kuatir.
Sembari berseru badannya laksana sebatang anak panah yang terlepas dari busur meluncur ke arah depan.
Gadis ini sejak kecil dibesarkan di daerah Biauw yang berpegunungan berlari di atas gunung serta tebing-tebing yang curam sudah merupakan kepandaiannya yang menunggal.
Hanya di dalam sekejap mata ia sudah berhasil melewati beberapa buah bukit serta tebing tebing yang curam, sewaktu ia menoleh ke arah belakang maka tampaklah Tan Kia-beng selama ini masih menguntil terus dibelakangnya dengan tenang.
Pada saat ini ia sudah merasa sangat lelah sehingga keringat mengucur keluar membasahi seluruh tubuhnya, nafaspun mulai memburu, tetapi sebaliknya pihak lawan masih tetap tenang-tenang saja, hal ini menandakan bila kepandaian pemuda tersebut benar-benar amat lihay sekali.
Tak terasa lagi dengan perasaan jengah ia menoleh dan tersenyum, ujarnya dengan hati kurang enak, "Aku.... baru
saja berlari tidak seberapa jauh sudah kecapaian macam begini, hal ini benar-benar mentertawakan sekali!"
"Nona! buat apa kau terlalu merendahkan diri?" seru Tan Kia-beng serius. "Dengan ilmu meringankan tubuh yang nona miliki pada saat ini boleh terhitung sebagai seorang jagoan kelas wahid di dalam dunia persilatan. Tenaga dalampun belum berhasil mencapai puncak kesempurnaan hal ini bukan salahmu, watakmu berlalu masih terlalu pendek, dan asalkan selanjutnya kau mau sungguh-sungguh berlatih, tidak susah bagimu untuk memperoleh kemajuan"
Ia merandek sejenak, kemudian dengan nada kuatir ujarnya kembali, "Jikalau perjalanan masih sangat jauh, cayhe rela untuk keluarkan sedikit tenaga untuk menggandeng tangan nona, entah bagaimana maksudmu?"
Sejak pertemuan dibekas kebun bangunan keluarga Cau dalam hati Yen Giok Fang diam-diam sudah menaruh rasa simpatik terhadap sang pemuda yang memiliki kepandaian ilmu silat amat tinggi dan mempunyai nama amat terkenal di dalam dunia kangouw ini. justru disebabkan rasa tertarik, ia ada maksud mencari kesempatan untuk menjajaki kepandaian silat yang dimiliki pihak lawan.
Kini mendengar Tan Kia-beng akan menggendeng tangannya untuk bantu ia melakukan perjalanan, tak terasa lagi dalam hati pikirnya, "Sampai suhuku sendiripun tidak berani pentang mulut hendak melakukan perjalanan sambil menyeret seseorang, aku ingin melihat kau hendak menggunakan cara apa untuk menolong diriku?"
Setelah mengambil keputusan, ia lantas tertawa.
"Hingga sampai saat ini kita baru melakukan perjalanan hanya sepertiganya saja aku sudah demikian dewasa rasanya tidak enak kalau kau harus bantu menggandeng tanganku?"
Pada saat ini di dalam hati Tan Kia-beng hanya memikirkan bisa cepat-cepat dia tiba dimarkas orang-orang Isana Kelabang Emas, melihat gadis tersebut tidak menunjukkan reaksi menolak, ia pun lantas tersenyum.
"Ayoh jalan! bukankah ada pihak ketiga yang melihat? Kenapa harus malu?"
Tangannya dengan cepat menyambar lengannya yang halus kemudian membentak keras, “Ayo jalan!"
Badannya dengan lincah dan sebat meloncat ke tengah udara meluncur sejauh lima kaki lebih melakukan perjalanan melalui sebuah jalan gunung yang kecil.
Yen Giok Fang hanya merasakan badannya sangat enteng dan seperti didorong oleh segulung kekuatan yang tak berwujud untuk meluncur ke arah depan, telinganya cuma mendengar deruan angin kencang berseliwaran di pinggir telinga, pemandangan di kedua belah samping laksana kilat menyambar ke arah belakang, hanya di dalam sekajap mata mereka berdua sudah berada ratusan kaki jauhnya.
Kecepatannya pada saat ini bila dibandingkan dengan larinya tadi walaupun sudah menggunakan sepenuh tenaga hampir boleh dikata jauh lebih cepat satu kali lipat, tak terasa lagi hatinya merasa terperanjat bercampur girang.
Diam-diam ia merasa beruntung karena berhasil menemukan seseorang yang memiliki kepandaian ilmu silat sedemikian lihaynya, rasanya tidak akan begitu sukar lagi baginya untuk meloloskan diri dari mulut macan dan memperoleh kemerdekaan kembali.
Karena kegirangan iapun tanpa terasa sudah menoleh ke arah samping memandang wajah pemuda tersebut tajam tajam.
Kebetulan ketika itu Tan Kia-beng pun sedang menengok ke arahnya, empat mata bertemu jadi satu.... ia merasa pihak lawan masih tenang-tenang saja dan sama sekali tidak kelihatan ngotot. bahkan mungkin pemuda ini belum menggunakan seluruh tenaganya yang ada, hal ini membuat hatinya semakin kagum lagi.
Dibawah petunjuk Yen Giok Fang, tidak selang beberapa saat kemudian sampailah mereka disuatu tempat yang dijadikan markas besar oleh orang-orang Isana Kelabang Emas.
Ternyata tempat itu merupakan sebuah kuil yang berdiri dengan angker dan megahnya, kuil tersebut berdiri disebuah lekukan tebing gunung yang jauh menjorok ke dalam oleh karena itu jika tidak didekati sulit untuk menemukan bila di tempat itupun terdapat sebuah kuil.
Baru saja mereka berdua tiba tidak jauh dari kuil tersebut, Yen Giok Fang segera menahan larinya Tan Kia-beng lalu berbisik dengan suara lirih, "Di sekeliling tempat ini terdapat penjagaan yang sangat ketat, sekali kurang berhati-hati paling mudah diketahui jejaknya oleh mereka, jika sampai terjadi demikian maka untuk menolong orang akan menemui kesulitan, mari kau ikutilah diriku baik-baik"
Tan Kia-beng bungkam dalam seribu bahasa, kedatangannya ini hari adalah hendak membantu gadis tersebut menyelesaikan pekerjaannya, sudah tentu segala tindak tanduk dan gerak geriknya harus mengikuti usulnya.
Sejak timbulnya peristiwa dengan Tolunpah tadi, pemuda kita sudah benar-benar menaruh rasa kepercayaan terhadap Sepasang gadis cantik dari daerah Biauw-leng ini, oleh karena itu ia menurut saja atas semua siasat yang sudah diatur.
Dibawah sorotan cahaya rembulan, tampaklah dua sosok bayangan berwarna keabu abuan laksana kilat menyambar dan berkelebat menuju keantara batu-batuan yang tersebar meluas di sekeliling kuil.
Hanya di dalam sekejap mata mereka sudah berhasil menyebrangi tembok pendek yang mengelilingi kuil tersebut, kemudian meminjam bayangan gelap tumbuhan bambu mulai bergerak ke depan dengan berhati-hati sekali.
Semakin lama mereka bergerak semakin mendekati sebuah bangunan rumah yang pendek dan kecil dihadapannya, tidak usah dijelaskan lagi kedua sosok bayangan manusia tersebut bukan lain adalah Tan Kia-beng serta Yen Giok Fang adanya.
Mereka berdua bersembunyi dibalik tumbuhan beraneka warna bunga yang tersebar meluas disana lalu dari tempat ini mulai mengintai keadaan di sekeliling rumah kecil tersebut, akhirnya mereka menemukan dibawah serambi bangunan rumah itu tempat dua orang bu-su suku Biauw sedang berbicara dan bergurau dengan suara yang lirih.
Perlahan-lahan Yen Giok Fang menyenggol badan Tan Kia-beng lalu angkat kedua buah jarinya menuding kedua orang bu su tersebut, setelah itu melakukan gerakan tangan membabat ke arah bawah.
Maksudnya ia suruh pemuda tersebut membinasakan dulu kedua orang tersebut.
Tan Kia-beng mengerti maksudnya, ia mengangguk kemudian dengan gerakan badannya mendatar ia meluncur ke arah depan langsung menubruk kedua orang Bu-su itu.
Gerakan badannya barusan cepat laksana sambaran petir, menanti kedua orang Bu-su tersebut merasakan dirinya diserang dan siap hendak berteriak, jalan darah mereka tahu-tahu sudah kena tertotok.
Serangan yang baru saja dilancarkan ini cepat tiada terhingga, walaupun Yen Giok Fang meloncat keluar hampir pada saat yang bersamaan waktunya, tetapi menanti ia tiba di atas serambi tersebut persoalan sudah diresmikan.
Tak terasa hatinya merasa semakin kagum lagi, ia merasa nama besar dari pemuda yang berada dihadapannya betul-betul bukan nama kosong belaka.
Diam-diam kedua orang itu menyeret badan kedua orang Bu su tersebut untuk disembunyikan kesuatu tempat yang tersembunyi setelah itu mendorong pintu berjalan masuk ke dalam.
Bangunan rumah kecil ini, pada mulanya digunakan sebagai gudang penyimpan bahan makanan oleh para Toosu yang menghuni di dalam kuil ini, tetapi sekarang oleh orang-orang Isana Kelabang Emas telah digunakan sebagai tempat tahanan.
Dengan sepasang mata Tan Kia-beng yang tajam, sekali pandang ia sudah menemukan bila dibalik ruangan yang gelap secara samar-samar menggeletak dua sosok bayangan manusia.
Dengan cepat ia menarik tangan Yen Giok Fang untuk diajak ikut masuk ke dalam, sedikitpun tidak salah kedua
orang tersebut bukan lain adalah Leng-tiong It-koay serta si Hakim Pualam berwajah ketawa.
Hanya saja pada saat ini sepasang kaki serta tangan mereka sudah dirantai dengan besi bahkan jalan darah bisupun sudah kena tertotok.
Diam-diam Tan Kia-beng segera kerahkan tenaga dalamnya untuk memutuskan rantai rantai tersebut, setelah itu bantu pula membebaskan jalan darah yang kena tertotok.
Tetapi berhubung badan Leng-tiong It-koay berdua sudah terlalu lama ditotok dan dirantai, sekalipun sudah dibebaskan ia masih menggeletak tak berkutik.
"Tiong Loo cianpwee!" sapa Yen Giok Fang dengan suara yang amat lirih. "Kau sudah bisa bergerak? aku adalah Yen Giok Fang yang sengaja datang kemari bersama-sama sijagoan pedang pembasmi bibit iblis Tan Sauw hiap untuk menolong dirimu!"
Bagaimanapun juga mereka berdua adalah jago-jago kosen dari dunia persilatan, setelah melemaskan otot-ototnya yang kaku sebentar saja sudah dapat bergerak kembali.
Terdengar Leng-tiong It-koay mendengus dingin.
"Hmmm! terima kasih atas bantuan dari nona. Loolap percaya masih bisa mempertahankan diri sendiri.
"Bangat kejam yang tidak tahu diri!" maki si Hakim Pualam berwajah ketawa pula sambil bangun berdiri, "Ternyata mereka telah menggunakan tindakan yang sedemikian rendahnya untuk menghadapi kami berdua.... Hmmm! asalkan aku orang she Cu masih bisa bernapas, aku bersumpah akan membalas dendam sakit hati ini"
"Jangan keburu menuntut perhitungan!" buru-buru cegah Yen Giok Fang. "Sekarang lebih baik kita berusaha untuk meloloskan diri dulu dari mara bahaya, setelah itu perhitungan ini baru kita tuntut kembali secara perlahan-lahan"
Pada waktu itu Tan Kia-beng pun sudah buka suara, "Menggunakan kesempatan sewaktu mereka belum menemukan keadaan ini, lebih baik kita buru-buru mundur dari sini...."
Sehabis berkata pertama tama ia malayang keluar dulu dari dalam ruangan tersebut.
walaupun kuil kuno ini bukan merupakan tempat penting dari pihak Isana Kelabang Emas, tetapi sebagian besar kekuatan mereka sudah dialihkan ke atas gunung Ui san, oleh karena itu kewaspadaan mereka sama sekali tak dikendorkan sedikitpun.
Tidak lama setelah Tan Kia-beng menotok rubuh kedua orang Bu-su suku Biauw itu mereka sudah ditemukan oleh dua orang bu-su lainnya yang sedang melakukan perondaan, kemudian dengan cepat melaporkan kejadian ini kepada para jago-jago lihay yang berkumpul di dalam ruangan besar.
Sebaliknya Tan Kia-beng sekalian sama sekali masih tidak tahu kalau di sekeliling ruangan tersebut sudah dikelilingi oleh jago-jago lihay pihak musuh.
Sewaktu Tan Kia-beng menerjang keluar dari ruangan itulah, di sekeliling ruangan sudah menani berpuluh-puluh orang jago yang segera melancarkan serangan serangan gencar dengan senjata rahasianya.
Cahay keemas-emasan seketika itu juga beterbangan memenuhi angkasa dan menyilauka mata setiap orang....
Sekali pandang Tan Kia-beng sudah mengenali kembali kalau cahaya emas tersebut bukan lain adalah senjata rahasia yang paling beracun dari pihak Isana Kelabang Emas, Pek Cu Kiam Wu Ciam.
"Saudara-saudara, hati-hatilah" bentaknya keras. "Awas terhadap serangan senjata rahasia Pek Cu Kiem Wu Yen Wie Ciam!"
Telapak tangannya dengan cepat membalik mengirim satu pukul angin taupan yang maha dahsyat menggetarkan seluruh jarum lembut laksana rambut tersebut sehingga terpental dan bermuncratan keempat penjuru.
Yen Giok Fang serta Leng-tiong It-koay sekalian yang juga pernah jadi orang-orang Isana Kelabang Emas sudah jauh lebih mengerti keadaan disana, tidak perlu diperingati lagi oleh Tan Kia-beng mereka sudah mengirim angin-angin pukulan yang gencar menahan datangnya serangan senjata rahasia tersebut kemudian menerjang keluar dari dalam ruangan.
Ketika itu empat penjuru sudah diramaikan dengan suara bentakan-bentakan keras....
Dengan sikap yang amat tenang Tan Kia-beng melirik sekejap keempat penjuru, lalu serunya dengan nada berat, "Saudara saudara sekalian terjanglah terus keluar, aku rasa anjing-anjing Isana Kelabang Emas yang tidak becus ini tak bakal bisa mengapa apakan diriku"
Ketika itu senyuman di atas ujung bibir si Hakim Pualam berwajah ketawa sudah lenyap tak berbekas, tangannya pada saat ini sudah mencekal senjata pencabut nyawa, ia membentak keras kemudian menerjang keluar dari balik tembok.
Leng-tiong It-koay pun dengan rambut pada berdiri saking marahnya ikut meloncat keluar mengikuti dari belakangnya.
"Aduuuh celaka!" mendadak Yen Giok Fang menjerit kaget. "Aku sudah lupa memberi tahu enciku!"
"Hiii.... hiii.... hiii.... kau boleh berlega hati" Mendadak dari tempat kegelapan berkumandang datang suara tertawa cekikikan. "Enci mu tak bakal menemui kerugian ditangan mereka!"
Sreeet! sesosok bayangan manusia yang kecil langsing sudah meluncur datang dari balik pepohonan.
Melihat kejadian itu Yen Giok Fang jadi kegirangan, serunya manja, "Enci, bagaimana kau bisa tahu kalau kami telah tiba?"
"Saat ini tiada banyak waktu untuk berbicara, mari kita cepat terjang keluar dari sini menggunakan kesempatan sebelum mereka berkumpul," seru Yen Giok Kiauw sambil menggetarkan angkin merahnya.
Mendadak....
Dari balik tempat kegelapan kembali berkumandang datang suara bentakan berat dari seseorang tua.
"Hmm! Di kolong langit tidak bakal ada urusan yang sedemikian mudahnya!!!"
Sesosok bayangan manusia dengan cepat melayang datang, lalu sambil menuding ke arah sepasang Gadis cantik dari daerah Biauw-leng bentaknya gusar, "Budak lonte yang tidak tahu diri! Kalian benar-benar bernyali berani bersekongkol dengan pihak orang luar untuk menghianati pihak Istana kami, apakah kalian tak takut dengan siksaan digigit seratus semut serta lima tangan perogoh nyawa?"
Tan Kia-beng mengenali kembali kalau si orang tua tersebut bukan lain adalah Sam Biauw Ci Sin salah seorang pelindung Hukum dari pihak Isana Kelabang Emas.
Karena takut kedua orang kakak beradik itu menemui bencana, mendadak ia meloncat maju ke depan.
"Nona! kalian cepat-cepatlah berlalu. di tempat ini biarkanlah aku yang hadapi"
Pada waktu itu Sam Biauw Ci SIn tak dapat mengenali lagi jika si pengemis cilik yang berada dihadapannya bukan lain adalah Tan Kia-beng, mendengar perkataan tersebut sepasang matanya kontan mendelik dan memancarkan cahay kehijau-hijauan.
"Heee.... heee.... heee.... bangsat cilik pengemis kere! kau lagi bermimpi" teriaknya sambil tertawa seram. "Barang siapa yang berani menari setori dengan orang-orang Isana Kelabang Emas selamanya tidak pernah lolos dari sini dalam keadaan hidup hidup"
"Haaa.... haaa.... haaa.... jangan dikata sebuah kuil kecil yang sudah bobrok, sekalipun Isana Kelabang Emas yang ada di gurun pasir siauw-ya tetap bisa masuk keluar sesuka hati" ejek Tan Kia-beng tertawa tergelak.
Mendengar perkataan tersebut dalam hati Sam Biauw Ci Sin merasa amat terperanjat, diam-diam pikirnya, “Siapakah si pengemis cilik ini? Jika dilihat dari sikapnya yang gagak dan matanya memancarkan cahaya tajam, ia pasti seorang jagoan yang mempunyai asal usul terkenal. Kalau tidak iapun tak bakal berani mencari gara gara dengan kami orang-orang Isana Kelabang Emas."
Sewaktu ia sedang berpikir dengan perasaan ragu ragu, sepasang gadis cantik dari daerah Biauw-leng bersama-sama sudah meloncat keluar dari balik tembok pekarangan
"Budak bangsat, kalian masih ingin lari?” bentak Sam Biauw Ci Sin dengan teramat gusar.
Telapak tangannya dengan cepat dibabat dari tempat kejauhan, seketika itu juga segulung angin pukulan yang maha dahsyat serasa angin puyuh menghantam badan sepasang kakak beradik itu.
"Heee.... heee.... heee.... aku rasa dengan mengandalkan kepandaian silatmu yang sangat jitu masih belum sanggup untuk menahan mereka disini" ejek Tan Kia-beng sambil tertawa dingin.
Telapak tangannya perlahan-lahan diayunkan ke depan segulung hawa pukulan yang amat dingin dengan cepat meluncut dari samping mencegah datangnya angin pukulan pihak musuh.
Sewaktu angin pukulan yang maha dahsyat itu terbentur dengan hawa pukulan dingin dari pemuda kita, kontan kekuatannya lenyap tak berbekas.
Melihat kejadian ini Sam Biauw Ci Sin jadi terperanjat, ia sama sekali tidak menduga kalau seorang pengemis cilik yang tidak pernah didengar memang bisa memiliki tenaga lweekang yang demikian dahsyatnya.
Dalam hati ia lantas merasa bahwa peristiwa malam tidak mudah untuk dibereskan tetapi pada saat ini di dalam kuil hanya tinggal dia seorang saja yang memiliki kepandaian silat paling tinggi, mau tidak mau ia harus juga keraskan kepala menerjang ke luar.
Diam-diam hawa murninya lantas disalurkan keseluruh tangan siap-siap melancarkan serangan.
"Heee heee heee.... tidak kusangka kaupun masih mempunyai beberapa jurus yang bisa diandalkan. Tidak nyana loohu sudah salah melihat!" serunya sambil tertawa seram.
Ketika itu dibalik tembok pekarangan sudah berlangsung suatu pertarungan yang amat sengit, suara bentakan bentakan keras serta jeritan jeritan ngeri yang menyayatkan hati bergema memecahkan kesunyian di tengah malam buta....
Tan Kia-beng sama sekali tidak mengetahui jika di dalam kuil pada saat ini cuma tinggal Sam Biauw Ci Sin seorang yang memiliki kepandaian tinggi, karena dalam hati menaruh rasa kuatir terhadap keselamatan dari Leng-tiong It-koay sekalian, ia tidak suka banyak ribut lagi disana.
Mendadak pemuda itu tertawa panjang.
"Sukma gentayangan yang suka lolos dari telapak tanganku, siauw-ya mu tiada waktu untuk banyak ribut lagi dengan dirimu, selamat tinggal!"
Baru saja perkataan terakhir diutarakan keluar badannya sudah melayang keluar saja dari balik tembok pekarangan.
Sewaktu ia melayang turun dibagian sebelah depan, tampaklah si Hakim Pualam berwajah ketawa serta Leng-tiong It-koay sekalian sedang melangsungkan suatu pertarungan mati-matian melawan jago-jago kangouw berbaju hitam.
Walaupun orang-orang ini hanyalah jago kelas tiga serta kelas empat dari pihak Isana Kelabang Emas, tetapi berhubung jumlah mereka begitu banyak ditambah pula jalan darah Leng-tiong It-koay barusan saja dibebaskan sehingga
peredaran darahnya kurang lancar, maka mereka mulai kedesak dibawah angin.
Kedatangan Tan Kia-beng ke tempat itu tidak lain hanyalah ingin menolong orang saja, dihatinya sama sekali tiada maksud untuk melukai pihak musuh.
Sewaktu ia siap-siap maju ke depan untuk membantu mereka meloloskan diri dari kepungan, mendadak....
Sesosok bayangan manusia meluncur datang dari balik hutan, gerakannya kelihatan sangat lambat padahal kecepatannya melebihi sambaran petir, hanya di dalam sekejap mata ia sudah meluncur masuk ke dalam kalangan diikuti suara jeritan ngeri dari si Hakim pualam berwajah ketawa.
Badannya bagaikan sebuah bola lempar mencelat ke tengah udara setinggi dua kaki lebih kemudian jatuh kembali ke atas tanah dengan menimbulkan suara yang amat keras.
Seketika itu juga dari tujuh buah lubangnya mengucur keluar darah segar, ternyata hanya di dalam satu jurus saja ia sudah kena dibinasakan oleh serangan orang tersebut.
Belum sampai kejadian pertama berlalu kembali suara dengusan berat berkumandang keluar. Tubuh Leng-tiong It-koay dengan sempoyongan mundur delapan depa ke arah belakang, agaknyapun ia sudah menderita luka dalam yang sangat parah.
Tan Kia-beng yang kedatangannya rada terlambat satu langkah sehingga membuat orang yang ditolong satu binasa dan satu terluka, dalam hati merasa cemas bercampur gusar.
Ia membentak keras kemudian langsung menerjang ke arah orang itu.
Tetapi orang tersebut ketika itu sudah berputar arah dan melayang kehadapan sepasang gadis cantik dari daerah Biauw-leng.
Bersamaan waktunya pula ada beberapa orang jagoan kangouw berbaju hitam yang menubruk ke arah Leng-tiong It-koay menggunakan kesempatan sewaktu ia sedang menderita luka parah.
Setelah menimbang berat entengnya suasana, akhirnya memutuskan untuk menolong Leng-tiong It-koay terlebih dulu.
Ujung kakinya dengan cepat menjejak tanah kemudian bagaikan gulungan angin puyuh melayang kesisi tubuh Leng-tiong It-koay.
Telapak tangannya bersama-sama didorong di depan melancarkan satu pukulan lwekang yang maha dahsyat.
Begitu angin pukulan tersebut mengenai tubuh orang-orang berbaju hitam itu, kontan saja sudah jeritan ngeri bergema memenuhi angkasa. laksana peluruh saja mereka mencelat balik ke arah belakang.
Tan Kia-beng yang berhasil mengundurkan serangan musuh di dalam satu jurus, tangan lainnya dengan cepat membimbing bangun tubuh Leng-tiong It-koay.
"Bagaimana dengan lukamu?" tanyanya kuatir.
Kembali Leng-tiong It-koay muntahkan darah segar, mendadak ia bungkukkan badan dan menghela nafas panjang....
"Loolap tak bisa mempertahankan diri lagi, harap Siauwhiap suka cepat-cepat pergi menolong Biauw-leng Siang-ciauw!"
Dalam hati Tan Kia-beng pun mengerti bila sepasang gadis cantik dari daerah Biauw-leng bukan tandingan dari orang
tersebut. tetapi iapun tak dapat meninggalkan Leng-tiong It-koay begitu saja.
Sewaktu ia sedang bediri dengan kebingungan itulah, orang tersebut telah tiba dihadapan Biauw-leng Siang-ciauw.
"Budak rendah! kalian benar-benar bernyali dan bersekongkol dengan orang luar untuk menghianati istana kami. Hmm dosa kalian tak dapat diampuni lagi" bentaknya keras. "Sekarang kalian ingin ambil tindakan sendiri ataukah hendak menunggu aku yang turun tangan?"
Sepasang gadis cantik dari daerah Biauw-leng yang terkenal berwatak keras setelah bertemu dengan orang itu, ternyata air mukanya sudah berubah jadi pucat pasi bagaikan mayat, badannya gemetar kepalanya tertunduk rendah-rendah. tak sepatah katapun bisa diutarakan keluar.
Sewaktu mereka sedang mengadakan tanya jawab itulah Tan Kia-beng berhasil melihat jelas kalau orang itu bukan lain adalah seorang sastrawan berkerudung hijau yang menutupi hampir seluruh wajahnya, tak terasa lagi hatinya rada bergerak.
"Dialah Majikan Isana Kelabang Emas?" diam-diam pikirnya dalam hati.
Si sastrawan berkerudung yang melihat sepasang gadis cantik dari daerah Biauw-leng hanya tundukkan kepala saja tanpa mengucapkan sepatah kata pun, kembali tertawa dingin dengan nada yang menyeramkan.
"Heee heee.... memandang di atas wajah suhu kalian, aku kasih satu kekecualian buat kalian dan memberikan sebuah mayat yang utuh buat kamu berdua."
Ujung jubahnya perlahan-lahan dikebutkan ke depan, kelihatannya sepasang gadis cantik dari daerah Biauw segera akan terluka di bawah serangan sastrawan tersebut....
Mendadak....
Dari balik hutan berkumandang datang suara tertawa dingin yang tidak kalah seramnya, bahkan suara ini kedengarannya mirip dengan jeritan kuntilanak.
“Heee.... heee.... heee.... tidak kusangka kau masih teringat dengan diriku, tetapi walaupun anak muridku tidak becus, selamanya aku paling tidak suka orang lain ikut serta mencampuri persoalan tersebut.”
Terdengar suara ujung baju tersampok angin, dari balik hutan muncullah seorang nenek tua yang rambutnya sudah beruban semua, begitu badannya menerjang datang telapak tangannyapun mengirim satu pukulan memunahkan datangnya angin pukulan dari si sastrawan berkerudung itu.
"Hmmm, kalian dua orang manusia yang tidak berguna masih tidak menggelinding pergi juga dari sini, apakah kalian sedang menantikan saat kematian?" bentaknya keras.
Ketika kedua gulung angin pukulan tersebut bertemu di tengah udara seketika itu juga di tengah kalangan terjadi suara ledakan yang memekikkan telinga....
Di tengah kibaran ujung baju yang amat keras, dengan mengikuti arah angin tersebut kembali si nenek tua itu melayang pergi kemudian lenyap dibalik hutan.
Sejak munculkan diri menolong orang kemudian melayang pergi lagi dari sana tidak lebih hanya menghabiskan waktu amat singkat, bahkan gerakannya cepat bukan alang kepalang.
Hal ini membuat Tan Kia-beng merasa sangat terperanjat!
Si sastrawan berkerudung itu sama sekali tidak mengadakan pengejaran, ia hanya tertawa dingin dengan suara yang amat menyeramkan.
"Sudah beberapa tahun tidak bertemu ternyata kepandaian ilmu silatmu benar-benar sudah memperoleh kemajuan yang amat pesat.
“Hmmm! sekarang aku tiada maksud untuk bikin perhitungan dengan dirimu, lain kali kita bicarakan lagi persoalan ini."
Selesai berkata badannya dengan cepat melayang maju ke depan, hanya di dalam sekejap mata telah berada dihadapan Tan Kia-beng
“Heee.... heee.... kau si pengemis cilik anak murid dari siapa di dalam perkumpulan Kay-pang?" tegurnya dingin, "Berani benar kau mendatangi tempat ini untuk mencari keonaran dengan orang-orang Isana Kelabang Emas, nyalimu betul-betul tidak kecil."
Tan Kia-beng yang dikarenakan kuatir atas keselamatan diri si gadis cantik dari daerah Biauw-leng maka hingga saat itu ia sama sekali tidak meninggalkan semenanti munculnya si nenek tua berbaju hitam itu iapun kena terhisap perhatiannya oleh kedahsyatan ilmu silatnya, oleh karena itu untuk beberapa saat ia sudah melupakan keadaan disekitarnya yang sangat berbahaya.
Menanti sang sastrawan berkerudung tersebut telah tiba dihadapannya, ia baru merasa menyesal karena sudah bertindak terlalu gegabah, jikalau di tempat itu cuma dia seorang saja sudah tentu tak akan takut terhadap segala macam kejadian.
Tetapi kini disisinya masih ada Leng-tiong It-koay yang menderita luka parah setelah bertemu dengan musuh tangguh, ini berarti pula ia harus buang tenaga dan pecahkan perhatian untuk menjaga keselamatannya.
Tetapi urusan sudah berlangsung jadi begini, menyesalpun tiada guna karena itu ia lantas tertawa panjang.
"Haa haaa haaa.... siapakah aku si pengemis cilik rasanya tiada pentingnya untuk diberitahukan kepadamu, aku cuma ingin bertanya benarkah kau adalah Majikan Isana Kelabang Emas?"
Si sastrawan berkerudung itu sama sekali tidak menjawab, ia hanya menggunakan sepasang matanya yang memancarkan cahaya tajam untuk memperhatikan diri pemuda tersebut dari atas sampai ke bawah.
Kebetulan sekali ketika itu Sam Biau Ci Sin berada dibelakang tubuhnya, dengan cepat ia menoleh lalu bertanya, "Tahukah kau asal usul dari si pengemis cilik ini?"
"Loohu tidak berhasil mengenalnya!?"
"Sudah dicoba kepandaian silatnya?"
"Belum, cuma kelihatannya ia rada sedikit punya pegangan."
Mendadak sang sastrawan berkerudung itu mendongakkan kepalanya tertawa panjang.
"Haaa.... haaa.... haaa.... kalau sudah masuk ke dalam tungku berapi kenapa sekalian tidak dibuat keras bagaikan baja? biarlah sekarang juga aku paksa dia untuk unjukkan diri."
Mendadak badannya bergerak maju ke depan, tangannya laksana sambaran petir meluncur ke depan mencengkeram pergelangan tangan dari Tan Kia-beng.
Tan Kia-beng yang melihat sikap serta tindak tanduknya penuh dengan nada memerintah lantas menduga kalau dia bukan Majikan Isana Kelabang Emas sudah tentu orang penting di dalam Isana Kelabang Emas karena itu secara diam-diam ia mulai mengadakan persiapan.
Melihat ia melancarkan serangan mendadak ke arah pergelangan tangannya, dengan cepat tangannya berputar tangan kirinya laksana kilat menutup diri rapat rapat sedang tangan kanannya meminjam kesempatan itu menerobos keluar menghantam jalan darah "Cian Cing Hiat" di atas pundak kanannya.
Si sastrawan berkerudung itu mendengus dingin, serangannya yang sudah ada di tengah jalan mendadak dirubah menjadi serangan kepalan, lalu berubah pula dari mencengkeram menjadi sentilan.
Lima gulung hawa pukulan yang maha dahsyat kontan menerobos ke depan mengancam jalan darah "Ci Ti Hiat" pada lengan kiri Tan Kia-beng, sedang pundak kanannya mendadak menekan ke bawah. kakinya menginjak kedudukan Ci Wu melayang kesebelah kiri badan pemuda tersebut.
Tan Kia-beng sama sekali tidak menduga ia bisa berubah jurus dengan begitu cepatnya. dalam hati merasa rada berdesir.
Kakiya dengan cepat meluncur mundur sejauh lima depa ke belakang untuk meloloskan diri dari serangan gencar tersebut, siapa sangka belum sempat ia berdiri tegak tubuh dari si
sastrawan berkerudung itu bagaikan bayangan setan sudah menguntil datang.
Telapak tangannya bersama-sama ditekan ke arah depan, sedang mulutnya memperdengarkan suara tertawa dingin yang tidak sedap didengar.
"Hee.... hee.... hee.... bagaimana kalau coba-coba dulu seranganku ini?"
Tan Kia-beng yang terlalu pandang rendah pihak musuh segera membuat dirinya terpelosok ke dalam kurungan serangan pihak lawan, ia merasa datangnya pukulan barusan ini seperti kosong padahal mengancam seluruh jalan darah penting dalam tubuhnya dan mengurung seluruh badannya di bawah kurungan angin pukulan yang sangat menderu deru.
Bukan begitu saja iapun merasakan telapak tangan yang lain dari pihak lawan sudah bersiap sedia setiap saat melancarkan hantaman, perduli ia hendak menyingkir kemanapun tentu akan terpukul oleh serangan tersebut.
Boleh dikata jalan mundur buat dirinya sudah tertutup sama sekali.
Melihat sikap pihak lawan yang menganggap serangan ini tentu mencapai hasil, tak terasa lagi alisnya dikerutkan. Mendadak telapak tangannya dibalik lalu didorong ke arah depan.
"Hee.... hee.... hee.... sepuluh jurus pun tidak mengapa" serunya sambil tertawa dingin.
Terdengar suara bentrokan keras berkumandang memenuhi angkasa, kedua gulung angin pukulan tersebut masing-masing sudah terbentur satu sama lainnya membuat mereka berdua sama-sama merasakan hatinya tergetar sangat keras.
Dengan cepat bagaikan sambaran kilat mereka berpisah, tetapi dihati masing-masing pun sudah mempunyai perhitungan sendiri.
Di dalam bentrokan keras lawan keras itulah, masing-masing merasa telah menemukan musuh tangguh yang belum pernah dijumpai selama ini, oleh karena itu masing-maisng pihak sama-sama tidak berani turun tangan secara gegabah.
Di dalam pandangan Tan Kia-beng, ia merasa terperanjat karena kedahsyatan dari kepandaian silat yang dimiliki pihak lawan, agaknya tidak berada dibawah dirinya.
Sebaliknya rasa kaget di hati sastrawan berkerudung itu jauh melebihi Tan Kia-beng.
Menurut berita yang ia dapat sampai sekarang, walaupun ia tahu di kolong langit ada seorang pemuda bernama Tan Kia-beng yang merupakan satu satunya musuh tangguh dari pihak Isana Kelabang Emas pada saat ini, tetapi ia sama sekali tidak menduga kalau dari pihak Kay-pang pun memiliki seseorang jagoan yang sedemikian lihaynya, karena itu dalam hatinya merasa sedemikian terperanjatnya.
Napsu membunuh mulai menyelimuti seluruh wajahnya, ia tertawa dingin tiada hentinya.
"Heee.... heee.... heee.... tidak kusangka kau pun merupakan seorang jagoan yang tidak suka menonjolkan diri, hal ini membuat kami dari pihak Isana Kelabang Emas merasa menyambut kurang hormat terhadap dirimu...."
"Haaa.... haaa.... haa.... terima kasih terima kasih.... kenapa pada saat ini saudara tidak suka unjukkan diri dengan memperlihatkan wajahmu yang asli?"
Ketika itulah mendadak dari samping telinganya berkumandang datang serentetan suara pembicaraan manusia yang amat kecil seperti bisikan semut serta lalat, "Bocah cilik, jangan terlalu lama berdiam disana, lebih baik cepat-cepatlah berlalu isi perut dari Leng-tiong It-koay sudah bergeser, jikalau tidak cepat ditolong mungkin nyawanya sukar dipertahankan lagi. orang ini akan mendatangkan kegunaan yang amat besar bagi dirimu."
Nada suara orang itu sangat dikenal olehnya karena dia bukan lain adalah orang yang berulang kali menolong dirinya.
Diam-diam ia melirik sekejap ke arah Leng-tiong It-koay, sedikitpun tidak salah air mukanya pada saat ini sudah berubah hebat.
Pikirannya dengan cepat berputar. mendadak ia meloncat kesisi tubuh Leng-tiong It-koay kemudian membopongnya ke atas punggung setelah itu laksana sambaran kilat meluncur keluar dari hutan.
Si sastrawan berkerudung yang melihat dia melarikan diri, tak terasa lagi sudah tertawa dingin tiada hentinya.
"Heee.... heee.... ingin melarikan diri? aku rasa tidak akan segampang itu!"
Di tengah berkelebatnya bayangan biru laksana anak panah yang terlepas dari busur ia menubruk datang dari tengah udara.
Sewaktu badannya masih ada di tengah udara, ujung bajunya mendadak dikebutkan ke arah bawah. Segulung hawa pukulan berwarna hijau yang amat tebal bagaikan selapis kabut mengurung seluruh tubuh pemuda tersebut.
Tan Kia-beng yang harus menggendong beban seseorang di atas punggungnya tentu gerakannya tidak segesit keadaan biasa, sewaktu dirasakan adanya segulung hawa tekanan menyesak pernapasan membokong punggungnya dengan cepat ia putar kepala sekejap ke arah belakang.
Seketika itu juga ia menemukan kalau seangkasa sudah tertutup oleh selapis hawa kabut berwarna hijau dan sedang menerjang ke arah badannya, tak terasalah hatinya merasa sangat terperanjat.
---ooo0dw0ooo---
JILID: 15
"Hong Mong Cie Khie?" serunya tak tertahan.
Hawa murninya buru-buru disalurkan keluar dari pusar mengelilingi seluruh tubuh, hawa lweekang Jie Khek Kun Yen Cian Kie pun segera dipersiapkan di sepasang telapak tangan siap-siap dikirim keluar.
Mendadak....
"Jangan gegabah, biar pinto yang menahan datangnya serangan tersebut...." dari balik hutan tiba-tiba muncul Ui Liong Tootiang yang dengan cepat meluncur datang.
Ujung jubahnya dengan cepat dilamparkan ke depan, segulung hawa pukulan tak berwujud dengan cepat menggulung datangnya kabut warna hijau itu.
Walaupun tenaga dalam dari Ui Liong Tootiang amat sempurna, tetapi mana dia sanggup untuk menahan datangnya angin pukulan dari aliran Sian Bun Sian Thian Cin Khie tersebut?
Sewaktu kedua gulung angin pukulan itu hendak terbentur satu sama lainnya mendadak dari balik hutan kembali menggulung datang sebuah pukulan berhawa lunak yang buatan Toosu tersebut menerima datangnya gulungan kabut hijau tersebut.
"Braaak....!" di tengah suara bentrokan yang amat kersa, hawa tekanan dari kabut warna hijau itupun kontan dipunahkan lenyap tak berbekas.
Tetapi, walaupun demikian tidak urung Ui Liong Tootiang merasakan hatinya tergetar keras juga, diam-diam ia merasa amat terperanjat.
Pada saat yang bersamaan si sastrawan berkerudung itupun sudah melayang turun ke atas tanah, ia tidak mengerti kalau dibalik kejadian ini masih ada orang lain yang turun tangan membantu, di dalam anggapannya angin pukulan kabut hijaunya sudah dipunahkan oleh sang toosu tua yang berada di hadapannya pada saat ini.
Dalam hati diam-diam ia merasa sangat terperanjat, sambil melototi Ui Liong Tootiang tajam-tajam, tegurnya, "Siapakah saudara?"
"Pinto adalah Ui Liong-ci. Saudara sungguh dahsyat benar ilmu pukulan Hong Mong Ci Khiemu itu!"
Perkataan ini seketika itu juga membuat si sastrawan berkerudung tersebut kembali merasa sangat terperanjat, ia tidak menyangka pihak lawan bukan saja berhasil memunahkan angin pukulan "Hong Mong Ci Khie"nya bahkan mengenali pula kepandaiannya tersebut, hal ini jelas menunjukkan bila kepandaian silatnya sudah mencapai puncak kesempurnaan.
Tetapi dasar sifatnya yang licik, dan banyak akal, kendati dalam hati masih belum berhasil mengetahui hebat tidaknya kepandaian pihak lawan, tetapi ia tidak ingin pula turun tangan mencoba-coba.
"Oouw.... kiranya saudara adalah Ui Liong Tootiang yang telah memperoleh kitab pusaka 'Sian Tok Poo Liok', selamat bertemu, selamat bertemu!" serunya sambil tertawa tawar. "Setelah bertemu muka dengan dirimu biarkanlah aku sudahi sampai disini dulu peristiwa ini malam ini, kita bertemu kembali pada pertemuan puncak para jago digunung Ui-san, bulan delapan tanggal lima belas yang akan datang!"
Sehabis berkata ia lantas menjura kemudian putar badan mengundurkan diri dari tempat itu.
----ooo0dw0ooo----
Ui Liong Tootiang mengerti bila si sastrawan berkerudung itu dibuat mundur karena terperanjat atas kedahsyatan angin pukulan berhawa lunak tersebut, mengambil kesempatan itu iapun putar haluan mengikuti tiupan angin.
"Saudara suka memandang tinggi Pinto, dalam hati aku merasa amat berterima kasih!"
Suatu badai yang bakal berlangsung dengan demikian sirap kembali, dengan air muka serius Ui Liong-ci lantas mengajak Tan Kia-beng berdua untuk meninggalkan tempat itu.
Tan Kia-beng sambil menggendong Leng-tiong It-koay dengan mengikuti Ui Liong Tootiang segera berlalu dari kuil orang-orang Isana Kelabang Emas dan berhenti disebuah hutan sunyi yang rada tersembunyi.
Ketika itulah dengan wajah serius Ui Liong-ci menghela nafas panjang.
"Heei.... apabila malam ini tak ada orang yang sudah turun tangan secara diam-diam, entah bagaimanakah akibat dari pertarungan tersebut...."
"Hmmm! Walaupun tenaga pukulan dari si sastrawan berkerudung itu sudah berhasil mencapai kesempurnaan tujuh, delapan bagian, tetapi boanpwee percaya masih bisa menandinginya, supek kenapa harus turunkan pamor sendiri?" kata Tan Kia-beng rada kurang puas.
Perlahan-lahan Ui Liong Tootiang menggeleng lalu menghela napas panjang.
"Heee.... walaupun tenaga murni Jie Khek Kun Yen Cin Thie mu itu juga termasuk kepandaian tingkat tertinggi dari golongan Sian Bun, tetapi belum berhasil mencapai kesempurnaan seperti apa yang berhasil ia miliki kemungkinan sekali kau masih bukan tandingannya. Heee.... hanya seorang jagoan dari Isana Kelabang Emas saja sudah memiliki kepandaian silat yang sedemikian dahsyatnya, bagaimana pula dengan kepandaian yang dimiliki Majikan mereka?"
Setelah mendengar perkataan dari Ui Liong Tootiang ini, kepercayaan pada diri sendiri yang terkandung dalam hati Tan Kia-beng pun hampir-hampir saja goyah....
Padahal apa yang dilihat oleh Ui Liong-ci tidak lebih hanyalah kelihayan dari ilmu pukulan Jie Khek Kun Yen Cin Khi pada mulanya, sejak ia kena racun tempo dulu sehingga pil pusaka dari ular seribu tahunnya pecah maka tenaga dalam yang dimiliki Tan Kia-beng pada saat ini betul-betul sudah memperoleh kemajuan yang luar biasa pesatnya hanya saja ia sendiripun tidak merusak akan hal ini.
Ui Liong Tootiang adalah orang yang paling dihormati olehnya, kini perkataan tersebut diucapkan olehnya, hal ini sudah tentu membuat pemuda itu percaya penuh.
Setelah saling bertukar pandangan sejenak mendadak Ui Liong-ci bertanya, "Siapakah orang yang kau bopong itu?"
"Si manusia aneh dari Leng Tiong, Tiong Khie!"
Setelah ditegur oleh Ui Liong-ci, Tan Kia-beng baru teringat bila ia masih membopong seseorang pada punggungnya, buru-buru ia menurunkan badan sang manusia aneh tersebut dan dibaringkan ke atas tanah.
Setelah itu ia baru menceritakan kisahnya dimana Sepasang gadis cantik dari daerah Biauw-leng datang minta bantuannya.
Akhirnya Ui Liong Tootiang menghela napas panjang....
"Heee.... walaupun watak Leng-tiong It-koay sangat aneh dan suka menyendiri, tetapi ia tidak bisa dikatakan seseorang manusia yang tidak berperasaan."
Sembari berkata ia lantas berjongkok bantuk memeriksakan lukanya, setelah itu dari dalam sakunya mengambil keluar sebutir pil Sak Leng Tan dan dijejalkan ke dalam mulutnya.
"Masih beruntung tenaga dalamnya amat sempurna sehingga jantungnya tidak sampai tergetar putus, sekarang keadaannya sudah tidak berbahaya lagi" ujarnya kemudian sambil bangkit berdiri.
Kurang lebih setelah seperminum teh kemudian kedua orang itu berjaga-jaga disisinya, perlahan-lahan Leng It Koay baru tersadar kembali.
Ia membuka matanya dan pentang mulut hendak berbicara, tetapi keburu dicegah oleh Ui Liong-ci.
"Tiong heng! kau baru saja sembuh dari luka parah, lebih baik aturlah pernapasan setelah itu baru berbicara"
Leng-tiong It-koay menurut, ia memejamkan matanya untuk atur pernapasan setelah itu baru bangun berdiri dan menjura kepada Ui Liong-ci atas pertolongannya, demikian pula terhadap Tan Kia-beng.
Tiong heng! kau tiada ikatan dendam dengan orang-orang kangouw, kenapa harus menerjunkan diri ke dalam pihak Isana Kelabang Emas?" tanya Ui Liong-ci kemudian sambil tertawa.
"Heeei.... peristiwa ini amat panjang untuk diceritakan...." perlahan-lahan Leng-tiong It-koay menghela napas panjang dengan wajah memberat.
"Apakah diantara Tiong heng dengan orang-orang Isana Kelabang Emas mempunyai hubungan yang sangat erat?"
"Boleh dikata memang begitu"
"Jika demikian adanya, tempo dulu Majikan Kelabang Emas pun merupakan orang-orang Bulim? Tetapi.... entah dendam sakit hati apakah yang terikat antara dirinya dengan partai besar yang ada didaratan Tionggoan? sehingga tiada sayang sayangnya ia sudah menggunakan tindakan yang kejam untuk menghadapi mereka?
"Soal ini tak bisa salahkan dirinya, negara yang hancur rumah tangga yang berantakan mana tidak membuat ia jadi mendendam?"
"Apa maksud dari perkataanmu itu?" tanya Ui Liong Tootiang kebingungan.
Perlahan-lahan Leng-tiong It-koay menghela nafas panjang.
"Jikalau kalian berdua tiada urusan, Loohu rela menceritakan keadaan yang sesungguhnya dari Majikan Isana Kelabang Emas sehingga berakibatkan peristiwa semacam ini"
Asal usul dari Majikan Isana Kelabang Emas adalah satu-satunya urusan yang ingin diketahui baik oleh Tan Kia-beng maupun Ui Liong-ci kini mereka mendengar Leng-tiong It-koay suka bercerita, sudah tentu tak akan ditolak kesempatan bagus ini.
"Jikalau Tiong-heng ada kegembiraan, pinto tentu akan pentang telinga lebar-lebar untuk mendengarkan! buru-buru Ui Liong-ci berseru.
Leng It Koay mendehem sejenak, sesudah itu ia mulai menceritakan kejadian yang sebenarnya....
Kiranya, tempo dulu sewaktu Raja Muda she Mo bertugas di daerah perbatasan Cian Pian, banyak sekali jago-jago Bulim yang bergabung dan mengadakan hubungan erat dengan dirinya, saking banyaknya jago yang bergabung sehingga boleh dikata meliputi seantero dunia persilatan.
Raja muda tersebut bisa mendapatkan dukungan dan bersahabat dengan sedemikian banyak jago tidak lebih karena sikapnya yang lapang dada dan ramah terhadap siapapun.
Walaupun ia merupakan seorang Raja Muda dari suatu daerah tetapi memiliki watak gagah, suka membantu yang miskin dan mengutamakan keadilan, barang siapa saja yang bersahabat dengan dirinya tentu dianggap sebagai tamu terhormat.
Pada waktu itulah Kiem Hoa Tong-cu di daerah suku Biauw karena mendapatkan hasutan dari seorang nenek dukun telah mengerahkan tentara untuk mengadakan pemberontakan bahkan melakukan penyerbuan ke daerah sekitar Cuan Cian.
Karena kejadian ini maka Raja Muda she Mo mendapatkan perintah untuk bertindak sebagai panglima di dalam pembasmian pemberontakan tersebut.
Dengan memperoleh bantuan yang sangat kuat dari jago-jago tentara Bulim, tidak lama kemudian pemberontakan tersebut berhasil dipadamkan sedang Kiem Hoa Tong Cu sendiripun menemui ajalnya di dalam pertempuran tersebut, sedangkan sang nenek dukun pun kena ditawan.
Satu satunya orang yang berhasil lolos dari pertarungan tersebut hanya seorang selir dari Kiem Hoa Tongcu yang bernama Liuw Lok Yen.
Disamping dia tidak termasuk seorang manusia penting di dalam pemberontakan ini, iapun merupakan seorang perempuan suku Biauw yang tidak mengerti akan kepandaian silat, maka dari itu tidak mendatangkan banyak perhatian.
Siapa tahu, sang selir yang berhasil meloloskan diri dari mara bahaya itu ternyata berhasil memperoleh penemuan aneh dalam sebuah gunung yang sunyi dan berhasil memiliki serangkaian ilmu silat yang maha dahsyat.
Setelah berhasi lmencapai kesempurnaan, ia lantas balik ke daerah Biauw untuk mengumpulkan seluruh bawahannya tempo dulu guna menuntut balas bagi kematian dari Kiem Hoa Tongcu.
Tetapi karena takut jikalau tetap menetap di daerah suku Biauw akan mendatangkan perhatian orang, maka mereka lantas berpindah jauh di tengah gurun pasir dan membangun sebuah Isana Kelabang Emas.
Ia merasa walaupun Raja Muda she Mo itu bertindak sebagai panglimanya, tetapi hal ini adalah tugasnya, mana ada seorang panglima perang yang tidak pergi berperang?
Hanya saja jago-jago Bulim yang ikut dia berperang itulah merupakan musuh musuh besar yang sesungguhnya.
Jago-jago Bulim itu tidak makan gajih pemerintah, lalu apa maksud mereka campur tangan di dalam persoalan ini?
Karena itu ia lantas mencap orang-orang dari partai besar merupakan musuh besar yang sesungguhnya sedang Raja Muda she Mo merupakan musuhnya yang nomor dua.
Karena alasan inilah mengapa setelah Raja she Mo menemui ajalnya, Mo Cuncu sama sekali tidak diganggu.
Sewaktu Leng-tiong It-koay selesai bercerita sampai disitu, Ui Liong-ci seperti baru saja tersadar dari impiannya ia tersentak bangun.
"Jikalau demikian adanya, Majikan Isana Kelabang Emas bukan lain adalah Liauw Lok Yen, itu selir dari Kiem Hoa Tongcu?
"Hmmm....! kalau bukan dia masih ada siapa lagi?"
"Tidak aneh kalau mereka berulang kali hendak menuntut daftar hitam tersebut" mendadak Tan Kia-beng menimbrung, "Kiranya mereka hendak menuruti daftar tersebut melakukan pembasmian!"
Kembali Leng-tiong It-koay menghela nafas panjang.
Jikalau ditinjau dari penderitaan yang ia alami, kejadian ini memang sudah sepatutnya dituntut balas, tetapi berhubung kekuatannya kian hari semakin bertambah kuat, dan melihat pula diantara orang-orang Bulim tak seorangpun yang bisa menandingi kepandaian silatnya, mendadak suatu pikiran aneh berkelebat di dalam benaknya, secara samar-samar ia ada maksud untuk menguasahi seluruh dunia persilatan"
"Heee.... heee.... heee.... ia sedang bermimpi" dengan Tan Kia-beng sambil tertawa dingin.
"Ehmm.... dia memang sedang bermimpi" Leng-tiong It-koay mengangguk. "Tetapi hal ini pun bukan merupakan suatu kejadian yang tidak mungkin...."
Air muka Ui Liong Tootiang berubah semakin serius lagi.
"Tiong heng sudah lama berdiam di dalam Isana Kelabang Emas, tahukah kau pada saat ini Majikan Isana Kelabang Emas sedang menjalankan rencana keji apa lagi?"
"Walaupun ia bersikap tidak baik terhadap diriku, tetapi loolapu pun tidak mau membocorkan rahasianya" Leng-tiong It-koay menggeleng lalu menghela napas panjang. "Tentang soal ini harap kalian suka memaapkan berkata bantuan dari kalian berdua, dikemudian hari loolap tentu akan membalas budi kebaikan ini.
Selesai berkata ia lantas merangkap tangannya menjura dan lenyap di tengah kegelapan.
Menanti bayangan tubuhnya sudah lenyap tak berbekas Ui Liong-ci baru menghela napas panjang.
“Heeei.... orang-orang ini merupakan jago-jago yang memiliki nama sangat cemerlang disekitar daerah Thian Lam, tidak kusangka ternyata mereka sudah terikat semua oleh Majikan Isana Kelabang Emas, hal ini jelas memperlihatkan seberapa hebat pengaruhnya disekitar sana."
Tan Kia-beng mendongakkan kepalanya ke tengah angkasa, lama sekali ia termenung mendadak ujarnya, "Supek! pengetahuanmu sangat luas, apakah kau sudah bisa menduga siapakah orang yang sudah membantu kita secara diam-diam itu?"
"Jika ditinjau dari angin pukulan yang berhawa lunak, aku rasa kepandaian tersebut mirip dengan ilmu Bu Siang Sian Kang dari kalangan Buddha, cukup ditinjau dari tenaga dalamnya aku hitung mungkin sudah ada ratusan tahun hasil latihan."
Mendengar perkataan tersebut Tan Kia-beng segera teringat kembali akan perkataan yang pernah diucapkan orang itu sewaktu membuat dia sembuh dari luka racunnya di dalam rumah penginapan.
Ia pernah mengatakan bahwa:"Tenaga lweekang hasil latihan selama seratus dua puluh tahunnya hampir-hampir tak bisa menguasai diri" hal ini jelas memperlihatkan kalau dugaan dari Ui Liong Supeknya sedikitpun tidak salah.
"Boanpwee pun pernah dengar ia menyebutkan dirinya dari kalangan beragama, tetapi dari antara perguruan perguruan beragama saat ini ada siapa yang memiliki tenaga dalam sebegitu lihaynya?"
"Dikolong langit banyak terdapat jago-jago aneh yang berkepandaian luar biasa, untuk beberapa waktu pinto sendiripun tidak dapat menangkap siapakah yang memiliki kepandaian selihay itu. Tetapi bagaimanapun juga, pokoknya orang ini adalah kawan kita dan bukan lawan. akhirnya pada suatu hari kitapun bisa bertemu muka, buat apa dipikirkan tidak karuan pada saat ini....? hari sudah hampir terang tanah, kita pun harus kembali!"
Sewaktu mereka berdua kembali berkumpul di dalam gua tersebut, Pek Ih Loo Sat serta Mo Tan-hong pun masih tetap berada disana.
Melihat munculnya Tan Kia-beng tak terasa lagi mereka pada mengomel, "Eeei.... sebenarnya kau sudah pergi ke mana? kenapa tidak memberitahukan dulu kepada kami?"
Tan Kia-beng cuma tertawa tawar tidak memberikan jawaban, ia benar-benar tak dapat mengalahkan mulut yang cerewet dari kawan juga merupakan keponakan muridnya ini, oleh sebab itu daripada ribut ia membungkam.
Pek Ih Loo Sat yang melihat ia tidak menjawab, hatinya semakin mendongkol lagi, ia tertawa dingin tiada hentinya.
"Bagus sekali! kalau kau tidak suka berbicara akupun tidak mau bicara, tapi kalau sampai terjadi kesalahan kau jangan salahkan aku lagi...."
Tan Kia-beng yang mendengar diantara nada ucapannya masih terselip sebab-sebab yang lain, alisnya lantas dikerutkan.
"Aku tidak beritahukan keberangkatanku sudah tentu ada sebab sebabnya. buat apa kau harus mendongkol? eei.... sebenarnya urusan apa yang sudah terjadi? ayoh cepat beritahu kepadaku, jangan sampai membuat urusan jadi berantakan!"
Bagaimanapun Mo Tan-hong jauh mengerti keadaan, buru-buru sambungnya, "Tadi si pengemis aneh datang mencari dirimu, katanya situasi sudah terjadi suatu perubahan yang sangat besar. ia mengharapkan kau suka segera berangkat kemulut gunung sebelah Utara."
"Pergi kemulut gunung sebelah utara?"
Persoalan yang sama sekali membingungkan ini benar-benar membuat pemuda kita jadi melongo, dengan cepat ia mengalihkan sinar matanya ke atas wajah Hu Siauw-cian.
"Tahukah kau si pengemis aneh memanggil aku pergi kemulut gunung sebelah Utara untuk menemui siapa?"
"Terus terang aku beritahu kepadamu. Pihak Isana Kelabang Emas hendak turun tangan terhadap hweesio-hweesio dari partai Siauw-lim-pay, karena itu si pengemis aneh mengundang kau untuk bantu mereka. Hmm! kalau aku sih paling tidak suka mencampuri urusan orang lain, kalau tidak sejak semula aku serta enci Tan Hong sudah berangkat kesana."
"Aakh, ada kejadian semacam ini?" seru Ui Liong Tootiang mendadak dengan sinar mata berkilat.
Dengan cepat ia menoleh ke arah Tan Kia-beng.
"Bagaimana maksudmu?" tanyanya kemudian.
"Jikalau dibicarakan menurut keadaan yang sebenarnya kita harus bersatu padu untuk menghadapi serangan musuh, tetapi Yen Yen Thaysu dari partai Siauw-lim-pay terlalu sombong, belum tentu ia suka menerima bantuan kita...."
"Walaupun perkataan memang demikian, tetapi apa seharusnya kita pergi menengok sejenak" ujar Ui Liong Tootiang setelah termenung sejenak. "Bagaimanapun, pada saat ini kita orang tak ada urusan."
Selagi mereka berdua sedang berunding, mendadak....
Suara suitan yang amat nyaring berkumandang menembusi awan....
"Tia datang!" teriak Pek Ih Loo dengan cepat sambil meloncat bangun.
Sedikitpun tidak salah, suara suitan tesebut semakin lama semakin mendekat dan akhirnya muncullah dua sosok bayangan manusia meluncur datang.
Mereka bukan lain adalah Si Penjagal Selaksa Li Hu Hong, serta Su Hay Sin Tou.
"Waaah.... majikan Isana Kelabang Emas betul-betul seperti orang gila.... teriak Su Hay Sin Tou setibanya di dalam gua.
Semua orang tidak mengerti peristiwa apakah yang sudah terjadi, tak terasa lagi sinar mata mereka sudah dialihakn ke atas wajahnya.
Setelah mengusap kering keringat yang membasahi badannya, dengan perasaan bergolak si pencuri tua itu berkata, "Pihak Isana Kelabang Emas sudah mengubah rencana dan melaksanakan siasat mereka sebelum waktu yang telah ditentukan, mereka mulai melaksanakan pembunuhan besar besaran tanpa pakai aturan. Setiap orang yang berada di atas gunung Ui San mereka bunuh habis semua, bahkan hampir hampir saja aku si pencuri tuapun kena mereka jagal."
“Heee.... heee.... heee.... bagus sekali, dengan demikian suasana tentu amat ramai" sambung Pek Ih Loo Sat sambil tertawa dingin.
"Hmm! seorang gadis kenapa begitu tidak tahu aturan, jangan banyak bicara" bentak Si Penjagal Selaksa Li Hu Hong dengan wajah membesi.
Pek Ih Loo Sat yang kena ditegor lantas menjulurkan lidah dan memperlihatkan muka setan pada Mo Tan-hong, setelah itu sikutnya menyenggol kawannya untuk diajak keluar gua.
Mo Tan-hong yang tidak mengerti ia hendak berbuat apa segera mengikuti dari belakangnya keluar dari gua.
Si Penjagal Selaksa Li sesudah menegur Siauw Cian, kembali melanjutkan perkataannya, "Situasi pada saat ini semakin berubah semakin kacau, Loohu kira rencana dari
pihak Isana Kelabang Emas tidak terbatas di atas gunung Ui San saja, kemungkinan sekali siasat licik lain sudah menyusul datang. Menurut berita yang dikirim oleh orang-orang Kay-pang, orang-orang Isana Kelabang Emas yang masuk keluar dari gunung Ui San amat banyak sekali, jika mereka cuma bergebrak di atas gunung Ui san saja lalu mengapa mengirim orang pula ke tempat luaran? hal ini patut kita curigai.
"Orang-orang dari tujuh partai besar terlalu memandang tinggi diri sendiri, di dalam anggapan mereka setelah munculnya beberapa pentolan dari partai-partai besarnya maka seluruh persoalan bakal dibikin beres dengan sendirinya bahkan dengan begitu bodoh sudah memancarkan seluruh kekuatan mereka. Menurut apa yang loohu ketahui pada saat ini kekuatan dari Bu-tong pay serta Kun-lun-pay berjaga dimulut gunung sebelah Selatan, partai Shian-cong pay serta Hong san Pay berjaga dimulut gunung sebelah Barat, partai Go-bie pay serta Ngo Thay Pay berjaga dimulut gunung sebelah Timur sedang Lio-lim Sin Ci serta partai Siauw-lim pay berjaga dimulut gunung Sebelah Utara. maksud tujuan mereka hendak menggnakan kesempatan sewaktu diadakannya pertemuan puncak para jago digunung Ui San hendak membasmi seluruh kekuatan Isana Kelabang Emas yang ada dan mengalahkan Majikan Isana Kelabang Emas."
"Haaa.... haaa.... haaa....nah itulah sangat betul sekali" seru Su Hay Sin Tou sambil tertawa terbahak-bahak. "Kini yang dituju pihak Isana Kelabang Emas adalah titik-titik tersebut, mereka hendak menghancurkan setiap mereka dengan jalan bergerilya. aku duga pertama-tama yang hendak terjang adalah partai Siauw-lim-pay, barusan saja aku si pencuri menemukan tanda-tanda tersebut."
"Urusan tak boleh terlambat lagi, kita segera berangkat." seru Tan Kia-beng mendadak sambil meloncat bangun. "Kita
bantu dulu pihak Siauw-lim-pay meloloskan diri dari kesulitan kemudian baru berunding kembali".
"Heee.... heee.... heee.... Ih-heng tidak begitu berjodoh dengan pihak Siauw-lim-pay, aku tidak kegembiraan untuk menolong mereka" seru Si Penjagal Selaksa Li sambil tertawa dingin.
"Haaa.... haaa.... haaa.... aku si pencuri tuapun mempunyai perasaan yang sama" sambung si pencuri sakti sambil tertawa terbahak-bahak.
"Lebih baik kita berdua pergi main petak umpet dengan tamu tamu dari gurun pasir saja!"
Tan Kia-beng yang melihat mereka berdua tidak suka pergi, iapun tidak memaksa lebih lanjut.
"Sam ko serta suheng silahkan berlalu, biarlah Siauwte berangkat kesana seorang diri" katanya kemudian sambil tertawa tawar.
"Bagaimana kalau pinto menemani dirimu?" seru Ui Liong Tootiang dengan cepat
Jangan! situasi pada saat ini sangat kritis dan berbahaya, lebih baik Supek tetap berdiam disini, boanpwee sebentar lagi akan balik kemari.
Sehabis berkata ia lantas putar badan dan berlalu dari gua tersebut lansung menuju kemulut gunung sebelah Utara.
Dibawah kabut pagi yang tebal, bagaikan segulung asap ringan meluncur ke arah depan, dan hanya di dalam sekejap mata telah melewati empat-lima buah lembah semakin mendekati mulut gunung sebelah Utara.
Suasana di atas gunung Ui-san pada saat ini sudah kehilangan suasana tenang serta hening seperti tempo dulu, dimana-mana sudah diliputi hawa nafsu membunuh.
Setiap kali cengkeraman iblis dari pihak Isana Kelabang Emas menjulur ke arah ujung gunung Ui-san dan di tempat itulah maka orang-orang yang berada di gunung Ui san kemungkinan besar bakal menemui ajalnya ditangan mereka.
Hanya di dalam waktu yang amat singkat inilah berturut-turut ia sudah menemukan berpuluh-puluh sosok mayat menggeletak di atas tanah. hatinya merasa amat gusar bercampur mendongkol, pikirnya.
"Tidak kusangka Majikan Isana Kelabang Emas benar-benar kejam dan buas semacam ini, pada suatu hari aku akan suruh dia menelan akibat dari kejahatannya ini."
Pada waktu itulah mendadak tampak tiga sosok bayangan manusia berkelebat dihadapan matanya, gerakan mereka cepat bagaikan anak panah terlepas dari busur dan langsung meluncur masuk ke dalam hutan.
Arah yang mereka tuju adalah arah Timur laut, hal ini membuat hatinya rada bergerak.
"Jika dilihat dari gerakan mereka jelas kepandaian silat yang dimiliki tidak lemah, entah jagoan dari partai manakah?" pikirnya di dalam hati.
Karena hatinya tertarik, maka secara diam-diam ia menguntit dari arah belakang.
Tenaga dalam yang dimilikinya pada saat ini sudah memperoleh kemajuan yang amat pesat, gerak geriknya lincah bagaikan sambaran angin, Tidak selang beberapa saat
kemudian ia sudah berhasi lmenyandak dibelakang tubuh mereka bertiga tidak seberapa jauh.
Ketika itulah pemuda kita baru dapat melihat jelas kalau orang-orang itu bukan lain adalah tiga orang hweesio berkepala gundul gerak gerik mereka sangat mencurigakan sekali agaknya sedang merundingkan sesuatu yang teramat rahasia.
Dengan cermat ia pentang telinganya lebar-lebar, terdengarlah pada saat itu seorang hweesio kurus kering dengan sepasang mata mendelong ke dalam sedang berkata dengan suara lirih, "Sian Si suheng sudah perintah kau mengirim surat untuk kita, katanya semua persoalan sudah dipersiapkan masak masak, kini hanya menunggu pihak Isana Kelabang Emas, apabila mereka berhasil kita segera ambil tindakan"
Salah satu hweesio berusia pertengahan yang berperawakan gemuk memperlihatkan satu senyuman yang amat misterius.
"Aku rasa tidak sampai besok pagi Ci Si sikeledai gundul ini sudah berangkat menuju kedunia Barat.
"Apakah maksud perkataanmu itu?"
"Bertemu itu sudah basi.... sekarang pihak Isana Kelabang Emas sudah berubah siasat, mereka segera akan turun tangan melaksanakan penyerbuan, dan mungkin sebentar lagi dunia akan terbalik, mayat bakal bertumpuk, buat apa harus menunggu kesuksesan yang dicapai setelah diadakan pertemuan puncak para jago digunung Ui san"
"Tapi, kenapa secara mendadak Majikan Istana Kelabang Emaas berubah rencana?"
"Menurut apa yang aku ketahui hal ini disebabkan bangsat cilik she Tan dari Teh Leng Kauw sudah bersekongkol dengan beberapa orang siluman tua untuk mengadakan pengacauan dari dalam, oleh sebab itu Majikan Isana Kelabang Emas terpaksa harus mengeluarkan siasat yang sangat bagus ini. Sedangkan mengenai apa yang hendak dilakukan aku sendiri rada kurang jelas."
Sang hweesio kurus kering itu mendongakkan kepalanya memeriksa sejenak kesekeliling tempat itu, lalu dengan suara yang lirih bisiknya, "Kau mencari aku berdua apakah hanya disebabkan hendak laporkan berita ini?"
"Majikan Isana Kelabang Emas memberi waktu satu hari buat kita untuk mencuri dapat tasbeh seratus nol delapan mutiara yang berada ditangan Ciangbunjin!" ujar sang hweesio berusia pertengahan itu dengan wajah serius.
"Aaah....! benda tersebut merupakan barang kepercayaan dari ciangbunjin. Setiap hari tak pernah ditinggalkan barang setengah langkahpun Bagaimana kita bisa berhasil?" seru sang hweesio sambil menjulurkan lidahnya dan mengeleng.
Dengan seram Hwesio berusia pertengahan itu tertawa dingin.
"Jikalau kita tak berhasil mendapatkan benda tersebut mungkin bagi kita bertiga akan mendatangkan suatu malapetaka yang mengerikan" serunya.
Tan Kia-beng yang mendengarkan pembicaraan dari ketiga orang hwesio penghianat perguruannya sendiri, dalam hati merasa sangat terperanjat, pikirnya, "Partai Siauw-lim-pay merupakan sebuah perguruan kenamaan yang paling ketat peraturan perguruannya, bagaimana mungkin bisa muncul manusia manusia yang menghianati perguruannya sendiri?"
Ketiga orang hweesio itu setelah selesai berunding dengan mengambil jalan semula lantas berlalu menuju ke arah utara.
Tan Kia-beng tahu mereka tentu sedang kembali ke arah mulut gunung sebelah Utara karena itu secara diam-diam lantas menguntit dari belakang.
Akhirnya ia menemukan mereka berjalan masuk ke dalam sebuah kuil, hatipun segera tahu kalau hweesio hweesio dari partai Siauw-lim-pay tentu sedang beristirahat disana.
Untuk menghindari kesalah pahaman, dari tempat kegelapan ia lantas munculkan diri dan perlahan-lahan melanjutkan kembali berjalan ke arah depan.
Selagi ia sedang berjalan di atas sebuah bukit, mendadak dari ujung sebelah utara tampaklah cahaya kebiru biruan berkelebat menyilaukan mata diiringi suara bentakan bentakan keras yang gegap gempita.
Cahaya kebiru biruan itu terasa sangat dikenal olehnya, dan sebentar kemudian ia sudah mengenali kalau cahaya itu bukan lain berasal dari pedang Kiem Ceng Giok Hun Kiam.
"Apakah Jie-ko sudah bertemu dengan musuh tangguh?" diam-diam pikirnya dalam hati.
Dengan cepat ia mencelat ke tengah udara kemudian bagaikan sambaran kilat meluncur ke arah lembah tersebut.
Jika dilihat dari tempat ia berdiri rasanya lembah yang berada dihadapannya kelihatan sangat dekat, padahal jauh sekali.
Kendati Tan Kia-beng sudah mengerahkan seluruh tenaga murni yang dimilikinya ia harus membutuhkan waktu selama sepertanak nasi lamanya baru tiba di tempat tujuan.
Dari tempat kejauhan ia sudah dapat menangkap suara bentakan keras dari Pek-tok Cuncu si Rasul Selaksa Racun.
"Jikalau ini hari aku siular beracun berhasil membiarakan pedang pusaka ini terjatuh ketangan kalian, sejak ini hari aku tidak akan menyebut diriku sebagai si Pek-tok Cuncu."
"Omintohud! pedang inipun bukan milik sicu, sedang pincengpun tiada bermaksud untuk memilikinya. Kami hanya bermaksud untuk meminjama satu kali saja guna melenyapkan bencana iblis yang mengancam. Setelah itu dikembalikan lagi kepadamu, karena sicu begitu ngotot melarang," sahut suara seseorang lagi diiringi pujian kepada sang Buddha.
Karena mendengar suara orang itu terasa sangat dikenal olehnya, dengan cepat Tan Kia-beng memperkencang larinya.
Hanya di dalam sekejap mata ia sudah meluncur masuk ke dalam lembah tersebut.
"Untuk pinjam pedang tidak sukar, tetapi harus ditanyakan dulu kepada aku sipemilik dari pedang tersebut." bentak keras.
Karena gemas, gerakan badannya barusan ini cepat laksana sambaran kilat.
Hanya di dalam sekajap mata ia dapat melihat di tempat itu sudah berdiri delapan orang hweesio berkerudung yang berdiri dengan mengambil posisi Pat Kwa dan mengurung Pek-tok Cuncu rapat-rapat.
Kurang lebih tiga kaki dari kedelapan hweesio tersebut, duduklah bersila seorang tua yang berkerudung, dialah orang yang baru saja berbicara.
Munculnya Tan Kia-beng disana secara mendadak benar-benar membuat para Hweesio tersebut jadi tertegun.
Sebaliknya si Rasul Selaksa Racun yang melihat munculnya sang Toako, dalam hati jadi amat girang.
Ujung jubahnya segera dikebutkan ke depan, kemudian diiringi suara gelak tertawa yang amat keras ia sudah meloncat keluar dari dalam kepungan.
Setelah itu dengan gerakan yang cepat ia melemparkan pedang itu ke arah Tan Kia-beng.
"Masih beruntung pedang ini tidak sampai terjadi ditangan mereka" serunya keras, "Racun di atas pedang tersebut sudah aku hilangkan, dan saat ini rasanya merupakan waktu yang paling tepat bagimu untuk mencoba ketajaman dari pedang ini."
"Berkat jerih payah dari Jie-ko akupun tidak akan banyak berbicara sungkan-sungkan lagi" serunya Tan Kia-beng sambil menerima pedangnya. "Kenalkah kau dengan hweesio hweesio yang bermaksud hendak merebut pedangku ini?"
Sewaktu mereka sedang bercakap-cakap, kedelapan orang hweesio tersebut kembali sudah maju ke depan mengurung mereka berdua rapat-rapat.
Dengan sinar mata yang seram si Rasul Selaksa Racun melirik sekejap keempat penjuru kemudian tertawa dingin tiada hentinya.
"Aku siular beracun mana kenal dengan manusia-manusia yang tidak tahu diri semacam mereka?" serunya dingin. "Toako, kau tidak usah menghadang diriku lagi, aku sudah mulai merasa tidak sabaran!"
"Jika dilihat dari gerak geriknya mereka agaknya bukan merupakan orang-orang jahat, Jie ko! untuk sementara kau bersabarlah dulu, biar aku tanyai dulu diri mereka."
Badannya lantas berputar, kemudian dengan suara yang lantang tanyanya, "Sebenarnya kalian berasal dari partai mana? harap kawan kawan suka memberi jawaban yang jelas untuk menerangkan asal usul serta maksud kedatangan kalian sehingga jangan sampai terjadi kesalah pahaman."
Siapa sangka kedelapan orang hweesio itu tetap berdidi mematung di tempat semula terhadap pertanyaan dari Tan Kia-beng sama sekali tidak menjawab, kepalapun tidak suka didongakkan.
Melihat sikap mereka ini Pek-tok Cuncu jadi amat gusar, ia tertawa dingin tidak hentinya.
"Hmmm! kalian sedang menakut nakuti siapa?" bentaknya.
Ujung jubahnya kontan dikebaskan ke depan mengirim satu pukulan angin dingin yang maha dahsyat segera menggulung ke arah seorang hweesio yang berdiri dipaling ujung.
Tenaga dalam yang dimiliki si orang tua ini benar-benar amat sempurna, kekuatannya tersebut kontan laksana sebuah baja seberat ribuan kati menekan ke arahnya.
Mendadak.... dua gulung angin pukulan meluncur keluar dari arah sebelah kiri serta arah kanan, seketika itu juga angin pukulan yang maha dahsyat tersebut kena dipunahkan tak berbekas.
Sedangkan sang hweesio yang diserang tadi tetap berdiri di tempat semula dengan sepasang mata dipejamkan rapat rapat dan kaki tidak bergeser setengah langkahpun.
Tan Kia-beng yang menonton dari samping kalangan segera dapat menemukan kalau pukulan tersebut berasal dari dua orang hweesio yang berada di kedudukan "Kan Kong" serta "Liang Wie".
Tak terasa lagi ia mengangguk, pikirnya, "Jelas mereka adalah murid-murid partai kenamaan yang sudah memperoleh didikan keras!"
Si Pek-tok Cuncu yang melihat serangannya sama sekali tidak mendatangkan hasil, dalam hati jadi amat gusar.
"Heee.... heee.... heee.... aku tidak percaya kalau kalian bisa menahan sepuluh jurus, delapan jurus dari serangan aku siular beracun...."
Sembari berkata sepasang tangannya yang putih dibentangkan ke depan, hawa murnipun segera disalurkan memenuhi seluruh badan.
"Jie ko! kau tidak usah repot repot turun tangan!" buru-buru Tan Kia-beng maju mencegah sambil tertawa. "Kalau memang mereka ada maksud terhadap pedang pusakaku, biarlah aku bertanya dulu kepada mereka sebetulnya orang-orang itu sudah menerima perintah dari siapa untuk melaksanakan tugas ini."
"Apa yang Loolap katakan selamanya tidak pernah berubah" terdengar sang hweesio yang ada diluar garis kembali berseru. "Aku cuma ingin pinjam pedangmu tiga hari saja, setelah tiga hari akan aku kembalikan lagi"
"Saudara! siapakah nama atau gelarmu?" seru Tan Kia-beng sambil tertawa keras, "Caramu hendak meminjam barang orang lain dengan menggunakan kekerasan baru aku temui kali ini!"
"Heee.... heee.... heee.... kau tidak berhak untuk mengetahui gelar loolap, kau suka pinjamkan pedang itu kepadaku atau tidak cepatlah jelaskan, kalau tidak jangan salahkan Loolap segera akan menggunakan kekerasan."
Diam-diam Tan Kia-beng mulai memperhitungkan jarak antara dirinya dengan sang hweesio tua berkerudung itu. ketika ia merasa jikalau menggunakan jurus pedang terbang "Tiang Kiauw Oh Hong" atau Jembatan Panjang pelangi berbaring dari ilmu pedang "Sian Yan Chiet Can" masih bisa tercapai tak kuasa lagi ia tertawa terbahak-bahak.
"Haaa.... haaa.... haaa.... jikalau kau ngotot mau pinjam juta, nah ambillah! asalkan kau punya kepandaian untuk menerimanya saja!"
Sreet! pedang pusakanya sudah dicabut keluar dari dalam sarung kemudian diiringi suara suitan nyaring ia melemparkan pedang tersebut ke arah depan.
Dengan disertai serentetan cahaya kebiru-biruan yang menyilaukan mata, laksana seekor naga sakti pedang tersebut langsung menggulung ke arah tubuh hweesio berkerudung itu.
Hawa pedang meggidikkan badan, deruan angin berdesis membuat suasana semakin bertambah tegang.
Sang hweesio berkerudung yang sejak kecil memperlajari kepandaian silat, selama hidup belum pernah melihat kepandaian ilmu pedang tingkat tinggi yang bisa terbang semacam ini kontan saja hatinya merasa amat terperanjat.
Badannya buru-buru mencelat ke tengah udara setinggi enam tujuh kaki kemudian melayang naik ke atas sebuah pohon Siong disisinya, gerakan tubuhnya sangat indah dan bukan lain merupakan jurus "Tat Mo It Wie Tok Kiang" dari aliran Siauw-lim-pay.
Terdengarlah suara ledakan laksana pekikan naga, batu besar yang diduduki sang hweesio berkerudung tadi sudah kena tersambar cahaya pedang sehingga hancur berantakan.
Sejak semula Tan Kia-beng memang tiada bermaksud untuk melukai orang, oleh sebab itu jurus serangan itupun tidak digunakan terlalu cepat.
Dengan menimbulkan serentetan cahaya pelangi, tahu-tahu pedang yang baru saja menghancurkan batu besar tersebut sudah melayang kembali ke atas tangannya.
"Hmmm! Taysu dapat menggunakan ilmu sakti dari aliran Siauw-lim, rasanya kau ornag tentu hweesio dari kuil Siauw-lim" katanya dengan wajah serius dan nada membentak "Tidak kuduga mengapa kalian masih belum juga punah dari nafsu serakah? aku orang she Tan bukannya tiada bermaksud untuk meminjamkan pedang pusaka ini kepada kalian, justru karena cara yang kalian gunakan terlalu picik dan pakai aturan oleh karena itu aku tidak sanggup untuk memenuhi permintaanmu itu."
Sang hweesio berkerudung yang melihat kepandaian ilmu pedangnya sudah mencapai taraf kesempurnaan, dan mendengar pula ia berhasil memecahkan asal usul perguruannya dalam hati merasa agak nyeri juga.
Setelah mendengar perkataan dari Tan Kia-beng barusan ini ia lantas mendengus dingin.
"Bubar!" mendadak teriaknya keras.
Bayangan abu abu berkelebat meninggalkan tempat itu, dan hanya di dalam sekejap mata hweesio hweesio tersebut telah lenyap tak berbekas.
Menanti bayangan dari hweesio hweesio tersebut sudah lenyap dari pandangan, si Rasul selaksa racun baru menepuk nepuk pundak Tan Kia-beng.
"Toako! Waah.... kau sungguh hebat" pujinya sambil tertawa keras. "Cukup mengandalkan kepandaianmu itu, aku siular beracun sudah benar-benar merasa takluk"
Dengan wajah serius Tan Kia-beng menggeleng berulang kali akhirnya menghela nafas panjang.
"Siapakah si hweesio berkerudung tersebut aku sudah berhasil menebak beberapa bagian, kemungkinan sekali disebabkan peristiwa ini bakal mendatangkan banyak kerepotan buat diri kita...." serunya perlahan.
"Eeei.... usiamu masih kecil, kenapa sikapmu meniru-niru macam anak gadis saja tidak suka berterus terang, perduli siapa dia, apakah kita tak dapat mengalahkan mereka?" teriak Pek-tok Cuncu sambil melototkan sepasang matanya. "Jikalau hweesio hweesio ini benar-benar adalah orang Siauw-lim pay, sekarang juga aku akan pergi cari Ci Sin si hweesio tua itu untuk bikin perhitungan"
"Haaa.... haaa.... haaa.... Aku orang she Tan bukan seorang yang takut banyak urusan, hanya saja aku ingin karena kejadian yang kecil merusak rencana besar" seru Tan Kia Bneg sembari tertawa terbahak-bahak.
Ia mendongak memeriksa keadaan cuaca, mendadak sambil depakkan kaki teriaknya, "Celaka! karena buang waktu disini mungkin aku sudah merusak suatu persoalan besar"
"Eeei.... urusan apa? kenapa kau begitu tegang?
"Kemungkinan sekali pihak Isana Kelabang Emas hendak menyerbu pihak Siauw-lim-pay, aku hendak pergi membantu"
"Haaa.... haaa.... haaa.... aku kira urusan apa yang begitu penting kiranya cuma soal ini! bukakah kita orang jauh lebih
enak duduk di atas gunung sambil nonton harimau bertarung?"
"Persoalan bukannya begitu, Isana Kelabang Emas adalah musuh umum dari seantero Bulim, dan terhadap musuh yang sama kita harus saling tolong menolong"
Sekali lagi Pek-tok Cuncu tertawa terbahak-bahak.
"Haaa.... haaa.... haaa.... kalau memang Toako berkata begitu mari kita berangkat! setelah bertemu muka dengan Ci Si Loo Hweesio aku masih akan menegur pula soal perebutan pedang tadi"
Walaupun diluaran si ular beracun itu bicara sangat enteng, padahal dihatinya iapun mengerti jika urusan sangat mendesak dan kritis. Selesai berkata ia lantas meloncat dulu dan berkelebat menuju keluar lembah.
Dibawah sorotan sinar rembulan bagaikan sebuah peluru hitam sekali loncat sudah mencapai jarak tujuh, delapan kaki tingginya. dan di dalam sekejap meata sudah berada lima, enam kaki jauhnya.
Melihat kecepatan gerak Jie-ko nya ini diam-diam Tan Kia-beng memuji, nama betul-betul bukan nama kosong belaka.
Iapun segera mengerahkan ilmu meringankan tubuh "Nao Hoo Sin Lie"nya menyusul dari belakang, dengan kecepatan bagaikan kilat ia membuntuti dari belakang si Rasul Selaksa Racun itu.
Gerakan mereka berdua sama-sama cepatnya, hanya di dalam sekejap mata kuil kuno sudah berada di depan mata.
Mendadak Tan Kia-beng merasakan keadaan sedikit kurang beres. Kenapa sepanjang jalan tidak kelihatan seorang manusiapun atau menegur perjalanan mereka?
Hatinya lantas mengerti keadaan tidak beres, ia semakin mempercepat larinya.
"Aduuuh celaka! kedatangan kita agak terlambat"
Satu tombak sebelum tiba di depan pintu kuil, tampaklah seluruh permukaan tanah sudah dibasahi darah merah yang berceceran diempat penjuru, mayat-mayat hweesio, kutungan lengan potongan kaki berhamburan bagaikan gunung.
Sekali pandang keadaan disana dapatlah diketahui bila tak lama berselang di depan kuil tersebut sudah terjadi suatu pertarungan yang maha sengit.
Melihat kedatangan agak terlambat Tan Kia-beng merasa hatinya menyesal bercampur kuatir, dengan gusar bagaikan banteng terluka ia langsung menerjang masuk ke dalam kuil.
Keadaan di dalam kuil tersebut jauh lebih mengerikan lagi darah berceceran dimana-mana baik diluar kuil maupun di dalam ruangan, kurang lebih ada dua, tiga puluh sosok mayat bergelimpangan memenuhi permukaan tanah.
Jika ditinjau dari keadaan sang mayat, jelas sebagian besar menemui ajalnya karena pukulan hawa lweekang yang sangat dahsyat tak kelihatan seorang pun yang terluka karena senjata tajam.
Setelah seluruh kuil diperiksa, akhirnya ia menemukan bila kuil tersebut sebetulnya kosong, tak seorang hweesio pun yang tampak.
Diam-diam Tan Kia-beng mulai menyesali kedatangannya yang terlambat. hati merasa sedih dan memandang mayat tersebut dengan terpesona.... lama sekali tak sepatah katapun bisa diucapkan.
Wajah si Rasul Selaksa Racun pun sudah berubah hebat, mendadak ia mendongakkan kepalanya tertawa seram.
Nyali kecil bukan lelaki sejati, tidak kejam bukan seorang lelaki demi menuntut balas atas beberapa puluh lembar sukma gentayangan ini aku siular beracun terpaksa harus bertindak kejam.
Tan Kia-beng pun tahu jika saudara angkatnya ini sebenarnya adalah seorang angkatan tua yang bersemangat jantan. kini setelah hawa gusarnya berkobar ia lantas bersumpah untuk menggunakan kembali racun racunnya dengan cepat ia menyambung, "Untuk menghadapi manusia-manusia yang sama sekali tidak berperi kemanusiaan kitapun tak perlu menggunakan perasaan. Aku mendukung penuh pendapat dari Jie ko!"
"Pihak Isana Kelabang Emas sudah mulai melancarkan serangannya, dan mereka pasti tak akan turun tangan terhadap satu partai saja, mungkin saat ini mereka telah berganti kepartai yang lain, mari kita berangkat menuju kemulut gunung sebelah barat"
Ketika itu Tan Kia-beng pun sudah diliputi emosi, tanpa pikir panjang lagi ia menyahut, "Bagus! sekarang juga kita berangkat! mungkin pedang Kiem Ceng Giok Hun Kiam pun ini hari harus dimandikan dengan siraman darah panas"
Selesai berbicara tubuhnya dengan cepat mencelat ke tengah udara dengan suatu gerakan yang sangat indah, dengan gesit ia langsung meluncur ke arah mulut gunung sebelah barat.
Belum sampai mereka berdua berkelebat sejauh seratus kaki mendadak Si Rasul Selaksa Racun sudah membentak keras, "Bagus sekali, mereka belum jauh berlalu"
Tan Kia-beng pusatkan seluruh perhatian iapun dengan cepat dapat menangkap suitan suara panjang bergema menembusi awan.
Tanpa banyak cakap lagi ia langsung melayang ke arah berasalnya suara suitan tersebut, kecepatannya laksana kilat.
Tidak selang beberapa saat kemudian ia sudah tiba di tengah kalangan pertempuran tampaklah banyak sekali hweesio hweesio ketika itu sedang mengurung Si Penjagal Selaksa Li Hu Hong serta Su Hay Sin Tou dengan seluruh tenaga, Ci Si Sangjin serta Yen Yen Thaysu pun berada di tengah kalangan.
Melihat peristiwa tersebut pemuda kita lantas mengerti suatu kesalah pahaman pasti telah terjadi, ia segera membentak keras, "Tahan!"
Karena gusar suara bentakan pun dahsyat bagaikan ledakan bom atom, hal ini sangat menggetarkan seluruh jago yang hadir di tengah kalangan hati mereka terasa berdebar keras, telinga serasa berdengung, dengan terkesiap mereka bersama-sama menghentikan serangannya.
Su Hay Sin Tou melirik sekejap ke arah kalangan sewaktu dilihatnya Tan Kia-beng serta Si Rasul Selaksa Racun sudah tiba semua tak terasa lagi ia dongakkan kepala tertawa seram.
"toako! Jie ko! kalian semua sudah datang! Waaah.... jadi orang baik pun susah orang lain ternyata sudah menuduh kami adalah sang pembunuh"
"Heee.... jika mereka sungguh-sungguh tidak tahu diri, kami kakak beradikpun tidak perlu banyak bicara" sambung Pek-tok Cuncu sambil tertawa dingin.
Sewaktu berada dikuil tadi Ci Sin Sangjin sudah pernah bertemu satu kali dengan Tan Kia-beng, karena itu iapun tahu jika si pengemis cilik ini adalah hasil penyaruannya, buru-buru ia maju ke depan meyapa.
"Tan Siauw-hiap! aku sudah datang!"
"Cayhe dengar pihak Isana Kelabang Emas ada maksud hendak menyerang pihak partai kalian maka sengaja aku berangkat kemari untuk menyumbang sedikit tenaga, siapa sangka kedatangan kami ternyata sudah terlambat satu tindak sehingga partai kalian harus mengalami bencana yang besar"
Sinar matanya lantas dialihkan ke atas wajah Yen yen Thaysu.
"Entah disebabkan persoalan apa sehingga antara partai kalian sudah terjadi kesalah pahaman dengan suhengku berdua?"
Ci Si Sangjien selagi akan menjawab, Yen yen Thaysu keburu sudah menukas, "Berulang kali dia menyaru sebagai berkerudung yang menyerang jago-jago dari aliran lurus, bahkan kali ini bersekongkol dengan si pencuri Su Hay Sin Tou mencuri tasbeh "Jan Siang Liam Cu" dari Ciangbunjin kami serta membinasakan banyak sekali anak murid kami, jikalau tidak dikasi hukuman hal ini mana boleh jadi!"
Mendengar perkataan tersebut Tan Kia-beng merasakan hatinya rada bergerak.
"Apakah dari partai kalian punya bukti jika perbuatan ini dilakukan oleh berdua orang suhengku?"
Dari belakang tubuh Yen Yen Thaysu tampak berjalan keluar seorang hweesio tua yang matanya mendelong ke dalam.
"Pinceng melihat dengan mata kepala sendiri, apakah kau bisa salah melihat orang lain?"
"Siapakah gelar dari thaysu?"
"Pinceng Wu-Gong sekarang menjabat sebagai pengurus ruangan kitab!"
Mendadak Tan Kia-beng tertawa dingin tiada hentinya.
"Heee.... heee.... hee.... sekarang ini memang banyak sekali orang yang menganggap Bajingan sebagai ayah sendiri, salah melihat orang adalah soal yang biasa"
"Apa maksud perkataanmu?" kontan saja air muka Wu Gong Thay berubah hebat.
Tan Kia-beng hanya tertawa dingin, ia lantas menoleh ke arah Ci Si Sangjien.
"Dibalik peristiwa ini tentu ada hal hal yang lebih mendalam artinya. Cayhepun pernah menemukan orang-orang Isana Kelabang Emas berbuat jahat dengan meyaru sebagai si kakek berkerudung berjubah hitam harap Sangjin suka melakukan penyelidikan yang lebih jelas lagi sebelum bertindak.
"Loolap pun tidak berani percaya penuh akan tuduhan ini" Ci Si Sangjin mengangguk, "Tetapi peristiwa ini terjadi sangat kebetulan sekali, sehingga hal ini membuat kamipun mau tak mau harus menaruh curiga terhadap Hu Thayhiap serta Sin Tou Sicu"
"Hmmm! kecuali Su Hay Sin Tou siapa lagi yang bisa mencuri tasbeh Jan Siang Lian Cu yang selalu berada disisi tubuh ciangbunjin?...." tambah Yen Yen Thaysu dengan cepat.
Saat itulah mendadak hati Tan Kia-beng jadi terang kembali, sinar matanya lantas dialihkan ke atas wajah Yen Yen Thaysu.
"Sewaktu terjadi peristiwa di dalam kuil kuno apakah Thaysu pun ikut hadir dikalangan?"
"Hmm! jika pincengpun hadir disana tidak mungkin mereka berhasil dengan usahanya...."
Tan Kia-beng lantas tersenyum.
"Mungkin waktu itu Thaysu sedang berlatih ilmu meringankan tubuh 'Tat Mo It Wie Tok Kiong' bukan?"
Setelah merandek sejenak dengan wajah serius kembali ujarnya, "Keadaan situasi pada saat ini sangat berbahaya sekali, aku berharap untuk sementara kalian lepaskan dulu niat kalian untuk menemukan sang pembunuh karena urusan ini tak akan mendatangkan kebaikan buat kalian. Bahkan mungkin sekali kesempatan baik ini akan digunakan sebaik-baiknya oleh pihak lawan."
Air muka Yen Yen Thaysu pada saat ini sudah berubah hebat, ia hanya mendengus dingin tanpa menjawab.
Waktu itu Si Penjagal Selaksa Li, Hu Hong serta Su Hay Sin Tou pun sudah berjalan kesisi tubuh Tan Kia-beng.
---ooo0dw0ooo---
JILID: 16
Walaupun watak Hu Hong dingin, kaku kukoay dan congkak tetapi terhadap perguruannya sangat menghormat dan Tan Kia-beng memiliki seruling pualam putih hal ini berarti dialah Ciangbunjin dari perguruan. Oleh sebab itu sejak munculnya pemuda tersebut di tengah kalangan dia sama sekali tidak berbicara sepatah katapun. Ia sudah serahkan seluruh persoalan ini ke tangan siauw sute nya ini.
Sedangkan Su Hay Sin Tou walaupun menghormati Tan Kia-beng sebagai "Toako"nya, tetapi di dalam keadaan semacam ini ia tak dapat berdiam diri.
Mendadak badannya maju ke depan, kemudian kepada Ci Si Sangjin tegurnya dingin, "Aku si pencuri tua selamanya tidak akan mengganggu orang jika orang lain tidak mulai mengganggu aku dulu kedatanganku kali ini ke gunung Ui sampai tidak lebih karena memandang kepentingan Tan Kia-beng. Hmm! jangan kalian kira partai Siauw lim adalah sebuah partai besar lantas aku tidak berani cari gara-gara! jikalau sampai aku si pencuri tua sudah gusar.... Heee.... heee.... rasanya tidak akan mendatangkan banyak keuntungan buat kalian."
Sebelum Ci Si Sangjien memberikan jawabannya, si Pek-tok Cuncu sudah menyambung pula dengan nada yang seram, "Kalian semua betul-betul tidak tahu diri dan menggigit kawan sendiri, aku siuler beracun bersama-sama Toako dari jauh datang kemari untuk bantu kalian mengusir musuh, tidak disangka ternyata kalian menganggap si pencuri tua serta Hu-heng sebagai musuh buyutan. Hmm! sekarang kita tidak usah banyak berbicara lagi, kini kau si hweesio gede boleh ambil keputusan dengan satu ucapan, jikalau kalian sungguh sungguh mau berkelahi.... haaa.... haaa.... haaa.... aku si ular beracun pun sudah seharusnya mencoba-coba kelihayan dari ilmu silat aliran Siauw lim-pay"
Keadaan dari Ci Si Sangjien pada saat ini benar-benar serba salah, ia tahu jika urusan tak akan segampang itu, tetapi iapun tak dapat berbuat apa apa terhadap tuduhan susioknya Yen Yen Thaysu serta sutenya Wu Gong Siansu, ditambah pula tasbeh seratus nol delapan buah mutiaranya kena dicuri, tiga puluh orang anak muridnya kena terbunuh menghadapi peristiwa besar semacam ini ia sebagai seorang ciangbunjin
tak akan dapat ambil keputusan begitu saja tanpa melakukan suatu penyelidikan yang teliti.
Ia sendiripun mengerti empat orang yang berada dihadapannya rata rata tak gampang diganggu, sekali salah bertindak kemungkinan sekali akan mendatangkan bencana yang tak ternilai buat partainya.
Apalagi partai Siauw-lim pada saat ini masih menghadapi bayak urusan, ia tidak ingin banyak menahan bibit permusuhan lagi dengan orang lain.
Oleh karena itu setelah mendengar perkataan yang ketus dari kedua orang siluman tua tersebut ia menghela nafas panjang dan goyangkan kepalanya berulang kali.
"Pinceng pun tahu jika banyak urusan terjadi karena kesalah pahaman. Tetapi aku berharap kalian berdua suka menjawab secara terus terang apa maksud tujuan kalian dengan menyaru sebagai orang berkerudung dan lari lari digunung Ui san?"
"Soal ini cayhe sendiri yang perintahkan" jawab Tan Kia-beng dengan cepat. "Tujuannya hendak menolong mereka yang naik ke gunung untuk menonton keramaian"
Mendadak Wu Gong Siansu maju setindak kesisi Ci Si Sangjien kemudian tertawa dingin tiada hentinya.
"Heee.... heee.... heee.... usiamu masih kecil tapi berani benar pentang bacot bicara semaunya, manusia semacam kau apa berhak untuk memerintahkan mereka?"
Sejak tadi Tan Kia-beng sudah dapat mengenali kembali jika sang hweesio ini adalah salah seorang dari tiga orang hwesio yang mengadakan pembicaraan rahasia di tengah hutan, tak terasa iapun ikut tertawa dingin.
"Cayhe sedang berbicara dengan Siauw-lim ciangbunjin, apa kau punya hak untuk ikut menimbrung?"
Di dalam hati kecilnya Wu Gong siansu sudah ada maksud tertentu, ia mengerti jika Tan Kia-beng dan kawan-kawannya bukanlah manusia yang boleh diganggu, oleh sebab itu ia sengaja hendak membakar hati mereka supaya dengan bagitu tujuan mengusir mereka pergi dari sana bisa tercapai. karenanya dengan air mukanya berubah hebat ia tertawa dingin.
"Heee.... heee.... sejak semula Hudya sudah tahu jika kalian manusia manusia dari perguruang Teh-leng-bun tak seorangpun merupakan manusia baik. Si Penjagal Selaksa Li sudah penuh dosa dengan pembunuhannya yang mendekati kekalapan. Thay Gak Cungcu pun sudah membunuh orang tak ternilai jumlahnya, dan kini kau bersekongkol pula dengan pihak Isana Kelabang Emas untuk mengaco belo digunung Ui san. Hmm! Mungkin kau bisa mengelabui orang lain tapi jangan harap bisa meloloskan diri dari sepasang mata Hud yamu."
Tan Kia-beng yang mendengar ia menghina nama baik Teh-leng-bun, hawa gusar di hatinya tak dapat dikuasai lagi. pikirnya.
"Peristiwa ini ada delapan bagian tentu hasil karyanya, jikalau rencana kejinya tidak aku bongkar, mungkin urusan akan semakin tidak bisa diberekan lagi."
Pikiran berputar, lima jari mendadak dipentangkan lebar-lebar dan langsung menyambar pergelangan tangan dari Wu Gong Siansu.
"Bajingan penghianat perguruan, ini hari kau tak bakal lolos dari keadilan!" bentaknya keras.
Serangan yang dilancarkan ini cepat bagai kilat, tahu-tahu pergelangan tangan dari Wu Gong Siansu sudah tercengkeram kencang kencang.
Tetapi dengan kepandaian hasil latihan hampir mencapai puluhan tahun ini, mana dia suka menyerah dengan begitu saja? hawa murninya kontan disalurkan untuk meronta sekuat tenaga.
Tetapi cengkeraman dari Tan Kia-beng sangat kencang bagaikan japitan besi, ia merasakan separuh badannya sudah kaku sama sekali tak bertenaga.
Tindakan dari Tan Kia-beng ini kontan memancing rasa tak puas dari para hweesio Siauw-lim-pay lainnya, mereka bersama-sama membentak keras dan turun tangan untuk menolong.
Si Penjagal Selaksa Li membentak keras, telapak tangannya dipentangkan mengirim segulung angin pukulan hawa dingin yang merasuk ketulang sumsum menahan datangnya terjangan para hweesio tersebut.
Diikuti suara tertawa seram bergema memecahkan kesunyian, si Pek-tok Cuncu serta Su Hay Sin Tou pun sama-sama turun tangan.
Empat buah telapak tangan besi berkelebat memenuhi angkasa, masing-masing orang mengirim satu pukulan dahsyat ke depan.
Ketika orang itu adalah jago-jago yang terkenal diseluruh dunia kangous, tenaga lweekang mereka amat sempurna dan kecuali Yen Yen Thaysu serta Ci Si Sangjien tak ada yang bisa melawan.
Oleh karena itu setelah mereka turun tangan maka para hweesio lainnya kontan kena terdesak mundur ke belakang.
Setelah Tan Kia-beng berhasil menawan Wu Gong Siansu dengan cepat dibawanya ke hadapan Ci Si Sangjin. Teriaknya keras, "Hweesio ini bekerja sama dengan seorang hweesio gemuk berusia pertengahan telah menghianati perguruan, cayhe sudah wakili Sangjien untuk menawannya harap kau suka turun tangan memberi siksaan agar ia mau mengaku rasanya untuk menanyakan soal tasbeh thaysu yang hilangpun ia pasti mengetahui jelas."
Air muka Ci Si Sangjien berubah jadi dingin kaku, ia melirik sekejap ke arah Tan Kia-beng.
Mendesak dengan sepasang mata yang memancarkan cahaya tajam ia melototi sekejap ke atas wajah Wu Gong Siansu, akhirnya sambil menghela napas panjang ujarnya, "Sauw hiap, untuk sementara harap kau suka lepas tangan!"
Tan Kia-beng tertawa terbahak-bahak, selagi akan lepas tangan mendadak segulung angin pukulan yang maha dahsyat membokong dari samping badan tanpa menoleh lagi badannya dengan ringan sudah menyingkir tiga depa ke arah samping.
Setelah itu ia baru menoleh, tampaklah Yen Yen Thaysu dengan wajah kaku sudah muncul dihadapannya.
"Hmmm! sekalipun anak murid Siauw-lim-pay tidak becus, kaupun tidak usah banyak urusan untuk ikut campur, cepat lepaskan dia" bentaknya keras.
"Sebetulnya cayhepun tidak ingin banyak ikut campur dalam urusan partai kalian" seru Tan Kia-beng dingin "Hanya saja dikarenakan urusan ini menyangkut kepentingan maka harus menjelaskan dahulu persoalan ini, mau percaya atau tidak itu terserah padamu sendiri."
Kiranya Wu Gong Siansu ini adalah murid kesayangan dari Yen Yen Thaysu sedang sang hweesio inipun merupakan seorang yang membelai anak didiknya melihat Tan Kia-beng menuduh anak muridnya berhianat, hatinya jadi teramat gusar.
“Omong kosong! kau dapatkan berita ini dari mana?" bentaknya kembali keras keras.
"Heee.... heee.... heee.... cayhe dengar mata kepala sendiri, tidak mungkin bisa salah lagi" dengan Tan Kia-beng sambil mendorong tubuh Wu Gong Siansu ke arah Ci Si Sangjien.
Si Penjagal Selaksa Li, Hu Hong yang selama ini tidak ikut ambil bicara, mendadak meloncat kehadapan Tan Kia-beng.
"Sute! tidak usah banyak bacot lagi dengan mereka, mari ikut pergi....!" ajaknya.
Watak Ci Si Sangjin kendati diluar kelihatan ramah sebetulnya dalam hati bersifat keras. Pada hari-hari biasa karena memandang di atas wajah Yen Yen Thaysu ia masih bisa bersabar tiga bagian.
Tetapi kini, sesudah menemukan peristiwa penghianatan perguruan, ia tak ingin berpeluk tangan dengan demikian saja.
Setelah Tan Kia-beng mendorong tubuh Wu Gong Siansu ke arahnya, ia lantas serahkan murid durhaka tersebut kepada anak buahnya.
"Jaga dirinya!"
Empat orang pelindung hukum segera melangkah Wu Gong Siansu dan dibawa ke samping kalangan.
"Sicu! tunggu sebentar, pinceng ada beberapa perkataan yang hendak ditanyakan" seru Sang Ciangbunjin dari Siauw-lim pay ini lagi.
"Sangjin ada urusan apa?" Tan Kia-beng menoleh.
"Sejak partai Siauw-lim didirikan oleh Couw-su belum pernah kuil kami menemui peristiwa penghianatan oleh murid murid durhaka, karena itu bilamana Sicu suka menceritakan keadaan yang sesungguhnya, pinceng merasa sangat berterima kasih"
Tan Kia-beng melirik sekejap ke arah Yen Yen Thaysu, terlihatlah seluruh otot otot besar di atas keningnya sudah menonjol keluar sepasang matanya dengan memancarkan cahaya tajam berputar putar dan melototi dirinya dengan penuh kegusaran.
Tak terasa lagi pemuda kita tertawa tawar.
"Peristiwa inipun berhasil cayhe temui karena secara kebetulan saja, jikalau Sangjien ada maksud untuk mendengarkan sudah tentu akan cayhe ceritakan sejelas jelasnya"
Iapun mulai menceritakan apa yang sudah ditemuinya dalam hutan dan apa yang sudah dibicarakan ketiga orang hweesio durhaka tersebut tanpa ketinggalan sepatah katapun.
Ci Si Sangjien yang mendengar kisah tersebut tak kuasa lagi merasakan badannya merinding, bulu kuduk pada berdiri, sedang hweesio hweesio lain yang ada di sekeliling kalanganpun pada dibuat berubah wajah.
Sian Si Sangjien adalah Sute dari Ci Si Sangjien dan kini menjabat sebagai penguasa pendopo semedi, kepandaiannya tidak berada dibawah kepandaian silat Ci Si Sangjin.
Pada hari biasa ia mempunyai watak yang licik, kaku dan banyak akal, hal ini sudah diketahui oleh seantero isi kuil, oleh karena itu jikalau ia bisa bersekongkol dengan pihak Isana
Kelabang Emas untuk berhianat, kemungkinannya memang sangat besar.
Tetapi menghadapi persoalan yang demikian besarnya sudah tentu ia tidak ingin menceritakan kepada orang lain, persoalan ini hanya bisa diadukan kepada para Tiang-loo yang kedudukannya lebih tinggi untuk ambil keputusan hukuman.
Oleh karena itu kendati di dalam hati ia merasa terkesiap dan gusar, tetapi diluaran tetap tenang-tenang saja.
Sinar matanya lantas dialihkan ke atas wajah Yen Yen Thaysu.
"Walaupun urusan ini belum bisa dibuktikan benar tidaknya, tetapi demi menjaga segala kemungkinan terpaksa tecu menahan Wu Gong sute beberapa hari. bagaimana dengan maksud susiok?"
"Heee.... heee.... heee.... kau adalah Ciangbunjin, seluruh kekuasaan ada ditanganmu, buat apa kau menggubris aku yang jadi Susiok....?"
Ci Si Sangjien dalam hati ia merasa sangat tidak puas, tetapi iapun tidak ingin banyak menggubris urusan ini, kembali tangannya dirangkap di depan dada.
"Jikalau susiok tak ada pendapat, tencu pun akan mengambil tindakan tersebut."
Ia putar badan menghadap Tan Kia-beng wajahnya berubah jadi amat serius.
"Pinceng mengerti Sicu mempunyai watak yang jujur dan bersifat kependekaran, apa yang diucapkan tak bakal merupakan kata-kata bohong belaka. Dan kini untuk mengadakan segala kemungkinan nama akan mengadakan
persiapan-persiapan. Jikalau kalian beberapa orang tiada urusan lain silahkan berlalu dari sini."
Tan Kia-beng pun tahu, setelah pihak Siauw-lim-pay menemui kejadian semacam ini sudah seharusnya mengadakan persiapan-persiapan yang perlu, karena itu buru-buru ia mohon diri.
"Sangjien bisa mengambil tindakan yang benar, cayhe merasa amat kagum sekali. Kamipun harus melakukan pula kemulut gunung lainnya, maaf kami mohon diri terlebih dahulu."
Pemuda ini lantas putar badan mengajak Si Penjagal Selaksa Li sekalian untuk diajak berlalu.
Mendadak....
"Tunggu sebentar!" bentak Yen Yen Thaysu gusar, "Kalian kira bisa meninggalkan tempat ini dengan demikian gampang? Hmmm! tidak akan segampang ini!"
"Jadi kau ada maksud menahan kami disini?" teriak Tan Kia-beng sambil putar badan dan tertawa dingin.
Yen Yen Thaysu mendengus dingin, sepasang matanya dengan memancarkan cahaya tajam mendadak dialihkan ke atas wajah Ci Si Sangjien.
“Kau terlalu percaya perkataan orang lain menuduh anak murid perguruan sendiri dengan semaunya. Hmmm! dosamu benar-benar tidak kecil.”
“Walaupun urusan ada bukti dan Loolap tidak akan perduli terhadap anak muridku yang kau tahan, tapi dengan begitu mudah kau lepaskan si penbunuh anak murid kita! Apa kau kira tindakanmu ini benar? Tasbeh seratus nol delapan butir Jan Siang Liam Cu sebagai tanda kepercayaan paling tinggi
dari Ciangbunjin pun lenyap ditanganmu. Hmm! Belum pernah kejadian semacam ini pernah kutemui!”
Nadanya keras bersifat teguran dari seorang angkatan tua terhadap angkatan muda walaupun kedudukan Ciangbunjin Siauw-lim-pay sangat terhormat tapi iapun tak dapat bersifat kurang terhormat terhadap angkatan yang lebih tua.
Sikap serta tindakan dari Yen Yen Thaysu ini segera membuat Ci Si Sangjien merasa tidak tahan, tetapi dengan ketebalan imannya tidak malu ia menjabat sebagai seorang Ciangbunjin partai besar.
Sehabis mendengar teguran tersebut ia tetap bersikap tenang dan merangkap tangannya memberi hormat.
Nasehat dari Susiok akan tecu patuhi. Setelah peristiwa ini selesai tecu tentu akan minta ampun dihadapan arwah Couw su dan serahkan jabatan Ciangbujien kepada orang lain. Cuma saja tecu percaya penuh kedua orang kawan lama ini adalah kawan kita bukan lawan."
“Hmmm! Tahu muka tahu wajah, tak tahu bagaimana hatinya, kau andalkan apa bisa percaya penuh terhadap mereka?"
"Tecu mengambil keputusan berdasarkan peristiwa ini, sama sekali tiada terikat maksud maksud pribadi atau nyeleweng."
Yen Yen Thaysu yang berulang kali menghadang jalan pergi mereka lama kelamaan membuat Si Penjagal Selaksa Li serta Su Hay Sin Tou tak dapat menahan sabar lagi.
Terdengar Pek-tok Cuncu tertawa seram.
"Heee heee.... TOako! Mari kita pergi. Jangan gubris situa bangka tolol itu lagi."
Tetapi baru saja perkataan tersebut diutarakan keluar, mendadak dari belakang tubuh Yen Yen Thaysu meloncat keluar delapan orang hweesio berjubah abu-abu membentak berbareng, "Siapa yang berani bergerak!"
Di tengah berkelebatnya ujung baju tersampok angin, mereka kedelapan sudah berdiri dalam posisi menurut kedudukan Pat Kwa mengurung empat orang itu rapat-rapat.
Melihat kurungan tersebut kontan Pek-tok Cuncu mengenali kembali jika kedelapan orang ini bukan lain adalah delapan orang hweesio yang merngurung dan hendak merampas pedang pusakanya dalam lembah tadi, tak kuasa lagi hawa amarahnya memuncak.
"Hmmm! Kiranya hweesio hweesio bangsat yang hendak merampas pedangku tadi adalah kalian. bagus.... bagus sekali! dengan demikian kitapun harus membereskan pula piutang diantara kita."
Mendengar perkataan dari si Rasul Selaksa Racun, air muka Ci Si Sangjien berubah hebat.
Tadi, sewaktu tasbeh Jan Siang Liam Cu nya hilang, ia sudah perintahkan keempat orang pelingdung hukumnya untuk mengubar, siapa sangka ketika itulah anak muridnya kena dihantam dan dijagali oleh dua orang kakek berjubah hitam yang berkerudung.
Sedangkan Yen Yen Thaysu dengan memimpin delapan orang anak murid angkatan ketiga yang memiliki kepandaian paling tinggi entah sudah lenyap kemana, hal ini mengakibatkan kerugian yang sangat berat.
Kini setelah Si Rasul Racun memecahkan rahasia tersebut, tak kuasa lagi dengan sinar mata penuh kegusaran ia menoleh ke arah Yen Yen Thaysu.
Yen Yen Thaysu yang di dalam hati ada rencana busuk saat ini tidak berani memandang ciangbunjin sutit nya dengan pandangan mata, takut peristiwa ini diselidiki lebih lanjut.
Karena itu ia coba untuk mengeruhkan suasana terlebih dahulu, mendadak dengan alis dikerutkan tubuhnya menerjang maju kehadapan si Pek-tok Cuncu.
"Omintohud! bangsat kau masih berani mungkir?"
Ujung bajunya dengan cepat dikebutkan keluar, segulung hawa pukulan lunak bagaikan angin taupan menghajar ke arah tubuh si Pek-tok Cuncu.
Si hweesio tua sebagai salah satu Tianglu dari Siauw-lim pay benar-benar memiliki tenaga lweekang yang luar biasa dahsyatnya, kebutannya ini seketika itu juga membuat pasir dan debu beterbangan memenuhi angkasa.
Pek-tok Cuncu yang selama ini terus menerus menahan hawa gusar, tidak akan memperlihatkan kelemahannya ia tertawa dingin. mendadak telapaknya dengan membentuk gerakan lingkaran menyambut datangnya angin pukulan tersebut.
Diiringi suara bentrokan yang sangat keras, dengan rambut pada berdiri Pek-tok Cuncu kena terpukul mundur dua langkah ke belakang.
Sedangkan Yen Yen Thaysu pun kena tergetar sehingga badannya terdesak mundur setengah langkah ke belakang.
Terhadap tindakan Yen Yen Thaysu yang sama sekali tak tahu sopan ini, Ci Si Sangjien merasa sangat tidak puas.
Mendadak tubuhnya bergerak maju ke depan.
"Barang siapa yang merasa anak murid Siauw-lim-pay segera mengundurkan diri dari kalangan," bentaknya berat.
Sang pendeta dari Siauw-lim-pay ini walaupun berwajah ramah tetapi setelah gusar dari wajahnya segera memancarkan suatu daya kekuatan yang berpengaruh, delapan orang hweesio tersebut dengan cepat mengundurkan diri ke arah belakang.
Yen Yen Thaysu sebagai susiok dari Ci Si Sangjien pun ketika ini tak berani membangkang. Ujung jubahnya dikebut iapun mundur delapan depa jauhnya ke belakang, walaupun begitu air mukanya sudah berubah sangat hebat.
Ketika itulah mendadak....
Suara bentakan bergema memenuhi angkasa diikuti munculnya puluhan orang jago-jago kangouw di tempat tersebut.
Orang pertama adalah seorang toosu berjubah panjang, berjenggot panjang dan berwajah murung, dialah Thian Kang Tootiang Ciangbunjin baru dari Heng-san-pay.
Sedang orang-orang lainnya berpakaian ringkas semua, mereka adalah anak buah dari "Thiam Lam Kiam Khek" atau si jagoan pedang dari Thiam Lam Mong Cong yang berasal dari Thiam cong pay.
Begitu orang-orang itu melayang turun ke tengah kalangan, dengan cepat langsung menerjang ke arah Si Penjagal Selaksa Li serta Su Hay Sin Tou. "Iblis terkutuk, tidak kusangka kalian masih belum melarikan diri dari tempat ini." bentaknya keras.
Senjata tajam dicabut keluar dari sarungnya, dengan dibawah pimpinan Thian Kang Tootiang, mereka segera bergerak maju ke depan.
"Sangjien! partai kalianpun sedang diserang oleh rombongan iblis terkutuk ini bukan?" serunya kepada Ci Si Sangjien sambil menjura.
Ci Si Sangjien sebagai seorang pendeta yang beriman tebal, walaupun berada dalam kesusahan ia tetap bersikap tenang.
Melihat kedatangan dengan membawa kegusaran, hatinya segera dapat menduga jika suatu peristiwa kembali telah terjadi.
"Partai kami memang pernah mengalami serangan dari pihak Isana Kelabang Emas, tetapi bukan perbuatan dari beberapa orang sicu ini apakah dimulut gunung sebelah barat pun sudah terjadi peristiwa?"
Dengan sinar mata penuh kebencian Thian Kang Tootiang melirik sekejap ke arah Si Penjagal Selaksa Li kemudian dengan sedih sahutnya, “Dua belas orang anak murid partai kami di dalam sekejap mata sudah dibinasakan oleh semacam tenaga pukulan dari aliran hitam, kedatangan boanpwee rada terlambat sehingga tidak berjumpa dengan kaum bajingan. Menurut laporan dari anak murid kami bajingan bajingan itu sudah lari kemari."
Thian Lam Kiam Khek pun menggertak giginya kencang kencang.
"Pos penjagaan dari partai kami tidak jauh letaknya dengan pos dari orang-orang Heng-san-pay. setelah menerima laporan kami segera berangkat untuk memberi pertolongan, Siapa nyana di tengah jalan kami sudah dihadang oleh dua orang kakek berkerudung hitam. Kedatangan tecu terlambat satu tindak sehingga banyak anak buah kami yang sudah menemui ajalnya."
Bicara sampai disitu sambil menuding ke arah Su Hay Sin Tou serta Si Penjagal Selaksa Li menggunakan ujung pedangnya ia mendengus berat.
"Suhu beserta ketiga orang susiokku menemui ajalnya ditangan bajingan bajingan ganas Isana Kelabang Emas, aku orang she Mong bersumpah ini hari akan menuntut balas dendam tersebut."
"Eeei.... iblis tua, kau sudah merasa belum?" seru Su Hay Sin Tou sambil melirik sekejap ke arah Si Penjagal Selaksa Li. "Manusia seperti kita orang yang disia-sia sana sini, siapapun kepingin mencari kerepotan dengan kita, mungkin kau masih bisa bersabar, tapi aku si pencuri tua sudah tidak bisa sabar lagi."
Si Penjagal Selaksa Li tertawa seram, selapis hawa napsu membunuh mulai melintasi wajahnya, sinar hijau yang sangat mengerikan pun memancar keluar dari sepasang matanya.
Ci Si Sangjien yang melihat kejadian ini dari samping, diam-diam merasa amat terperanjat.
"Sungguh dahsyat lwekang dari iblis tua ini!" pikirnya.
Ia mengerti watak sang iblis tua serta kedua orang manusia aneh itu sangat kukoay. jikalau sampai memancing kegusaran mereka dan pihak Heng-san pay serta Thiam-cong tanpa mencari tahu dulu duduknya persoalan hendak mencari persoalan gara-gara, maka mereka pasti akan kena disapu habis.
Pikiran dengan cepat berputar, akhirnya ia merangkap tangannya memuji keagungan sang Buddha.
"Beberapa sicu ini sudah lama datang ke mari, peristiwa yang terjadi dimulut gunung sebelah Barat pasti bukan perbuatan mereka. kalian jangan salah paham."
Thian Kang Tootiang serta Thian Lam Khek merupakan jago-jago kangouw, sudah tentu merupakan sudah lama mendengar nama busuk dari Si Penjagal Selaksa Li serta kekuoyan dari kedua orang siluman tersebut.
Tetapi berhubung malam ini jumlah mereka sangat banyak, ditambah pula kekuatan dari Siauw-lim pay berkumpul disana semua, maka ia merasa jika dirinya turun tangan maka mereka tentu berada dipihaknya.
Oleh sebab itu mereka sudah melupakan kelihayan dari lawannya.
Terdengar Thian Lam Kiam Khek menjerit keras.
"Sekalipun peristiwa yang terjadi ini hari bukan perbuatan mereka, tapi pihak Thiam Cong pay tak akan melepaskan bangsat-bangsat ini"
Para toosu dari Heng-san-pay yang teringat kematian dari Heng-san It-hok pun segera ikut berteriak, “Dendam sedalam lautan harus dituntut balas, kami Heng-san-pay bersumpah akan membalas sakit hati ini"
Suasana semakin tegang, para jago dari kedua partai besar pun mulai bersiap sedia melancarkan terjangan ke arah Si Penjagal Selaksa Li.
Tan Kia-beng sama sekali tidak menduga maksudnya untuk memberi bantuan hanya mendatangkan kerepotan belaka buat dirinya dalam hati merasa gusar bercampur mendongkol.
Bersamaan itu pula ia takut tindakan dari orang-orang dua partai besar itu menimbulkan nafsu gusar dari Si Penjagal
Selaksa Li sehingga memancing datangnya suatu pembunuhan secara besar besaran.
Dengan cepat ia tampil ke depan menjura kepada Thian Lam Kiam Khek.
"Aku pikir saudara tentu adalah pejabat ciangbunjin yang baru dari Thiam cong pay cayhe adalah Tan Kia-beng dari Teh Leng Kauw dan ada beberapa patah kata hendak disampaikan kepada saudara. Tujuan dari pihak Isana Kelabang Emas mendatangi Selatan kali ini adalah bermaksud membinasakan seluruh orang Bulim diseantero daratan Tionggoan. Karena itu dengan tiada sayang sayangnya mereka sudah menggunakan cara yang paling rendah untuk melakukan perbuatan terkutuk ini, kakek tua berkerudung yang kalian temui ini hari telah membokong pihak Siauw lim. Heng-san pay serta partai saudara tujuannya hanya untuk mengacaukan suasana. Aku nasehati kepada saudara harap untuk sementara waktu menyabarkan diri dan jangan sampai melenyapkan kekuatan kalian di tempat ini. Jikalau kalian sudah pastikan diri untuk turun tangan melawan suhengku, lebih baik dilaksanakan saja setelah selesai pertemuan puncak para jago di gunung Ui san besok pagi."
Di dalam anggapan pemuda tersebut, sesudah perkataan ini dijelaskan maka tentu akan mendatangkan hasil seperti yang diharapkan.
Siapa tahu Thian Lam Kiam Khek ini bukannya mau terima nasehat tersebut, bahkan jadi semakin gusar.
"Ooouw.... kiranya kau adalah si anakan iblis itu!!" bentaknya keras. "Bagus sudah. Ketiga orang susiokku sudah kalian bunuh. Ini hari akan kami tuntut pula dendam tersebut. Banyak bicara tak ada gunanya lagi kau siap-siaplah terima serangan!"
Tan Kia-beng yang melihat orang-orang itu semakin bicara semakin tidak pakai aturan, tak terasa wajahnya berubah hebat, selintas napsu membunuh berkelebat di atas wajahnya, sedang dari sepasang matapun memancarkan cahaya tajam.
"Haa haa haa aku orang she Tan suka menyelesaikan persoalan ini tidak lain karena tak kepingin merusak urusan besar. Hmm.... Kau anggap kami sekalian benar-benar takut cari urusan?" teriaknya sambil tertawa panjang. "Apa lagi tujuan dari pihak Isana Kelabang Emas kali inipun hanya partai partai besar Bulim, apa sangkut pautnya dengan diriku, jika kalian sungguh sungguh ada maksud untuk adu kepandaian di atas senjata tajam. mari, hayo turun tanganlah bersama-sama!"
"Haa haa haa betul, betul," sambung su Hay Sin Tou sambil tertawa terbahak-bahak "Terhadap manusia yang tidak tahu diri semacam mereka buat apa harus sungkan sungkan, aku si pencuri tua betul-betul tidak tahan lagi."
Mendadak ia melayang ke samping tubuh Tan Kia-beng dan melanjutkan kembali gelak tertawanya.
"Toako! aku dengan kau pergi menghadapi orang-orang Thian-cong pay sedang siular beracun serta si Iblis Tua biar pergi menghadapi orang-orang Heng-san pay, mereka sebelum bertemu dengan petimati agaknya tidak akan mengucurkan air mata, jikalau tidak kasi sedikit kelihayan buat mereka, tentu dianggapkan kami takut urusan."
Begitu mereka berempat jadi marah maka urusanpun berubah jadi semakin tegang.
Menghadapi musuh yang sangat menakutkan ini, baik pihak Heng-san Pay maupun Thian-cong Pay sama-sama mulai merasa bergidik, terutama sekali Thian Kang Tootiang yang
mengetahui beberapa orang anak buah yang dibawanya saat ini bukan tandingan pihak lawan, tak terasa lagi sinar matanya dialihkan ke arah para hwesio dasri Siauw-lim-pay.
Siapa sangka para hweesio Siauw-lim-pay sejak dibentak mundur oleh ci Si sangjien tadi sama-sama menundukkan kepala rendah rendah. terhadap apa yang mereka bicarakan sama sekali tidak ambil gubris.
Ci Si Sangjien sendiri yang melihat sikap kedua partai besar tersebut kasar dalam hati lantas tahu jika sampai terjadi pertarungan maka yang rugi jelas kedua partai besar tersebut.
Tak terasa lagi ia menghela napas panjang.
Situasi yang kita hadapi di gunung Ui san saat ini sangat kritis, satu tindak kita salah melangkah maka seluruh kekuatan akan musnah harap hiantit berdua suka berpikir lebih serius lagi, janganlah kalian pandang kawan sebagai musuh. apalagi jika mereka benar-benar adalah musuh dengan kekuatan kalian saat inipun jangan harap bisa dapatkan kemenangan pertemuan puncak para jago digunung Ui san akan diadakan besok pagi, lebih baik kita bicarakan lagi persoalan ini setelah lewat besok."
Sang pendeta dari Siauw-lim pay ini sehabis mengucapkan perkataan tersebut tidak menanti jawaban dari Thian Lam Kiam Khek lagi, ujung jubahnya segera dikebutkan dan memimpin para hweesio lainnya berlalu dari tempat itu.
Dengan kejadian ini maka keadaan dari kedua partai besar itu semakin kepepet lagi.
Sekonyong-konyong tiga sosok bayangan manusia meluncur datang, mereka adalah Hong Jen Sam Yu.
Sang pengemis aneh yang melihat situasi di tempat tersebut ia rada tertegun, tetapi sebentar kemudian mengertilah sudah apa yang telah terjadi. tak terasa lagi telah tertawa tergelak.
"Haaa.... haaa.... haaa.... bagus, bagus sekali! aku si pengemis tua lari kemana mana untuk mencari kalian agar suka bantu partai lain, tidak disangka kalian sedang adu otot dengan orang lain disini. Hmm! sungguh-sungguh tolol!"
Mendengar teguran itu akhirnya Thian Kang Tootiang menghela napas panjang.
"Menurut perkataan dari Loocianpwee, apakah beberapa lembar nyawa dari partai kami harus didiamkan begitu saja?"
"Heee.... heee.... heee.... siapa yang suruh kau diamkan...." ejek si pengemis aneh sambil tertawa dingin. "Jika punya kepandaian sama! cari perhitungan dengan orang-orang Isana Kelabang Emas! disini tak ada musuh besarmu dan anak ini aku si pengemis tuapun tak ada cukup waktu untuk banyak cingcong dengan kalian. Aku masih ada urusan penting yang harus diselesaikan"
Tidak menggubris mereka lagi, ia lantas mendekati Tan Kia-beng.
"Eeei saudara cilik, kau betul-betul membuat aku si pengemis tua harus mencari jejakmu dengan susah payah. Ayoh cepat ikut aku! ada urusan penting yang harus dirundingkan dengan dirimu"
Tanpa banyak buang waktu lagi ia menarik lengan Tan Kia-beng dan diajak berlalu dari sana.
Tan Kia-beng tidak mengerti kejadian apa yang sudah berlangsung, melihat dirinya idtarik iapun segera menoleh ke arah Si Penjagal Selaksa Li.
"Suheng! mari kita pergi. Jangan sampai buang waktu sehingga menggagalkan urusan penting."
Orang-orang dari Thiam-cong pay serta Heng-san pay tidak turun tangan mencegah lagi, dan inilah suatu kesempatan yang sangat baik bagi mereka untuk melarikan diri.
Padahal jika dibicarakan sesungguhnya, di antara keempat orang itu siapapun diantara mereka susah untuk dilayani apalagi saat ini mereka berempat berkumpul jadi satu?
Melihat beberapa orang itu sudah berlalu bagaikan burung yang terbang ke angkasa akhirnya mereka menghela napas panjang dan menarik kembali anak buahnya untuk diajak berlalu dari sana.
Suatu badai hujan dahsyatpun dengan demikian puah tak berbekas, tetapi disebabkan kejadian ini maka rasa dendam dari dua tersebut pada Tan Kia-beng pun jadi semakin mendalam. Hal ini akan mendatangkan banyak kerepotan buat pemuda tersebut di dalam melakukan perjalanannya dalam dunia kangouw dikemudian hari.
---ooo0dw0ooo---
Kita balik pada si pengemis aneh yang menarik Tan Kia-beng meninggalkan orang-orang Thiam-cong pay serta Heng-san pay.
Setibanya disebuah kaki puncak terjal yang sunyi mereka baru barhenti, ketika itulah si pengemis aneh menghela napas panjang.
"Heeei.... baru-baru ini perkumpulan kami kembali memperoleh berita baru" ujarnya lirih. "Kiranya tindakan pihak Isana Kelabang Emas untuk menyerang jago-jago dari partai besar sehingga membuat suasana jadi kacau, tidak lain tujuannya hanya ingin menutupi suatu rencana busuk lainnya agar para partai sama sekali tidak menduga sampai disana.... aku rasa di dalam pertemuan puncak para jago digunung Ui san besok pagi bakal terjadi suatu perubahan yang sangat penting."
Setelah menemui kejadian tadi, niat Tan Kia-beng untuk membantu partai-partai besar sudah punah, mendengar perkataan dari si pengemis aneh ini ia tertawa dingin.
"Walaupun tujuh partai besar di daerah Tionggoan merupakan partai-partai besar dari kalangan lurus, tapi menurut penglihatanku tidak lebih hanya merupakan manusia-manusia tak genah, sekalipun mereka kena dibunuh mati semuapun tidak ada sangkut pautnya dengan urusanku, siauw-te sudah tidak ketarik lagi untuk mencampuri urusan orang lain"
"Heeei.... sejak tujuh partai besar kehilangan beberapa orang jagoan lihaynya memang satu angkatan tidak dapat menandingi angkatan yang lain," ujar si pengemis aneh sambil menghela napas panjang. "Tapi saudara tidak usah marah disebabkan persoalan ini, di dalam pertemuan puncak para jago besok pagi kita dapat membedakan dengan jelas mana yang lurus dan mana yang sesat. Malam ini aku si pengemis masih banyak urusan yang harus diselesaikan, kita berpisah sampai disini dulu."
Bersama-sama dengan hweesio berangasan serta toosu dengkil mereka segera berlalu dari sana.
Setelah si pengemis aneh pergi, Su Hay Sin Tou serta Pek-tok Cuncu pun mohon pamit.
"Besok adalah saat pertemuan puncak. Kita harus pergi kesana untuk melihat lihat sehingga jangan sampai kena tertipu lagi oleh orang-orang Isana Kelabang Emas."
"Ehmm.... persoalan ini memang amat penting." Tan Kia-beng mengangguk. "Harap kalian berdua suka sedikit buang waktu untuk membereskan."
Setelah kedua orang siluman tua itu berlalu, si Penjagal Selaksa Li pun mohon diri kepada sang pemuda.
"Ih heng pun harus pergi menengok sejenak Siauw Cian si budak tersebut. Jangan sampai dalam keadaan seperti ini kembali terjadi urusan."
Hanya di dalam sekejap mata semua orang sudah berlalu tak berbekas, tinggal Tan Kia-beng seorang diri.
Mendadak ia teringat bila dalam situasi yang demikian berbahayanya ini, Mo Tan-hong adalah tujuan nomor satu dari pihak Isana Kelabang Emas, sudah seharusnya ia pergi kesana untuk menengok sehingga jangan sampai terjadi suatu peristiwa.
Karena itu dengan cepat ia mengerahkan hawa murninya berkelebat menuju kegua dimana mereka berkumpul tadi.
Ternyata keadaan disana sunyi senyap tak kelihatan seorang manusiapun, ia tahu Mo Tan-hong serta Hu Siauw-cian tentu sudah pergi keluar.
Dengan hati cemas pemuda ini cepat-cepat melon cat keluar dari gua mulai berteriak teriak memanggil nama gadis gadis itu diempat penjuru.
Akhirnya.... sesosok bayangan manusia pun tidak nampak.
Hatinya semakin kuatir lagi.
Mendadak....
Sesosok bayangan manusia dengan kecepatan bagaikan kilat berkelebat di tengah hutan.
"Siapa dalam hutan?" segera bentaknya keras.
Badannya dengan cepat meluncur masuk ke dalam hutan tersebut, terlihatlah serentetan cahaya putih tahu-tahu menyambar datang menyambut kedatangannya.
Dalam keadaan gugup ia tak sempat untuk berkelit lagi, jari tangannya segera berkelebat menjepit benda tersebut.
Di tengah suara getaran keras ia berhasil menangkap cahaya putih itu yang bukan lain adalah segulung kain putih.
Di atas kain putih itu tertulislah beberapa patah kata secara oret-oretan.
"Kawan anda berada dalam keadaan bahaya, cepat menuju kemulut gunung sebelah Timur, jangan sampai terlambat."
Dibawah kain tersebut tidak kelihatan tanda tangan atau gelar orang tersebut. Hal ini membuat pemuda kita jadi keheranan.
"Siapa yang menulis surat ini?" pikirnya.
Tetapi orang ini menulis surat memberi keterangan. jelas dia adalah kawan bukan lawan, yang dimaksudkan kawan anda sudah tentu Hu Siauw-cian serta Mo Tan-hong.
Karena hanya nona-nona nakal itu saja yang berani menempuh bahaya tersebut.
Setelah berpikir sejenak, ia segera kerahkan ilmu meringankan tubuhnya untuk meluncur ke arah mulut gunung sebelah Timur.
Waktu itu hampir mendekati kentongan pertama, tampaklah di tengah kegelapan bayangan manusia berkelebat tiada hentinya hingga menambah keseraman suasana waktu itu.
Suara bentakan bentakan keras mulai kedengaran bergema memenuhi angkasa, hal ini membuat pemuda itu mulai berpikir, "Aaakh.... ternyata benar-benar sudah terjadi peristiwa ini"
Setelah menembusi sebuah hutan, di atas sebuah bukit. Dari tempat kejauhan tampaklah bayangan manusia seperti sedang bertempur, ia semakin mempercepat larinya lagi.
Akhirnya ia menemukan bila mereka bukan lain adalah Hu Siauw-cian serta Mo Tan-hong yang sedang bergebrak melawan dua orang kakek berkerudung hitam.
Disamping itu diluar kalangan berdiri pula beberapa orang yang tidak ikut di dalam pertarungan itu.
Tenaga lweekang kedua orang kakek berjubah hitam tersebut benar-benar luar biasa sempurnanya, serangan serangan mereka amat gencar dan dahsyat.
Hu Siauw-cian kelihatan mulai keteter, dengan paksa ia masih berusaha untuk mempertahankan diri sedangkan keadaan dari Mo Tan-hong jauh lebih payah lagi, ia sudah terdesak hebat.
Melihat kedahsyatan dari kedua orang kakek berkerudung itu Tan Kia-beng lantas menduga kemungkinan sekali merekalah orang-orang yang menyerang partai Siauw lim
serta Heng-san-pay tadi cuma saja ia tidak tahu siapakah yang sedang menyaru sebagai orang tersebut.
"Hong Moay!" serunya kemudian diiringi suitan nyaring. "Kalian beristirahatlah dahulu, biar aku yang hajar mereka."
Bersama dengan suara teriaknya ia langsung menerjang masuk ke dalam kalangan pertarungan.
Orang-orang berbaju hitam yang menonton jalannya pertarungan dari samping kalangan sewaktu melihat pihak lawan kedatangan pembantu buru-buru turun tangan.
Tan Kia-beng membentak keras, telapak tangannya dengan disertai angin pukulan yang maha dahsyat dibabat ke arah depan.
Suatu angin pukulan serasa angin taupan dengan cepat menggulung dua orang yang berada dipaling depan sehingga kena terpental sejauh tujuh, delapan depa.
Hu Siauw-cian yang melihat Tan Kia-beng telah tiba, ia lantas berseru keras, "Kau cepat bantu enci Hong. Kedua orang ini betul-betul sangat jahat. Selama perjalanan mereka menguntit terus diri kami sehingga hampir-hampir saja kita kena terjebak."
Tan Kia-beng setelah berhasil memukul mundur orang-orang yang menghalangi perjalanannya segera melompat kehadapan Mo Tan-hong untuk pukul mundur si kakek berjubah hitam itu.
"Heee.... heee.... siapa kau? apa jabatan di dalam Isana Kelabang Emas? jikalau tidak kau tunjukkan wajahmu yang sebenarnya jangan salahkan siauw ya mu segera akan turun tangan kejam."
Si kakek tua berkerudung itu tanpa banyak cakap lagi segera melepaskan kerudung hitamnya kemudian tertawa seram.
"Heee heee heee bagaimanapun kalian beberapa orang jangan harap bisa lolos dari cengkeraman akmi pada malam ini, sekarang atau besok sama saja kalian harus pergi menghadap Raja Akhirat, biarlah aku kasih kesempatan buat kalian untuk mati dengan keadaan jelas siapa yang sudah membunuh kalian"
Dengan pandangan dingin Tan Kia-beng melirik sekejap ke arahnya, kiranya orang itu bukan lain adalah si Bangau Mata Satu Kwek Hweei yang mempunyai mata tunggal, rambut kuning dan gigi taring.
Tak terasa lagi ia dongakkan kepalanya tertawa dingin.
"Heee hee heee sejak tadi aku sudah menduga tentu kalianlah yang bertindak."
Mendadak senyumannya ditarik sama sekali, dengan sepasang mata memancarkan cahaya tajam serunya kembali, "Kalian berduakah yang menyaru seperti Si Penjagal Selaksa Li serta Su Hay Sin Tou untuk menyerang pihak Siauw-lim-pay serta Heng-san-pay?"
Si kakek berkerudung yang sedang bergebrak melawan Hu Siauw-cian pun telah melepaskan kerudung hitamnya, ia tertawa seram.
"Kalau benar kami yang berbuat, kau mau apa?" ejeknya dingin. "Apakah aku si kakek dewa bertangan setanpun bisa kena digertak oleh kalian beberapa orang bocah cilik?"
Setelah kedua orang ini menampakkan wajah aslinya, kontan memancing napsu membunuh dihati Tan Kia-beng.
"Haa haa haaa sungguh tak kuduga kalian punya nyali untuk mengaku terus terang, Siauw Cian kau cepat menyingkir! Biar aku hantar mereka untuk melakukan perjalanan"
Hu Siauw-cian tidak mengerti seberapa lihay tenaga lweekang yang dimiliki dirinya tak terasa lagi dengan bibir dicibirkan ia goyangkan badannya berulang kali artinya tidak suka mundur.
Tapi sewaktu melihat wajah pemuda tersebut sudah diliputi keseraman, terpaksa ia menurut juga untuk menyingkir kesamping.
Kui So Sian Ong atau si kakek dewa bertangan setan ini sama sekali tidak dibuat gusar oleh perkataan tersebut, sebagai gantinya di atas air muka mereka mulai terlintas sikap tegang, karena ia mulai merasa bila sang pengemis cilik yang berada dihadapannya pada saat ini bukan lain adalah Tan Kia-beng yang paling ditakuti oleh pihak Isana Kelabang Emas.
Terdengar suara tulang bergemerutuk, mereka berdua sama-sama menyalurkan hawa murninya keseluruh badan kemudian selangkah demi selangkah mendekati ke arah pemuda tersebut.
Sedangkan Tan Kia-beng sendiri karena gusar kedua iblis ini sudah melakukan pembunuhan kejam iapun mulai menyalurkan hawa murni Jie Khek Kun Yen Ci Khie nya kesepasang telapak tangan dua gulung asap hijau serta putih mulai mengumpul keluar dari ubun-ubunnya.
Ketika pertarungan tersebut hampir berlangsung.... mendadak....
"Awas! itulah ilmu pukulan Jie Khek Sian Thian Cin Khie, kalian dua orang manusia yang tidak tahu diri cepat mundur!" suara bentakan merdu bergema datang.
Diikuti munculnya sesosok bayangan hijau yang langsing ramping berkelebat mendekat.
Bagaikan segulung asap hijau dengan cepatnya meluncur datang dari balik hutan sewaktu tiba dihadapan Tan Kia-beng ujung bajunya segera dikebut ke depan mengirim segulung hawa pukulan kabut hijau yang sangat tebal menekan ke arahnya.
Tan Kia-beng yang sedang dibuat terperanjat atas kedahsyatan dari gerakan orang itu, mendadak merasakan segulung angin tekanan yang hebat menekan ke arahnya. Sepasang telapak tangan yang sudah dipersiapkan segera didorong keluar diiringi suara bentakan keras.
Di tengah suara ledakan yang sangat keras berpuluh puluh jalur angin serangan tajam memecah keempat penjuru, pasir dan debu beterbangan memenuhi angkasa, pohon tercabut keakar akarnya keadaan benar-benar sangat mencekam.
Di dalam bentrokan kekerasan ini Tan Kia-beng kena dipukul pental sehingga mundur tiga, empat langkah ke belakang.
Buru-buru ia salurkan hawa murni untuk menahan badannya kemudian menoleh ke arah mana berasalnya angin pukulan tersebut.
Tampaklah orang itu dengan meminjam kesempatan tersebut sudah meluncur ke arah hutan diikuti kakek dewa bertangan setan beberapa orang.
Disebabkan hatinya masih diberati perikemanusiaan, maka di dalam serangannya tadi ia cuma menggunakan enam, tujuh bagian tenaga saja, sehingga akibatnya diri sendiri lah yang menderita rugi besar.
Sudah tentu pemuda tersebut tak mau terima, ia lantas meloncat melakukan pengejaran.
"Kawan!" bentaknya keras. "Kau ingin berlalu dengan begitu saja? Hmm.... terlalu pandang rendah aku orang she Tan!"
Badannya dengan cepat mencelat ke tengah udara setinggi sepuluh kaki kemudian melenting ke arah tengah hutan tersebut.
Siapa nyana, suasana di tengah hutan tetap sunyi senyap tak kelihatan sesosok bayangan manusiapun dalam hati ia merasa sangat tak terima. "Aku tidak percaya dia memiliki kecepatan gerak yang demikian luar biasal...." pikirnya.
Sepasang telapak dilintangkan di depan dada lalu meneruskan terobosannya ke tengah hutan.
Sekonyong konyong....
Dari tengah hutan muncullah seseorang sambil tertawa terbahak-bahak seraya berkata, "Tan heng kau sedang bergebrak melawan siapa? bagaimana kalau siauwte bantu?"
Ketika sang pemuda menoleh, terlihatlah si siucay muda Kiem Soat Lang yang pernah ditemuinya di kota Swan Jan sudah munculkan dirinya disana.
Pada saat ini Tan Kia-beng sudah mengerti jika dia adalah salah seorang manusia penting di dalam Isana Kelabang Emas, tak terasa lagi sahutnya dengan nada dingin, "Maksud baik saudara biarlah aku orang she Tan terima di dalam hati
saja, Kedatanganmu di tengah malam buta rasanya pasti ada maksud lain bukan?"
"Haaa.... haaa.... haaa.... siauwte tidak mungkir bila aku adalah orang dari pihak Isana Kelabang Emas" seru Kiem Soat Lang kembali sambil tertawa terbahak-bahak, "Tapi sama sekali tidak bermaksud jahat terhadap Tan-heng"
Mendengar perkataan tersebut Tan Kia-beng semakin gusar lagi.
"Sekalipun kau tiada maksud jahat terhadap kami, tapi aku orang she Tan punya ikatan dendam sedalam lautan dengan pihak Isana Kelabang Emas.
Mendadak air muka Kiem Soat Lang berubah hebat. tapi sebentar kemudian sudah pulih kembali seperti sedia kala, ia tertawa tawar.
"Jika Tan-heng punya ikatan permusuhan yang sedemikian dalamnya. hal ini memaksa siauwte tak bisa berbicara apa apa lagi Beruntung sekali pertemuan puncak para jago digunung Ui san akan diadakan besok pagi seluruh persoalan dendam sakit hatipun bisa segera diselesaikan dengan baik-baik, ini malam hawa begitu bagus, bagaimana kalau Heng thay temani Tan heng untuk bercakap-cakap sebentar?"
Tan Kia-beng berpikir sebentar, akhirnya ia mengangguk....
"Baiklah! jika Kiem-heng ada perkataan silahkan utarakan siauwte akan pentang telinga untuk mendengarkan perkataanmu".
Kedua orang itupun lantas duduk di atas sebuah batu besar, ternyata Kiem Soat Lang sudah berbicara hal-hal yang bukan-bukan.
Apa yang hendak ia utarakan?
Tan Kia-beng yang menerjang masuk ke dalam hutan untuk menemukan sang dara yang melancarkan ilmu pukulan Hong Mong Ci Khie, bukan berhasil menemukan orang yang dicari ternyata sudah berjumpa dengan Kiem Soat Lang pernah meracuni dirinya di kota Swan Jan.
Ternyata Kiem Soat Lang tidak mungkir kalau dirinya orang Isana Kelabang Emas bahkan mengajak pula Tan Kia-beng untuk bercakap-cakap.
Sang pemuda yang lagi murung, akhirnya menyetujui ajakannya itu.
Setelah kedua orang itu duduk, Kiem Soat Lang pertama-tama yang buka suara dulu sambil tertawa.
"Tan-heng berusia sangat muda ternyata berhasil memiliki nama yang cemerlang dalam dunia kangouw, aku pikir tentu banyak gadis sudah dibuat kepincut oleh dirimu."
"Jadi kau ajak aku untuk membicarakan soal ini?" seru Tan Kia-beng tidak senang.
"Haaaa.... haaa.... haa.... Tan heng tak usah bergitu cemas, perkataan siauw-te kan belum selesai."
Dengan wajah serius kemudian ujarnya setelah merandek sejenak, "Orang yang bisa sungguh-sungguh memusuhi Tan heng rasanya tak bakal ditemukan beberapa orang. Bukankah begitu Tan heng?"
Sang pemuda yang mendengar apa yang sedang dibicarakan orang itu tidak lebih cuma kata-kata sampingan dalam hati merasa tak sabaran lagi, ia segera meloncat bangun.
"Jikalau Kiem heng tiada urusan lain maaf siauwte akan mohon diri terlebih dahulu"
"Aku tahu pada pertemuan puncak digunung Ui san besok Tan heng adalah pemain utama, tapi rasanya kaupun tak perlu begitu tegang sejak sekarang" kata Kiem Soat Lang sambil tersenyum. "Majikan Isana Kelabang Emas kami benar-benar merasa kalau terhadap kegagahan dirimu dan mengajak Tan heng untuk bekerja sama, bagaimana kalau menurut pandangan Tan heng sendiri?"
"Bukankah sejak tadi siauwte sudah berkata jika antara aku dengan pihak Isana Kelabang Emas ada ikatan dendam sedalam lautan? soal kerja sama lebih baik tidak usah kita bicarakan lagi.
"Di dalam Isana Kelabang Emas kami ada seorang Dara Berbaju Hijau yang bernama Gui CI Cian, bukankah antara Tan heng dengan dirinya sudah terjalin hubungan yang cukup intim? majikan Isana Kelabang Emas ada maksud untuk menyempurnakan maksud hati kalian berdua, karena hanya gadis ini saja rasanya paling pantas untuk dijadikan istri Tan heng. Aku berharap kau jangan sampai menyia-nyiakan kesempatan yang sangat bagus ini...."
Pada waktu itulah Tan Kia-beng baru mengerti jika orang itu ajak ia bicara putar putar tidak lain hanya ingin menggunakan umpan gadis agar ia suka menggabungkan diri dengan pihak Isana Kelabang Emas.
Tak terasa lagi pemuda tersebut tertawa panjang.
"Harap Kiem heng suka mewakili diriku untuk sampaikan kepada Majikan Isana Kelabang Emas. Katakan saja maksud baiknya biar aku terima dalam hati saja. Semua urusan baiknya kita selesaikan dalam pertemuan puncak di atas gunung Ui san besok pagi sampai waktunya siauw-te pun kepingin menjajal bagaimana liehaynya kepandaian silat yang ia miliki."
Air muka Kiem Soat Lang berubah tidak menentu, lama sekali.... akhirnya ia menghela napas panjang.
"Tan-heng, kenapa kau begitu keras kepala?"
“Haaa.... haaa.... haaa.... Pihak Isana Kelabang Emas ada hutang membinasakan ayahku" teriak Tan Kia-beng sambil bangun berdiri.
Apalagi dengan tindakannya yang kalap dan kejam, sekalipun tiada urusan apapun aku orang she Tan tak akan berpeluk tangan melihat orang-orang Bulim kena dijagali"
"Kapandaian ilmu silat majikan Isana Kelabang Emas dahsyat tiada bandingan, di bawah pimpinannya pun memiliki beratus ratus orang anak buah. Dengan kekuatan Tan heng seorang mungkinkah bisa menolong bencana tersebut....?"
"Aku orang she Tan pun mengerti bila pertemuan digunung Ui-san kali ini merupakan pertarungan mati hidup buat orang-orang Bulim didaratan Tionggoan. tetapi mati hidup sial untung tak dapat diduga mulai sekarang siauwte tak akan pikirkan soal ini dalam hati"
"Heeei.... tidak kusangka ternyata kawan kawan Bulim sudah menganggap Majikan Isana Kelabang Emas adalah seorang Raja Iblis Pembunuh Manusia" tak kuasa lagi Kiem Soat Lang menghela nafas panjang "Padahal iapun mempunyai hal yang pahit di dalam hatinya! Jikalau Tan heng mengetahui asal usulnya maka kaupun bakal ikut melelehkan air"
"Heee.... heee.... heee.... aku orang she Tan pun tahu jika hatinya merasa sedih karena kehancuran negerinya" Tan Kia-beng tertawa dingin tiada hentinya. "Tetapi cara pembalasan yang dilakukan sedikit keterlaluan, disamping itu katanya iapun mempunyai maksud luar biasa untuk menguasai
seantero dunia kangouw, maksud hati semacam ini betul-betul memaksa orang untuk tak bisa dibiarkan saja"
Mendengarkan diucapkannya kata-kata tersebut, air mukanya Kiem Soat Lang berubah hebat, agaknya ia tidak mengira kalau rahasia dari Majikan Isana Kelabang Emas bisa diketahui semua oleh sang pemuda yang ia dihadapannya.
Sekilas hawa napsu membunuh yang tebal pun dengan cepat berkelebat di atas wajahnya, kembali sang sastrawan tersebut tertawa dingin.
"Jikalau Tan heng sudah mengerti kepahit getiran yang pernah ia alami sudah seharusnya jangan menyusahkan lagi dirinya. Masing-masing orang punya pandangan sendiri. siauwte pun tak dapat terlalu memaksa Tan heng untuk berubah pikiran. Kita berjumpa kembali besok di atas puncak Si Sim Hong"
Bicara sampai disitu ia lantas ulapkan tangannya dan menerobos kembali ke dalam hutan.
Pemuda ini paling mengutamakan budi yang luhur, walaupun antara dirinya dengan Kiem Soat Lang tiada ikatan yang rapat tetapi jika dihitung-hitung masih mempunyai hubungan persahabatan.
Sekalipun jelas ia tahu pihak lawan sudah meracuni dirinya sewaktu berada di kota Swan Jan, tetapi disebabkan peristiwa tidak dilihat dengan mata kepala sendiri maka tak suka membicarakan persoalan tersebut. sebaliknya malah lepaskan dia untuk pergi.
Saat ini tengah malam sudah berlalu, mendadak teringat olehnya kenapa Hu Siauw-cian serta Mo Tan-hong tidak ikut datang? apakah mereka tidak berhasil menemukan dirinya lantas balik sendiri?
tetapi setelah dipikir beberapa waktu ia merasa hal ini tidak mungkin, terang-terangan mereka tahu jika dirinya mengejar musuh masuk ke dalam hutan, mana mungkin kedua orang gadis itu pergi meninggalkan diirnya?
Malah besar kemungkinan ia sudah menerobos masuk pula ke dalam hutan untuk mencari dia.
teringat akan soal ini hatinya jadi terasa amat cemas, dengan perkencang larinya ia ikut menerobos masuk ke dalam hutan.
Setelah melewati hutan lebat sampailah disebuah tanah pekuburan yang tak ada tumbuhan apapun angin dingin berhembus lewat memberikan suatu pemandangan yang sangat mengerikan.
---ooo0dw0ooo---
JILID: 17
Sesosok bayangan manusia tidak kelihatan, suasana sunyi senyap....
"Apa mungkin mereka sudah mengejar lebih jauh ke depan?" pikirnya kembali dalam hati.
Badannya baru saja hendak bergerak meninggalkan tanah pekuburan tersebut, tiba-tiba....
Bayangan hijau berkelebat lewat, si Dara Berbaju Hijau Gui Ci Cian tahu-tahu sudah berkelebat lewat dari sebuah tanah kuburan.
Melihat kejadian itu Tan Kia-beng rada melengak dibuatnya.
"Eeei?!! aku pun sudah mendatangi gunung Ui san...." tak terasa lagi ia berseru.
Dengan wajah sedih Gui Ci Cian menghela napas panjang.
"Sudah datang hampir dua hari, aku datang bersama-sama Supek couw"
"Bukankah suhumu melarang kau mendatangi daratan Tionggoan?"
"Benar, tetapi aku harus datang kemari"
"Kenapa?" tak kuasa lagi Tan Kia-beng bertanya keheranan.
Gui Ci Cian dongakkan kepalanya memandang sekejap ke arahnya, kemudian ia menunduk kembali sembari mempermainkan ujung pakaiannya.
Dengan pandangan tajam Tan Kia-beng memperhatikan wajahnya, ia merasa gadis tersebut jauh lebih kurus dari tempo dulu, di atas raut muka yang cantik pun kelihatan begitu murung dan diliputi kesedihan, keadaannya jauh berbeda dengan sikap agung dan sombongnya tempo dulu.
Lama sekali mereka berdua saling berpandangan dengan mulut bungkam, akhirnya Gui Ci Cian dongakkan kepala menghela napas sedih.
"Heeei.... bukankah karena kau!"
"Karena aku?"
Dengan wajah kebingungan Tan Kia-beng berdiri tertegun, sebentar kemudian ia sudah tertawa tergelak.
"Apa kau anggap rencana buruk kali ini dari Majikan Isana Kelabang Emas bisa berhasil? menurut pandangan cayhe tak bakal bisa sukses seperti yang diharapkan" wajahnya berubah jadi serius kembali.
"Maksud baik dari nona terhadap cayhe pada suatu hari tentu akan kubalas. sedangkan mengenai syarat yang
diutaraka oleh Kiem Soat Lang tadi maaf.... aku betul-btul tak bisa manut, cayhe pun mengerti nona pasti paham maksud hatiku bukan."
Selamanya Gui Ci Cian belum pernah mendengar di dalam Isana Kelabang Emas mempunyai seorang jagoan yang bernama Kiem Soat Lang, jika ia dengar dari nada ucapan pemuda tersebut agaknya orang itu sudah mengajukan suatu permintaan yang menyangkut pula dirinya.
Gui Ci Cian yang merupakan seorang gadis berwatak keras di dalam halus diluar, dikarenakan setelah pertemuannya dengan Tan Kia Bneg hatinya terasa tertarik maka di dalam setiap persoalan ini coba membuat pemuda tersebut.
Tetapi kini setelah mendengar nada ucapan Tan Kia-beng yang agaknya kecuali menaruh rasa budi saja kepadanya sedikitpun tidak menunjukkan persahabatan yang lebih erat, di dalam hati merasa amat kecewa.
Tak kuasa lagi ia tertawa sedih.
"Gui Ci Cian mengaku bahwa aku terikat sendiri oleh persoalan persoalan yang aku kerjakan, tetapi aku bukan seorang perempuan murahan yang berambisi untuk merebut orang yang aku sukai, aku hanya tidak ingin melihat dirimu terjerumus ke dalam keadaan yang membahayakan jiwanya. karena itu dengan tiada sayang sayangnya jauh jauh datangi gunung Ui san untuk memperlihatkan rasa kuatir ku ini, aku tahu pada saat ini kau sedang populer dan tak akan memikirkan di dalam hati aku si perempuan bernasib sial, tetapi aku tetap menganggap kau sudah mengetahui semua hal ini.
"Sedangkan mengenai Kiem Soat Lang yang kau sebut tadi, di dalam Isana Kelabang Emas tak ada manusia macam itu.
Aku Gui Ci Cian pun belum pernah membicarakan persoalan diantara kita kepada siapapun.
Tan Kia-beng yang mendengar dia menceritakan seluruh isi hatinya secara blak blakan tanpa dengan aling-aling, hatinya merasa tergetar bercampur terharu, tak kuasa lagi ia maju dua langkah ke depan.
"Aku orang she Tan hanyalah seorang budak silat yang kasar, bisa memperoleh rasa cinta kasih dari nona hatiku benar-benar merasa bangga dan gembira. Tetapi cayhe pun bukan seorang manusia yang tidak tahu lihay, pertarunganku dengan pihak Isana Kelabang Emas pun harus aku laksanakan karena keadaan yang terlalu memaksa. Aku tidak bisa melepaskan dendam kematian ayahku, tak dapat melihat orang-orang Bulim menemui ajalnya di dalam penjagalan secara besar besaran kali ini disamping itu aku pun belum pernah memikirkan persoalan mati hidup seseorang, sedangkan mengenai maksud hati nona...."
"Cukup! Cukup!" mendadak Gui Ci Cian berteriak memotong perkataan selanjutnya. "Kedatangan aku Gui Ci Cian kecuali untuk mengobati rasa rinduku dalam hati, masih ada lagi satu persoalan penting yang hendak dirundingkan dengan dirimu, asalkan kau mengangguk maka badai berdarah yang bakal terjadi digunung Ui san ini akan padam dengan sendirinya. Jika kau tidak mau dengar maka bagaimana akibatnya aku sendiripun tak bisa bayangkan."
"Antara dirimu dengan aku mempunyai ikatan persahabatan yang sangat erat. Kita boleh bicarakan soal yang lain saja, kenapa kau terus menerus mengungkap soal ini? Apa lagi sekalipun aku orang she Tan suka lepas tangan, apakah majikan Isana Kelabang Emas suka melepaskan pula golok
pembunuhnya? Apakah pihak tujuh partai besar mau berpeluk tangan saja terhadap persoalan ini?"
"Heee heee heee.... walaupun tujuh partai besar punya nama kosong diluaran, tapi belum berhak untuk menduduki sebagai pemain utama di dalam peristiwa gunung Pei san kali ini." Dengan nada menghina Gui Ci Cian tertawa dingin. "Pihak Isana Kelabang Emas pada saat inipun sudah berada seperti menunggang punggung harimau, mau maju tak bisa mau mundurpun sungkan, satu satunya orang yang bisa mengakibatkan pembunuhan secara besar besaran digunung Ui san kali ini hanya kau seorang."
"Haaa haa haa perkataan nona bukankah terlalu menganiaya orang lain?" seru Tan Kia-beng sambil tertawa terbahak-bahak. "Teringat aku orang she Tan cuma seorang angkatan muda yang tak ternama, sekalipun mendapatkan perlindungan dari beberapa orang loocianpwee, lalu dari manakah datangnya kekuatan untuk memaksa jago-jago kenamaan lainnya untuk menurut?"
Belum sirap suara tertawanya, mendadak serentetan suara yeng rendah dan berat sudah menyambung, "Sicu, kau jangan terlalu memandang rendah diri sendiri, perkataan dari budak Cian sedikitpun tidak salah."
Mendengar suara tersebut Tan Kia-beng jadi sangat terperanjat, tubuhnya segera berputar kencang.
Tampaklah sang hweesio tua "Hwe Huan" yang pernah ditemuinya di gurun pasir tempo dulu entah sejak kapan sudah muncul dibelakang tubuhnya dan saat ini berdiri disana dengan sepasang mata terpejam. kepala tunduk dan sepasang tangan dirangkap rapat-rapat.
Tanah pekuburan di tempat itu sama sekali tiada terdapat batang pohon atau semak sebagai tempat persembunyian, dengan tenaga lweekang yang dimiliki saat inipun pemuda tersebut bisa mendengar segala suara yang berada disekitar sepuluh kaki.
Tetapi kedatangan sang hweesio tua tersebut sama sekali tidak terdengar olehnya walaupun ketika itu ia sedang pecahkan perhatian untuk bercakap-cakap, tapi jelas membuktikan bila ia memiliki ilmu meringankan tubuh yang amat mengejutkan.
Hweesio ini mempunyai alis serta jenggot yang sudah memutih semua, wajahnya angker berwibawa.
Tan Kia-beng tak dapat menahan diri lagi, dengan sikap yang sangat hormat ia bongkokkan badannya menjura.
"Tecu Tan Kia-beng menghunjuk hormat buat Thaysu" serunya.
"Haaa.... haaa.... haaa.... tidak usah banyak sungkan.... sudah.... sudahlah lebih baik kita bicarakan urusan yang jauh lebih penting."
Dimana sepasang tangannya diulapkan terasalah segulung tenaga tekanan yang lunak dan lembek sudah menahan badannya untuk membongkok, hal ini memaksa Tan Kia-beng tak dapat dicegah lagi segera tegakkan badannya kembali.
Cuma saja di dalam hatinya ia punya perasaan bila nada suara hweesio ini rasanya seperti didengar, hanya lupa dimanakah ia pernah berjumpa.
Ketika itulah si Si Dara Berbaju Hijau sudah berada disisi tubuh sang hweesio tua tersebut.
"Supek couw, kenapa kau orang tua baru tiba pada saat ini?" serunya dengan suara yang rendah.
"Haaa.... haaa.... haaa.... apakah kau merasa kedatangan Supek couw mu masih sedikit kepagian?" goda Hwee Huan Thaysu tertawa tergelak.
Mendengar dirinya digoda Gui Ci Cian jadi cemberut, badannya digoyang goyangkan beberapa kali.
"Sudah.... sudah.... Supek couw jangan menggoda lagi" serunya manja. "Tidak aneh kalau ada orang menggunakan namaku untuk bergurau, kiranya kau kaupun suka bergurau diriku."
"Orang itu bukannya sedang bergurau dengan sang bocah, diapun punya maksud tertentu, hanya saja bocah ini tidak ingin menerima maksud baiknya"
"Yang thaysu maksudkan apakah Kiem Soat Lang?"
"Benar, apa yang diucapkan memang benar-benar, hanya saja cara berpikirnya terlalu kekanak kanakan"
Mendadak Hwee Huan Thaysu menoleh ke arah Tan Kia-beng, katanya, "Sicu! bagaimanakah kepandaian silat dari Majikan Isana Kelabang Emas menurut dirimu?"
Tecu belum pernah bertemu muka dengan dirinya, cuma jika ditinjau dari caranya berpikir tecu rasa masih bisa menghadapi tiga lima ratus jurus serangannya.
"Jikalau suhu dari Majikan Isana Kelabang Emas?"
Selama hidup Tan Kia-beng belum pernah mendengar jika Majikan Isana Kelabang Emas masih punya suhu, tetapi sebentar kemudian ia sudah busungkan dada menyahut dengan suara lantang, "Kemungkinan sekali aku bukan tandingannya, tetapi jika urusan sudah terlalu mendadak kita
lihat saja menurut keadaan saat itu, terpaksa aku harus mengandalkan ketajaman dari pedang pusakaku untuk melakukan suatu pertarungan mati-matian."
Hwee Huan agaknya merasa kagum dan terharu melihat sikap pemuda tersebut, ia mengangguk dan melirik sekejap ke arahnya kemudian menghela napas panjang.
"Pinceng sebetulnya sudah lama mengasingkan diri dan tidak pernah berurusan dengan persoalan dunia luar, hanya saja badai angin taupan ini punya sangkut paut dengan beratus-ratus lembar nyawa manusia serta mati hidupnya dunia kangouw, hal ini memaksa pinceng tak boleh berlagak pilon lagi untuk berpeluk tangan. Semoga saja sicu bisa mengingat ingat kebajikan Thian dan jangan melakukan setiap perbuatan tanpa pikir panjang."
Tan Kia-beng yang mendengar perkataan tersebut hatinya benar-benar terpengaruh oleh semangat serta keramahan budi hwesio tua ini, ia segera tertawa panjang.
"Walaupun perkataan Thaysu sedikitpun tidak salah, tetapi manusia yang menggerakkan pertarungan ini bukan tecu melainkan Majikan Isana Kelabang Emas, agaknya perkataan tersebut harus diutarakan kepadanya baru benar."
Kembali Hwee Huan Thaysu menghela napas panjang.
"Tahukah kau keadaan dari Majikan Isana Kelabang Emas saat ini sudah menyerupai menunggang di atas punggung harimau? sekalipun dia ingin menghentikan gerakan tersebutpun juga tak mungkin lagi. Sebaliknya dipihak sicu sini kecuali ada Pek-tok Cuncu serta Ui Liong Tootiang beberapa orang jagoan kenamaan masih ada satu kekuatan besar pula yang berada dibelakang pihak kalian. Diluaran orang tahu pertarungan ini terjadi antara pihak tujuh partai besar
melawan Isana Kelabang Emas bahkan kaupun mempunyai suatu kekuatan yang amat besar untuk mempengaruhi seluruh keadaan, inilah sebab sebabnya mengapa Pinceng tidak kenal lelah melakukan perjalanan sejauh ribuan li untuk mendatangi gunung Ui san.
"Pihak manakah yang mempunyai kekuatan besar ini?" diam-diam pikir Tan Kia-beng dalam hatinya, ia benar-benar rada sedikit kebingungan.
"Kemungkinan sekali sicu merasa apa yang diucapkan pinceng sedikit berlebih lebihan, padahal seluruh perkataan tersebut adalah benar-benar, sampai waktunya kau bakal tahu sendiri maksud dari perkataan pinceng ini dan aku berhadap kau suka mengingat baik-baik apa yang pinceng ucapkan hari ini. Karena pinceng masih ada urusan lain yang harus diselesaikan lain waktu kita berjumpa kembali.
Ujung baju dikebut tubuh melayang ke arah muka, hanya di dalam sekejap mata ia sudah berada dua puluh kaki jauhnya dari tempat semula.
Melihat gerakan tubuh dari sang hweesio tua jelas beberapa kali lipat jauh lebih liehay dari ilmu meringankan tubuh "Tat Mo It Wei To Kiang" dari Yen Yeng Thaysu, dalam hati pemuda itu merasa amat kagum.
Setelah Hwee Huan berlalu, Cui Ci Cian pun mohon diri.
"Akupun harus berlalu dalam pertemuan besar esok hari mungkin aku tidak ikut hadir, kau suka berjaga diri baik-baik"
Di tengah berkelebatnya bayangan hijau, tahu-tahu tubuh itu sudah berada beberapa kaki jauhnya.
Dengan termangu-mangu Tan Kia-beng berdiri di tempat semula, lama sekali ia baru menghela nafas ringan, kasih
sayang dari Dara Berbaju Hijau itu serta pesan wanti wanti dari si hweesio tua beralis putih membuat hatinya terpojok dalam keadaan serba salah.
Dara Berbaju Hijau itu adalah murid dari Majikan Isana Kelabang Emas. sedang sang hweesio beralis putih adalah gurunya, sudah tentu mereka mengerti sangat jelas kekuatan yang sebenarnya dari pihak Isana Kelabang Emas, apalagi jika didengar dari nada suaranya jelas ia sedang memberi nasihat disamping memberi peringatan, sepertinya mereka takut ia datang untuk melakukan permbunuhan besar besaran. bukankah hal ini sangat menggelikan sekali?
Pihak Isana Kelabang Emas banyak mengumpulkan jago-jago lihay yang entah berapa banyaknya, sedang ia sendiri hanya mengandalkan kekuatan lima, enam orang saja, kemenangan tidak mungkin didapatkan dengan gampang. Tapi si hweesio beralis putih itu mengatakan bila majikan Isana Kelabang Emas pasti kalah, apakah ia sengaja menjalankan siasat menyombongkan pihak musuh?
Tapi bila ditinjau dari sikap serta wajah sang hweesio tua itu, jelas ia tidak mirip orang jahat, apakah disamping itu masih ada sekelompok kekuatan lain yang sengaja datang membantu?
Tapi teringat dirinya masih berusia sangat muda, terjun dalam dunia kangouw belum lama, kawan karib tidak banyak, ia tak dapat membayangkan siapakah yang bakal datang memberi bantuan kepadanya.
Beruntung sekali pertemuan puncak akan diadakan esok hari, sampai waktunya tentu semua urusan bisa dibikin jelas, dan ia anggap merasa gelisah pada saat ini tiada berguna.
Setelah mengambil keputusan di dalam hati, tubuhnya mendadak meloncat ke depan dan langsung menuju kemulut gunung sebelah timur
Setibanya dimulut gunung, ia menemukan suasana di sekeliling tempat itu sunyi senyap tak kelihatan sesosok bayangan manusiapun.
"Eeei... kemanakah mereka pergi?" pikirnya dalam hati.
Kembali ia berputar mengelilingi tempat itu, tapi tidak ditemukan juga suatu jejakpun. terpaksa ia balik kembali kemulut gunung sebelah Selatan, setibanya dimulut gunung sebelah Selatan, disanapun sunyi senyap tidak kelihatan sesuatu apapun.
Ketika itu waktu menunjukkan hampir mendekati kentongan ketiga, seorang diri berlarian di tengah hutan rimba yang sunyi dalam hati merasa bagaikan seluruh gunung Ui san sudah mati saja keadaannya, dari balik hutan beberapa kali berkumandang keluar suara pekikan burung-burung malam yang menambah keseraman suasana disana.
Teringat besok hari bakal berlangsung suatu pertarungan sengit yang menentukan mati hidup, iapun tidak perlu merasa heran lagi terhadap ketenangan yang mencekam seluruh permukaan bukit pada malam itu, karena saat saat inilah merupakan saat yang paling tenang, paling hening menjelas datangnya suatu angin badai.
Akhirnya pemuda she Tan ini teringat masih ada banyak urusan yang harus dirundingkan dengan beberapa orang Loocianpwee, seharusnya ia tidak boleh berlarian semau sendiri.
Kemungkinan sekali Hu Siauw-cian sekalian sudah balik ke tempat semula sewaktu tidak menemukan dirinya.
Oleh sebab itu ia putuskan untuk kembali dahulu kegua, mungkin Ui Liong supek beberapa orang sedang menanti dengan gelisah.
Sewaktu Tan Kia-beng kembali ke dalam gua tempat berkumpulnya para jago, ketika Ui Liong Tootiang, siasap dan mega selaksa li, Lok Tong serta Su Hay Sin Tou sekalian sedang menanti di dalam gua.
Melihat munculnya pemuda tersebut, dengan perasaan heran mereka sama-sama menegur, "Eeei.... mengapa Cuncu serta nona Hu belum juga kembali?"
Dengan alis berkerut Tan Kia-beng lantas menceritakan keadaan sebenarnya yang telah terjadi.
Selesai mendengar kisah itu, Lok Tong pertama-tama yang meloncat bangun.
"Menurut keadaan seperti yang diceritakan mereka pasti sudah terjatuh ketangan Majikan Isana Kelabang Emas. Kita harus cepat-cepat berusaha untuk menolong kembali diri mereka."
"Heee.... heee.... heee.... heee.... jarak ini hari dengan besok tinggal satu, dua jam saja, apa yang perlu kau gelisahkan?" Su Hay Sin Tou sambil tertawa dingin. "Menurut pendapat aku si pencuri tua, lebih baik kita kumpulkan tenaga untuk menghadapi pertemuan puncak esok hari, apalagi Toako sudah berlari-lari satu malaman, iapun harus berisitrahat untuk kumpulkan tenaga menghadapi majikan Isana Kelabang Emas esok hari...."
Ui Liong Tootiang pun merasa tiada berguna mencari jejak kedua orang gadis itu pada saat begini, bahkan kemungkinan sekali mempengaruhi kesuksesan esok hari. oleh sebab itu setelah termenung sejenak sambil mengelus jenggotnya ia
berkata, "Menurut dugaan pinto, mereka berdua sama-sama memiliki serangkaian ilmu silat yang luar biasa, sekalipun tidak becus rasanya mereka masih punya kekuatan untuk mengundurkan diri, apalagi masih Si Penjagal Selaksa Li Hu Hong serta Pek-tok Cuncu belum kembali. Kemungkinan sekali di tengah perjalanan mereka sudah berjumpa!"
Melihat semua orang berbicara demikian walaupun dalam hati simega dan asap selaksa li merasa gelisah iapun tidak banyak berbicara lagi.
Ketika itu air muka Tan Kia-beng berubah sangat hebat, iapun merasa berduka oleh kejadian tadi. Jikalau dirinya tidak buru-buru pergi mengejar orang berbaju hijau yang saling mengirim satu pukulan dengan dirinya, sudah tentu tak akan kehilangan berita dari Hu Siauw-cian sekalian, oleh sebab itu selama ini ia duduk termenung di atas tanah.
Su Hay Sin Tou walaupun wajahnya kelihatan dingin, kaku dan hambar padalah jadi orang paling ramah. Terhadap "Toako"nya ini ia sudah timbul rasa simpatik yang sangat mendalam, ketika melihat wajahnya penuh diliputi kemurungan ia segera maju menghibur seraya menepuk pundaknya.
"Hari sudah hampir terang tanah, lebih baik beristirahatlah sebentar dengan hati tenang. pada saat ini kendati terjadi suatu peristiwa yang amat besarpun kau tidak perlu ikut campur."
Sambil tertawa pahit Tan Kia-beng menggeleng.
Melihat pemuda itu menolak nasehatnya, Su Hay Sin Tou jadi kheki sehingga matanya mendelik.
"Apa kau anggap perkataan dari Sam ko salah? tegurnya.
"Benar.... sangat benar, tapi urusan sudah berada diujung tanduk, bagaimana mungkin hatiku bisa tenang?"
"Urusan sudah jadi begitu, cemaspun tiada berguna. aku si pencuri tua percaya kedua orang budak itu tak bakal mati"
Tan Kia-beng yang melihat saudara tuanya ini sedang memandang dirinya dengan sinar mata penuh kekuatiran, ia merasa tidak enak untuk banyak berbicara lagi.
Pemuda itu menurut dan pejamkan mata atur pernapasan, sebentar kemudian ia sudah berada dalam keadaan lupa segala galanya.
Menanti ia tersadar kembali, hari sudah terang tanah ketika ia membuka mata maka tampaklah Pek-tok Cuncu si Rasul Selaksa Racun beserta Hay Thian Sin SHu ayah beranak sudah datang semua disana.
Terburu-buru ia bangun berdiri untuk memberi hormat kepada semua orang, kemudian bersama-sama membicarakan soal pertemuan yang akan diadakan nanti, mendadak Leng Poo Sianci mengambil keluar sebuah buntalan besar dan diserahkan ketangan sang pemuda.
"Eeei! Ini hari adalah saat berkumpulnya seluruh jago liehay dari setiap partai yang ada diseantero dunia, apakah kau ingin menghadiri pertemuan puncak semacam itu dengan memakai pakaian pengemis yang dengkil lagi bau itu?" tegur sang gadis sambil tersenyum.
Tan Kia-beng melirik sekejap keseluruh badan sendiri, akhirnya iapun tersenyum.
"Kenapa tidak boleh?" tanyanya.
"Hmm! pakaian sudah aku persiapkan bagaimanapun juga kau harus berganti pakaian dahulu" kata Leng Poo Sianci
sambil membuka buntalan tersebut dan mengambil keluar satu stel pakaian warna biru dan dilemparkan ke atas pundaknya.
Ui Liong Tootiang yang melihat waktu sudah tidak pagi, segera ikut menimbrung pula dari samping, "Tan Si heng, cepatlah kau berganti pakaian. kitapun harus segera berangkat"
Terpaksa Tan Kia-beng menurut saja dan pergi mencari suatu tempat yang sunyi untuk mencuci bersih wajahnya dari obat penyamar setelah itu ganti pakaian dan balik kegua.
"Bagaimana kalau sekarang juga kita orang berangkat?" kata Ui Liong Tootiang setelah melihat pemuda itu kembali.
Semua orang menyatakan setuju dan demikianlah tiga orang tua seorang toosu dengan mengiringi Tan Kia-beng berangkat kepuncak Si Sim Hong.
Panitia penyelenggara dari pertemuan puncak para jago kali ini adalah dari pihak Siauw-lim serta Bu-tong pay. Di atas sebidang tanah berumput di depan puncak pada saat ini sudah didirikan sebuah panggung oleh dua orang partai. Disebelah Timur, Barat serta Selatan dibangun pula barak bambu yang beralaskan alang-alang.
Sewaktu rombongan Tan Kia-beng tiba disana, orang-orang dari tujuh partai besar sudah menanti di barak sebelah Selatan. Duduk dipaling tengah Yen Yen Thaysu, Thian Liong Tootiang serta Liok lim Sin Cie bertiga, sedangkan ciangbunjin dari tujuh partai besar sebaliknya malah berada di deretan belakang dan anak murid mereka berada dipaling belakang.
Ui Liong Tootiang serta Hay Thian Sin Shu beberapa orang adalah manusia manusia yang tak gemar berkenalan, mereka tak ambil gubris terhadap orang-orang itu. Sedangkan Tan Kia-beng sendiripun tak ingin banyak ambil sikap, dengan
cepat mereka beberapa orang langsung menuju kebarak sebelah Timur.
Thian Liong Tootiang serta Liok Lim Sin Ci yang melihat kedatangan mereka dari tempat kejauhan buru-buru bangun berdiri dan menyapa.
"Kalian beberapa orang mari duduk sini!"
Hanya Yen Yen Thaysu seorang tetap pejamkan mata tundukkan kepala tidak bicara pun tidak bergerak. Sikapnya amat sombong.
"Hmm. Sungguh besar amat lagak sikeledai gundul tua ini," jengek Leng Poo Sianci sambil cibirkan bibirnya yang kecil.
Dengan gemas Hay Thian Sin Shu melototi sekejap ke arah putrinya, lalu sembari menjura ke arah Selatan ia menyahut, "Tidak perlu, kami disini saja!"
Demikianlah, beberapa orang itu sama-sama ambil tempat duduk dibarak sebelah Timur.
Sejak permulaan Leng Poo Sianci selalu berada disisi Tan Kia-beng dan setengah cun pun tidak berpisah, sejak kecil ia sudah terbiasa bersikap manja saat inipun ia selalu menguntil disisi sang pemuda dengan sikap yang sangat mempesonakan.
Tapi pemuda she Tan itu sama sekali tidak ada perhatian dalam hal ini, setibanya di dalam kalangan, sepasang matanya dengan tajam memperhatikan keadaan di sekeliling tempat itu.
Kalangan tersebut adalah suatu tempat yang dipilih oleh pihak Siauw Lim serta Bu-tong-pay sesudah menjalani sesuatu demikian serta menyusun rencana yang amat teliti serta sangat berhati bati, punggung menempel pada tebing curam dengan sebelah kiri kanan terbentang lapangan yang luas.
Justru tujuannya untuk menghindarkan diri dari siasat beracun yang sengaja diatur orang-orang Isana Kelabang Emas.
Si Pek-tok Cuncu yang melihat Tan Kia-beng begitu repot memandang kesana melirik kemari, ia lantas tahu jika sang "Toako"nya ini lagi memeriksa keadaan disana, tak terasa lagi ia tersenyum.
"Tempat ini, aku serta si pencuri tua sudah periksa teliti, tanggung tak akan terjadi persoalan," katanya.
"Sesudah diperiksa oleh Jie ko serta Sam ko aku percaya sudah tentu tak bakal terjadi persoalan," Tan Kia-beng mengangguk seraya tersenyum ramah. "Aku sedang berpikir, mengapa sampai saat ini tidak terlihat seorang manusiapun yang datang menonton keramaian, apakah mereka sudah menemui bencana ditangan orang-orang Isana Kelabang Emas?"
Ui Liong Tootiang yang kebetulan mendengar pembicaraan itu segera mendengus dingin.
"Hmmm! Walaupun tindakan orang-orang Isana Kelabang Emas amat kejam dan keji tapi aku percaya mereka tak bakal berhasil menutupi pandangan mata semua jago yang ada dikolong langit"
"Haaa.... haaa.... haaa.... coba kalian lihat, bukankah orang-orang yang menonton keramaian sudah mulai berdatangan?" tiba-tiba Su Hay Sin Tou berseru sambil tertawa tergelak.
Semua orang dongakkan kepalanya, sedikitpun tidak salah terlihat berpuluh puluh orang jago kangouw dengan bergerombol mulai mendekati kalangan pertemuan.
Melihat hal tersebut diam-diam Tan Kia-beng menghela nafas panjang.
"Malam ini banyak sekali orang yang menemui ajal dan terluka di dalam lembah gunung, tidak disangka ternyata masih ada juga orang yang berani datang kemari, orang-orang kangouw kadang kadang memang sangat mengherankan."
Tidak selang beberapa saat, orang yang khusus datang menonton keramaian paling sedikit sudah mencapai seratus, dua ratus orang banyaknya, Hong Jen Sam Yu beserta "Leng Lam Coa Sin" itu Pangcu dari perkumpulan Kay-pang dan "Gien Cang Shu" Thio Cau pun sudah pada berdatangan semua.
Walaupun Kay-pang di dalam pertarungan antara pihak orang-orang Bulim di daerah Tionggoan melawan pihak Isana Kelabang Emas hanya bertanggung jawab soal penjagaan dan memata matai musuh tapi mereka merupakan suatu kekuatan yang manunggal.
Selama ini mereka tidak pernah saling mengadakan hubungan dengan orang-ornag tujuh partai besar, oleh sebab itu setelah menyapa para ciangbunjin tujuh partai yang ada dibarak sebelah Selatan serta Tan Kia-beng sekalian dibarak sebelah Timur. Mereka tidak ke Selatan juga tidak ke Timur sebaliknya duduk bersilah di atas tanah lapang yang kosong.
Sang surya sudah berada di atas kepala, tapi dari pihak Isana Kelabang Emas masih belum juga kelihatan munculnya seorang manusiapun. Tak tertahan orang-orang dari tujuh partai besar mulai merasa gelisah.
Sebenarnya pertemuan puncak para jago digunung Ui San kali ini adalah usul yang muncul dari benak Yen Yen Thaysu, Liok Lim Sin Ci serta Thian Liong Tootiang, tujuannya bukan
lain ingin memancing datangnya orang-orang Isana Kelabang Emas.
Mereka sama sekali tidak bermaksud sungguh sungguh mengadakan pertemuan ini, oleh sebab itu sewaktu melihat dari pihak Isana Kelabang Emas sama sekali tidak ada yang hadir, maka hal ini sama artinya usaha mereka selama ini menemui kegagalan total.
Tetapi jika semisalnya pertemuan puncak itu jadi dilanjutkan maka sebelum memasuki babak yang penghabisan dan seseorang berhasil merebut kedudukan jago-jago pedang nomor wahid dari kolong langit merekalah melalui dulu pertarungan yang bersusun susun, sedang pihak si penyelenggara sama sekali tidak mengadakan persiapan.
Waktu perlahan-lahan berlalu dalam suasana penuh kekuatiran. kecemasan serta kegelisahan sedang dari pihak Isana Kelabang Emas tetap tenang tidak kelihatan gerakan apapun.
Sedangkan orang-orang dibawah panggung yang menonton jalannya pertemuanpun semakin lama semakin banyak, banyak diantara mereka yang mulai tidak sabaran dan berteriak teriak memaki, ada pula yang mengejek dengan kata-kata kotor menganggap Yen Yen Thaysu serta Liok Lim Sin Ci sedang bergurau dengan orang-orang Bulim dari seantero kolong langit.
Mana ada pertemuan diadakan menjelang hari hampir gelap?
Tan Kia-beng sekalian yang berada di barak sebelah Timur pun merasa sangat gelisah, kecemasan mereka bukannya dikarenakan tidak kehadiran majikan Isana Kelabang Emas dalam pertemuan ini, justru karena belum munculnya si
Penjagal Selaksa Li, Hu Hong, Pek Ih Loo Sat, Hu Siauw-cian serta Mo Tan-hong hingga saat ini. Jikalau bukannya mereka sudah menemui bencana kenapa tidak muncul muncul juga beberapa orang itu?
Waktu suara ejekan serta makian yang bergema dibawah panggung makin lama semakin hebat, bahkan ada orang yang mulai memaki kalang kabut dengan kata-kata kotor.
Akhirnya Thian Liong Tootiang tidak bisa menahan diri lagi, sambil memandang ke arah Liok-lim Sin Ci ujarnya, "Menurut pendapatku yang bodoh, lebih baik kita bertiga memberi sedikit penjelasan dulu kepada mereka, dengan demikian makian makian kotor yang tak sedap didengarpun bisa dikurangi, lain kali jika persoalan ini sampai tersiar dalam Bulim mungkin akan merusak nama baik kita."
"Ehmmm! perkataan dari Tootiang sedikitpun tidak salah," Liok lim Sin Cie mengangguk tanda setuju.
Ketika itulah mendadak Yen Yen Thaysu membuka matanya lalu mendengus dingin.
"Buat apa kalian gubris manusia manusia yang tidak tahu mati macam begitu?" tegurnya lantang, "Lebih baik usir mereka pergi dari sini, jika dugaan loolap tidak salah maka menjelang magrib nanti pihak Isana Kelabang Emas baru mulai melakukan gerakan"
Suaranya serak besar dan lantang, setiap patah kata hampir boleh dikata dapat didengar semua orang dengan jelas, seketika itu juga suasana berubah semakin gaduh bahkan ada orang yang berteriak keras, "Tidak kusangka seorang pendeta beribadat dari Siauw lim pun bisa mengucapkan kata-kata semacam itu. Hmmm! sungguh jauh lebih bau dari kentut! orang-orang Bulim dari seantero kolong langit memilih kalian
sebagai panitia penyelenggara pertemuan puncak ini ternyata kalian anggap pertemuan ini sebagai permainan, maknya....! kurang ajar.... kurang ajar!"
Walaupun nama besar dari Yen Yen Thaysu bertiga sangat terkenal dalam Bulim tapi kali ini pura pura jadi kenyataan mereka malah kena dimaki oleh orang banyak, oleh sebab itu terpaksa mereka hanya bisa saling bertukar pandangan sambil tertawa pahit.
Hay Thian Sin Shu yang justru namanya ikut tercantum dalam deretan panitia penyelenggara tapi dalam pertemuan kali ini ia tidak diundang untuk ikut bertanding, dasarnya dalam hati sudah merasa kurang senang, saat ini mendengar makian makian dari para jago ia merasa sangat tidak senang, mendadak ia meloncat bangun dan membentak keras, "Pertemuan puncak para jago yang diadakan digunung Ui san ditetapkan setiap sepuluh tahun diadakan satu kali di atas puncak Si Sim Hong, dan hal ini sudah ditetapkan bersama oleh semua orang Bulim karena itu rasanya tidak perlu diumumkan lagi tentang soal ini, walaupun pertemuan yang diadakan kali ini pihak Siauw lim serta Bu-tong-pay kurang sempurnya di dalam persiapan, hal ini justru disebabkan ada sebab sebab lain, seharusnya kalian semua memaafkan dirinya kalian bersikap demikian terhadap panitia penyelenggara, apakah kami semua tidak merasa bila perbuatan itu kurang sopan dan tak sedap dilihat?"
Si orang tua ini memiliki tenaga dalam yang sempurna, suarapun lantang bagaikan genta membuat seluruh kalangan jadi berdengung sangat keras.
Kontan suasana jadi sunyi senyap tak kedengaran sedikit suarapun, para jago dibuat bungkam dalam seribu bahasa.
Pada waktu itulah suara ujung baju tersampok angin bergema datang, serombongan hweesio berbaju abu abu dengan tanpa berisik sudah melayang datang dan berhenti di depan panggung.
Mereka semua tidak berbicara pun tidak menyapa siapapun diantara orang-orang yang hadir disana.
"Iiih?! bukankah dia adalah Sian Si?" mendadak terdengar Yen Yen Taysu yang ada dibalik selatan berseru keheranan.
Agaknya orang yang baru saja tiba adalah bukan lain adalah anak murid dari pihak Siauw-lim-sie, belum sempat Ci Si Sangjien memerintahkan orang untuk menanyakan jelas persoalan ini, dari tengah udara kembali terdengar suara desiran tajam.
Berkuntum kuntum awan merah tahu-tahu sudah melayang ke atas tanah dan muncullah delapan orang toosu berjubah merah darah dengan lukisan Pak Kwaa di depan dada melindungi seorang toosu tua yang kurus pucat bagaikan mayat.
Air muka Kwang Hoat Tootiang dari Kun-lun-pay kontan berubah hebat. bentaknya keras, "Siapa yang suruh kalian meninggalkan istana Sian Bu Kong digunung Kun lun san?"
Dengan wajah hambar Toosu tua itu mendengus dingin, ia sama sekali tidak ambil gubris terhadap sang Ciangbunjin.
Diikuti di tengah kalangan muncul pula empat, lima rombongan manusia yang langsung berpencar dikedua belah sisi panggung, agaknya mereka sedang menyambut kedatangan seseorang.
Para ciangbunjin tujuh partai besar yang ada dibarak sebelah Selatan sewaktu melihat orang-orang itu bukan lain
adalah anak murid mereka yang ditinggalkan di atas gunung bahkan sewaktu bertemu dengan merekapun tidak memberi hormat, dalam hati merasa keheranan.
Su Hay Sin Tou yang duduk disisi Tan Kia-beng, sejak permulaan sudah merasakan ketidak beresan dalam persoalan ini. kepada pemuda tersebut ujarnya sambil tertawa.
"Toako, apakah kau sudah melihat jelas? kemungkinan sekali tujuh partai besar bakal terjungkir dari partai kuali"
Tan Kia-beng sendiripun sudah mendengar sendiri akan penghianatan Sian Si Hwee sio dari Siauw-lim sie terhadap ciangbunjin nya, ketika melihat kejadian itu iapun mengerti bila tentu berhasil, karenanya ia lantas manggut.
"Perkataan dari Sam ko sedikitpun tidak salah, kita lihat saja apa yang selanjutnya hendak mereka lakukan?"
Pada waktu itu terdengar suara derapan kaki kuda berkumandang datang dari tempat kejauhan makin lama semakin mendekat. Delapan ekor kuda jempolan bagaikan angin taupan bergerak datang.
Di atas punggung kuda itu duduklah delapan orang lelaki berpakaian perlente yang menggempol golok bergerigi.
Setibanya di depan panggung mereka berpencar jadi dua bagian dan sama-sama meloncat turun tari kuda lalu berdiri dalam sikap hormat dengan golok disilangkan di depan dada.
Kemudian dari tempat kejauhan terdengarlah suara irama musik berbunyi Memecahkan kesunyian, dua puluh empat orang dara berbaju warna warni dengan memanggul dua buah tandu bergerak mendatang dengan gerakan yang sangat ringan.
Hanya di dalam sekejap mata mereka sudah tiba di depan panggung.
Ketika itulah ketujuh orang yang berdiri dikedua belah sisi panggung bersama-sama maju ke depan memberi hormat.
"Sian Si Ciangbunjin dari partai Siauw lim menghunjuk hormat buat majikan"
"Hong Hoat, ciangbunjin dari Kun-lun pay menghunjuk hormat buat majikan."
Di tengah suara pujian yang hiruk pikuk horden tandu perlahan-lahan disingkap dan muncullah seorang nyonya muda yang amat cantik dengan pakaian keraton warna hijau, ia mengulapkan tangannya halus dan berseru, "Kalian jauh-jauh datang kemari tentu amat lelah, tidak usah banyak adat!"
Sebaliknya Tan Kia-beng yang melihat munculnya nyonya muda berpakaian keraton itu seketika merasa wajahnya amat dikenal sepertinya ia pernah berjumpa dengan orang itu hanya lupa dimanakah ia pernah bertemu.
Mendadak terdengar Pek-tok Cuncu mendengus dingin.
"Hmmm! kiranya dia!"
"Apakah jie-ko kenal dengan dirinya?” tanya Tan Kia-beng keheranan.
Su Hay Sin Tou segera tertawa tergelak dan menyambung dari samping, "Toa ko, orang budiman banyak urusan yang dilupakan, bukankah dia adalah Kiam Soat Lang yang pernah membokong dirimu sewaktu berada di kota Swan Jan?"
"Aaakh! benar, tidak aneh kalau aku merasa suara maupun wajahnya sangat dikenal" pemuda she Tan ini jadi tersadar kembali.
Pada saat itu ketujuh orang ciangbunjin dari tujuh partai besar yang ada dibarak sebelah Selatan tidak dapat menahan sabar lagi, mereka sama sekali tidak menyangka kalau anak murid mereka yang ditinggal digunung ternyata semuanya sudah menjadi kaki tangan pihak Isana Kelabang Emas, terutama sekali atas kejadian mereka mengaku sebagai ciangbunjin, hal ini membuat mereka merasa terkejut bercampur gusar.
Pertama-tama Yen Yen Thaysu yang tak dapat menahan diri, ia meloncat bangun kemudian langsung menubruk ke arah Sian Si Thaysu.
"Sian Si, besar betul nyalimu! Ternyata berani mengkhianati perguruan dan jadi kaki tangan musuh," bentaknya berat.
Dengan wajah hambar dari dalam sakunya Sian Si Thaysu mengambil keluar serangkaian tasbeh dan diangkatnya tinggi tinggi ke atas.
"Walaupun kedudukan Susiok sangat hormat, seharusnya kau masih ingat dengan peraturan Siauw lim yang turun temurun bukan?"
Melihat munculnya tasbeh Siang Liam Cu ditangan hweesio tersebut, Yen Yen Thaysu jadi tertegun, karena tasbeh itu merupakan tanda kepercayaan dari Ciangbunjin dan menemui tasbeh tersebut sama halnya menemui sang Hong tiang sendiri, siapapun harus mendengarkan perintah dari orang yang memegang tanda kekuasaan ini.
Ketika itu Ci Si Siangjien beserta Ciangbunjin partai partai lain sudah tiba dihadapan mereka, sewaktu melihat tasbih tersebut iapun rada tertegun dibuatnya.
Tasbeh ini sudah hilang tercuri tempo hari, walaupun Tan Kia-beng sudah membongkar rencana busuk dari Wu Gong
Hweesio tapi ia tidak melakukan penyelidikan lebih lanjut tentang tasbeh tersebut. Tidak disangka benda pusaka ini ternyata benar-benar sudah terjatuh ketangan Sian Si hweesio.
Sian Si Hweesio ketika melihat Ci Si Siangjin berjalan menghampiri dirinya dengan penuh gusar segera angkat tasbeh pusaka itu tinggi tinggi.
"Omintohud! Pinceng mendapat berkah dari Couw su untuk menerima jabatan sebagai ciangbunjin, harap suheng membawa semua anak murid yang hadir disini untuk mundur kesamping, dan sementara waktu menanti perintah selanjutnya."
Sekalipun Ci Si Siangjien adalah seorang pendeta yang beribadat tinggi, saat inipun tak urung merasa teramat gusar, ia mendengus dingin.
"Kau maupun aku sama-sama berasal dari satu perguruan, jika kau ingin menjabat sebagai ciangbunjin katakan saja terus terang, buat apa melakukan perbuatan hianat yang memalukan perguruan, apakah kau tidak takut nama busukmu akan tertinggal selama laksaan tahun?"
Wajah Sian Si Hweesio kurus kering ini mendadak terlintas suatu hawa napsu membunuh.
"Jika kau berani banyak bicara lagi, akan kugunakan peraturan perguruan untuk menjatuhkan hukuman mati kepada kau simurid murtad!" bentaknya gusar.
Ci Si Siangjien sebagai seorang ciangbunjin sudah tentu mengetahui pula peraturan perguruan sendiri, ia benar-benar tidak berani banyak berbicara lagi.
Sisanya anak murid yang ia bawa, walaupun rata rata wajahnya diliputi kegusaran tapi tidak berani banyak bicara, mereka sama-sama tundukkan kepala dan mengikuti Ci Si Sangjien mengundurkan diri kesamping.
Ketika itu ciangbunjin masing-masingpun sudah menemukan anak murid partainya sendiri yang berhianat, suasana kontan menjadi kacau balau dan tidak karuan.
Bagaimanapun Thian Liong Tootiang jauh lebih tenang daripada yang lain, buru-buru ia lepaskan diri dari keributan dan berteriak lantang, "Harap masing-masing partai untuk sementara waktu singkirkan dulu persoalan tentang murid murid murtad, pinto ada perkataan yang hendak diutarakan"
Leng Hong TOotiang pertama tama yang menurut dan berjalan keluar dari keributan disusul Kwang Hoat Tootiang dari Kun-lun-pay serta Phu Ciang Siansu dari Ngo Thay Pay.
Dengan wajah serius dan keren Thian Liong Tootiang berkata, "Peraturan perguruan dari partai besar selamanya ketat dan belum pernah terjadi peristiwa penghianatan semacam ini, ternyata urusan macam begini terjadi ini hari, aku duga dibalik kesemuanya ini tentu masih terselip sebab sebab lain yang lebih mendalam. kita harus hadapi dulu majikan Isana Kelabang Emas.... jangan sampai merusak suasana"
Masing-masing Ciangjien pada mengangguk ketika semua orang menoleh maka terlihatlah waktu itu sang nyonya muda berpakaian keraton dengan diiringi dara berbaju warna warni sudah berjalan menuju kebarak sebelah barat dan ambil tempat duduk, sedangkan orang-orang dari Tujuh partai besar sang penghianat bagaikan pelayan berdiri di kedua belah sisinya.
Barak Timur serta Barak sebelah Barat saling berhadapan, dari tempat kejauhan nyonya muda berpakaian keraton itu tersenyum dan mengangguk kepada Tan Kia-beng.
"Tan Heng tujuan kedatanganmu kali ini hendak merebut gelar jagoan nomor wahid dari kolong langit atau masih ada maksud maksud lain?"
Walaupun suaranya tapi melengking dan merdu memenuhi angkasa, setiap patah kata dapat didengar dengan amat jelas.
Diam-diam Tan Kia-beng rada terkejut juga oleh kehebatan lweekang pihak lawan, buru-buru ia pusatkan pikiran dan menyahut,
"Entah benarkah kau adalah Majikan Isana Kelabang Emas?"
"Sedikit pun tidak salah. Sekarang Liuw Lok Yen sudah berubah nama dengan sebutan Majikan Isana Kelabang Emas".
Para jago angkatan tua yang hadir di dalam kalangan setelah mendengar disebutkan nama "Liauw Lok Yen" rata rata merasa hatinya tergetar keras.
Semua orang mengetahui jia tempo dulu Kiem Hoa Tong-cu memang mempunyai seorang selir yang berbakat dan cantik, tapi sama sekali tak terduga bila akhirnya iapun jadi seorang jagoan Bulim yang membuat heboh seluruh dunia persilatan.
Pada saat itu Yen Yen Thaysu, Liok-lim Sin Ci, Thian Liong Tootiang beserta ketujuh orang ciangbunjin dari tujuh partai sama-sama sudah kembali kebarak sebelah Selatan, sedang para orang-orang kangouw yang datang menonton keramaianpun sama-sama membelalakkan matanya
memandang seluruh gerak gerik Majikan Istana dengan hati tegang.
Yen Yen Thaysu dengan wajah keren mendadak bangun berdiri dan berseru dengan suara lantang, "Asal usul sicu sangat terhormat dan tahu tata kesopanan, mengapa kau mengandalkan kepandaian silat untuk membunuhi kawan-kawan dunia persilatan bahkan bersekongkol pula dengan anak murid partai-partai besar sehingga banyak diantara mereka menghianati perguruan? perbuatanmu ini bukankah sama halnya secara terbuka menantang perang kepada partai-partai besar didaratan Tionggoan? apa kau anggap didaratan Tionggoan benar-benar tak ada orang lagi?"
Walaupun terang-terangan Liauw Lok Yen mendengar perkataan tersebut tetapi melirik sekejapn tidak, ia tetap memandang Tan Kia-beng sambil tersenyum.
"Antara Isana Kelabang Emas dengan pihak Teh Leng Kauw selamanya tiada ikatan dendam kesumat, rasanya tiada berguna bila kita saling bentrok sendiri satu sama lainnya, jika Tan heng ada maksud untuk merebut gelar jagoan pedang nomor wahid dari seluruh kolong langit, Liuw Lok Yen rela untuk mengalah kepadamu" katanya perlahan.
Alis Tan Kia-beng melentik, ia tertawa panjang.
"Haaa.... haaa.... haaa.... lebih baik saudara jangan bicarakan soal tersebut dengan begitu enak, jikalau pihak Isana Kelabang Emas masih ada tersisa sifat manusia rasanya dunia kangouw tak akan berubah jadi tempat pembunuhan yang sangat mengerikan, kedatangan dari aku orang she Tan kali ini dalam menghadiri pertemuan puncak para jago sama sekali tiada bermaksud untuk merebut gelar jagoan nomor wahid itu, tetapi ingin sekali aku coba bagaimana hebatnya ilmu pukulan Hong Mong Cie Khie mu itu. Selama beberapa
hari ini kau selalu saja menciptakan hujan badai di sekeliling gunung Ui san dan bermaksud menyapu habis semua jagoan Bulim yang ada didaratan Tionggoan, Heee.... heee.... heee.... hanya sayang aku orang she Tan merasa caramu berpikir masih terlalu kekanak kanakan."
Walaupun selama beberapa tahun ini nama Tan Kia-beng di dalam dunia kangouw sangat terkenal, tapi dalalm pandangan orang-orang Bulim ia hanya seorang angkatan muda saja.
Tadi sewaktu rombongan mereka memilih tempat dibarak sebelah Timur, dalam anggapan semua orang usul tersebut tentu timbul dari ide Ui Liong TOotiang atau para jago Hay Thian Sin Shu beberapa orang angkatan tua, oleh sebab itu terhadap pemuda tersebut para jago sama sekali tidak ambil perhatian.
Tapi saat ini setelah dilihatnya dua kali Majikan Isana Kelabang Emas buka suara dan ternyata hanya berbicara dengan pemuda tersebut, hal ini menimbulkan perhatian semua orang terutama sekali kata-kata sang pemuda yang ketus dan bersifat keras semakin membuat hati orang terkejut, diam-diam mereka memuji atas kebesaran nyali pemuda itu serta ketajaman lidahnya.
Senyuman yang semula menghiasi wajah Liauw Lok Yen perlahan-lahan lenyap tak berbekas, ia membereskan rambutnya yang terurai dan mulutnya bergerak siap berbicara lagi.
Waktu itulah Yen Yen Thaysu yang ada barak sebelah Selatan sudah memuji keagungan Buddha dengan suara lantang, ujarnya berat, "Persoalan ini hari rasanya tak dapat diselesaikan lagi dengan menggunakan kata-kata, kalau memang pihak Isana Kelabang Emas mengandalkan ilmu silatnya hendak musuhi kawan-kawan Bulim maka kita sebagai
orang-orang Bulim dari daratan Tionggoan pun harus menggunakan gigi balas unjuk gigi".
Sebagai seorang Tiang-loo dari Siauw-lim pay yang kedudukannya amat tinggi, ternyata tidak mendapatkan perhatian dari Majikan Isana Kelabang Emas bahkan perempuan itu sama sekali tidak menggubris dirinya tak kuasa lagi hawa gusarnya meluap. Bahkan perempuan itu sama sekali
Dengan pandangan dingin Liuw Lok Yen melirik sekejap ke arahnya lalu tertawa sinis.
"Eeei Loo hweesio! jika kau begitu buru-buru hendak berangkat ke dalam dunia Barat Liuw Lok Yen tentu akan menghantarkan dirimu terlebih dahulu"
Dengan penuh kegusaran Yen Yen Thaysu meloncat bangun, ujung jubahnya dikebut keras ke depan sedang tubuhpun bagaikan anak panah melesat ke atas panggung, teriaknya gusar,
"Walaupun Hong Mong Cie Khie merupakan ilmu dahsyat dari aliran Sian Bun aku lihat tak bakal bisa mengapa apakan Loolap jika tidak percaya mari kita adu beberapa jurus untuk membuktikannya"
Ci Si Sangjien yang melihat Yen Yen Thaysu melayang keluar, alisnya kontan berkerut ia merasa susioknya ini terlalu berangasan bahkan sudah merusak tingkatan sendiri tapi iapun tidak turun tangan mencegah
Siapa nyana Majikan Isana Kelabang Emas sama sekali tidak bergerak, kepada Sian Si Hweesio bisiknya lirih.
"Coba kau kirim satu orang untuk bergebrak beberapa jurus dengan dirinya. Istana kami pasti tak akan membiarkan dia menemui bencana.
"Terima perintah" sahut Sian Si Hweesio merangkap tangannya di depan dada.
Ia lantas berpaling dan ujarnya kepada seorang hweesio berusia pertengahan yang berdiri disisinya.
"Liauw Jen coba kau maju dan terima beberapa jurus permainan dari hweesio tua itu Majikan akan menjaga dirimu secara diam-diam, kau turun tanganlah dengan hati lega.
Walaupun ucapannya diutarakan sangat rendah, tapi bagi Tan Kia-beng serta beberapa orang loocianpwee dapat didengar sangat jelas.
"Haa.... haa.... haa.... kali ini hweesio tua itu bakal memperoleh permainan bagus!" bisik Su Hay Sin Tou sambil tertawa lirih.
Ketika mereka sedang berbicara, Liuw Jan hwesio sudah tiba di atas panggung. Yen Yen Thaysu yang melihat munculnya orang itu matanya lantas melotot bulat-bulat.
"Apa maksudmu datang kemari?" bentaknya gusar.
Dengan paksakan diri menahan rasa jeri Liauw Han hwesio putar-putar biji matanya.
"Aku mendapat perintah untuk menemani kau orang tua bermain beberapa jurus ilmu silat.
Saking gusarnya jenggot serta alis sang hwesio pada bangun berdiri bagaikan kawat, matanya mendelik memancarkan cahaya tajam.
"Gelinding pergi!" bentaknya gusar.
Ujung bajunya diayun ke depan mengirim segulung angin pukulan yang maha dahsyat bagaikan angin taupan menghajar kemuka.
Terdengar suara jeritan ngeri yang menyayatkan hati, tubuh Liuw Jan Hwesio bagaikan batu bandringan mencelat dua kaki ke tengah udara kemudian dengan membawa serta hujan darah roboh ke atas tanah.
Pertama. Karena Yen Yen Thaysu turun tangan secara mendadak dan Liauw Jan hwesio sama sekali belum ambil persiapan. Kedua. Tenaga lweekang Yen Yen Thaysu sudah ada lima, enam puluh tahun hasil latihan, kebutannya itu kuat laksana tumbuhan ribuan kati baja. Oleh sebab itu hanya dalam satu jurus saja ia sudah berhasil membereskan mangsanya.
Menanti Yen Yen Thaysu sadar bila seorang anak murid Siauw lim berhasil ia bunuh mati dalam satu jurus, hatinya baru tertegun.
Terdengarlah Liuw Lok Yen tertawa terkekeh kekeh.
"Kau selalu saja menuduh pihak Isana Kelabang Emas suka membunuh orang, eei! hweesio tua, apakah tindakanmu barusan mirip tindakan seorang yang beribadah?"
Majikan Isana Kelabang Emas benar-benar sangat kejam, sengaja ia menyuruh seorang anak murid Siauw-lim pay untuk menghantar kematiannya kemudian masih mengucapkan kata-kata dengan seenaknya. Kontan saja Yen Yen Thaysu merasakan dadanya seperti mau meledak, ia membentak keras ujung jubahnya berkibar dan langsung menerjang ke arah barak sebelah barat.
Siapa nyana baru saja tubuhnya tiba di sisi barak, mendadak segulung angin pukulan berkabut hijau yang sangat tebal melayang keluar dan langsung membabat ke arahnya.
Tubuh Yen Yen Thaysu masih ada di tengah udara, ujung jubatnya segera digetarkan mengirim sebuah pukulan berhawa Sin kang yang maha dahsyat.
"Braak!" diiringi suara ledakan keras, angin taupan menderu deru memenuhi seluruh angkasa.
Yen Yen Thaysu yang masih berada di tengah udara, tubuhnya seketika itu juga terdorong oleh pukulan berkabut hijau tadi sehingga mencelat setinggi tiga depa dan melayang turun ke atas permukaan tanah.
Karena terlalu gegabah, ia menderita sedikit kerugian dihadapan orang banyak, hal ini membuat hwesio itu malu untuk turun dari panggung.
---ooo0dw0ooo---
JILID: 18
Dengan teramat gusar ia bersuit panjang, tubuhnya bersiap-siap menerjang kembali ke arah barak.
Ketika itulah dengan hati cemas Thian Liong TOotiang sudah berteriak, "Thaysu jangan marah dulu, mari kesini, pinat ada perkataan yang hendak aku rundingkan"
Jelas sekali inilah kesempatan yang sangat bagus baginya untuk turun dari panggung bersamaan itu pula iapuan tahu beribut macam begini terusan bukanlah suatu cara yang sempurna.
Oleh sebab itu meminjam kesempatan dari teriakan Thian Liong Tootiang ini ia melayang balik ketampat semula.
Ketika itu Liuw Lok Yen pun dengan badan yang menggiurkan sudah berjalan keluar dari barak, sinar matanya menyapu sekejap keseluruh kalangan kemudian tertawa terkekeh-kekeh.
"Ini hari adalah saat diadakannya pertemuan puncak untuk merebutkan gelar pedang nomor wahid, tapi mengata tidak kelihatan gerak gerikpun? Hal ini benar-benar membuat aku Liuw Lok Yeng jadi keheranan setengah mat!"
"Bagaimana maksud Supek?" Perlahan-lahan Tan Kia-beng alihkan sinar matanya ke arah Ui Liong Tootiang.
"Selama ini Tujuh partai besar selalu anggap tinggi diri sendiri, lebih baik kita tunggu saja keadaan selanjutnya" sela SU Hay Sin Tou sambil tertawa.
Ui Liong Tootiang mengangguk.
"Pendapat dari Sin Tou heng sedikitpun tidak salah, lebih baik kita orang bergerak sedikit lambat"
Setelah Yen Yen Thaysu mengundurkan diri ke tempat duduknya, ia mulai berunding dengan Thian Liong Tootiang serta Liok lim Sin Cie, mereka anggap jikalau pihak Isana Kelabang Emas melakukan tindakan sesuai dengan tindakan Bulim, ada seharusnya pula mereka hadapi dengan menggunakan peraturan.
Tetapi sebelum beberapa orang itu selesai mengambil keputusan dalam perundingan tersebut, Liuw Lok Yen sudah melanjutkan kembali kata-katanya, "Menurut berita terakhir yang berhasil kami dapatkan, ternyata tujuan kalian mengadakan pertemuan puncak para jago adalah palsu,
menggunakan kesempatan ini kalian hendak menghadapi pihak Isana Kelabang Emas adalah maksud yang sungguh-sungguh. Demikianpun baik juga. Liauw Lok Yen kepingin sekali menggunakan serangkaian ilmu silat yang aku miliki hendak menghadapi jago-jago lihay dari tujuh partai besar...."
Thian Liong Tootiang dongakkan kepalanya siap hendak berbicara, terlihatlah bayangan hijau berkelebat lewat tahu-tahu majikan Isana Kelabang Emas sudah berdiri dihadapannya sambil menggape, "Kalian hweesio toosu dan si kakek bertiga merupakan panitia penyelenggara pertemuan ini, aku pikir kepandaian silat yang kalian miliki tentu sangat lihay. Liauw Lok Yen kepingin sekali menjajal kepandaian kalian dan aku menasehati lebih baik kalian bertiga turun tangan bersama-sama."
Thian Liong Tootiang serta Liok-lim Sin Ci sekalian mengetahui bila jago lihay dari pihak Isana Kelabang Emas sangat banyak apalagi kali ini majikan Isana Kelabang Emas turun tangan sendiri, hanya dengan membawa dua puluh empat orang dara berpakaian warna warni saja. Dibalik kesemuanya ini tentu tersembunyi alasan alasan yang lain.
Karenanya sewaktu melihat majikan Isana Kelabang Emas turun tangan sendiri menantang mereka bertiga untuk bergebrak, dalam hati segera merasa urusan semakin tidak beres lagi.
Liok-lim Sin Cie perlahan-lahan bangun berdiri.
"Tootiang dan Thaysu harap suka menjagakan diriku. Biarlah loohu turun tangan dulu untuk coba seberapa liehaynya kepandaian silat yang ia miliki."
Tidak menanti jawaban dari Thian Liong Tootiang lagi, tubuhnya bagaikan anak panah yang terlepas dari busur
meloncat naik ke atas panggung, lalu kepada Liuw Lok Yen seraya menjura katanya lantang, "Kepandaian silat saudara amat lihay dan sudah banyak membunuh jago-jago Bulim, loohu rasa tentunya kau tak bakal pandang sebelah matapun terhadap loolap beberapa orang. Ini hari loohu dengan tidak pandang kekuatan sendiri kepingin sekali minta beberapa petunjuk dari jurus-jurus lihay aliran Isana Kelabang Emas".
"Ouw! kau ingin berangkat seorang diri apakah nantinya tidak merasa kesepian dalam perjalananmu menuju ke akherat? Lebih baik kalian suruh mereka berdua turun tangan bersama-sama!" jengek Liauw Lok Yen sambil tertawa dingin.
Liok lim Sin cie merupakan rasul dari kalangan Hek-to, pada hari biasa selalu menerima rasa hormat dari semua orang. tidak disangka majikan Isana Kelabang Emas ternyata begitu tidak pandang mata terhadap dirinya, dalam keadaan gusar ia tertawa tergelak.
"Buat apa kau begitu terburu-buru, cobalah binasakan dulu aku si orang tua kemudian baru bicara besar lagi".
"Selamanya aku Liuw Lok Yen tidak terbiasa turun tangan terlebih dahulu, sekarang waktu tidak banyak lagi. silahkan aku mulai turun tangan" dengan sombongnya majikan Isana Kelabang Emas tertawa.
Dengan sekuat tenaga Liok-lim Sin Ci menekan hawa gusar dihatinya, diam-diam ia salurkan hawa murninya mengelilingi seluruh tubuh kemudian dengan suara berat bentaknya "
"Kalau begitu terimalah hadiahku!"
Tangannya yang besar dibentangkan mengirim satu babatan yang maha dahsyat ke muka.
Liuw Lok Yen yang terang terangan melihat datangnya angin pukulan tersebut hebat bagaikan menggulungnya ombak di tengah samudra, tapi ia tetap berdiri tenang di tempat semula pura pura tidak tahu.
Menanti angin pukulan hampir mengenai badan, tiba-tiba Liok lim Sin cie merasa matanya berkunang kunang, bayangan tubuh lawan lenyap tak berbekas.
Liok lim Sin Cie pernah jatuh kecundang ditangan Gui Ci Cian, saat ini harus menghadapi gurunya sudah tentu sikapnya jauh lebih waspada, seketika telapak tangannya didorong keluar tubuhpun mengikuti gerakan telapak berputar satu lingkaran.
Waktu itulah ia menemukan Liuw Lok Yen dengan wajah aneh sudah berdiri dibelakang tubuhnya.
Seketika itu juga hatinya merasa terkejut bercampur gusar, ia mendengus dingin ilmu telapak Toa Thian Kang Ciang Hoat pun segera dikeluarkan.
Hanya di dalam sekejap mata delapan jurus pukulan bagaikan ambruknya gunung Thaysan sudah menggulung ke arah muka.
Ilmu pukulan Toa Loo Thian Kang Ciang Hoat merupakan salah satu ilmu sakti yang ada dalam Bulim, begitu dikerahkan keluar seketika itu juga seluruh angkasa dipenuhi dengan bayangan telapak yang menyambar nyambar dari empat bagian delapan penjuru dibalik angin pukulan membawa suatu daya tekanan yang maha dahsyat yang menggetarkan panggung tersebut sehingga berbunyi gemeretuk.
Tubuh Liuw Lok Yen yang terkurung di dalam bayangan telapak menari kesana kemari, menerobos kemuka belakang bagaikan seekor kupu kupu. ujung bajunya berkibar tertiup
angin, walaupun angin pukulan tersebut menderu deru sebegitu dahsyat ternyata tak seujung pangkalpun yang kena tercawil.
Untuk menghadapi pertarungan ini Liok lim Sin Cie sudah mempertaruhkan nama baiknya selama puluhan tahun ini, tapi semakin bergebrak hatinya merasa semakin bergidik melihat ilmu pukulan Toa Loo Thian Kang Ciang HOat nya sudah diulangi dua kali ternyata belum berhasil bisa juga mengapa apakan musuhnya dalam hati merasa semakin terperanjat.
Orang-orang dari tujuh partai besar beserta Ui Liong Tootiang sekalian dari Barak Timur, rata-rata hanya pernah mendengar nama Majikan Isana Kelabang Emas dan belum pernah menemui orangnya, Kini sesudah melihat sendiri pertarungan yang sedang berlangsung, mereka baru tahu jika selir muda dari raja suku Biauw tempo dulu ini benar memiliki serangkaian ilmu silat yang amat lihay.
Terutama sekali Thian Liong Tootiang serta Yen Yen Thaysu, mereka merasa hatinya berdesir.
Pada waktu itulah Mendadak dari atas panggung terdengar suara dengusan berat diikuti berpisahnya bayangan manusia. Majikan Isana Kelabang Emas dengan wajah penuh senyuman masih tetap berdiri di atas panggung sedangkan Liok lim Sin Ci dengan mata melirik dan bulu janggut pada berdiri mengundurkan diri kepojokan panggung, air mukanya amat cemas diikuti darah segar mengucur keluar dari ujung bibir, jelas ia sudah menderita luka parah.
Melihat kejadian Yen Yen Thaysu bersuit nyaring, tubuhnya dengan sebat mencelat naik ke atas panggung.
"Hiii.... hiii.... hiii.... bukankah tadi sudah aku katakan, lebih baik kalian turun tangan bersama-sama, kenapa harus
sungkan-sungkan lagi?" ejek Liuw Lok Yen sambil tertawa cekikikan.
Walaupun Tan Kia-beng mengerti jika lweekang dari Yen Yen Thaysu sangat sempurna, tapi ditinjau dari sikapnya ia mengerti hweesio tua ini bukan tandingan orang lain. Karena takut ia jatuh kecundang sehingga namanya hancur berantakan, tanpa terasa pemuda itu sudah menggerakkan badannya.
"Eeei.... apa yang hendak kau lakukan?" dengan sebat Su Hay Sin Tou menarik tangannya.
"Aku ingin menemui Majikan Isana Kelabang Emas."
"Buat apa kau begitu gelisah?" seru Su Hay Sin Tou sambil tertawa dingin. "Menurut pendapat aku si pencuri tua, kedatangan Liuw Lok Yen yang sama sekali tidak membawa jago-jago liehaynya, dibalik kesemuanya ini tentu masih terselip suatu rencana busuk. lebih baik kita menunggu sebentar lagi"
Pek-tok Cuncu pun mendengus dingin
"Menurut keadaan pada saat ini. kemungkinan sekali pihak Isana Kelabang Emas baru akan mulai dengan gerakannya pada nanti malam, kita orang jangan terlalu bertindak gegabah"
"Ayoh pergi!" mendadak Su Hay Sin Tou si pencuri sakti itu meloncat bangun, "Kita jangan buang waktu lagi percuma disini menggunakan kesempatan ini kita putar sebentar"
Tidak menunggu pendapat dari Tan Kia-beng lagi kedua orang siluman tersebut bagaikan dua gulung asap melayang keluar barak dan sebentar kemudian sudah lenyap tak berbekas.
"Biarkan mereka melakukan pemeriksaan pun sangat baik sekali" kata Ui Liong Tootiang sambil tertawa. "Dengan demikian jangan sampai setelah kita kena terjebak oleh siasat musuh masih tidak sadar"
Pada waktu Yen Yen Thaysu sudah mulai bergebrak melawan Majikan Isana Kelabang Emas, karena sudah dibuat jeri oleh kekalahan yang diderita Liok-lim Sin Cie, begitu turun tangan hweesio tua itu sudah mengeluarkan ilmu pukulan sakti seratus langkahnya "Tauw lim Pak Poh Sin Cian"
Angin pukulan menderu deru memenuhi seluruh panggung, setiap pukulannya tentu disertai dengan tenaga luar biasa.
Tetapi perduli bagaimanakan dahsyatnya angin pukulan dari hweesio tersebut, dan sebagaimana ketatnya desakan yang ia lancarkan, Liuw Lok Yen tidak berhasil juga dipaksa mundur.
Di tengah menyambarnya angin tekanan, dengan sebat dan lincah ia berhasil balas mengirim satu, dua jurus serangan balasan yang setiap serangannya tentu berhasil memaksa mundur Yen Yen Thaysu berulang kali.
Yen Yen Thaysu sebagai seorang Tiang loo dari Siauw-lim-pay jika dibicarakan dari tenaga lweekang mungkin sudah berada di atas enam, tujuh puluh tahun hasil latihan. Justru dikarenakan sifatnya yang berangasan, banyak sekali bagian bagian ilmu saktinya yang tidak berhasil ia pecahkan, oleh sebab itu ilmu lweekangnya pun tak dapat melangkah lebih jauh lagi.
Ketika itu berulang kali ia mendesak musuhnya sebanyak tiga puluh jurusan, tetapi tak sebuah juruspun yang mengenai sasaran dalam keadaan mendongkol bercampur gusar ia segera berteriak keras, "Jika punya kepandaian, coba terimalah jurus serangan dari loolap ini"
Sepasang telapak tangannya diputar lalu digetarkan mendadak ia mendorong satu pukulan ke depan, kali ini pukulannya bukan lagi menggunakan hawa yang keras, sebaliknya menggunakan hawa Im yang lunak.
Ringan berkibar dan lemah lembut, sama sekali tidak menimbulkan sedikit desiran anginpun.
Liauw Lok Yen mengerti tentu di dalam serangannya ini hweesio tersebut telah menggunakan ilmu sakti "Bu Siang Sin Kang" dari aliran Buddha, tetapi ia tidak pandang sebelah matapun terhadap kepandaian tersebut.
"Hee hee heee justru aku ingin menjajal sampai dimanakah kesempurnaan dari ilmu sakti Bu Siang Sin Kang mu itu."
Ujung baju dikebut perlahan kemuka, ia sudah mengirim satu serangan balasan dengan ilmu sakti "Hong Mong Ci Khie".
Segulung kabut tebal warna hijau secara mendadak muncul dari dasar ujung bajunya langsung mendorong ke arah kepan.
Ketika itu masing-masing pihak sudah berhadap hadapan dalam jarak tujuh depa saja walaupun kedua orang itu sama-sama melancarkan serangan sepenuh tenaga tetapi para jago lainnya sama sekali tak merasa.
Menanti kedua gulung angin pukulan itu sudah bertemu di tengah jalan dan kekuatannya mulai nampak barulah terdengar suara ledakan yang amat dahsyat serasa memekikkan telinga.
Seketika itu juga di atas panggung muncullah berpuluh puluh jalur angin putaran yang sangat keras.
"Braak! braak! braak!" atap panggung kena tersapu lepas oleh putaran angin pukulan itu diikuti suara gemeratakan yang memecahkan kesunyian.
Tubuh Yen Yen Thaysu kontan kena terdorong mundur empat, lima langkah ke belakang.
Papan panggungpun ada beberapa bagian yang terpijak hancur.
Bayangan hijau berkelebat lewat. Liuw Lok Yen pun sudah mundur dua langkah ke belakang tapi sebentar kemudian ia sudah berdiri tegak.
Ketika memandang lagi ke arah Yen Yen Thaysu, maka tampaklah air mukanya yang merah padam saat ini sudah menjadi hitam membesi.
Dadanya bergelombang naik turun tiada hentinya, jelas ia sudah menderita luka dalam amat parah.
Melihat Sang Hweesio terluka, Ci Si Sang jien serta Thian Liong Tootiang sama-sama meloncat naik ke atas panggungsatu lari menghampiri Yen Yen Thaysu sedang yang lain menyongsong Liuw Lok Yen.
Yen Yen Thaysu yang selama ini sombong dan pandang sebelah mata terhadap orang lain, tidak disangka ini hari telah menderita luka dalam yang amat parah oleh pukulan sendiri. Masih beruntung tenaga lweekangnya amat sempurna, dengan paksakan diri ia tekan golakan darah dalam dadanya lalu sambil memandang ke arah Ci Si Sangjing serunya seram.
"Walaupun Pinceng sudah terluka dalam aku pikir iapun tak bakal lebih parah dari diriku.
Sudah tentu Ci Si Sangjing mengerti bila perkataan tersebut sengaja diutarakan untuk menutupi rasa malu yang mencekam dirinya, buru-buru hiburnya.
Untuk sementara waktu harap susiok beristirahat terlebih dulu kemungkinan sebentar lagi bakal berlangsung suatu pertarungan yang jauh lebih sengit....
Tidak menunggu jawaban lagi, dengan setengah paksa ia tarik tubuh hweesio tua itu turun ke bawah panggung.
Liuw Lok Yen setelah berturut-turut melukai dua orang jagoan liehay tenaga dalam pun mulai terasa tak teratur, Kini secara mendadak melihat Thian Liong Tootiang dengan wajah keren mendekati ke arahnya, tak terasa perempuan itu tertawa terkekeh kekeh.
"Heee.... heee.... heee.... tadi aku suruh kalian bertiga turun tangan bersama-sama demi menjaga nama baik kalian tidak suka menurut, tidak nyana kalau kalian sebetulnya ada maksud menggunakan siasat roda kereta yang sangat rendah untuk mengalahkan diriku"
Disindir dengan kata-kata itu air muka Thian Liong Tootiang berubah jadi merah padam.
"Pinto tiada maksud untuk menggunakan cara yang serendah itu" buru-buru potongnya. "Kau boleh mengatur pernapasan dahulu, setelah itu kita baru lanjutkan kembali pertemuan diantara kita."
"Heee.... heee.... heee.... soal itu sih tidak perlu sekarang juga kau boleh turun tangan melancarkan serangan"
Padahal sebelum berlangsungnya pembicaraan tersebut, perempuan itu sudah mengatur pernapasan, tetapi justru sengaja dia menggunakan kata-kata itu untuk membuat malu mereka. dan ternyata siasatnya ini mendatangkan hasil.
Bukan saja sebagian besar para jago yang menonton keramaian merasa kejadian ini tidak adil, bahkan Ui Liong
Tootiang, Hay Thian Sin Shu beserta Tan Kia-beng sekalian pun pada merasa bahwa kemunculan Thian Liong Tootiang tidak sesuai pada saatnya.
Thian Liong Tootiang sebagai seorang angkatan tua dari pihak Bu-tong-pay, mana mau mengakui dengan begitu saja? walaupun Majikan Isana Kelabang Emas sudah menantangnya berulang kali ia tidak mau juga untuk turun tangan.
Tetapi justru tindakannya ini tepat mengenai sasaran yang diharapkan. karena yang diharapkan Liuw Lok Yen adalah mengulur waktu lebih lanjut, diam-diam ia melirik sekejap ke tengah udara.
Hari sudah gelap, sang rembulanpun memancarkan sinarnya dibalik awan dalam hati perempuan itu tertawa dingin tiada hentinya, pikirnya, "Heee.... heee.... heee.... kalian jangan merasa bangga dulu, setengah jam kemudian suatu permainan bagus akan berlangsung dihadapan kalian."
Sedang diluaran ia tersenyum.
"Jikalau Tootiang tidak mau juga turun tangan, Liuw Lok Yen pun akan terima perintah saja"
Ia benar-benar pejamkan matanya dan mengatur pernapasan di tempat itu juga.
Tindakannya ini benar-benar berada diluar dugaan tujuh orang ciangbunjin dari tujuh partai besar, diam-diam mereka merasa amat gelisah.
Sedangkan si pengemis aneh yang duduk ditanah lapang depan panggungpun hampir-hampir tak dapat menahan diri, ia tertawa dingin tiada hentinya.
"Toosu tua ini benar-benar sangat tolol," makinya sangat keras. "Bagaimanakah keadaan pada saat ini? buat apa kau
membicarakan pula soal kebajikan serta keadilan. Dalam situasi macam begini menanti rencana busuk pihak Isana Kelabang Emas sudah dimulai, menyesalpun sudah terlambat!"
Pada waktu itulah mendadak terdengar tiupan seruling yang tinggi melengking dan sangat menusuk telinga berkumandang keluar dari atas puncak gunung diikuti dari empat arah delapan penjuru berbunyi suara sahutan yang gegap gempita.
Suara seruling itu kontan saja membuat semua orang yang hadir di tengah kalangan jadi melengak dibuatnya. Hay Thian Sin Su dengan gusar segera meloncat bangun.
"Perbuatan ini pasti permainan setan dari Majikan Isana Kelabang Emas...."
"Perkataan dari Loocianpwee sedikitpun tidak salah" sahut Tan Kia-beng sambil ikut meloncat bangun pula, sewaktu masih ada di gurun pasir pemuda inipun pernah mendengar suara seruling macam begini, "Inilah tanda rahasia dari pihak Isana Kelabang Emas."
Baru saja perkataan tersebut selesai diucapkan, mendadak terdengar suara bentakan keras bergema memenuhi angkasa, "Manusia rendah yang tidak tahu malu, kau berani menggunakan cara yang demikian rendah untuk menghadapi kami".
Sreet! Sreeet! dua sosok bayangan bagaikan terbang sudah meluncur ke depan.
Ternyata mereka adalah Su Hay Sin Tou si pencuri sakti serta Pek-tok Cuncu si rasul selaksa racun.
"Apa yang sudah kalian temukan?" buru-buru tanya pemuda itu.
Belum sempat Su Hay Sin Tou memberikan jawaban, mendadak di atas panggung sudah terdengar suara suitan yang amat keras.
Dari balik tandu yang digunakan majikan Isana Kelabang Emas tadi secara mendadak melayang keluar sesosok bayangan abu-abu yang langsung menubruk ke arah Thian Liong Tootiang yang berada di atas panggung.
Semua peristiwa hampir boleh dikata terjadi dalam waktu yang bersamaan, ketujuh orang ciangbunjin yang ada dihadapannya hampir bersamaan waktunya sama-sama meloncat memberi pertolongan, tetapi ketika itulah Thian Liong Tootiang sudah meloncat bangun dan berturut-turut muntahkan darah segar.
"Kalian tidak usah menggubris diriku lagi, cepat-cepat atur pernapasan untuk menghadapi segala kemungkinan" bentaknya kepada Leng Hong Tootiang dengan mata mendelik.
"Heee.... heee.... heee.... ini hari puncak Si Sim Hong akan menjadi tempat mengubur tulang-tulang kalian, seorangpun jangan harap bisa meloloskan diri dalam keadaan hidup" dari atas panggung secara tiba-tiba berkumandang keluar suara tertawa aneh.
Karena perubahan perubahan besar terjadi berulang kali dan saling susul menyusul maka Tan Kia-beng dengan ketajaman matanya tak berhasil melihat jelas siapakah yang berhasil merobohkan Thian Liong Tootiang
Tapi setelah mendengar orang itu berkata ia baru menemukan bila di atas panggung sudah bertambah dengan seorang nenek tua berwajah buas yang memakai jubah ungu. Wajahnya hitam pekat bagai pantat kuali dengan sepasang
mata aneh yang mendelong ke dalam, sinar hijau yang dipancarkan keluar mencapai jarak sejauh satu depa.
Ketika itu ia sedang berdiri sejajar dengan Liuw Lok Yen.
Tan Kia-beng yang mendengar omongannya amat sombong, dalam hati mulai merasa amat gusar, ia tertawa dingin tiada hentinya.
"Hee hee heee.... aku orang she Tan tidak percaya kalau puncak Si Sim Hong adalah tanah kubur buat kami."
Tubuhnya dengan sebat mencelat ke tengah udara kemudian menubruk ke atas panggung siapa sangka sewaktu ujung kakinya baru saja menempel di atas panggung bayangan tubuh dari si nenek tua serta Liuw Lok Yen sudah lenyap tak berbekas diikuti suara bentakan keras bergema memenuhi angkasa.
Murid murid murtad dari tujuh partai yang berada dibarak sebelah Barat bersama-sama sudah turun tangan berbareng.
Sian Si Hweesio dari Siauw-lim-pay dengan memimpin beberapa puluh orang hweesio gundul sama-sama menerjang ke arah Tan Kia-beng, sedang orang-orang dari Kun-lun-pay serta Ngo Thay Pay menerjang ke arah Ui Liong Tootiang serta Hay Thian Sin Shu sekalian.
Tan Kia-beng yang meloncat naik ke atas panggung dan tidak berhasil mencegat jalan pergi dari Majikan Isana Kelabang Emas serta si nenek tua itu sebaliknya ada segerombol hweesio hweesio gundul menerjang ke arahnya, dalam hati merasa amat gusar, diiringi suara bentakan keras ia mengirim satu babatan dahsyat ke depan.
Sian Si Hweesio beserta murid murid murtad itu kebanyakan merupakan anak murid angkatan kedua, ketiga
yang memiliki kepandaian silat lumayan, tenaga dalam mereka rata rata mempunyaa tiga empat puluh tahun hasil latihan, melihat angin pukulan Tan Kia-beng yang sangat dahsyat menggulung datang masing-masing lantas angkat telapaknya siap-siap menerima datangnya serangan tersebut bersama-sama.
Tetapi gerakan tubuh mereka ada yang terlebih dahulu ada yang akhir, walaupun tenaga gabungan beberapa orang itu berhasil menahan datangnya serangan Tan Kia-beng tapi berhubung adanya tenaga pukulan yang muka belakang tidak berbareng, seketika ada dua orang hweesio yang berada dipaling depan kena terhantam sehingga muntah darah segar dan roboh dari atas panggung.
Para hweesio hweesio ketika itu merasakan datangnya pukulan tersebut amat dahsyat, tak urung dibuat melengak juga.
Sian Si Hweesio karena takut mereka pecah nyali, buru-buru membentak kembali. sepasang telapak tangannya dengan sejajar dada didorong ke depan.
Setelah mendengar suara bentakan tersebut para hweesio lainpun ikut menerjang kemuka sesaat bayangan telapak beterbangan memenuhi angkasa, pukulan angin taupan menyambar dari delapan penjuru.
Walaupun Tan Kia-beng membenci hweesio Saw lim ini karena tidak tahu diri, tapi untuk sesaat ia tak berhasil meloloskan diri dari kepungan.
Demikian halnya pula dengan Ui Liong Tootiang, Hay Thian Sin Shu ayah beranak serta Pek-tok Cuncu dibarak sebelah Timur sewaktu mereka hampir meloncat turun dari barak
mengurunglah murid-murid murtad dari tujuh partai dengan sangat rapat.
Suasana di tengah kalangan dengan cepat jadi kacau balau, walaupun orang-orang yang menonton keramaian ada berjumlah seratus dua ratus orang dan didalamnya terdapat pula jago-jago lihay, tapi mereka tiada berkesatuan dan tiada bertujuan setelah terjadi urusan buru-buru mereka sama-sama menyingkirkan diri jauh jauh.
Hanya pihak Kay-pang serta anak murid tujuh partai saja yang masih tetap mempertahankan ketenangannya.
Suara tiupan seruling dari empat penjuru makin lama semakin kencang, tinggi melengking menyeramkan hati, tapi sama sekali tidak kelihatan juga sesuatu gerakan.
Si pengemis aneh yang melihat Tan Kia-beng sekalian kena terkurung rapat oleh murid murid murtad tujuh partai, saking khekinya sepasang matanya memancarkan cahaya hijau, sambil menuding ke arah ketujuh orang ciangbunjin partai besar bentaknya keras
"Kalian semua sebagai seorang Ciangbunjin mengapa tidak menguasahi anak murid sendiripun tidak becus, inilah yang disebut partai besar kalangan lurus?"
Kena dimaki oleh si pengemis aneh, air muka Ci Si Sangjien berubah jadi memerah. sambil bentaknya keras kakinya ke atas tanah ia menghela napas panjang.
"Tidak kusangka permainan catur kita kali ini sudah salah ambil jalan sehingga menemui kekalahan, satu-satunya jalan pada saat ini hanyalah berdasarkan kemurahan hati Hud-ya kita bereskan dahulu manusia-manusia murtad tersebut."
Habis berkata ia lantas meloncat ke depan untuk menerjunkan diri ke dalam kalangan.
"Heee.... heee.... heee.... apa kau kira dengan berbuat demikian lantas bisa meloloskan diri dari kurungan?" jengek si pengemis aneh sambil tertawa dingin. "Jikakau kalian ikut menerjunkan diri ke dalam kalangan, bukan saja tidak akan membantu tenangkan suasana sebaliknya akan menciptakan keadaan yang semakin kacau. coba kalian pikir kamu semua adalah sama-sama Hweesio serta Toosu, secara bagaimana kalian hendak membedakan mana kawan mana musuh?
"Apalagi Majikan Isana Kelabang Emas justru hendak memaksa kalian untuk berbuat demikian sehingga ia bakal jadi nelayan untung yang tinggal menarik rejeki, Menurut pandangan aku si pengemis, walaupun jumlah murid murtad banyak tapi belum tentu mereka bisa mengapa apakan musuhnya tujuan kita yang terutama pada saat ini adalah secara bagaimana menghadapi serbuan dari orang-orang Isana Kelabang Emas."
Mendengar perkatan itu Ci Si Sangjien lantas menarik kembali badannya dan meloncat mundur ke belakang, ia berpaling ke arah Leng Hong Tootiang.
"Bagaimana menurut pendapat Too-heng?"
Walaupun pada hari biasa Leng Hong Tootiang bersikap ramah tapi melihat perubahan besar yang berlangsung dihadapan matanya ia tak dapat menahan golakan dihatinya lagi.
"Harap semua partai suka membentuk barisan untuk mempersiapkan diri terhadap serangan lawan. Pinto punya cara untuk menghadapi murid murid murtad tersebut."
Anak murid yang dibawa oleh tujuh partai besar kali ini kebanyakan merupakan jago-jago pilihan yang rata rata memiliki kepandaian dahsyat.
Walaupun saat ini keadaan sudah amat kritis tapi tak kelihatan sedikit sikap gugul atau kagetpun diantara mereka.
Setelah Leng Hong TOotiang berseru, semua orangpun tersadar dari lamunan, demikianlah pihak Kun-lun-pay serta Bu-tong-pay masing-masing mengatur barisan Kiow Kong Pat Kwa Kiam Tin nya, sedang anak murid Siauw-lim-pay mengatur barisan Loo han Tin nya yang terkenal sangat kokoh dan ampuh.
Sebaliknya pihak Go-bie pay serta Ngo Thay Pay empat partai membentuk barisan Su Siang Tin yang sangat besar, dibawah sorotan sinar rembulan terlihatlah wajah setiap orang penuh dilapisi oleh nafsu membunuh yang berkobar kobar.
Pada waktu itu suara seruling sudah berhenti berbunyi, suara jeritan ngeri saling susul menyusul bergema dari punggung gunung, tidak usah diragukan lagi tentu orang-orang kangouw yang datang menonton keramaian sudah menemui ajalnya di tengah jalan.
Dengan wajah serius Leng Hong Tootiang menyapu sekejap keseluruh kalangan, melihat anak murid tujuh partai besar sudah bersiap sedia, sedang anak murid Kay-pang pun telah menyebar dilapangan yang luas. sambil menarik tangan Ci Si Sangjien ia baru meloncat ke arah Tan Kia-beng.
"Murid-murid murtad macam itu sudah sepatutnya menemui kematian" bentaknya keras. "Harap Tan Sauw hiap serta Thay-hiap sekalian suka turun tangan kejam, tidak usah menaruh belas kasihan lagi kepada mereka, dan maafkan pinto sekalian tak dapat ikut campur".
"Haaa.... haaa.... haaa.... sekalipun kau tidak berbicara merekapun tak bakal mendapatkan kebaikan" sahut Su Hay Sin Tou sambil tertawa terbahak-bahak.
Terdengar suara jeritan ngeri berkumandang memenuhi angkasa, seseorang anak murid Kun-lun Pay sudah kena dibabat sehingga tubuh beserta pedangnya mencelat satu kaki tingginya ke tengah udara.
Diikuti Hay Thian Sin Shu, Ui Liong Tootiang serta Pek-tok Cuncu sekali dengan mengerahkan tenaga lweekangnya yang amat sempurna membabat rubuh beberapa orang.
Walaupun jumlah murid murid murtad itu ada lima, enam puluh orang banyaknya tetapi dengan kekuatan mereka tidak mungkin bisa menandingi keempat orang manusia aneh yang sudah tidak dalam Bulim, ditambah lagi sebilah pedang pendek Leng Poo Sianci yang tajam dan ganas, dimana cahaya hijau berkelebat lewat, musuhnya kontan terkurung dalam tekanan pedangnya.
Tidak selang beberapa saat suara jeritan ngeri semakin sering terdengar, sekalipun orang-orang itu menyeleweng karena hasutan pihak Isana Kelabang Emas tapi di dalam pandangan Leng Hong Tootiang ia merasa tidak lega, setelah menghela nafas dan geleng kepala ia putar badan lantas berlalu.
---ooo0dw0ooo---
Kita balik pada Tan Kia-beng yang begitu munculkan diri lantas terkurung oleh murid murid murtad dari Siauw-lim-pay, walaupun dalam hati merasa mendongkol bercampur gusar tapi ia tidak ingin keluarkan seluruh tenaganya.
Setelah bergebrak beberapa saat, hweesio hweesio itu bukannya mengundurkan diri sebaliknya makin lama semakin
lancar, hatinya jadi kheki juga, karena tujuannya yang paling utama adalah bergebrak melawan majikan Isana Kelabang Emas. tapi setelah terhadang oleh hweesio hweesio itu ia lantas sadar jika tidak turun tangan kejam mungkin sulit untuk meloloskan diri.
Hawa murni disalurkan mengelilingi seluruh tubuh, setelah membentak keras berturut-turut ia mengirim dua buah pukulan yang sangat dahsyat kemuka.
Tenaga dalam yang dimilikinya saat ini benar-benar luar biasa, laksana gulungan angin taupan menghantam dua orang hweesio yang berada dipaling depan sehingga muntah darah segar dan bagaikan peluru ketepil mencelat jauh dari atas panggung.
Kejadian ini membuat para hweesio lainnya rada tertegun dibuatnya.
Dalam waktu yang amat singkat kembali Tan Kia-beng melancarkan serangan dengan menggunakan ilmu pukulan Siauw Siang Chiet Ciang, hawa pukulannya lembut tak bertenaga tapi menerjang tiada berkeputusan, seketika ada beberapa orang hweesio kembali terpukul luka.
Pada mulanya karena di tempat itu ada majikan Isana Kelabang Emas bertindak sebagai tulang punggung, para murid murtad ini masing-masing bersemangat tinggi dan berusaha untuk menunjukkan baktinya kepada sang majikan.
Tetapi setelah lama bergebrak dan tidak kelihatan juga barang seorang anggota Isana Kelabang Emas pun yang munculkan diri mereka mulai berdesir.
Diam-diam Sian Si Hweesio melirik sekejap kesamping, ketika dilihatnya tujuh partai besar sudah membentuk barisan diempat penjuru sedang Tan Kia-beng sekalian walaupun
berjumlah sangat kecil tapi setiap orang memiliki kepandaian yang luar biasa dan keenam tujuh puluhan orang yang mengerubuti dirinya tidak selang beberapa saat sudah ada dua puluh orang yang meninggal atau terluka. dalam hati lantas sadar jika pertempuran ini diteruskan lebih lanjut, maka seluruh pasukannya bakal musnah.
Terburu-buru dalam hatinya mengambil keputusan untuk mundur, mendadak ia menarik kembali serangannya seraya membentak keras, “Kita mundur dulu. Biarlah mereka dibereskan oleh orang-orang kita...."
Tubuhnya langsung meloncat turun tadi atas panggung dan siap melarikan diri diikuti kepala kepala gundul lainnnya.
Begitu murid murtad Siauw-lim-pay mengundurkan diri, toosu toosu murtad lain ikut mengambil tindakan yang sama, mereka sama-sama menarik kembali serangannya sambil menerjang keluar dengan terbirit birit.
Sejak permulaan Tan Kia-beng memang ada bermaksud untuk bergebrak melawan manusia manusia tersebut melihat mereka membubarkan diri iapun tidak melakukan pengejaran, tubuhnya dengan ringan melayang turun ke atas permukaan tanah.
Hay Thian Sin Shu beserta Ui Liong Tootiang sekalianpun semakin tidak ingin bergebrak lebih lanjut, melihat mereka mengundurkan diri dengan sendirinya beberapa orang jago tua inipun pada berhenti bergerak.
Yen Yen Thaysu yang sedang pejamkan mata mengatur pernapasan, pada saat ini lukanya boleh dikata sudah sembuh sebagian besar, mendadak ia buka mata dan membentak keras, "Binatang, kau masih ingin melarikan diri?"
Mendadak tubuhnya menubruk ke depan sepasang tangannya bersama-sama didorong mengirim satu pukulan yang maha dahsyat.
Bagaikan angin puyuh yang disetai sambaran geledek, serangan itu dengan hebatnya menggulung ke arah murid murid murtad tujuh partai yang sedang melarikan diri.
Orang-orang itu sama sekali tidak menyangka kalau Yen Yen Thaysu yang sedang menderita luka masih bisa melancarkan serangan, dalam keadaan terkejut mereka sama-sama mundur ke belakang, tetapi karena datangnya serangan amat cepat beberapa orang yang berada dipaling depan sudah kena tersapu oleh datangnya angin pukulan itu sehingga muntah darah dan roboh terjengkang ke atas tanah.
Dengan adanya hadangan dari Yen Yen Thaysu ini, maka tujuh orang ciangbunjin dari tujuh partai besar yang berada jauh beberapa kaki dari tempat itu bersama-sama unjuk gigi pula.
Loo Hu Cu sambil menggetarkan pedang kunonya segera membentak keras.
"Kita bereskan dulu manusia manusia murtad ini!"
Pedangnya dengan membentuk pelangi panjang ke depan. demikianlah setelah Bo-bie pay turun tangan, partai partai lainpun sama-sama ikut mencabut pedang dia menerjang ke depan.
Seketika itu juga cahaya golok bayangan pedang berkelebat menyilaukan mata, angin pukulan menderu-deru, suatu pertarungan yang maha sengit sudah berlangsung dengan dahsyatnya.
Sian Si Hweesio yang melihat keadaan tidak menguntungkan dengan cepat mengambil keluar tasbeh Jan Siang Cu yang terselip dalam sakunya lalu digoyang-goyangkan dihadapan anak anak murid Sauw-lim sie, bentaknya keras, "Kalian benar-benar bernyali sungguh berani menentang penguasa tasbeh Jan Siang Cu, apakah kalian mau bentrok?"
Yen Yen Thaysu dengan wajah gusar melototkan sepasang matanya, dengan wajha berubah merah darah ia menggembar kalap, "Loo lap lebih suka terima hukum menghadap dinding selama tiga tahun daripada melihat kau murid durhaka terus menerus membuat keonaran."
Tanpa memperdulikan peraturan perguruan lagi ia mengirim satu pukulan gencar menghajar badan Sian Si Hweesio.
Sang Hweesio murtad itu jadi terperanjat, terburu-buru ia menarik kembali tasbehnya dan mundur ke belakang.
Tapi Yen Yen Thaysu mana suka membiarkan dia meloloskan diri, diiringi suara tertawa panjang iapun ikut mengejar dari belakang dan seketika itu juga mengurung dirinya ke dalam kepungan bayangan telapak.
Melihat pertempuran antara saudara seperguruan yang sedang berkobar dengan sengit diantara sesama tujuh partai besar, diam-diam Tan Kia-beng menghela napas panjang.
Sebaliknya Su Hay Sin Tou tertawa terbahak-bahak.
"Haaa.... haaa.... haaa.... itulah akibatnya jika pada hari hari biasa menerima murid semau sendiri demi kekuatan partai, aku takut bilamana kalian sudah lelah dalam pertarungan antar sesama saudara seperguruan maka pihak Isana Kelabang Emas segera akan melancarkan serbuannya".
"Kalau begitu kita harus turun tangan membantu mereka dalam membereskan murid murid durhaka itu!" sela Leng Poo Sianci dari samping.
Su Hay Sin Tou tertawa dingin tiada hentinya.
"Heee.... heee.... heee.... mereka semua hanya terdiri dari toosu dan hweesio, orang lain tak bakal boleh ikut campur!"
Sedangkan Ui Liong Tootiang sendiri, perlahan-lahan mendongak ke atas memandang cuaca. mendadak katanya, "Kemungkinan sekali saat ini sudah mendekati kentongan ketiga, daripada kita harus menanti terus di tempat ini jauh lebih baik pergi cari mereka untuk bikin perhitungan"
"Tidak boleh jadi, tidak boleh jadi." buru-buru Hay Thian Sin Shu menggeleng dan menolak usul tersebut. "Pertama, pihak musuh gelap kita terang belum tentu kita berhasil menemukan mereka, kedua, jika kita pergi dari sini maka keadaan tujuh partai besar akan sangat berbahaya, pada saat itu kematian yang bakal mereka derita akan semakin berat lagi."
Ketika beberapa orang ini sedang berunding, suara jeritan ngeri berkumandang saling susul menyusul memotong pembicaraan mereka, ketika beberapa orang jago tua ini angkat kepalanya maka terlihatlah pihak tujuh partai besar pada saat ini sudah peroleh kemenangan, banyak murid murtad yang sudah roboh jadi mayat, dan kini tinggal beberapa orang hweesio Siauw lim saja yang masih ngotot melakukan perlawanan mati-matian.
Sian Si Hweesio itu pentolan penhianat dari Siauw-lim-pay pun sudah berhasil dirobohkan oleh Yen Yen Thaysu dan tasbeh Jan Siang Cu pun kena direbut kembali.
Tapi, walaupun ciangbunjin dari tujuh partai berhasil menguasahi keadaan dan membasmi murid-murid durhaka,
tapi merekapun sudah kehilangan banyak tenaga, bahkan ada beberapa orang pula yang sudah terluka dan kini sedang membalut luka-luka tersebut.
Tiba-tiba....
Beberapa rentetan suara suitan yang amat nyaring berkumandang memecahkan keheningan kemudian disusul dengan munculnya tujuh delapan sosok bayangan hitam yang langsung menerjang ke arah gerombolan orang-orang tujuh partai.
Suara dengusan berat bergema silih berganti, Loo Hu Cu yang melihat kejadian itu dengan gusar meraung keras, pedangnya digetarkan menyambut datangnya orang-orang itu diikuti pula oleh Leng Hong Tootiang serta Ci Si Sangjien sekalian.
Suatu pertarungan sengit segera berkobar lagi di tengah kalangan.
OoooO
Dengan ketajaman mata Tan Kia-beng sekali kelebatan ia sudah mengenali kembali kalau beberapa sosok bayangan tubuh tersebut bukan lain adalah Sam Biauw Ci Sin, Kui So Sian Ong serta Tou Yen Lu beberapa orang, tak terasa lagi alisnya berkerut tubuhnya bergerak siap memberi bantuan.
Melihat gerakan dari sang pemuda, buru-buru Ui Liong Tootiang goyangkan tangannya menghadang.
"Dengan kekuatan beberapa orang itu rasanya sudah cukup untuk menghadapi mereka, buat apa kau ikut campur, aku rasa siasat busuk dari pihak Isana Kelabang Emas sudah akan dilangsungkan."
Belum habis ia berkata, suara tiupan seruling sudah bergema kembali dari empat penjuru.
Su Hay Sin Tou kontan tertawa terbahak-bahak.
"Haa.... haa.... haa.... bagaimanapun manusia tidak pernah selamanya melakukan pekerjaan bersembunyi-sembunyi bagaikan cucu kura kura" ejeknya.
"Oouw.... benarkah?" mendadak sambung seseorang dari tempat kejauhan Malam ini aku Liuw Lok Yen ingin mengandalkan serangkaian ilmu kepandaianku hendak coba-coba menemui kalian manusia manusia yang menganggap dirinya genah."
Angin sesak berhembus lewat, si majikan Isana Kelabang Emas Liuw Lok beserta si nenek tua berbaju ungu itu dengan amat ringan sudah melayang turun ke tengah kalangan diikuti berhembusnya bau harusm, kedua puluh empat orang dara berbaju warna warni, yang menyoren pedang pun bersama-sama munculkan diri disana.
Melihat munculnya Liuw Lok Yen, bersama-sama dengan Ui Liong Tootiang beberapa orang Tan Kia-beng segera berjalan menghampiri.
"Hee hee hee.... menggunakan cara demikian untuk menghadapi orang-orang Bulim di daratan Tionggoan, apakah kau tidak merasa tindakan tersebut terlalu kejam?" jengek sang pemuda sambil tertawa dingin.
Alis Liuw Lok Yen melentik, iapun tertawa sombong.
"Tempo dulu mereka pun pernah mengandalkan kekuatan dari Raja muda untuk membasmi habis seluruh isi Kiem Hoa Tong, apakah ketika itu merekapun pernah memikirkan soal perikemanusiaan?"
Peristiwa yang terjadi tempo dulu pada mulanyapun, disebabkan karena tindak tanduk pihak Kiem Hoa Tongcu terlalu kurang ajar! sambung Ui Liong Tootiang dengan suara lantang. "Kalian mengacau dibeberapa keresidengan Thian Lam dan bermaksud menguasahinya, hal inilah yang menimbulkan kemarahan total bagi orang-orang Bulim. Lalu bagaimana mungkin kalian bisa salahkan para pendekar yang berada dibawah naungan Mo Cun-ong terpaksa harus ambil tindakan? apalagi...."
Belum habis ia berkata, si nenek tua berbaju ungu itu sudah memotong perkataannya sambil tertawa seram.
Urusan dikolong langit selamanya tiada yang sungguh-sungguh betul, rasanya tiada berguna untuk diributkan lebih jauh. jikalau malam ini kau meloloskan diri dari puncak Si Sim Hong maka keluarkan dulu kepandaianmu yang sejati biar aku Hu Sang Popo periksa dulu apakah kalian berhak atau tidak untuk melanjutkan hidup."
Hay Thian Sin Shu tertawa terbahak-bahak.
"Haaa.... haaa.... haaa.... benar! benar! cepat atau lambat akhirnya kita harus beradu kepandaian juga, buat apa ribut mulut dilanjutkan lagi?"
Pada saat itu suara seruling secara mendadak kembali berkumandang memenuhi angkasa, di tengah kegelapan secara tiba-tiba menerjang keluar serombongan manusia manusia aneh yang menyemburkan api dari mulutnya, dibawah sorotan sinar rembulan keadaan mereka mirip seperti munculnya siluman siluman dari akherat, keadaan sangat menyeramkan sekali.
Ketika Majikan Istana Kelabang Emas munculkan dirinya tadi, Lem Lam Coa Sin itu ketua Kay-pang serta Hong jen Sam
Yu sudah berkumpul jadi satu dengan Tan Kia-beng kebetulan waktu itu rombongan manusia aneh munculkan diri menghadang perjalanan mereka.
Terdengarlah suara desiran tajam bergema memenuhi angkasa, cahaya keemas emasan berkelebat menyilaukan mata, bagaikan hujan badai langsung menerjang ke arah beberapa orang jago itu.
"Awas! senjata rahasia Pek Cu Kiem Wu Yen Wie Ciam, cepat cabut keluar senjata bentak si pengemis aneh cepat.
Masih beruntung anak murid pihak Kay-pang selalu mencekal tongkat penggebuk anjing ditangannya, buru-buru mereka pada menggerakkan senjatanya untuk menangkis
Walaupun begitu masih ada juga beberapa puluh orang yang terluka oleh serangan tersebut, kejadian ini kontan saja membuat sang pangcu jadi mencak mencak kegusaran, sambil gerakkan telapak tangannya ia terjang manusia aneh tersebut.
Gerombolan manusia aneh ini bukan lain adalah barisan Pek Kui Yu Hun Tin yang pernah ditemui Tan Kia-beng sewaktu berada dugurun pasir, begitu tiba di tengah kalangan dengan cepat mereka sudah mengurung seluruh anak murid Kay-pang ke dalam barisan.
Tan Kia-beng yang melihat kejadian ini dari tempat kejauhan, segera mengerti kalau pihak Isana Kelabang Emas sudah kerahkan seluruh tenaga yang dimilikinya untuk berusaha merebut kemenangan pada malam ini.
Maka tubuhnya dengan cepat menerjang ke depan, kepada Liuw Lok Yen sambil menjura katanya, "Selamat berjumpa.... selamat berjumpa! tenaga lweekang Hong Mong Cie Khie saudara memang benar-benar menjagoi seluruh Bulim, malam
ini aku orang she Tan memandang kekuatan sendiri ingin minta beberapa patunjuk dari dirimu."
"Aaah! Tan heng tidak usah terlalu sungkan sungkan." sahut Liuw Lok Yen tersenyum. "Jie Khek Kun Yen Cin Khie mu jauh lebih dahsyat, Liuw Lok Yen sudah lama mengaguminya."
Perasaan hati Tan Kia-beng pada saat ini penih diliputi ketegangan. Majikan Isana Kelabang Emas yang misterius dan kejam sudah berada di depan mata, dan karena ia sudah pernah bergebrak melawan murid tertuanya Ci Lan Pak dengan berkesudahan seri maka ini hari dapatkah dia menangkan pertarungan tersebut rasanya masih merupakan suatu teka teki.
Tapi ia tak merasa jeri diam-diam hawa murninya disalurkan mengelilingi seluruh tubuh siap melancarkan serangan.
Kiranya perasaan tegang tidak hanya menyerang pada Tan Kia-beng seorang, melainkan Ui Liong Tootiang, Hay Thian Sin Shu, Pek-tok Cuncu serta Su Hay Sin Tou pun sama-sama merasa suasana semakin tegang, mereka paham bila kepandaian silat yang dimiliki Majikan Isana Kelabang Emas benar-benar sangat luar biasa dan sukar untuk dibendung.
Sebaliknya Liuw Lok Yen sendiri walaupun diluar bersikap sangat sungkan, tetapi diam-diam hawa murninya sudah disalurkan mengelilingi seluruh tubuh, karena ia sudah dua kali menjajal kepandaian silat yang dimiliki pemuda ini dan mengerti bila dalam dunia kangouw saat ini hanya pemuda ini seorang saja yang bisa menandingi dirinya, jika malam ini ia tak berhasil menyingkirkan lawan tangguhnya ini maka impian untuk merajai Bulim rasanya sukar untuk terpenuhi.
Sekarang kedua orang itu sudah berdiri saling berhadapan, masing-masing pusatkan pikiran untuk bersiap sedia dan siapapun tidak ingin turun tangan terlebih dahulu.
Mendadak.... terdengar suara jeritan ngeri berkumandang saling susul menyusul, ketika pemuda she Tan ini melirik sekejap ke samping maka tampaklah beberapa orang anak murid dari tujuh partai besar sudah banyak yang dirobohkan ditangan Sam Biauw Ci Sin sekalian.
Tak terasa lagi ia memaki diri sendiri, karena keadaan yang dihadapi amat kritis dan waktu sangat berharga bagaikan emas. Jika ia berhasil menyelesaikan pertarungan ini lebih cepat maka berarti pula korban yang jatuh pasti lebih sedikit, buat apa mengulurnya lebih lanjut?
Secara mendadak telapak tangannya diputar satu lingkaran, kemudian dengan suara keras bentaknya, "Harap kau bersiap sedia, aku orang she Tan segera akan turun tangan!"
Telapak tangannya dengan ringan ditekan kemuka, serangan tersebut datangnya sangat lambat sekali bahkan sedikitpun tidak membawa angin pukulan, mungkin sekalipun mengenai sasaran tidak akan menimbulkan rasa sakit.
Tetapi di dalam pandangan Liuw Lok Yen hatinya terasa amat bergetar. Walaupun ia memahami ilmu silat dari berbagai partai tapi serangan macam begini baru ditemuinya untuk pertama kali.
Iapun tidak berani berlaku gegabah untuk menerima datangnya serangan tersebut tubuhnya berkelebat dua langkah ke samping ujung bajunya kontan digetarkan mengancam jalan darah "Cie Tie Hiat" pada lengan kanan pemuda tersebut.
Tan Kia-beng dengan sebat menekan lengannya ke bawah, tangan kiri dengan jurus Kiem Liong Sian Can atau naga emas mengembang cakar balas mengancam jalan darah "Ci Bun Hiat" dari Liauw Lok Yen.
Liuw Lok Yen menggetar ujung bajunya dengan gerakan "Kiem Liong Ciauw Cien" atau Naga emas saling menggunting menghajar pergelangan Tan Kia-beng sedang kakinya laksana sambaran petir melancarkan serangan berantai.
Tan Kia-beng tertawa panjang, badannya meloncat ke tengah udara, sedang sepasang telapaknya digetarkan berulang kali, cepat laksana sambaran kilat, dahsyat bagaikan angin taupan, hanya dalam sekejap mata ia sudah mengirim delapan belas buah serangan gencar.
Ujung baju hijau Liuw Lok Yen berkibar tubuhnya bagaikan seekor kupun kupu beterbangan di tengah kurungan bayangan telapak sang pemuda, saat itu juga ia mengirim serangan balasan.
Begitu kedua orang saling melancarkan serangan, orang-orang yang menonton dari samping kalangan segera merasakan matanya berkunang-kunang, mereka hanya menemukan dua gulung bayangan manusia, sebentar merapat sebentar merenggang, ada maju ada mundur, gerakannya buas bagaikan tubrukan burung elang ganas bagaikan harimau, gesit bagaikan kupu kupu dan lincah bagaikan burung walet, setiap serangan yang dilancarkan tentu merupakan suatu gerakan yang aneh dan sukar untuk diraba arah tujuannya.
Ui Liong Tootiang, Hay Thian Sin Shu, Su Hay Sin Tou serta Pek-tok Cuncu yang biasanya menganggap dirinya sebagai jagoan Bulim saat ini dibuat melongo-longo dengan mata
terbelalak, seluruh perhatian mereka terhisap oleh kesempurnaan serta kelihayan dari gerakan kedua orang itu.
Terutama sekali siasap dan mega selaksa li Lok Tong mimpipun ia tidak pernah menyangka kalau muridnya bisa memperoleh kemajuan yang sedemikian pesatnya.
Masing-masing orang hanya dalam beberapa waktu sudah saling menyerang sebanyak ratusan jurus lebih, dalam hati mereka sama merasa terperanjat dan mengerti bila musuh yang ditemuinya saat ini merupakan musuh tangguh yang belum pernah dijumpai selama ini.
Ketika itu pertarungan antara Tan Kia-beng dengan Liuw Lok Yen sudah tidak secepat pertarungan pertama tadi, karena saat ini mereka masing-masing pihak berusaha untuk memperhatikan gerak tipu musuh.
Setiap kali lewat beberapa waktu mereka baru mengirim satu serangan gencar dan dibalik serangan itu tentulah tersembunyi beberapa buah perubahan yang amat lihay.
Diikuti satu serangan barlaku, serangan mematikan kedua menyusul tiada putusnya.
Majikan Isana Kelabang Emas harus mengeluarkan seluruh kepandaian yang dimiliki untuk menghadapi pihak lawan, sebaliknya Tan Kia-beng pun harus mengeluarkan semua kepandaian yang didapatkannya dari kitab pusaka Teh Leng Cin Keng serta Sian Tok Poo Liok.
Pertarungan yang mendebarkan hati ini berturut turut berlangsung selama satu jam lebih dibawah sorotan sinar rembulan, tetapi masing-masing pihak tidak juga berhasil menentukan siapa menang siapa kalah.
---ooo0dw0ooo---
JILID: 19
Dengan cepat pikiran Liuw Lok Yen berputar, akhirnya ia mengambil keputusan untuk mencari kemenangan dengan mengandalkan kesempurnaan tenaga lweekangnya, ia hendak mengandalkan penemuannya yang aneh untuk menekan dan merubuhkan pemuda lawannya.
Sekonyong-konyong....
Ujung baju diangkat, muncullah sepasang telapak tangan yang putih bersih bagaikan salju. Dengan sejajar dada ia mendorong tangannya ke depan. Segulung hawa pukulan yang keras bagaikan ambruknya gunung Thaysan serta jebolnya tanggul besar menggulung dahsayt ke arah tubuh lawan.
Serangan kali ini sudah menggunakan seluruh tenaga lweekang yang dimilikinya sudah tentu kedahsyatannya bukan alang kepalang bilamana serangan tersebut menyambar lewat angin pukulan menderu deru memekik telinga.
Su Hay Sin Tou yang melihat pertarungan tersebut dari samping kalangan, kontan merasakan hatinya berdebar debar, siasap dan mega selaksa li menyalurkan lidahnya sambil menggeleng, diam-diam mereka pada ikut merasa tegang bagi keselamatan sang pemuda sehingga keringat dingin mengucur keluar sangat deras.
Keadaan Leng Poo Sianci lebih parah lagi, hatinya berdebar keras seperti mau melompat keluar saja dari dadanya, sepasang mata terbelalak lebar-lebar.
Tan Kia-beng yang sedang pusatkan pikiran untuk memunahkan serangan lawan, mendadak merasa datangnya
angin pukulan sangat dahsyat sehingga suasana diempat penjuru terasa jadi berat, hawa udara seperti membeku yang membuat napas jadi sesak, hatinya jadi sangat bergidik.
Mendadak alisnya melentik, hawa murni disalurkan mengelilingi seluruh badan kemudian bersuitan nyaring menimbulkan suara yang memekikkan telinga.
Sepasang telapaknya diputar, dibabat lalu didorong ke depan, inilah jurus serangan "Jiet Ceng Liong Thian".
Serangan balasan ini dikirim dengan kecepatan luar biasa, segulung angin pukulan yang maha kuat dengan diiringi suara desiran tajam laksana merekahnya tanah dan ambruknya gunung menghajar kemuka.
"Braaak!" diikuti meledaknya suara bentrokan tajam muncullah dua liang tanah yang sangat dalam oleh tekanan dari bentrokan kedua gulung hawa murni tersebut.
Bukan begitu saja bahkan muncul pula berpuluh puluh desiran angin putaran yang memancar keempat penjuru.
Tan Kia-beng terpukul mundur sejauh empat langkah ke belakang sedang majikan Isana Kelabang Emas sendiri terdorong mundur sejauh lima depa.
Dengan terjadinya bentrokan ini dalam hati masing-masing pihak lantas mempunyai perhitungan sendiri mereka merasa kekuatan kedua belah pihak adalah seimbang dan siapapun tak berhasil memperoleh keuntungan.
Air muka Liuw Lok Yen berubah dingin kaku bagaikan es, hawa membunuh muncul di atas wajahnya, ujung baju berkelebat dan sekali lagi ia menerjang kemuka.
"Heee.... heee.... heee.... kepandaian silat yang dimiliki Tan heng benar-benar luar biasa, silahkan kau terima kembali satu seranganku ini" bentaknya seram
Tan Kia-beng menarik napas panjang, hawa murninya disalurkan mengelilingi seluruh tubuhnya satu kali kemudian tertawa lebar.
"Silahkan saudara turun tangan sekuat tenaga, cayhe akan mengiringinya dengan taruhan nyawa."
Delam kesempatan tanya jawab ini, kembali kedua belah pihak saling mengirim satu pukulan dengan kecepatan luar biasa.
Di dalam serangan kali ini, masing-masing pihak sudah menambahi tenaganya sebesar dua bagian.
Tapi, kehebatannya tidak sedahsyat bentrokan yang pertama, di tengah mengepulnya debu serta pasir suara ledakan keras bergema memenuhi angkasa. Sebuah barak yang berada beberapa kaki jauhnya dari kalangan kena terpukul pental oleh desiran angin pukulan terdengar sehingga roboh hancur berantakan.
Di tengah suasana yang amat suram itulah masing-masing pihak mundur dua langkah ke belakang.
Setelah mengalami dua kali bentrokan keras, hawa murni Liuw Lok Yen mulai merasa tidak lancar, sedang hawa membunuh yang berkelebat di atas wajahpun semakin tebal. Buru-buru ia kumpulkan hawa murninya yang masih tersisa dibadan, seraya membentak keras.
"Awas! aku Liuw Lok Yen akan mengirim pukulanku yang terakhir."
Pada saat itu Tan Kia-beng sendiripun merasa bahwa hawa murninya bergolak sangat keras dan keadaan bagaikan anak panah di atas busur yang secara bagaimanapun harus dilepaskan.
Mendadak sepasang matanya mendelik, dengan memancarkan cahaya tajam sahutnya lantang, "Dalam pertemuan malam ini masing-masing pihak ada maksud untuk mempertahankan pendapat masing-masing, lebih baik kita adu jiwa dulu baru kemudian berbicara lagi."
"Heee.... heee.... heee.... Semangat Tan heng berkobar kobar, hal ini membuat aku Liuw Lok Yen merasa sangat kagum.
Ujung bajunya kontan dikebutkan ke depan, segulung kabut hijau yang amat tebal secara tiba-tiba mengalir keluar dari balik baju dan membentuk segulung hawa tekanan yang tak berwujud mengurung seluruh tubuh Tan Kia-beng.
Ilmu sian Thian Cin Khie macam ini termasuk ilmu yang teratas dari aliran Sian Bun, kedahsyatannya luar biasa dengan mempunyai daya tahan yang tak tertembuskan, setiap kali menemui daya perlawanan semakin besar maka daya tekanan yang ditimbulkanpun semakin hebat.
Ketika itu Tan Kia-beng pun sudah kumpulkan hawa murni Jie Khek Kun Yen Cin Kie nya keseluruh badan, sepasang telapak dengan cepat didorong ke depan dada. Setelah membentuk gerakan Thay-khek, lalu secara tiba-tiba ia menghajar tubuh musuhnya, ilmu Jie Khek Kun Yen Kan Kun So pun sudah disalurkan keluar.
Seluruh harapan Ui Liong Tootiang sudah ditumpahkan ke dalam ilmu kepandaian Jie Khek Kun Yen Kan Kun So ini, walaupun manja kuat tapi tak urung pada saat ini merasa
tegang juga sehingga matanya melotot bulat bulat, langkahnya bergerak mundur berulang kali.
Di tengah suara bentrokan dan ledakan yang maha dahsyat, kedua gulung angin pukulan Sian Thian Cin Khie tersebut sudah terbentur satu sama lainnya. Sreet! sreet! angin tajam memancar keempat penjuru menggetarkan ujung baju seluruh jago yang ada disamping kalangan sehingga berkibat tiada hentinya dan terdorong mundur ke belakang.
Oleh pukulan Jie Khek Kun Yen Kan Kun So ini tubuh Liuw Lok Yen tergetar keras dan mencelat ke tengah udara untuk berjumpalitan beberapa kali kemudian roboh ke atas tanah.
Sebaliknya Tan Kia-beng sendiri merasakan dadanya seperti terhantam martil berat badannya terpukul mundur tujuh, delapan langkah ke belakang lalu jatuh terduduk pula ke atas tanah.
Melihat kejadian itu saking kagetnya Leng Poo Sianci menjerit tertahan, tubuhnya segera meloncat ke depan disusul oleh siasap dan mega selaksa lie Lok TOng, Su Hay Sin Tou, Pek-tok Cuncu beberapa orang.
Siapa nyana, sewaktu masing-masing pihak sama-sama menderita luka itulah dari tengah kalangan kembali terdengar suara suitan aneh bergema memenuhi angkasa, kiranya Hu San g Popo bagaikan burung elang sudah mencelat ke tengah udara dan langsung menubruk ke arah Tan Kia-beng.
Hay Thian Sin Shu serta Ui Liong Tootiang yang melihat kejadian itu segera membentak keras, masing-masing orang mengirim satu babatan keras ke arah si nenek tua itu.
Kedua orang ini merupakan jago kelas wahid dalam Bulim saat ini, apalagi serangan dilancarkan dengan sepenuh tenaga, sudah tentu kekuatannyapun luar biasa.
Tampaklah dua gulung angin pukulan yang maha dahsyat bagaikan putaran roda menggulung ke arah badan Hu Sang Popo yang sedang menerjang ke arah bawah itu.
Sekalipun tenaga dalam Hu Sang Popo amat tinggi, iapun tidak berani menempuh bahaya dengan taruhan nyawa sendiri. Tubuhnya yang masih berada di tengah udara segera berjumpalitan, sepasang ujung baju dikebut dan badannya kembali meluncur naik setinggi tujuh, delapan depa. Dengan amat tepat sekali kedua gulung angin pukulan itu menyambar lewat dari bawah kakinya.
Setelah lolos dari ancaman pukulan, nenek tua itu baru melayang turun ke atas permukaan tanah.
Tapi justru dikarenakan keterlambatan inilah, ia sudah berhasil dihadang oleh Hay Thian Sin Shu.
"Hmm! kau sudah hidup sedemikian tuanya, ternyata masih juga ada maksud hendak membokong seorang boanpwee yang sedang terluka, apakah kau tidak merasa malu?" jengek si orang tua itu sambil mendengus dingin.
Hu Sang Popo adalah guru dari Liauw Lok Yen itu Majikan Isana Kelabang Emas. Semasa kecilnya ia adalah seorang gadis suku Biauw yang kerjanya memetik daun teh.
Pada suatu hari ia tersesat disebuah gunung, tanpa sadar gadis tua ini sudah tiba di sebuah gua kuno dan secara kebetulan menemukan seluruh kepandaian silat peninggalan seorang Ni kouw yang wafat disana.
Di dalam gua itulah akhirnya ia berlatih tekun dan akhirnya berhasil memiliki serangkaian ilmu silat yang tiada taranya.
Ketika Kiem Hoa Tongcu menderita kekalahan dan Liuw Lok Yen melarikan diri ke tengah hutan, kebetulan ia telah
berjumpa dengan dirinya dan terakhir berhasil mendapat didikan serangkaian ilmu silat yang sangat dahsyat.
Hu Sang Popo sejak dilahirnya hidup di tengah gunung dan jarang sekali berhubungan dengan orang bahkan hidupnya pun tergantung dari minum darah binatang. oleh sebab itulah wataknya jadi buas, ganas dan kejam.
Terhadap makian dari Hay Thian Sin Shu tersebut nenek tua itu tidak ambil gubris sepasang matanya berputar putar kemudian tertawa dingin tiada hentinya.
"Heee.... heee.... heee.... ia berani melukai muridku, aku akan cabut nyawanya"
Hay Thian Sin Shu serta Ui Liong Tootiang yang mendengar perkataan itu sama-sama merasa terkejut, kepandaian silat yang dimiliki Majikan Isana Kelabang Emas sudah luar biasa liehaynya, jelas kepandaian gurunya jauh lebih dahsyat.
Tapi kedua orang itu adalah jago-jago kangouw yang mempunyai kedudukan sangat terhormat, sudah tentu mereka tak bakal dijera oleh ancaman tersebut.
Ui Liong Tootiang tertawa dingin tiada hentinya.
"Liauw Lok Yen hanya menderita luka parah karena beradu kepandaian, dengan musuh buat kau begitu gelisah, coba aku mau tanya, bagaimana pula tanggapanmu terhadap orang-orang Bulim yang menemui ajalnya dibawah cengkeraman iblis orang-orang Isana Kelabang Emas kalian?"
"Soal ini aku tidak mau menggubris, ayoh cepat menyingkir semua!" bentak Hu Sang Popo semakin gusar.
Ujung baju dikebutkan kemudian segulung angin pukulan berkabut hitam bagaikan gulungan ombak disamudra menghajar ke depan.
Ui Liong Tootiang bergidik ia membentak keras, hawa murninya buru-buru disalurkan mengelilingi seluruh tubuh kemudian didorong ke depan.
Segulugn hawa Khie-kang yang dahsyat mengalir keluar menyambut datangnya hawa pukulan berkabut hijau itu.
Siapa nyana, ketika hawa pukulan Khie-kang itu menerjang masuk ke dalam kabut hijau ternyata kekuatannya sudah punah sama sekali, Hay Thian sin Shu sebagai seorang yang berpengalaman begitu merasakan keadaan kurang beres hawa sakti Lie Hwee Sin Kang nya segera dikumpulkan dan membabat dari samping badan.
Walaupun kedua orang itu turun tangan berbeda waktu, tapi kekuatannya sama-sama dahsyat.
Kendati begitu, Ui Liong Tootiang masih terpukul juga oleh segulung hawa tekanan yang tak berwujud sehingga darah di rongga dadanya bergolak keras, tak kuasa lagi badannya mundur lima langkah ke arah belakang.
Hay Thian Sin Shu yang melancarkan serangan dari samping, keadaannya jauh lebih menguntungkan dan tidak sampai tergetar oleh hawa pukulan pihak lawan, walaupun begitu hatinya merasa terkejut juga sukar dilukiskan, ia melirik sekejap ke arah Hu Sang Popo yang saat ini masih berdiri tak bergoyang di tempat semula, sinar matanya dengan pandangan menghina sedang memandang ke arahnya, hal ini semakin mengejutkan hatinya.
Mendadak nenek tua itu meloncat kembali ke tengah udara dan langsung menubruk ke arah Tan Kia-beng yang sedang menyembuhkan lukanya di atas tanah.
Su Hay Sin Tou serta Pek-tok Cuncu yang sedang melindungi keselamatan pemuda tersebut, ketika melihat Hu
Sang Popo menubruk datang kembali kedua orang itu sama-sama mengirim satu pukulan ke depan diiringi suara bentakan keras.
"Kau berani!"
Sreet! dua gulung angin pukulan yang maha dahsyat menghajar ke arah luar.
Tenaga dalam kedua orang siluman tua ini amat sempurna, bersamaan itu pula kunci dalam badannya sudah tertembus, tenaga dalam mereka sudah berada diantara tenaga dalam Ui Liong Tootiang.
Saat ini dikarenakan hendak menolong Tan Kia-beng, mereka berdua sudah kerahkan seluruh kekuatan yang dimilikinya. Tampaklah dua gulung angin pukulan yang satu keras dan yang lain lunak bagaikan gulungan ombak menerjang ketubuh Hu Sang Popo.
Hu Sang Popo yang masih berada di tengah udara, kendati tenaga lweekangnya amat lihay pun belum tentu bisa menerima serangan gabungan dari kedua orang itu, ujung bajunya segera digetarkan dan tubuhnya kembali melayang turun kesebelah kiri.
Baru saja ujung kakinya menempel tanah Su Hay Sin Tou sudah membentak keras, tubuhnya menubruk ke depan seraya teriaknya, "Eeei.... si Ular racun! Apakah saat ini kau masih membicarkaan soal nama besar?"
Tangannya secepat kilat melancarkan delapan buah serangan berantai, padahal tak usah ia berteriak Pek-tok Cuncu pun sudah ikut turun tangan hampir bersamaan waktunya, Jari telapak sama-sama melayang, berturu turut ia mengirim tujuh buah hajaran yang kesemuanya mengancam tempat-tempat bahaya dari tubuh lawan.
Hu Sang Popo yang dua kali kena terhadang, watak buasnya kembali muncul memenuhi benak. Kini melihat Su Hay Sin Tou serta Pek-tok Cuncu turun tangan bersama-sama kegusarannya semakin memuncak ia bersuit nyaring.
"Kalian cari mati?" teriaknya.
Sang tubuh yang berada di dalam kepungan bayangan telapak mendadak berputar kencang, sepasang cakar setannya digerakkan berulang kali menyerang kiri menghajar kanan. Tidak sampai dua jurus ia sudah paksa mundur kedua siluman tua itu, kemudian dengan sebat menerjang ke arah Tan Kia-beng.
Hay Thian Sin Shu serta Ui Liong Tootiang yang sudah bentrok satu kali dengan si nenek tua itu, mereka merasakan kepandaian silat pihak lawan benar-benar luar biasa, walaupun melihat kedua orang siluman tua tersebut sudah turun tangan mereka tetap meloncat ke sisi Tan Kia-beng untuk menjaga segala kemungkinan
Sekarang melihat ia menerjang ke arah mereka, empat pasang telapak bersama-sama didorongkan kemuka.
Kedua orang siluman tua yang ada dibelakangpun pada saat yang bersamaan ikut menubruk datang, Hu Sang Popo dibawah kerubutan empat orang jagoan lihay ternyata sama sekali tidak kelihatan jeri.
Tubuhnya bagaikan segulung angin taupan mengalir dan meluncur tiada hentinya kesana kemari, bersamaan itu pula terasa ada segulung hawa tekanan yang sukar ditahan membentang keempat penjuru.
Dimana cakar setannya melayang, Su Hay Sin Tou mendengus berat dan mundur dengan sempoyongan.
Diikuti suara ledakan keras bergema memenuhi angkasa, Hay Thian Sin Shu dengan wajah merah padam terpental mundur sejauh delapan depa.
Malihat kawan kawannya terluka, Pek-tok Cuncu bersuit gusar.
"Aku si ular beracun akan adu jiwa dengan dirimu." teriaknya.
Sepasang telapak mendadak dibalik, segulung angin pukulan berhawa Im yang sangat hebat menghajar iga kanan si nenek tua itu.
Jurus serangan ini sudah mengerahkan seluruh tenaga yang dimilikinya, kelihayannya bukan alang kepalang.
Tadi sewaktu Hu Sang Popo mendesak mundur Hay Thian Sin Shu, disebabkan tindakannya rada gegabah ia terluka oleh hantaman hawa pukulan Lei Hwee Sin Kang pihak lawan, saat ini kegusarannya sudah lebih mendekati kekalapan.
Melihat sepasang telapak Pek-tok Cuncu dengan diiringi hawa pukulan dahsyat menghajar datang, tubuhnya mendadak berputar kencang sepasang ujung bajunya dikebut ke depan, segulung kabut hijau yang tebal dengan cepat mengalir keluar.
Terdengar suara raungan keras, tubuh Pek-tok Cuncu terpental satu kati tingginya ke tengah udara dan terbanting ke tengah rerumputan.
Masih beruntung tenaga lwekangnya amat sempurna, di tengah udara ia menarik napas panjang lalu dengan paksa kerahkan hawa murninya sehingga waktu tubuhnya melayang turun ke bawah kakinya menginjak tanah terlebih dahulu.
Empat orang jagoan lihay sama-sama mengerubuti seorang nenek tua dan hasilnya tiga orang terluka parah. walaupun beruntung Ui Liong Tootiang berhasil lolos, tapi luka getaran yang barusan ia derita belum sembuh benar-benar.
Oleh karena itu walaupun dalam hati merasa terkejut bercampur gusar, hawa murninya diam-diam disalurkan mengelilingi seluruh tubuh, ia bersiap sedia mengirim satu pukulan yang maha dahsyat Apabila Hu Sang Popo menerjang lagi kemuka.
Setelah berturut-turut melukai empat orang jagoan lihay, Hu Sang Popo pun mulai merasakan hawa murninya tersendat sendat tetapi watak buasnya menekan kesemuanya itu.
Setelah menarik napas panjang panjang ia tertawa seram
"Heee.... hee.... hee.... siapa lagi yang tidak takut mati boleh maju ke depan" tantangnya.
Kakinya selangkah demi selangkah bergerak maju ke depan, ia tetap meneruskan niatnya untuk membinasakan Tan Kia-beng dibawah serangannya.
Leng Poo Sianci yang mencekal pedang dan berjaga jaga disisi Tan Kia-beng begitu melihat ayanya beserta Ui Liong Tootiang tiga orang cianpwee sudah terluka semua, sedang Hu Sang Popo bagaikan iblis mengeluarkan cakar setannya selangkah demi selangkah bergerak mendekat, dalam hati merasa amat cemas.
Akhirnya ia membentak keras, pedang pendeknya dengan disertai serentetan cahaya tajam dibabat ke atas tubuh si nenek tua itu.
Ia sudah lama bersiap sedia, tentu serangan pedangnya kali ini sangat luar biasa dan tak boleh dipandang rendah.
Hu Sang Popo yang melihat datangnya serangan pedang diiringi desiran tajam, ia segera tertawa dingin tiada hentinya.
Ujung baju diangkat lantas dikebut kemuka, terdengar Leng Poo Sianci menjerit kaget, pedang pendek ditangannya kena tergulung ke tengah udara diikuti ujung baju pihak lawan laksana kilat menyambar jalan darah Sian Khie Hiat di atas badannya.
Serangan itu dilancarkan cepat bagaikan taupan, dalam keadaan terperanjat Leng Poo Sianci tak sempat lagi menghindarkan diri dari datangnya serangan mematikan itu.
Dalam keadaan yang amat kritis itulah, mendadak bayangan manusia berkelebat lewat, segulung angin lunak meluncur datang dari tengah udara diikuti teriakan ngeri dari si nenek tua tersebut.
Dengan wajah beringas menahan rasa sakit Hu Sang Popo melayang mundur sejauh delapan depa ke belakang.
Ketika itulah dari tengah udara melayang turun empat orang wanita tua yang memakai pakaian warna warni, dan pada saat yang bersamaan pula disisi tubuh Tan Kia-beng sudah bertambah lagi dengan dua orang gadis cantik, satu berwarna putih yang lain berwarna merah.
Kiranya orang yang menolong Leng Poo Sianci dan menghajar mundur Hu Sang Popo bukan lain adalah Teh Leng Su Ci atau empat orang wanita cantik dari Teh Leng Kauw, sedangkan kedua orang dara yang berdiri disamping Tan Kia-beng bukan lain adalah Pek Ih Loo Sat serta Mo Tan-hong
Setelah rasa terkejut hilang lewat, Leng Poo Sianci baru putar badan, ia melirik sekejap ke arah Tan Kia-beng kemudian berlari kesisi tubuh ayanya Hay Thian Sin Shu.
Setelah mengatur pernapasan beberapa saat, air muka Hay Thian Sin Shu pun telah rada pulih kembali, sambil membuka matanya ia tertawa panjang.
"Haaa.... haaa.... haaa.... luka macam begini masih belum dapat mencabut nyawa ayahmu" serunya.
Pada waktu itu Pek-tok Cuncu, Su Hay Sin Tou serta Ui Liong TOotiang sekalian dengan menahan rasa sakit sudah tiba disisi tubuh Tan Kia-beng, setelah ditelitinya dan melihat air muka pemuda itu kecuali masih kelihatan pucat pasi agaknya sudah sembuh seperti sedia kala, dalam hati merasa heran bercampur kagum atas kesempurnaan tenaga lweekangnya.
Sebaliknya Tan Kia-beng yang melihat wajah beberapa orang loocianpwee Cu yang jauh labih parah, dalam hati merasa amat menyesal.
"Karena urusan boanpwee, akhirnya menyeret pula beberapa orang cianpwee terpaksa harus ikut terjunkan diri pula dalam kancah kekacauan ini, dalam hati aku merasa sangat tidak enak" katanya lambat.
Su Hay Sin Tou tertawa tergelak.
"Saat ini bukan waktu yang tepat untuk mengucapkan kata-kata merendah, coba kau lihat siapakah keempat orang itu, aku si pencuri tua tidak kenal dengan mereka, cepat pergi sapa orang-orang itu!"
Setelah diperingatkan, Tan Kia-beng baru tersadar kembali jika ia belum menyapa Teh Leng Su Ci, terburu-buru badannya meloncat bangun dan menghampiri keempat wanita tua itu.
Tetapi karena waktu itu Teh Leng Su Ci sedang bercakap-cakap dengan Hu Sang Popo maka pemuda ini merasa tidak enak untuk buka suara.
Kiranya sewaktu Hu Sang Popo hendak turun tangan melukai Leng Poo Sianci, mendadak merasakan adanya segulung angin lunak menerjang datang, ia merasa dibalik kelunakan angin pukulan tersebut secara samar-samar membawa kekuatan yang luar biasa.
Dalam keadaan gugup ia tak sempat menangkis lagi, sambil menarik kembali serangannya nenek tua itu mundur delapan depa ke belakang.
Katika itulah ia baru menemukan bila orang yang baru saja melancarkan serangan ke arahnya bukan lain adalah empat orang wanita berusia setengah baya,
Walaupun wataknya ganas dan buas, tetapi dikarenakan baru saja melukai Hay Thian Sin Shu empat orang jagoan lihay, tenaga murninya pada saat ini sudah mengalami kerugian yang amat besar, sudah tentu sikapnya tidak seberangasan tadi.
Sambil memperdengarkan suara tertawa aneh yang mirip jeritan kuntilanak, serunya, "Siapakah kalian berempat? berani benar melancarkan serangan bokongan kepadaku"
Toa ci dari keempat wanita cantik itu Han Bwee tersenyum ramah.
"Kami berempat adalah Teh Leng Su Ci. karena melihat tindakanmu yang ingin turun tangan jahat terhadap seorang boanpwee maka sengaja kami turun tangan mencegah, bagaimana kau bisa menuduh kami sengaja membokong...."
Pada waktu itu Majikan Isana Kelabang Emas pun sudah meloncat bangun, ketika melihat situasi yang dihadapinya dalam hati lantas timbul maksud untuk mengundurkan diri. Ia sudah salah menganggap Teh Leng Su Ci adalah guru dari Tan Kia-beng.
"Kepandaian silat yang dimiliki pemuda she Tan itu saja sudah sedemikian lihaynya apalagi kepandaian yang dimiliki gurunya, sekalipun ia tahu kepandaian yang dimiliki suhunya Hu Sang Popo sukar diukur tapi sepasang kepalan sukar mengalahkan empat tangan, apalagi pihak lawan masih ada Su Hay Sin Tou, Pek-tok Cuncu, Hay Thian Sin Shu serta Ui Liong Tootiang berapa orang.
Oleh karena itu, ia lantas menimbrung dari samping, "Selama ini antara Isana Kelabang Emas dengan Teh-leng-bun tiada ikatan dendam apapun, mengapa perkumpulan kalian begitu ngotot hendak terjunkan diri ke dalam kancah kekacauan ini? hal ini benar-benar membuat aku Liuw Lok Yen merasa tidak paham."
"Hmm! kau andalkan kepandaian silat hendak membasmi seluruh orang Bulim yang ada didaratan Tionggoan, kami Teh-leng-bun sebagai salah satu bagian dari orang-orang Bulim apakah tidak seharusnya ikut campur dalam peristiwa ini?" sambung Tan Kia-beng sambil tertawa dingin. "Apalagi ayahku 'Cu Swie Tiang Cing' Tan Cu Liang tiada ikatan dendam atau sakit hati dengan dirimu, mengapa kau pancing mereka sehingga terkurung dalam gua Pek Kui Yu Hun Tong selama sepuluh tahun? apakah dendam sakit hati ini aku tak boleh aku orang she Tan tuntut kembali?"
"Heee.... heee.... heee.... urusan sudah jadi begini. diributkanpun tiada berguna" kata Hu Sang Popo sambil tertawa aneh. "Lebih baik kita selesaikan saja persoalan ini
dengan mengandalkan kepandaian silat masing-masing, Jikalau kalian Teh Leng Su Ci berhasil mengalahkan diriku barang satu jurus saja, aku segera akan perintahkan orang-orang Isana Kelabang Emas untuk mengundurkan diri dari daratan Tionggoan....
"Perkataan saudara amat tepat, kita tetapkan demikian saja" sambung Han Bwee menyetujui.
Habis berkata secara diam-diam ia salurkan hawa murninya mengelilingi seluruh tubuh, sedang bibirnya masih tersungging satu senyuman.
Hu Sang Popo yang menghadapi musuh tangguh di depan mata, saat ini tidak berani berlaku gegabah lagi. Sepasang lengannya segera disaluri hawa murni sehingga menimbulkan suara gemerutukan yang amat keras.
Badanpun secara mendadak mulur lebih tinggi setengah depa dari keadaan semula, rambut putih di atas kepalanya pada bangun berdiri, selembar wajahnya yang banyak kerutan secara mendadak berubah jadi ungu. sepasang mata memancarkan cahaya hijau dan selangkah demi selangkah maju ke depan
Tan Kia-beng yang menonton keadaan tersebut dari samping kalangan, dengan ketajaman matanya sekali pandang lantas menemukan jika diantara alisnya secara samar-samar kelihatan mengepulnya kabut warna hijau, jelas ia sudah mengerahkan ilmu sakti Hong Mong Cie Khie nya mencapai sepuluh bagian tak terasa hatinya merasa amat kuatir buat keselamatan Teh Leng Su Ci sehingga keringat dingin mengucur keluar dengan amat derasnya.
Setengah detik sebelum pertempuran itu berlangsung, tiba-tiba.... bayangan abu abu berkelebat lewat, seorang hweesio
tua beralis putih tahu-tahu sudah melayang turun ke tengah kalangan diiringi suara pujian keagungan sang Buddha.
"Omintohud! Sicu harap tunggu sebentar. Pinceng ada perkataan hendak disampaikan pada kalian."
Hu Sang Popo yang melihat munculnya si hweesio tua itu, ubuhnya segera tergetar amat keras. badannya mendadak meloncat mundur ke belakang.
Sedangkan Teh Leng Su Ci pun dengan termangu-mangu memandang ke arah hweesio tua tersebut.
"Loo siansu, entah ada urusan apa yang hendak kau sampaikan?" seru Tan Kia-beng seraya maju ke depan memberi hormat.
Si hweesio tua beralis putih ini bukan lain adalah Hwee Huan, terdengar ia memuji keagungan Buddha lalu menyapu sekejap ke seluruh kalangan, katanya lambat-lambat, "Tujuan kedatangan dari pihak Isana Kelabang Emas kali ini ke gunung Ui San, maksudnya hendak menyapu habis semua jago yang ada di dalam Bulim, tapi nyatanya sekarang sudah terbukti bila maksud itu tidak mungkin terjadi. di dalam pertarungan seru tadi aku rasa kalian semua sudah mengerti keadaan masing-masing bukan? karena itu pinceng tidak usah banyak menjelaskan lagi. Dan kini Hu Siang sicu hendak mengandalkan kekuatan seorang diri melawan keempat cianpwee dari Teh Leng Kauw, walaupun belum bisa diketahui siapakah yang memperoleh kemenangan, rasanya suatu pertarungan yang maha sengit tak akan terhindar lagi."
Ia merandek sejenak untuk napas, kemudian sambungnya lebih lanjut, "Di dalam pertarungan gunung Ui san kali ini, semua tempat sudah dinodai dengan darah manusia. seharusnya mulai saat ini pertarungan dibikin selesai. apakah
kalian sungguh sungguh ada maksud hendak beradu sehingga manusia yang terakhir?"
Agaknya orang-orang Isana Kelabang Emas merasa amat jeri terhadap sang pendeta yang bernama Hwee Huan ini, dan semakin jelas lagi keadaan yang sebenarnya pada saat ini, mereka merasa kesempatan inilah yang paling bagus digunakan untuk menarik diri. oleh karena itu tak seorangpun yang buka suara, mereka menantikan reaksi dari pihak lawan.
Tan Kia-beng sendiri, menggunakan kesempatan ketika Hwee Huan berbicara tadi memeriksa sejenak keadaan diseluruh kalangan, ia merasa dari pihak tujuh partai partai besar dimana ada Yen Yen Thaysu, Thian Liong Tootiang beberapa orang ciangpwee serta Sak Ih serta Si Huan yang baru saja datang walaupun bisa menahan serangan dari orang-orang Isana Kelabang Emas tapi belum tentu bisa menangkan keadaan.
Yang paling sengsara lagi adalah anak murid Kay-pang, sejak terkurung dalam barisan Pek Kui Yu Hun Tin dari Im Liem Kui Bo, hingga saat ini tidak kelihatan seorangpun yang berhasil meloloskan diri dari kepungan.
Sebaliknya pertarungan antara Teh Leng Su Ci dengan Hu Sang Popo, walaupun secara samar-samar diluaran kelihatan bahwa keempat orang wanita cantik itulah yang bakal menang, tapi dengan pemuda she Tan ini mengerti bila kepandaian silat yang termuat dalam kitab pusaka Teh Leng Cin Keng bukan termasuk kepandaian sebangsa Bu Sian Thian Cin Khie. Walaupun tenaga dalam Teh Leng Su Ci amat liehay, belum tentu mereka bisa melawan ilmu sakti Hong Mong Cie Khie pihak lawan.
Oleh sebab itu ia merasa saat inilah saat yang paling baik untuk menarik diri.
"Hati Sian-su penuh welas asih, boanpwee merasa sangat kagum" sahutnya keras. "Jikalau pihak Isana Kelabang Emas suka menyudahi peristiwa yang terjadi pada malam ini sampai disini saja, boanpwee pun dapat menasehati beberapa orang cianpwee untuk lepas tangan, tapi aku utarakan dahulu kecuali pada malam ini, jika dikemudian hari aku berjumpa lagi dengan Majikan Isana Kelabang Emas maka saat itu aku akan mengadakan janji pribadi dengan dirinya".
"Heee.... heee.... heee.... sekalipun kau tidak datang mencari diriku, aku Liuw Lok Yen pun tidak lama kemudian akan datang menyambangi Tan heng" seru Liuw Lok Yen sambil tertawa terkekeh-kekeh.
Selesai berbicara ia merangkap tangannya menjura lalu kepada Hu Sang Popo katanya, "Suhu, mari kita pergi!"
Bayangan manusia berkelebat lewat, guru dan murid dua orang bersama-sama melayang ke arah depan diikuti suara seruling mendadak bergema memenuhi angkasa, di dalam sekejap mata suara itu sudah merata disetiap penjuru.
Para jago-jago Kelabang Emas yang sedang bertarung, buru-buru menarik diri dan mundur ke belakang, di dalam sekejap mata tak ketinggalan seorangpun di tengah kalangan, kepergian mereka dilakukan cepat laksana sambaran kilat.
Hwee Huan setelah melihat orang-orang Isana Kelabang Emas pada bubar, kembali ia memuji keagungan Buddha, sekali berkelebat hweesio tua itupun lenyap tak berbekas
Setelah Hwee Huan berlalu, Teh Leng Su Ci bersama-sama tertawa dan geleng kepala
"Keadaan ini hari benar-benar berbahaya, jika hweesio tua itu tidak kebetulan datang kemungkinan sekali kami berempat tidak berhasil menahan pukulan Hong Mong Cie Khie nya itu."
Ketika itu Ui Liong Tootiang beberapa sudah berjalan mendekat, Tan Kia-beng pun segera memperkenalkan keempat orang wanita cantik itu kepada semua orang, tapi ketika tidak dijumpainya si Penjagal Selaksa Li diantara mereka, dengan penuh keheranan ia menoleh ke arah Pek Ih Loo Sat.
"Dimana ayahmu?"
Dengan mata terbelalak Hu Siauw-cian menggeleng.
"Ooouw.... kami kakak beradik sudah kirim dia untuk melakukan suatu pekerjaan" kata Han Bwee sambil tersenyum. "Harap Kauwcu suka mendatangi dusun Tan Siang Cung digunung Loo san pada tanggal satu bulan sepuluh, ada persoalan penting hendak dirundingkan dengan Kauwcu."
Sewaktu Tan Kia-beng ada maksud bertanya lebih jelas, Teh Leng Su Ci bersama-sama sudah berkelebat dari tempat itu. hanya dalam sekejap mata mereka sudah berada puluhan kaki jauhnya.
Ui Liong Tootiang sambil menarik tangan Mo Tan-hong pun mohon diri.
"Pinto terburu-buru harus membawa Hong jie untuk menengok luka dari Sam Kuang Sin nie, jika kau punya waktu dalam waktu dekat boleh berangkat kesana: katanya.
Mo Tan-hong melirik sekejap ke arah Tan Kia-beng dengan pandangan penuh rasa cinta akhirnya ia menunduk dan bersama-sama Ui Liong Tootiang berlalu dari sana.
DIikuti Hay Thian Sin Shu pun mohon diri, ia adalah seorang jagoan yang sombong dan berangasan, siapa sangka ini hari ternyata sudah menemui kekalahan ditangan Hu Sang Popo, oleh karena itu ia merasa wajahnya sudah tak bersinar.
Leng Poo Sianci yang melihat ayahnya mohon diri, dengan hati berat ia melirik sekejap ke arah pemuda tersebut.
Melihat putrinya tidak ingin berlalu, Hay Thian Sin Shu jadi amat gusar, dengan mata melotot ia berteriak keras, "Jika kau tidak ingin pergi, lain kali aku larang dirimu berkelana kembali dalam dunia kangouw."
Leng Poo Sianci yang mendengar perkataan tersebut, bibirnya segera dicibirkan dengan perasaan apa boleh buat ia menggeleng lalu putar badan dan berlalu.
Pemandangan tersebut dalam pandangan Tan Kia-beng amat jelas sekali maksudnya tapi ketika itu ia tiada maksud dan perhatian untuk berpikir sampai kesitu, sinar matanya dialihkan ke arah Pek-tok Cuncu
"Jie ko, bagaimana dengan lukamu?"
"Haaa.... haaa.... haaa.... sedikit luka dalam tidak akan mematikan diriku, setelah beristirahat tiga, lima hari luka itu akan sembuh dengan sendirinya." kata sang rasul selaksa racun sambil tertawa tergelak
Kepada Su Hay Sin Tou lantas serunya sambil tertawa, "Ayoh pergi! kita berdua sudah repot-repot bekerja bukannnya membantu sebaliknya malah merepotkan saja, kita tidak punya muka untuk berdiam lebih lama lagi disini"
Habis berkata kedua orang siluman tua itupun bersama-sama meloncat pergi, dalam waktu singkat mereka sudah lenyap tak berbekas.
Saat ini di dalam kalangan tinggal Pek Ih Loo Sat serta Tan Kia-beng berdua, melihat keadaan di sekeliling tempat itu penuh dengan belepotan darah, hati mereka berdua merasa tidak tega, tampaklah potongan lengan, kutungan kaki
ceceran darah segar serta tumpukan mayat berserakan memenuhi empat penjuru, sungguh suatu pemandangan yang mendirikan bulu roma.
Di tempat kejauhan dua rombongan manusia sedang repot membalut luka yang diderita, mereka adalah golongan Kay-pang serta tujuh partai besar. Tan Kia-beng tidak ingin mengganggu orang-orang itu lagi, kepada Siauw Cian dengan suara setengah berbisik serunya, "Siauw Cian mari kita pergi!"
Gadis itu mengangguk dan tidak banyak berbicara lagi kedua orang itu segera mengerahkan ilmu meringankan tubuhnya berlari turun dari atas gunung Ui san.
Waktu itu hari sudah terang tanah, sang surya memancarkan cahayanya ke keseluruhan permukaan tanah. Mendadak terlihatlah dua sosok bayangan manusia bagaikan kilat melayang datang dari mulut gunung dari tempat kejauhan mereka sudah membentak keras, "Hey anak iblis! akhirnya siauw-ya mu berhasil juga menemui dirimu!"
Tan Kia-beng jadi tertegun....
Hanya di dalam sekejap mata orang itu sudah berada dihadapan mereka, yang ternyata bukan lain adalah "Pek Lok Suseng" Sie Cu-peng beserta seorang pemuda tampan yang menggembol pedang.
Tan Kia-beng justru paling benci jika orang lain memanggil dirinya dengan sebutan anakan iblis, alisnya kontan dikerutkan.
"Apa maksudmu datang mencari diriku?" tegurnya.
"Masih ingatkah kau dengan Siong Hok susiokku yang sudah jatuh kecundang ditanganmu sewaktu ada digunung
Thay-san? apa yang sudah aku katakan?" jengek Pek Lok Suseng sambil goyang goyang kipas dan tertawa dingin.
"Heee.... heee.... heee.... siapa yang masing teringat dengan tetek bengek tempo dulu"
"Haaa.... haaa.... haaa.... saudara benar-benar merupakan orang budiman banyak melupakan urusan" bukankah ia pernah berkata bahwa tiga tahun kemudian dari pihak Heng-san pay akan mengirim orang datang mencari dirimu? ini hari suteku sengaja datang untuk membereskan hutang piutang kita tempo dulu."
Setelah mendengar perkataan tersebut Tan Kia-beng baru jadi tersadar kembali, ia menoleh dan melirik sekejap ke arah pemuda itu.
"Ia she Suto bernama Lim, dan merupakan anak murid Siong Hok susiok ku pada beberapa waktu ini" Pek Lok Suseng segera memperkenalkan pemuda itu kepada Tan Kia-beng.
Kemudian kepada sang pemuda itu iapun berkata kembali, "Dia adalah Tan Kia-beng dari Teh Leng Kauw yang sedang kau cari selama ini"
Dengan sikap sombong pemuda itu menjura tapi tidak mengucapkan sepatah katapun.
Dengan teliti Tan Kia-beng memperhatikan pemuda tersebut yang usianya paling banyak baru tujuh, delapan belas tahunan, walaupun wajahnya tampan gagah tapi tidak kelihatan hal-hal yang teristimewa dari padanya.
Tak terasa dalam hati pemuda she Tan ini merasa sangat keheranan, pikirnya, "Siong HOk Tootiang sendiripun masih bukan tandinganku, apalagi muridnya yang baru saja diterima...."
Walaupun ia berpikir demikian tapi tidak sampai diutarakan keluar, ia tertawa tawar.
"Peristiwa yang terjadi tempo dulu adalah disebabkan oleh karena maksud rakus dari gurumu Heng-san It-hok, sedangkan mengenai kekalahan susiokmu digunung Thay-san jikalau ia masih juga tidak melupakan dan jauh-jauh dari ribuan li mengirim Suto heng datang kemari untuk mencari penyelesaian, sudah tentu aku orang she Tan akan mengiringinya."
Suto Lim kerutkan alisnya, pedang panjang dengan cepat dicabut keluar dari sarung lalu bentaknya lantang, "Suhuku menemui kekalahan di atas permainan ilmu pedang, ini hari siauw-yamu pun ingin menggunakan ilmu pedang untuk menebus kekalahan tersebut, cepat kau cabut keluar pedangmu. Siauw-ya tidak punya banyak waktu lagi untuk banyak berbicara dengan dirimu."
Pek Ih Loo Sat yang mendengar perkataannya kasar dan mau cari menang sendiri, hatinya jadi gusar.
"Hmmm! dengan mengandalkan kau si bangsat liar juga berani bergebrak melawan Engkoh Beng, biarlah nonamu yang kirim kau pulang kesorga." bentaknya keras.
Sreeet! golok lengkung warna peraknya segera dicabut keluar dan siap-siap turun tangan membasmi pemuda itu
Tan Kia-beng mengerti jika watak Hu Siauw-cian amat ganas, karena takut pihak lawan kena dilukai sehingga dendam ini makin terikat semakin mendalam, buru-buru ia turun tangan mencegat.
"Kau jangan ribut dulu, lebih baik biar aku saja yang turun tangan!"
Suto Lim yang melihat kedua orang itu saling berebut untuk turun tangan, tak terasa ia tertawa panjang.
"Kalian berdua tidak usah saling berebutan, jauh lebih baik turun tangan bersama-sama saja, dengan demikian siauwyapun tidak usah repot-repot buang tenaga lebih banyak."
Mendengar perkataannya makin lama semakin sombong, dalam hati Tan Kia-beng mulai merasa gusar, dari samping jalan dipatahkannya sebatang ranting kecil tiga depa panjangnya lalu seraya digetarkan katanya.
"Pedang kumala cayhe terlalu tajam, kemungkinan sekali pedangmu akan patah jadi dua bagian bila saling berbenturan, baiknya kugunakan saja bambu ramping ini untuk minta beberapa petunjuk ilmu silat Heng-san-pay".
Suto Lim salah sangka Tan Kia-beng memang ada maksud memandang rendah dirinya, hatinya jadi gusar, mendadak pergelangan tangannya digetarkan pedang panjang dengan memancarkan cahaya tajam membabat ke arah dada.
Serangan ini dilancarkan dengan kedahsyatan yang sangat luar biasa, hampir-hampir saja seluruh jalan darah penting di atas badan lawannya sudah kena terkurung di dalam desiran pedang tersebut.
Tan Kia-beng sama sekali tidak menyangka kalau pihak Heng-san Pay memiliki rangkaian ilmu pedang sedemikian hebatnya, bambu ramping ditangannya segera digetarkan keras lalu membabat keluar, serentetan cahaya hijau dengan sebat menangkis datangnya serangan pedang lawan.
Suto Lim tertawa panjang, pedangnya disabet ke atas mengiringi majunya sang badan di dalam sekejap mata hanya pedang berpencar keempat penjuru.
Berlapis lapis cahaya tajam yang menyilaukan mata bersama-sama menekan ke atas kepala, hal ini membuat Tan Kia-beng merasa hatinya berdesir.
Bambu hijau kontan diputar bagaikan roda, ilmu pedang Pek Kut Yu Hun Kiam pun segera dilancarkan untuk membendung seluruh serangan dahsyat dari pihak lawan.
Rangkaian ilmu pedang ini adalah hasil dari Cu Swie Tiong Cing, Thiat Bok Tootiang serta Leng Siauw Kiam Khek tiga orang dengan mengorbankan sepuluh tahun jerih payah, digunakan untuk mempertahankan benar-benar terbukti sangat rapat tiada berlubang kelemahan.
Kendati ilmu pedang yang digunakan Suto Lim amat ganas dan dahsyat, tak berhasil juga ia menggerakkan pemuda she Tan itu untuk mundur barang setengah langkahpun.
Tan Kia-beng yang sejak turun tangan tuntas memilih posisi bertahan, sudah tentu dalam hatinya punya alasan-alasan tersendiri. Ia mengerti daya kekuatan dari tujuh partai besar, setelah angkatan tua menemui ajalnya bakat bakat yang baikpun tinggal sedikit sedangkan dari angkatan muda ia cuma melihat Sak Ih serta Si Huan dua orang saja memiliki kepandaian tinggi.
Pihak Heng-san-pay sejak kematian Heng-san It-hok selama ini tidak berkembang, dan sekarang secara tiba-tiba muncul seorang yang bernama Suto Lim sudah tentu dalam hatinya merasa terperanjat, dalam hatipun lantas ada maksud untuk bikin jelas urusan ini.
Oleh sebab itu selama ini ia hanya bertahan tanpa melancarkan serangan serangan balasan.
Benarkah Suto Lim hasil didikan dari Siong Hong Tootiang? Keadaan yang benar bukan begitu.
Kiranya tempo dulu setelah Pek Lok Suseng dengan mengajak dua orang loocianpwee Heng-san-pay mencari Tan Kia-beng untuk menuntut balas, siapa nyana bukannya berhasil menuntut balas bahkan salah seorang dari kedua tootiang itu menemui ajalnya, dalam hati ia merasa sedih bercampur gusar. seorang diri lelaki she Sie ini berlari di atas puncak yang tertutup salju.
Pikirnya dalam hati, "Sejak Heng-san-pay didirikan oleh Couw su hingga ratusan tahun ini apakah benar-benar tidak ada seorang manusia berbakat pun?"
Tujuannya berlari kesana kemari pertama ingin mencari tahu tempat persembunyian dari dalam gua atau dibalik air terjun berhasil memperoleh obat mujarab yang dapat menambah kekuatan tenaga lweekangnya.
Tindakan tersebut boleh dikata merupakan khayalan setinggi langit, dikolong langit mana mungkin ada kejadian sedemikian kebetulan.
Hari itu sewaktu ia berlari lari di atas sebuah lembah gunung mendadak matanya terasa silau dan tahu-tahu dirinya sudah terjebak di dalam sebuah hutan buah Tous.
Walaupun ia sudah berusaha keras untuk mencari jalan keluar tapi tidak berhasi ljuga menemukan, ia merasa hutan buah Tous itu benar-benar amat dahsyat sekali sehingga akhirnya Pek Lok Suseng jadi putus asa dan menghela napas panjang.
“Heeei.... tidak kusangka aku Sie Cu-peng bukannya menemui ajal ditangan musuh, sebalinya mati di tempat ini."
Ketika itulah mendadak....
Dari samping telinganya terdengar suara berat dari seseorang sedang menegur, "Siapa kau? Hmmm.... kamu orang sudah terjebak di dalam barisan Tau Hu Tin yang disengaja pinto atur. Jika kau suka menyebutkan asal usul perguruan serta tujuanmu secara jujur, maka pinto akan tolong kau keluar dari dalam barisan. Tetapi, jikalau kau berani berbohong, pinto pun tidak akan buang banyak tenaga untuk menggubris dirimu lagi."
Mendengar teguran tersebut Pek Lok Suseng baru tersadar jika ia sudah terjebak dalam sebuah barisan aneh yang sengaja diatur orang lain, dengan cepat ia menyahut lantang, "Tecu adalah Pek Lok Suseng dari Heng-san-pay, kedatanganku kemari adalah ingin menyambangi beberapa orang cianpwee dari perguruan kami yang sedang mengasingkan diri."
"Bagaimana sebutanmu dengan Siok Hok Tootiang?"
"Tempo dulu adalah susiok dari ciangbunjin kami."
"Haaa.... haaa.... haaa.... urusan ternyata ada demikian kebetulan?"
Tiba-tiba terasalah angin dingin menyambar lewat tahu-tahu dihadapan matanya sudah bertambah dengan seorang Tootiang yang amat tua dengan rambut serta jenggot yang memutih semua, walaupun rambutnya sudah memutih tapi air mukanya merah cerah, jubahnya berkibar kibar bagaikan dewa.
Dia adalah anak murid dari aliran Sian Bun, begitu melihat munculnya sang Toosu tua, dengan rasa penuh hormat tanpa terasa sudah bongkokkan badannya menjura.
Tootiang itu menggerakkan Hut timnya seraya tertawa terbahak-bahak.
"Haah.... haah.... haa.... cepat bangun, tak usah pakai banyak adat."
Mengikuti kebutan Hut-timnya itu, segulung tenaga lunak yang amat hebat segera menahan badannya yang sedang membongkok.
"Entah siapakah gelar cianpwee? bolehkan boanpwee mengetahuinya?" kembali tanyanya dengan sikap hormat.
"Haa.... haa.... haa.... haa.... tempat ini bukan tempat yang sesuai untuk berbicara. mari aku pimpin kau untuk keluar dulu dari barisan ini".
Dengan memimpin Pek Lok Suseng ia berjalan putar belok dalam hutan Taouw tersebut dan akhirnya berhasil keluar dari barisan menuju kesebuah lembah gunung yang suci.
Kembali mereka melewati sebuah jalan kecil yang dikanan kirinya tumbuh berbagai bunga menyiarkan bau semerbak, akhirnya sampailah kedua orang itu di depan sebuah loteng bambu yang dibangun sangat rapi.
Dapat diduga loteng bambu ini tentunya tempat tinggal dari tootiang itu, ketika sang toosu tua mengajak ia memasuki loteng bambu itu sekali lagi Pek Lok Suseng merasa terperanjat.
Kiranya ia sudah menemukan sang Ciang bun Susioknya, Siong Hok Tootiang yang sudah lenyap tiga tahun lamanya saat ini sedang berdiri di atas peraturan menyambut kedatangan toosu tua itu.
Ia sama sekali tidak pernah menduga bisa menemui susioknya di tempat ini, buru-buru badannya bergerak maju untuk memberi hormat.
"Susiok, secara bagaimana kau bisa sampai disini?"
"Kisah ini sukar dilukiskan dalam sepatah dua patah kata, kau kasih hormat dulu kepada susiok couw mu!" sahut Siong Hok Tootiang sambil menggeleng dan menghela napas panjang.
"Haaa.... haaa.... haaa.... tidak perlu, tidak perlu, cepat duduk! eeei.... dimana Lim-jie?"
"Sedang berlatih pedang dibelakang gunung!" sahut Siong Hok Tootiang sangat hormat.
Toosu tua itu mengangguk lalu putar badan dan berjalan masuk keruang sebelah.
Menanti si toosu tua itu sudah berlalu, Siong Hok Tootiang baru menerangkan siapakah orang tua itu.
Kiranya toosu tua itu adalah seorang cianpwee dari perguruan Hong San Pay yang bergelar Wu Sian, karena bakatnya baik saja ingat bagus, sampai ini hari masih menyimpan beberapa macam kepandaian silat perguruan yang sudah lenyap dari peredaran, tidak nyana dia sewaktu berkelana kesana kemari akhirnya menemui tempat itu.
"Loocianpwee dari perguruan kita banyak jumlahnya, kenapa susiok katakan susiok couw adalah satu satunya angkatan tua yang masih ada?" kata Pek Lok Suseng dengan suara rendah, alisnya berkerut.
Iapun lantas menceritakan secara bagaimana ia menemukan Ci Siong Cu serta Lu Siong Cu lalu bagaimana mereka datang mencari Tan Kia-beng untuk menuntut balas dan akhirnya secara bagaimana menderita kekalahan. Siong Hok Tootiang mengangguk.
"Urusan ini tak bisa disalahkan agak sembrono, tahu kau kecuali kuil pusat di atas gunung heng-san, masih ada berapa
banyak kuil cabang yang tersebar dimana mana? pendiri pendiri dari kuil kuil itu kebanyakan dikirim oleh pihak Sam Yen Koan yang turun temurun menguasahi kuil tersebut walaupun dengan partai kita tiada hubungan lagi tapi urusan tingkatan masih mengikuti urutan dari partai kita, Ci Siong Cu yang kau temui kemungkinan sekali sang pemimpin dari kuil cabang tersebut"
Setelah diberi penjelasan Pek Lok Suseng baru baru jadi paham, demikianlah mereka berdua pun bercakap-cakap beberapa saat lamanya.
Tiba-tiba terasa angin tajam menyambar lewat, dari tempat luaran meloncat masuk seorang pemuda tampan yang langsung menyapa Siong Hok tootiang dengan sebutan Susiok kemudian dengan pentangkan biji matanya ia Pek Lok Suseng tajam-tajam.
"Dia adalah suhengmu Sie Cu-peng" kata Siong Hok Tootiang sambil menuding ke arah Pek Lok Suseng. "Dengan gelar Pek Lok Suseng, lain waktu kalian berdua baik-baiklah bergaul."
Kemudian kepada Pek Lok Suseng ujarnya pula.
"Ia bernama Suto Lim, kepandaian silatnya memperoleh pelajaran langsung dari susiok kecemerlangan perguruan kita akhirnya harus tergantung pada dirinya."
Pek Lok Suseng kasarnya memang seorang yang berwatak sombong, pada hari hari biasa ia terlalu menganggap tinggi diri sendiri walaupun diluaran ia tidak mengucapkan sepatah katapun tapi dalam hati seratus dua puluh persen merasa tidak percaya, pikirnya, "Mungkin perkataan ini sengaja diucapkan susiok untuk menghormati diri susiok-couw?"
Waktu itu Suto Lim sudah berjalan kehadapannya, bongkokkan diri menjura dan berkata lantang, "Siauw-te Suto Lim menghunjuk hormat buat suheng"
Pek Lok Suseng tersadar kembali dari lamunannya. buru-buru ia bangun berdiri balas memberi hormat.
"Sute, tidak usah banyak adat"
---ooo0dw0ooo---
Jilid: 20
Sejak itu hari, Pek Lok Suseng pun mulai berdiam selama satu bulan di dalam loteng bambu itu, ia banyak memperoleh petunjuk petunjuk berharga dari Wu Sian Ci dan mulai menemukan jika sutenya Suto Lim benar-benar memiliki bakat alam, bukan saja ilmu pedangnya lihay bahkan lweekang yang dimilikipun sangat mengejutkan.
Walaupun Siong Hok Tootiang sebagai seorang ciangbunjin dari Heng-san-pay, tapi dalam hal tenaga dalam masih kalah satu tingkat dengan pemuda tersebut.
Hari itu mendadak Siong Hok Tootiang membicarakan kembali janjinya dengan Tan Kia-beng untuk bertemu kembali tiga tahun mendatang dan kini waktunya sudah hampir tiba.
Walaupun selama tiga tahun ini ia banyak mendapatkan petunjuk dari Wu Sian Ci, tapi dasar bakatnya kurang bagus, ia masih tidak punya pegangan untuk memenangkan pertarungan tersebut.
Akhirnya dengan persetujuan Wu Sian CI janji ini akan dipenuhi oleh Suto Lim atas nama murid Siong Hok Tootiang.
Pak Lok Suseng yang mendengar keputusan itu jadi kegirangan setengah mati, ujarnya, "Kemungkinan sekali sianak iblis itu sedang berada di atas gunung Ui san, jikalau waktu masih kecandak, sutepun boleh mencari penyelesaian dengan dirinya dalam pertemuan tersebut dihadapan para jago dari seantero kolong langit."
Sejak kecil Suto Lim dibawa Wu Sian Ci memasuki lembah Touw Hoa Kok, untuk kejayaan partai Heng-san-pay dikemudian hari ia sudah membuang banyak pikiran dan tenaga untuk mengumpulkan obat obatan yang paling mujarab guna cuci otot serta tulangnya dan menambah kesempurnaan lweekang dari pemuda tersebut.
Hingga saat ini boleh dikata pemuda itu belum pernah terjunkan dirinya sekalipun dalam dunia kangouw, saat ini mendengar susioknya hendak mengirim dia untuk mewakili dirinya memenuhi janji dengan jago lihay, dalam hati merasa sangat kegirangan, kepingin sekali waktu itu juga meninggalkan gunung.
Tapi untuk melihat kesempurnaan ilmu silatnya ia perintahkan Siong Hok Tootiang untuk bergebrak dulu dengan dirinya dengan syarat masing-masing pihak tidak diperkenankan menyimpan suatu maksud tertentu mereka harus bergebrak hingga salah seorang menderita kalah.
Sedikitpun tidak salah, setelah bergebrak sebanyak tiga ratus jurus, akhirnya Suto Lim berhasil menang satu jurus dari lawannya dengan begitu Wu Sian Ci pun dengan hati lega melepaskan dia turun gunung.
Alasannya pada saat ini kepandaian silat dari Siong Hok Tootiang sudah jauh berbeda dengan Siong Hok Toootiang pada tiga tahun yang lalu, perduli dalam ilmu pedang maupun lweekang ia sudah memperoleh kemajuan yang pesat.
Dan apabila pemuda tersebut bisa menangkan kepandaian Siong Hok berarti pula untuk mengalahkan Tan Kia-beng bukan suatu persoalan yang rumit.
Terburu-buru Pek Lok Suseng dengan membawa Suto melakukan perjalanan menuju gunung Ui-san, tidak salah lagi, hari itu mereka berhasil menemukan Tan Kia-beng dimulut gunung.
Suto Lim yang menemukan pihak lawan pun sama halnya dengan dia masih sangat muda, dalam hati merasa semakin mantap lagi, ia yakin kemenangan tentu berada ditangannya.
Tidak nyana setelah bergebrak beberapa jurus, semua serangannya berhasil ditahan oleh ilmu pedang Pek Kut Yu Huan Kiam Hoat dari Tan Kia-beng, walaupun berulang kali ia sudah ganti tiga, empat rangkaian ilmu pedang dan melancarkan seratus lima puluh jurus serangan belum berhasil juga menggerakkan musuhnya, bahkan Tan Kia-beng sendiripun tidak mengirim sebuah serangan balasan.
Dengan kejadian ini ia merasa amat mendongkol. alisnya melenting sepasang matanya memancarkan sinar buas, bentaknya keras, "Apakah ilmu silat yang kau pelajari hanya jurus bertahan belaka? jika punya nyali, ayoh secara blak-blakan kirimlah beberapa jurus serangan kepada siauw yamu."
Waktu itu Tan Kia-beng sudah berhasil meraba sedikit banyaknya permainan ilmu pedang pihak lawan, setelah mendengar perkataan tersebut ia tertawa panjang.
"Jikalau kau memang menginginkan akumelancarkan serangan, baiklah! nih, terimalah seranganku."
Mendadak jurus serangannya berubah, dengan menggunakan bambu ia menggantikan seruling dan dengan dahsyat mengeluarkan ilmu seruling Teh Leng Kiow Tah Tie.
Tampaklah serentetan cahaya hijau menerjang keangkasa, di dalam sekejap mata seluruh angkasa sudah dipenuhi dengan desiran angin tajam yang mengurung empat penjuru bagaikan sebuah bukit bambu, lemah lembek tiada terputus.
Dasar tenaga lweekangnya memang sangat luar biasa, walaupun hanya sebatang bambu ditangan tapi angin desiran yang dilancarkan memenuhi empat penjuru dahsyat bagaikan gelangan ombak.
Suto Lim yang menemui musuh tangguh untuk pertama kalinya, dalam hati kontan merasa bergidik, sedikit pikiran bercabang ia kena terdesak mundur oleh Tan Kia-beng sejauh tujuh, delapan langkah.
Melihat kejadian itu dengan hati gelisah Pek Lok Suseng segera berteriak keras.
"Cepat pusatkan pikiran, lancarkan serangan gencar."
Bagaimanapun Suto Lim adalah seorang jagoan muda yang berbakat, hanya pengalamannya di dalam menghadapi musuh sama sekali tidak ada maka menemui serangan gencar dari pihak lawan hatinya jadi rada gugup.
Kini setelah diperingatkan oleh Pek Lok Suseng, hatipun jadi lebih waspada, gerakan pedangnya diperkencang, dengan sekuat tenaga berturut-turut ia mengirim beberapa buah serangan berantai memaksa Tan Kia-beng harus memperlambat gerakannya.
Dengan demikian pemuda itupun kembali berhasil merebut posisi yang lebih baik
Tan Kia-beng yang merasa amat sayang terhadap kepandaian silat pihak lawan, ditambah pula dengan dirinya
tiada ikatan dendam, maka selama ini hatinya tiada bermaksud untuk turun tangan jahat.
Kini melihat pihak lawan ternyata berhasil merebut kembali posisinya yang sudah terdesak, dalam hati semakin kagum dan tidak ingin turun tangan kejam lagi.
Waktu itu masing-masing pihak sudah bergebrak mendekati dua ratus jurus, Pek Ih Loosat yang melihat Tan Kia-beng selalu tidak turun tangan dengan sekuta tenaga dalam hati menganggap luka dalam yang diderita sewaktu bergebrak dengan Majikan Kelabang Emas belum sembuh benar-benar, hatinya jadi amat gelisah.
Golong lengkung warna peraknya segera digetarkan siap maju ke depan membantu pemuda she Tan itu.
Pek Lok Suseng yang melihat kejadian itu dari samping segera pentangkan kipasnya dan tertawa dingin tiada henti.
"Heee hee hee kau bermaksud hendak dua lawan satu? Haruslah diketahui Toa ya masih berada disini."
Pek Ih Loo sat amat gusar, ia membentak keras golok lengkungnya laksana serentetan cahaya kilat menggulung keluar, suatu serangan yang tak ada ujung pangkalnya.
Pada saat yang bersamaan sewaktu Pek Ih Loo sat menyerang Pek Lok Suseng, kembali terdengar suara bentakan bergema datang, dari balik hutan mendadak berkelebat datang serentetan cahaya perak serasa kilat menyambar langsung menggulung ke arah Suto Lim, hawa pedang berdesir dan dalam waktu singkat mengirim delapan buah serangan gencar.
Tan Kia-beng tidak tahu siapakah yang datang, terpaksa bambunya ditarik dan mundur kesamping.
Ketika itulah ia menemukan jika orang tersebut bukan lain adalah Leng Poo Sianci tak terasa lagi alisnya dikerutkan.
Begitu Leng Poo Sianci bergebrak dengan Suto Lim maka keadaannya jauh berbeda dengan situasi tadi, tampaklah cahaya hijau dan putih saling sambar menyambar memenuhi angkasa, masing-masing pihak mengeluarkan sepuluh jurus lihaynya untuk berusaha merebut posisi, untuk beberapa waktu sulit untuk ditentukan siapa menang siapa kalah.
Keadaan dari Pek Lok Suseng jauh lebih parah, selama hidup ia belum pernah menemui musuh semacam Hu Siauw-cian ini, hanya di dalam sepuluh juurs ia sudah terdesak dalam keadaan bahaya.
Hal ini disebabkan karena Pek Ih Loo sat selama bergebrak selalu mengutamakan serangan mati matian. Oleh karena itu terpeliharalah suatu kebiasaan tidak pernah mengampuni pihak lawan.
Sekali bergebrak maka pedomannya adalah bukan ia yang terluka, maka pihak musuh tentu yang mati, justru karena sebab-sebab inilah nama siiblis wanita berbaju putih jadi sangat terkenal.
Dengan tenang Tan Kia-beng menanti di samping kalangan sambil menonton jalannya pertempuran antara dua rombongan itu, diam-diam ia kerutkan alisnya berulang kali, ia takut Pek Ih Loo-sat melukai Pek Lok Suseng sehingga dendamnya dengan pihak Heng-san-pay makin lama semakin dalam dan akhirnya susah untuk diselesaikan.
Maka dari itu kakinya tanpa terasa ikut bergerak maju, ia bersiap sedia untuk memberikan pertolongan dimana perlu.
Pada waktu itu terdengar suara langkah kakinya yang ribut bergerak menatangi seorang hweesio tinggi besar dengan
badan sempoyongan berlari mendekat dan akhirnya roboh ke atas tanah kurang lebih tiga kaki jauhnya dari tempat Tan Kia-beng berdiri.
Sejak permulaan Tan Kia-beng sudah berhasil menangkap suara langkah kaki tersebut, hanya saja dikarenakan ia mendengar langkah tersebut tidak mirip langkah seorang jagoan Bulim maka tidak sampai ambil perhitungan.
Tetapi setelah mendengar suara robohnya orang itu ke atas tanah, ia baru putar badan dan berlari mendekat, karena ia merasa tentu ada sebab-sebabnya sehingga orang itu roboh.
Tampaklah seluruh tubuh hweesio itu dibasahi dengan darah segar, napas tersengal-sengal dan wajah pucat pasi bagaikan mayat.
Buru-buru ia uruti beberapa urat nadinya sambil berteriak berulang kali.
"Toa suhu, Toa shu...."
Lama sekali, hweesio itu baru membuka matanya, dengan sinar mata tak bersinar ia memandang sekejap ke arah Tan Kia-beng lalu dengan suara yang amat lemah, serunya, "Pihak Isana Kelabang Emas.... meee.... menye.... menyerang kembali...."
Habis berkata matanya dipejamkan dan menemui ajalnya seketika itu juga.
Jika dilihat dari pakaian yang dikenakan orang itu, jelas dia adalah seorang hweesio dari pihak Siauw-lim pay, mendengar pula kata-kata terakhir yang diucapkan olehnya, pemuda she Tan ini semakin dapat menyimpulkan bila majikan Isana Kelabang Emas telah melancarkan serangan kembali terhadap
orang-orang tujuh partai besar serta pihak Kay-pang sepeninggalnya dia dari puncak Si Sim Hong.
Tidak sempat mengubur mayat hweesio itu lagi, ia putar badan dan membentak keras.
"Tahan!"
Leng Poo Sianci serta Hu Siauw-cian sama-sama tidak tahu urusan apa yang telah terjadi, dengan cepat mereka menarik kembali serangannya dan meloncat mundur ke belakang kemudian sinar matanya bersama-sama dialihkan ke arahnya.
Pada saat ini Tan Kia-beng tidak punya banyak waktu untuk mencari penjelasan, sambil putar badan teriaknya keras.
"Cepat ikut aku menuju puncak Si Sim Hong, kalau tidak maka kita bakal datang terlambat!"
Tubuhnya dengan cepat melesat ke arah depan dengan sikap yang terburu-buru sekali.
Suto Lim tidak mengetahui peristiwa apa yang terjadi sehingga pemuda itu berlalu dengan demikian terburu-buru, badannya segera mencelat ke depan menghadang jalan perginya seraya tertawa tergelak.
"Bangsat cilik kau ingin menggunakan kesempatan ini untuk melarikan diri? heee.... heee.... tak ada urusan sedemikian mudahnya.
Tan Kia-beng teramat gusar, telapak tangannya dengan cepat dibabat ke arah muka diikuti suara bentakan keras bergema memenuhi angkasa.
"Orang-orang tujuh partai sudah hampir dibunuh habis oleh orang lain, kau masih punya kesenangan untuk bergurau dengan diriku."
Serangan yang dilancarkan dalam keadaan terkejut Suto Lim buru-buru meloncat mundur delapan depa ke belakang.
Dan menggunakan kesempatan itulah Tan Kia-beng sudah melesat ke arah depan dengan gerakan yang amat cepat.
Sesosok bayangan putih serta sesosok bayangan merah bersama waktunya pula bergerak dari belakang, mereka mengambil jalan yang sama dari berasalnya dari hweesio tersebut.
Suto Lim yang masih kaget tak dapat mengucapkan sepatah katapun, sebaliknya Pek Lok SUseng seperti telah menyadari akan sesuatu, teriak mendadak, "Aduuuh celaka! jika didengar nada ucapannya, orang-orang tujuh partai besar agaknya sudah mengalami penyerangan dari orang-orang Isana Kelabang Emas, mari kita kejar mereka ke atas!"
Demikianlah, mereka berduapun membuntuti dari belakang Tan Kia-beng bergerak menuju kepuncak Si Sim Hong.
Ketika itu gunung Ui san penuh diliputi oleh kabut tebal, sepuluh langkah susah mendadak bayangan manusia, Tan Kia-beng dengan mengambil tajam semua berlari balik ke atas puncak Si Sim Hong.
Ketika tiba dibawah puncak, secara samar-samar dari balik kabut terdengar suara pekikan kesakitan yang menyayatkan hati bergema memenuhi angkasa, jelas jelas di atas puncak sedang terjadi suatu pertempuran yang amat sengit.
Tan Kia-beng membenci pihak Isana Kelabang Emas tidak bisa dipercaya, ia mendengus dingin dan katanya dengan penuh kegemasan, "Jikalau pihak Isana Kelabang Emas tidak bisa pegang janji, jangan salahkan aku orang she Tan akan turun tangan kejam".
"Heee.... heee.... heee.... siapa yang suka bersikap walas kasih seperti dirimu? haruslah diketahui melepaskan seorang bajingan maka seribu orang penduduk mulianya akan mendapat celaka". seru Pek Ih Loo-sat tertawa dingin.
Tan Kia-beng yang mendengar perkataan itu, dalam hati merasa amat menyesal, tak terasa ia menghela nafas panjang.
Ketika itu jarak mereka dengan puncak Si Sim Hong sudah semakin dekat, mendadak....
Dari balik kabut terdengar suara bentakan keras diikuti munculnya serentetan cahaya keemas emasan bagaikan hujan badai mengurung seluruh tubuh Tan Kia-beng bertiga hal ini membuat pemuda itu gusar dan mengirim satu pukulan yang maha dahsyat menggulung cahaya emas tersebut.
Karena ia membendi terhadap jagoan Isana Kelabang Emas yang melancarkan serangan bokongan, maka serangan balasan ini dilancarkan dengan sepenuh tenaga.
Terdengar suara jeritan ngeri bergema memecahkan kesunyian, agaknya orang yang melancarkan serangan bokongan itu dalam keadaan tidak bersiap sudah kena dilukai oleh jarum Pek Cu Kiem Wu Yen Wie Ciam yang terpukul balik.
Pada saat Tan Kia-beng melancarkan pukulan tadi, dua rentetan cahaya keperak-perakan menyusul ke arah depan, kiranya Pek Ih Loo sat serta Leng Poo Sianci sama-sama sudah menubruk ke arah mana berasalnya suara tadi.
Tapi tubrukan mereka sudah mencapai sasaran kosong. kalangan sunyi senyap tak kedapatan seorang manusiapun.
Melihat hal itu Tan Kia-beng lantas berteriak keras, "Bajingan bajingan cilik itu tidak berharga untuk kita gubris, mari cepat-cepat menuju ke arah panggung."
Selesai berbicara pertama tama ia meloncat dulu ke depan diikuti dua orang gadis yang lain.
Di dalam sekejap mata mereka sudah berada beberapa puluh kaki jauhnya, dari antara balik kabut yang tebal tampaklah bayangan manusia saling menyambar diiringi teriakan teriakan gusar yang gegap gempita.
Dengan ketajaman mata Tan Kia-beng, sekali pandang ia sudah menemukan di atas tanah rumput yang kering berceceran darah segar, mayat bergelimpangan memenuhi permukaan tanah, hal ini membuat darah panas bergolak dalam dadanya. Sepasang mata merah membara dan tidak ragu ragu lagi pedang Kiem Ceng Giok Hun Kiam nya dicabut keluar.
Dimana tangannya bergerak, cahaya biru memancarkan keempat penjuru dan mencapai tiga depa jauhnya, diiringi tertawa seram teriaknya, "Liu Lok Yen, kau tidak suka pegang janji, aku orang she Tan pun tanpa sungkan sungkan akan buka pantangan membunuh"
Suara gelak tertawa ini sudah dikerahkan dengan tenaga lweekang yang tinggi, suara tersebut bergetar memenuhi empat penjuru bahkan Hu Siauw-cian serta Leng Poo Sianci pun dibuat tergetar sehingga jantungnya berdebar ditelinga terasa berdengung.
Baru saja suara tertawa sirap, dari balik kabut muncul suara tertawa dingin diikuti meloncat keluarnya sosokan bayangan manusia.
"Hmmm! toa-ya mu memang sedang murung karena tidak temukan dirimu tidak disangka kau suka hantar nyawa sendiri" bentak orang itu seram.
Perkataan selesai diucapkan, muncullah "Gien To Mo Lei" Go Lun dengan wajah penuh napsu membunuh.
Leng Poo Sianci yang melihat munculnya orang itu segera mengenalinya kembali kalau pemuda tersebut bukan lain adalah sang muda yang pernah memaksa Tan Kia-beng sewaktu ada dikuil Puh Lan Si dengan tanggungan nyawa Siasap dan mega selaksa li, Lok Tong.
Ia segera membentak keras, pedang pendeknya dengan disertai cahaya keperak perakan meluncur keluar dan membabat ke arah pinggangnya, hawa pedang berdesir, angin serangan menderu deru dengan sangat hebatnya.
Gien To Mo Lei mendadak berkelebat maju ke depan, kemudian tertawa keras dengan suara yang sangat menyeramkan.
"Haaa.... haaa.... haaa.... Barang siapa yang hadir di atas puncak Si Sim Hong pada hari ini semuanya bakal mati, jika kaupun ingin mati, mari.... akan kuhantarkan terlebih dahulu"
Leng Poo Sianci amat mendongkol, tubuhnya berkelebat bagaikan kilat, dalam waktu yang amat singkat berturut ia sudah mengirim delapan buah serangan sekaligus.
Sejak kecil ia sudah memperoleh didikan ilmu silat dari ayahnya Hay Thian Sin Shu, sudah tentu kedelapan buah serangan yang baru saja ia lancarkan benar-benar merupakan suatu serangan yang maha dahsyat bagaikan delapan orang turun tangan bersama-sama.
Pada saat itu Gien To Mo Lei pun tidak berani bersuara lagi, golok peraknya ditarik kan gencar menutup seluruh keliling tubuh. Setelah mengeluarkan dua belas jurus berantai akhirnya dengan susah payah ia baru berhasil menghindarkan diri dari desakan kedelapan buah serangan tersebut. Sekalipun
begitu badannya pun kena terdesak sehingga mundur tujuh, delapan depa ke belakang.
Bersamaan waktunya Leng Poo Sianci melancarkan serangan ke arah Gien To Mo Lei, dari empat penjuru tiba-tiba berkumandang keluar suara tertawa aneh yang amat menyeramkan kemudian disusul munculnya segerombolan bayangan manusia dari balik kabut perlahan-lahan mendekati Tan Kia-beng.
Sekali pandang pemuda she Tan ini dapat mengenali kembali bila diantara gerombolan jagoan itu selain terdapat Sam Biauw Ci Sin, Kui So Sian Ong, Si Bangau Mata Satu Kwie Hwie, serta Im Leng Kui Bo yang pernah bergebrak dengan dirinya masih ada beberapa orang jagoan yang belum pernah ditemuinya selama ini.
Diam-diam hatinya jadi amat terperanjat, pikirnya, "Jago-jago lihay dari pihak Isana Kelabang Emas sudah hadis semua disini, apakah orang-orang tujuh partai serta Kay-pang sudah menemui bencana semua?"
Selagi ia sedang berpikir, Kui So Sian Ong sudah tiba dihadapannya, lalu dengan nada aneh tudingnya ke arah pemuda tersebut.
"Eeei bangsat cilik! kau jangan anggap hanya andalkan sedikit permainan setan hasil peninggalan Han Tan si setan tua itu. Lalu kepandaianmu bisa disebut benar-benar lihay ini hari puncak Si Sim Hong akan berubah jadi tempat kuburanmu, jika ada pesan pesan terakhir sampaikan dulu menggunakan kesempatan ini. Jika tunggu sampai nanti aku takut bakal terlambat!"
Pek Ih Loo-sat yang mendengar perkataannya menyinggung Han Tan Loojien, alisnya kontan melentik,
pundaknya bergerak siap-siap melancarkan tubrukan ke depan.
Tetapi gerakannya ini dapat ditahan oleh Tan Kia-beng.
"Haaa.... haaa.... haaa.... kalian gerombolan bayangan setan masih belum berhak untuk mendengarkan pesan terakhir dari Siauw ya mu" seru pemuda itu sambil tertawa panjang. "Mana Liu Lok Yen? cepat suruh ia keluar menemui diriku"
Bicara sampai disitu suaranya semakin menyeramkan dan sangat mendebarkan jantung. tapi Kui So Sian Ong yang mengandalkan jumlah banyak sudah tentu tak akan jeri terhadapnya bahkan bersama-sama mendengarkan suara tawa hinaan yang menusuk telinga.
Tan Kia-beng gusar, mendadak tubuhnya bergetar maju ke depan, ujung pedangnya dituding dada Kui So Sian Ong.
"Jika kau tidak suka bicara terus terang, siauw ya segera akan gorok dulu" ancamannya diiringi suara bentak keras.
"Haaa.... haaa.... haaa.... cukupkah kepandaianmu untuk menggorok aku?"
Tangan setannya mendadak dipentangkan mencengkeram pergelangan pemuda tersebut.
Melihat datangnya serangan pemuda she Tan ini tertawa dingin.
"Heee.... heee.... heee.... kau cari mati!"
Telapak tangannya segera disalurkan tenaga dalam kemudian dikerahkan ke dalam pedang. Ujung pedang bagaikan seekor ular mendadak memancarkan cahaya mencapai tiga depa ke depan, Kui So Sian Ong sama sekali tidak menyangka akan kehebatan ini.
Belum sempat tubuhnya bergerak mendekat, cahaya kebiru-biruan tersebut dengan dahsyat sudah menembusi dadanya, sekalipun ia memiliki kepandaian amat sempurna saat tanpa mengeluarkan suara dengusanpun roboh binasa ke atas tanah.
Tan Kia-beng yang melihat serangan anehnya berhasil mengenai sasaran, tidak menunggu mereka turun tangan lagi tubuhnya segera berputar dan dalam satu kali kebasan pedangnya membuat ke arah luar.
Sam Biauw Ci Sin sekalian sama sekali tidak menyangka kalau pedang kumala itu bisa memiliki kedahsyatan yang luar biasa, tidak menanti cahaya pedang itu berkelebat lewat dihadapannya, terburu-buru beberapa orang jagoan itu mengundurkan diri ke belakang.
Tan Kia-beng tertawa dingin, pedangnya dikebaskan dan sekali lagi maju mendekat.
Terlihatlah cayaha biru laksana sambaran kilat berkelebat memenuhi angkasa, di dalam sekejap mata berturut turut ia sudah mengirim empat belas buah jurus serangan gencar.
Bagaimanapun Sam Biauw Ci Sin beberapa orang jago-jago kenamaan dalam dunia kangouw, hanya di dalam sekejap mata mereka pun sudha meloloskan senjata dan menerjang berbareng.
Seketika itu juga seluruh kalangan dipenuhi dengan cahaya golok bayangan pedang yang mengurung tubuh Tan Kia-beng dari empat penjuru.
Pek Ih Loo sat sambil menentang golok peraknya tertawa terkekeh-kekeh melihat kejadian itu.
"Bagus! bagus sekali! jika ingin bergebrak memang seharusnya kita bergebrak sampai puas"
Tubuhnya meloncat ke tengah udara lalu menerjang masuk ke dalam kurungan cahaya tajam.
Dengan ikut sertanya gadis ini ke dalam arena pertarungan maka ia baru mulai merasa bila orang-orang itu tidak lemas. Ia merasa tekanan yang ditimbulkan dari empat penjuru sangat berat bagaikan tindihan gunung Thay-san, bahkan untuk melancarkan jurus-jurus seranganpun rasanya teramat susah.
Masih beruntung tenaga dalam yang dimiliki Tan Kia-beng amat sempurna, pedang kumala yang tergenggam dalam tanganpun merupakan pedang pusaka.
Setelah ia bergerak maka para jago buru-buru mengundurkan diri dan berhasi lmembebaskan Hu Siauw-cian dari berbagai tekanan.
Tapi kedatangan beberapa orang jagoan ini adalah bertujuan untuk menghadapi Tan Kia-beng. Oleh karena itu tanpa mengingat kedudukannya lagi begitu turun tangan lantas melancarkan penyerbuan berbareng.
Tongkat kepala ular dari Im Leng Kui Bo, Cangklong penotok jalan darah dari si Bangau Mata Satu serta golok lengkung beracun dari Sam Biauw Ci Sin rata rata merupakan senjata andalan yang sangat mengerikan. Jurus jurus serangan yang mereka pergunakan benar-benar ganas dan telengas, ditambah lagi beberapa buah senjata aneh dari jago-jago yang tidak diketahui namanya, benar-benar membuat Tan Kia-beng jadi kerepotan.
Ketika itu kabut yang menutupi empat penjuru sudah mulai berkurang, cahaya sang suryapun memancarkan sinar keemas emasnya menyoroti padang rumput penuh berlepotan darah
sehingga memancarkan bau amis yang menusuk hidung dan bikin perut terasa mual.
Tan Kia-beng yang terus menerus memikirkan keselamatan dari anak murid Kay-pang serta Ciangbunjin dari tujuh partai dan berkeinginan cepat-cepat tiba di atas panggung tapi kena terkurung oleh gerombolan iblis-iblis ini sehingga sukar meloloskan diri lama kelamaan jadi gusar juga.
Mendadak ia bersuit nyaring, permainan pedang kumala ditangannya segera berubah ternyata ia sudah mengeluarkan ilmu pedang yang paling ampuh "Sian Yan Chiet Can" sedang tangan kirinya berulang kali didorong kemuka mengirim tujuh buah serangan dahsyat.
Dalam sekejap mata, cahaya kebiru biruan memancar semakin luas, angin pukulan menderu-deru bagaikan taupan, di tengah suara jeritan yang amat ngeri ada dua orang rubuh mati seketika itu juga.
Pek Ih Loo sat yang sedang merasa kepayahan, mendadak melihat Tan Kia-beng berhasil merobohkan pihak musuh, semangan pun ikut berkobar.
"Naaah! begitulah baru bagus, seharusnya sejak tadi kau bertindak begini!" teriaknya melengking.
Golok perak laksana kilat mengirim sebelas buah babatan gencar memaksa jago-jago lihat dari Isana Kelabang Emas dengan perasaan terkejut dan gelagapan mengundurkan diri ke belakang.
Dengan begitu tekanan yang dipancarkan dari empat penjuru pun jauh berkurang.
Bersamaan waktunya ketika Tan Kia-beng mengeluarkan ilmu pedangnya yang ampuh "Sian Yan Chiet Can" tiba-tiba
terdengar Gien To Mo Lei berteriak gusar, "Lonte busuk! Ini hari jika bukan sang ikan yang mati adalah jaring yang berlubang serahkan nyawamu!"
"Hmm.... bicara besar apa gunanya, jika punya kepandaian ayoh keluarkan semua kepandaianmu. Nona akan sambut seluruh permainanmu!" jerit pula Leng Poo Sianci diiringi suara tawa yang menyeramkan.
Mendengar bentakan bentakan itu hati Tan Kia-beng tiba-tiba rada bergerak, kepada Pek Ih Loo sat segera serunya, "Siauw Cian, di tempat ini cukup aku seorang sudah mampu untuk menghadapi mereka, kau pergilah kesana untuk membantu nona Cha!"
Walaupun dalam hati Pek Ih Loo sat tidak senang, tapi ia tetap menggetarkan golok peraknya sehingga memancarkan cahaya keperak perakan kemudian langsung menerjang keluar dari lingkaran kepungan.
"Hey budak busuk, kau kepingin melarikan diri?" seru Im Liem Kui Bo sambil tertawa aneh. "Aku kira tidak segampang itu!"
Tongkat kepala ularnya dikebaskan menotok dada lawan, melihat hal itu Tan Kia-beng membentak keras, dari samping tubuh ia mengirim satu pukulan dahsyat ke depan.
Segulung tenaga pukulan bertenaga Yang kontan menggetarkan tongkat kepala ular dari Im Liem Kui Bo sehingga menimbulkan suara dengungan keras, sedang badannya sendiri terdesak mundur tiga depa ke belakang.
Mengambil kesempatan itulah Pek Ih Loo sat enjotkan badannya melayang lewat dari atas kepala Im Liem Kui Bo tersebut.
Pek Ih Loo sat yang sudah terkenal karena keganasannya menghadapi mangsa mangsanya begitu keluar dari kepungan, golok peraknya laksana serentetan cahay apelangi menggulung seluruh tubuh Gien To Mo Lei dan di dalam sekejap mata berturut turut ia sudah mengirim tiga belas buah babatan dahsyat.
Kepandaian yang dimiliki Gien To Mo Lei dengan Leng Poo Sianci kira-kira seimbang satu sama lainnya. oleh karena itu kendati sudah bergebrak sangat lama sukar juga untuk menentukan siapa yang menang siapa yang kalah.
Tapi dengan ikut sertanya Hu Siauw-cian terjunkan diri ke dalam kalangan maka keadaanpun segera berubah. itu tiada kekuatan untuk melancarkan serangan balasan lagi.
Sam Biauw Ci Sin yang melihat Gien To Mo Lei kena dikurung oleh kedua gadis itu sehingga kepayahan, badannya segera berputar bermaksud untuk memberi bantuan siapa nyana ketika itulah Tan Kia-beng sudah menggetarkan pedangnya sambil tertawa seram.
"Pertempuran mati hidup kita kali ini tak akan selesai sebelum salah satu binasa kita kan belum berhasil tentukan siapa menang siapa kalah, kenapa kau ingin melarikan diri...."
Terasa cahaya kebiru-biruan menyusut dan memancar, laksana aliran listrik dalam sekejap mata ia sudah mengirim tujuh buah serangan yang secara terpisah menghajar tujuh orang sekaligus.
Ganas, gencar dan dahsyat memaksa Sam Biauw Ci Sin sekalian harus menggerakkan senjatanya untuk melindungi badan.
Tan Kia-beng yang saat ini sudah tidak memikul beban lagi, serangan yang ditemukan semakin meluas, ilmu "Sian Yan
Chiet Can"nya dilancarkan dengan kedahsyatan yang luar biasa.
Dibawah sorotan sinar sang surya tampaklah serentetan cahaya biru laksana naga sakti menggulung, menyabet tiada hentinya di tengah udara, hawa pedang yang menggidikkan badan menyelimuti lima kaki di sekeliling tempat itu.
Sam Biauw Ci Sin beserta si Bangau Mata Satu sekalian walaupun merupakan jago-jago kelas wahid dari dunia kangouw, saat ini setelah menghadapi jurus jurus pedang yang luar biasa dahsyatnya mulai merasa bergidik juga sehingga mengundurkan diri berulang kali.
Im Liem Kui Bo yang melihat tujuh orang jagoan lihay ternyata tidak berhasil menangkan seorang bocah yang masih ingusan, napsu buasnya segera muncul.
Sambil menggerakkan toyanya ia menerjang maju ke depan, bersama itu pula sambil menjerit seram teriaknya, "Jika ini hari aku tidak berhasil membereskan bangsat cilik ini, dikemudian hari aku tak akan munculkan diri lagi di dalam dunia kangouw untuk mencari nama"
Beberapa patah kata yang mengandung sindiran dan hasutan ini seketika itu juga membangkitkan semangat banyak jago.
Terdengar si Bangau Mata Satu bersuit nyaring, senjata cangklongnya dengan memancarkan cahaya hitam menerobos masuk ke dalam kurungan bayangan pedang yang sangat rapat itu.
Diikuti Sam Biauw Ci Sin sekalian menerjang ke depan dengan sepenuh tenaga, dengan demikian suatu pertarungan yang maha dahsyatpun segera berlangsung di tengah padang rumput yang sunyi.
Perduli ilmu pedang ilmu "Sian yan Chiet Can" dari Tan Kia-beng menimbulkan tenaga tekanan yang maha dahsyat, dan pedang Kiem Ceng Giok Hun Kiam nya tajam luar biasa, tapi dibawah desakan dari para jago yang hampir tidak perduli keselamatan sendiri tak urung makin bergebrak merasa semakin kepayahan.
Tapi bagi Im Liem Kui Bo sekalian untuk merebut kemenanganpun bukan suatu pekerjaan yang gampang, masing-masing pihak sudah mengeluarkan seluruh jurus serangan yang dimilikinya untuk saling mengalahkan pihak lawan.
Tujuh delapan rentetan cahaya yang berbeda dengan rapatnya mengurung tanah lapangan seluas lima kaki angin menderu deru, suara suitan aneh melengking, seketika bayangan manusia bergema jadi satu susah dibedakan mana kawan mana lawan.
Seluruh jago dari Isana Kelabang Emas sudah pada melancarkan serangan terhadap Tan Kia-beng, dengan demikian Gien To Mo Lei harus menghadapi ketanan tekanan kedua orang gadis itu dengan kepayahan.
Tiba-tiba terdengar Pek Ih Loo sat membentak keras.
"Bangsat iblis! coba kau rasakan ilmu pukulan Tok Yen Sin Ciang dari nonamu!"
Diikuti suara dengusan berat, tubuh Gien To Mo Lei dengan sempoyongan mundur lima langkah ke belakang.
Belum sempat kakinya berdiri tegak, serentetan cahaya keperak perakan kembali menyambar lewat.
Ketika itu, walaupun ia memiliki kepandaian silat yang amat lihay tapi sulit baginya untuk meloloskan diri dari serangan kilat yang dilancarkan oleh Leng Poo Sianci.
Suara jeritan ngeri yang menyayatkan hati berkumandang memenuhi angkasa Gien To Mo Lei rubuh binasa dengan pinggang terputus jadi dua bagian.
Pek Ih Loo sat sekalian tanpa melirik lagi ke arahnya bersama-sama meloncat ke depan dan langsung menubruk ke arah Sam Biauw Ci Sin sekalian.
Tenaga dalam maupun kepandaian silat yang dimilikinya kedua orang gadis ini boleh dikata hampir seimbang dengan kepandaian yang dimiliki Sam Biauw Ci Sin sekalian, dengan masuknya kedua orang ini ke dalam kalangan maka situasi pun segera berubah.
Jagoan lihay bergebrak rata rata mengutamakan kecepatan serta ketepatan gerak, dengan adanya kedua orang gadis itu ikut serta terjunkan diri ke dalam kalangan berarti pula mereka telah mendapat tambahan dua orang musuh yang harus mereka hadapi.
Dengan demikian tekanan yang mengurung Tan Kia-beng pun jadi semakin berkurang, mendadak ia membentak keras, dengan jurus "Tiang Kiauw Wuo Hong" atau Jembatan panjang menghadang Pelangi, tiba-tiba pedang kumala ditangannya terbang lewat.
Dengan membentuk cahaya biru tahu-tahu dua orang jagoan lihay dari pihak Isana Kelabang Emas rubuh binasa kena sambaran tersebut.
Melihat kejadian itu si Bangau Mata Satu jadi terperanjat, selama hidup ia kesemsem dengan ilmu silat tapi yang didengarpun hanya berita yang mengatakan di Bulim ada
semacam ilmu pedang terbang, siapa nyana ilmu dahsyat tersebut ternyata pada hari ini bisa muncul ditangan seorang pemuda berusia dua puluh tahunan.
Tak terasa lagi semakin gebrak ia semakin merasa hatinya berdesir. Mendadak badannya mengundurkan diri ke belakang kemudian melayang ke arah muka dengan kecepatan luar biasa.
Hanya di dalam beberapa saat saja bayangan tubuhnya sudah lenyap tak berbekas.
Sepeninggalnya si Bangau Mata Satu, Sam Biauw Ci Sin sekalian mulai merasa keadaan mereka semakin terkatung katung, masing-masing mulai timbul maksud untuk mengundurkan diri.
Tapi Tan Kia-beng yang sudah terlanjur membenci orang-orang Isana Kelabang Emas mana suka melepas mereka begitu saja? pedang kumala ditangan kanannya melancarkan serangan berulang kali mengurung seluruh tubuh keempat orang jagoan itu ke dalam kepungannya. sedang telapak kiri diam-diam mulai disaluri dengan tenaga khie kang Jie Khek Kun Yen Kan Kun So.
Walaupun Sam Biauw Ci Sin ada maksud melarikan diri, tapi kena didesak terus oleh serangan serangan pedang yang amat gencar memaksa ia sulit untuk meloloskan diri.
Apalagi diluar kalangan masih ada Pek Ih Loo sat serta Leng Poo Sianci yang selalu mengirim serangan serangan ganas. oleh karena itu kendati hatinya amat gelisah tapi tak bisa berbuat apa apa, terpaksa dengan sepenuh tenaga melayani seluruh serangan dari sang pemuda dan menyingkitkan dahulu maksudnya untuk mundur.
Tan Kia-beng yang melihat saatnya sudah tiba tidak buang waktu lagi, telapak kirinya membentuk gerakan setengah busur di tengah udara kemudian perlahan-lahan ditekan kemuka.
Ilmu pukulan Jie Khek Kun Yen Kan Kun So yang amat dahsyat ini sekalipun Majikan Isana Kelabang Emas sendiri tidak tahan apalagi Sam Biauw Ci Sin?
Terdengar suara jeritan ngeri berkumandang memenuhi angkasa, tubuhnya terpental setinggi dua kaki ke tengah udara kemudian diiringi ceceran darah segar bagaikan sumber air terbanting jatuh ke atas rerumputan.
Im Liem Kui Bo melihat peristiwa itu jadi sangat terperanjat, tongkat kepala ularnya digetarkan berulang kali mengirim dua buah serangan kosong, setelah itu secara mendadak meloncat mundur ke belakang siap-siap melarikan diri.
"Haaa.... haaa.... haaa.... Loo Kui bo! kau masih kepingin melarikan diri?" jengek Tan Kia-beng sambil tertawa panjang.
Pergelangan tangan semakin mengencang cahaya kebiru biruan memancar keempat penjuru kemudian laksana aliran kilat menggulung ke arah depan.
Di tengah muncratan darah segar yang memenuhi angkasa, tangan kanan Im Liem Kui Bo beserta tongkat ularnya bersama-sama kena terbabat putus jadi dua bagian.
Suara jeritan ngeri bergema memecahkan kesunyian, badannya berguling guling lalu meloncat bangun dan enjotkan badan lari terbirit birit dari sana.
Di dalam sekejap mata Tan Kia-beng berhasil melukai dua orang Pelindung hukum dari golongan Isana Kelabang Emas kejadian ini kontan membuat dua orang jagoan lihay lainnya
merasa jeri dan lupa bahwa masih ada dua orang iblis wanita yang sedang menunggu dibelakang.
Selagi mereka berdiri tertegun, terlihatlah cahaya keperak-perakan berkelebat lewat diikuti bergemanya dua rentetan jeritan ngeri
Ternyata pinggang mereka berhasil dibabat putus jadi dua bagian oleh serangan Pek Ih Loosat serta Leng Poo Sianci.
Pada saat ini di atas tanah kecuali terdapat beberapa sosok mayat jagoan Isana Kelabang Emas dalam keadaan mengerikan. lainnya sudah berhenti melakukan perlawanan.
Tan Kia-beng menghembuskan napas ringan, ia dongakkan kepalanya memeriksa keadaan lalu secara mendadak teriaknya, "Aduuuh celaka! sampai waktu ini mengapa tidak kelihatan juga seorang anggota Kay-pang pun? apakah mereka sudah menemui ajalnya semua ditangan orang-orang Isana Kelabang Emas?"
"Tujuh partai besar berjumlah sangat banyak, jika menurut keadaan seharusnya tidak secepat ini menderita kekalahan" kata Leng Poo Sianci sambil menyimpan kembali pedangnya ke dalam sarung. "Mari cepat-cepat kita berangkat menuju kepanggung pertemuan"
Pertama tama ia enjotkan badan dulu bergerak menuju ke depan.
Dengan pandangan dingin Pek Ih Loo sat melirik sekejap ke arahnya, ia tetap berdiri tidak bergerak dari tempat semula.
"Urusan sangat kritis seperti berada di ujung tanduk, mari kita cepat pergi!" buru-buru Tan Kia-beng sambil menarik tangannya.
Hu Siauw-cian tertawa dingin tiada hentinya.
"Hee heee heee.... sekalipun mereka habis dibunuh semua, apa sangkut pautnya dengan diriku?"
Walaupun diluaran ia bicara begitu, tapi kakinya dikerahkan ilmu meringankan tubuh Moo Hoo Sin Lie untuk berlari.
Tiga sosok bayangan manusia bagaikan tiupan segulung angin ringan dalam sekejap mata sudah tiba di depan panggung pertemuan.
Terlihatlah seluruh permukaan tanah dibasahi dengan noda darah yang memancarkan bau amis, dimana mana berserakan kutungan lengan, potongan kaki serta mayat mayat dalam keadaan tidak utuh.
Diantara mayat mayat tersebut ada hweesio berkepala gundul, ada toosu berjenggot ada pula pengemis dengan pakaian yang dekil, bahkan tak kurang orang Isana Kelabang Emas dengan pakaian pakaian yang aneh.
Jika seluruhnya ditotal kemungkinan sekali ada seratus sosok mayat banyaknya keadaan sungguh mengerikan.
Jelas tidak lama berselang di tempat itu sudah terjadi suatu penjagalan manusia secara besar besaran.
Leng Poo Sianci serta Pek Ih Loo sat walaupun merupakan iblis iblis wanita yang membunuh orang tak berkedip, tak urung dibuat pucat pasi juga setelah melihat kejadian yang sangat mengerikan ini.
"Huuu....! sungguh tidak kusangka akhirnya kedatanganku kemari masih terlambat satu tindak" teriak Tan Kia-beng dengan gemas, ia depakkan kakinya berulang kali. "tidak nyana orang-orang Bulim dari Daratan Tionggoan harus menemui bencana pembantaian secara demikian mengerikan"
"Hee.... hee.... hee.... kejadian ini hanya bisa salahkan kepandaian silat mereka kurang sempurna, lalu siapa yang patut disalahkan?" jengek Pek Ih Loo sat segera tertawa dingin.
Perlahan-lahan Tan Kia-beng menghela napas panjang.
"Heeei.... walaupun perkataanmu benar, tapi tindakan orang-orang Isana Kelabang Emas pun rada sedikit keterlaluan!"
"Tan Siauwhiap, apakah kau tidak merasa kalau perkataanmu itu keterlaluan?" mendadak dari tempat kejauhan berkumandang datang suara seseorang menimbrung.
Diikuti suara sambaran angin perlahan, Sak Cing Hujien dengan ujung baju berkibar tertiup angin tahu-tahu sudah munculkan diri di tengah kalangan.
Dibelakangnya berdiri Sang Si Ong beserta silelaki kekar berbadan suku Biauw yang kosen dan buas itu.
Leng Poo Sianci serta Pek Loo sat yang melihat munculnya musuh, terburu-buru mencabut keluar senjatanya.
Tapi Tan Kia-beng tetap tenang-tenang saja tak bergerak, alisnya melentik.
"Dengan andaikata apa saudara bisa menegur Cayhe bicara sedikit keterlaluan?.... " serunya.
"Maksud tujuan partai besar Bulim didaratan Tionggoan sukar diduga, mereka pura pura mengadakan pertemuan pedang di atas gunung Ui san dengan maksud hendak membasmi kami orang-orang Isana Kelabang Emas. Empat penjuru gunung Ui san sudah dipasangi jebakan bagaikan dinding baja. Bilamana bukannya orang-orang Isana Kelabang
Emas sedikit memiliki kepandaian silat yang bisa diandalkan, kemungkinan besar saat ini kami sudah terkubur di atas gunung Ui san yang permai ini."
"Tujuh partai besar Bulim berbuat demikian tidak lain untuk menghadapi siasat busuk yang hendak kalian orang-orang Isana Kelabang Emas lakukan.
Jika dikatakan yang sebenarnya saja mereka sama sekali tidak bersalah.
Sekarang Cayhe ingin minta beberapa petunjuk kepada dirimu. Bukankah tadi masing-masing pihak sudah berjanji hendak lepas tangan dan tidak akan bertempur lagi? mengapa Majikan Isana Kelabang Emas mungkiri janji dan turun tangan telengas kepada mereka?
Mendengar teguran itu Sak Cing Hujien tertawa dingin.
"Enci Liuw sebagai Majikan Isana Kelabang Emas kapan pernah mungkiri janji sendiri? anak murid tujuh partai besar mengatur jebakan diperbagai mulut gunung dan membunuhi orang-orang Isana Kelabang Emas yang lewati sana, demi menjaga keselamatan sendiri terpaksa kami orang-orang Isana Kelabang Emas harus turun tangan."
"Dan kalian lantas balik lalu turun tangan terhadap ketujuh orang Ciang Bunjien dari tujuh partai besar?
"Sedikitpun tidak salah, tapi tindakan ini hanya demi melayani tantangan dari pihak lawan."
"Heee.... heee.... heee.... agaknya alasan kalian amat kuat sekali" jengek sang pemuda she Tan serta tertawa dingin, "Sekarang dimanakah keturuh orang ciangbunjin dari tujuh partai besar beserta anak murid perkumpulan Kay-pang?"
Sang Si Ong yang ada disamping kalangan mendadak tertawa seram.
"Mereka sedang menanti dirimu di tengah perjalanan menuju Akherat...." serunya.
Mendengar ejekan itu Leng Poo Sianci merasa teramat gusar, pedang pendeknya dengan menimbulkan cahaya keperak perakan laksana sambaran kilat menubruk ke arah depan.
Sak Cing Hujien dengan sebat kebutkan ujung jubahnya ke depan, segulung asap kabut warna hijau dengan kencang menggulung keluar dan dengan paksa menahan tubrukan Leng Poo Sianci tersebut.
"Nona untuk sementara jangan turun tangan dulu" katanya sambil tersenyum. "Biarlah aku selesaikan dulu perkataanku"
Lalu dengan wajah penuh senyum ia berpaling ke arah Tan Kia-beng, lanjutnya, "Keberanian, serta semangat Siauw-hiap untuk melindungi yang lemah dan berusaha menegakkan keadilan dalam Bulim membuat aku merasa sangat kagum. Tapi saat ini urusan sudah berlalu dan agaknya tiada berguna kita lanjutkan kembali. menurut pendapatku saat inilah merupakan suatu kesempatan yang paling baik bagi Siauwhiap untuk menyusun dan mendirikan kembali Perkumpulan Teh Leng Kauw lalu bekerja sama dengan Isana Kelabang Emas malang melintang di daerah Utara maupun Selatan dan sama-sama merajai Bulim?
"Haaa.... haaa.... haaa.... bila Isana Kelabang Emas ada maksud untuk melindungi keadilan dalam Bulim, seharusnya tidak bakal menciptakan suatu pembunuhan berdarah semacam ini" teriak Tan Kia-beng tertawa terbahak-bahak. "Apa lagi orang she Tan punya ikatan dendam sedalam lautan
dengan pihak Isana Kelabang Emas, apa katamu sebagai kerja sama aku rasa hanya merupakan omongan kosong belaka, cuma saja aku orang she Tan mengeri hutang ada pemiliknya, dendam ada musuhnya, kau tiada ikatan dendam dengan diriku maka dari itu cayhe tidak ingin menyusahkan dirimu. Sekarang Liuw Lok Yen ada dimana, aku mau cari dirinya untuk bikin perhitungan atau dendam berdarah ini."
Air muka Sak Cing Hujien berubah tiada hentinya, ia termenung sebentar akhirnya menghela napas ringan.
"Jika itulah maksud saudara, akupun tak ada cara untuk menentangnya, hanya saja kau berbuat demikian cukup membuat aku jadi kecewa bersamaan itu pula telah melukai hati seseorang!"
Habis berkata ujung baju dikebutkan lalu bersama-sama dengan silelaki kekar itu berlalu dari sana. Tak terasa lagi Tan Kia-beng berdiri termangu-mangu disana, lama sekali tak mengucapkan sepatah katapun.
Disamping ia merasa menyesal dan sedih karena salahnya perhitungan mengakibatkan tujuh partai besar Bulim serta Kay-pang menderita kerugian amat besar. Bahkan ia pun mulai paham siapakah orang yang dimaksudkan oleh Sak Cing Hujien tersebut.
Pak Ih Loo sat yang melihat pemuda itu berdiri tertegun di tempat semula. tidak terasa lagi sudah mendorong badannya.
"Eee.... urusan apa yang membuat kau seperti kehilangan semangat? apakah kau teringat kembali dengan kekasihmu si Si Dara Berbaju Hijau yang tertinggal di gurun pasir?"
Mendengar terguran tersebut Tan Kia-beng tersadar kembali dari lamunannya tak terasa lagi ia melototi sekejap dara tersebut.
"Eee.... apa yang kau ributkan? siapa punya kekasih?...." tegurnya keras.
Leng Poo Sianci yang ada disamping kalangan segera tertawa cekikikan.
"Buat apa kau ingin cuci tangan dari kenyataan" godanya. "Si perempuan cantik dari balik kabut pernah memberi tahu kepada aku tentang apa itu Kongcu serta Loo sat segara macam urusan...."
Mendengar secara tiba-tiba gadis itu menjatuhkan urusan tersebut kepadanya, air muka Pek Ih Loo Sat tak terasa rada berubah, melirik sekejap ke arahnya dengan pandangan dingin tapi mulutnya tetap bungkam dalam seribu bahasa.
Tan Kia-beng takut semakin berbicara jauh sehingga mengakibatkan hal hal yang tidak enak untuk kedua belah bagian, buru-buru ia ubah bahan pembicaraan, "Walaupun urusan di tempat ini untuk sementara sudah dianggap beres, kitapun ada seharusnya pergi menengok mulut gunung. orang-orang Isana Kelabang Emas tak akan mengundurkan diri sedemikian cepatnya."
Tidak menanti pendapat dari kedua orang itu lagi diputar badan lantas bergerak ke arah depan.
Siapa sangka sewaktu badannya sedang meloncat ke tengah udara itulah, mendadak....
Serentetan suara suitan aneh yang tinggi melengking menyeramkan berkumandang memecahkan kesunyian, suara suitan pertama muncul kurang lebih masih berada dua, tiga li jauhnya, tapi suara suitan kedua dalam waktu amat singkat sudah berada dihadapan mereka.
Tan Kia-beng yang mendengar suara suitan tersebut air mukanya kontan berubah hebat. mendadak tubuhnya merandek lalu melayang turun kembali ke atas permukaan tanah.
Pek Ih Loo-sat selama ini belum pernah melihat pemuda she Tan ini menunjukkan sikap tegang semacam ini, ia tahu di tempat itu tentu sudah kedatangan seorang musuh tangguh, oleh karena itu iapun lantas mengambil persiapan untuk menghadapi segala kemungkinan.
Pada saat itulah tampak sesosok bayangan manusia bagaikan seekor burung elang dengan dahsyatnya meluncur masuk ke dalam kalangan begitu melayang turun ke atas permukaan tanah ia tertawa seram tiada hentinya.
Suara tawaan tersebut penuh mengandung hawa lweekang yang maha dahsyat disertai pula gema pantulan yang dahsyat menggetarkan seluruh lembah gunung, daun daun, ranting ranting dari pepohonan diempat penjuru berguguran debu mengepul memenuhi angkasa. jelas orang ini mempunyai kepandaian yang sangat mengerikan.
Tan Kia-beng yang memiliki tenaga lweekang sangat luar biasa jelas tak terganggu oleh suara tertawa itu, sedang Pek Ih Loo Sat yang sejak semula sudah salurkan hawa murninya untuk berjaga jagapun tidak mengalami cedera.
Hanya Leng Poo Sianci seorang saja karena tidak terlalu memperhatikan urusan itu hatinya kena tergetar sehingga berdebar debar keras, air mukanya berubah hebat.
Pada saat inilah Tan Kia-beng sdah mengenali kalau orang itu bukan lain adalah Hu Sang Popo itu suhu dari Majikan Isana Kelabang Emas, tak kuasa hatinya merasa sangat terkejut.
Tapi ketika itu masing-masing pihak sudah saling berjumpa, iapun terpaksa harus kerahkan seluruh kekuatan yang dimilikinya untuk mengadu jiwa.
Diam-diam hawa murninya ditarik dari pusar mengelilingi seluruh tubuh, kemudian tertawa panjang.
"Jikalau kedatangan saudara adalah bertujuan mencari gara-gara dengan aku orang she Tan, aku rasa lebih baik tidak usah berjual lagak lagi dihadapanku. Jika punya kepandaian ayoh keluarkan semua, aku orang she Tan akan mengiringi kemauanmu."
Nada suaranya tidak begitu tinggi tapi setiap patah kata bergema amat nyaring dan penuh tenaga, seketika itu juga suara tertawa aneh yang amat menyeramkan itu kena tertindih dan sirap. Dengan begitu suasana pun jadi sunyi kembali.
Agaknya Hu Sang Popo sama sekali tidak menduga kalau tenaga lweekang yang dimiliki Tan Kia-beng sudah mencapai sedemikian sempurna. Wajah tuanya yang banyak berkeriput terlintas suatu perasaan kaget, tapi sebentar saja sudah sembuh seperti sedia kala.
Terdengar ia menyengir tertawa seram.
---ooo0dw0ooo---
Jilid: 21
"Selama hidup aku belum pernah bergebrak sekalipun dengan seorang boanpwee, terhadap dirimupun tidak terkecuali, tapi jikalau kau keras kepala dan ingin cari gara-gara terus dengan Isana Kelabang Emas kami maka terpaksa aku harus melanggar kebiasaan tersebut untuk hadapi dirimu.
Apakah kau percaya dirimu bisa menahan sepuluh jurus seranganku?"
"Heee.... heee....heee.... dapat atau tidak aku menahan kesepuluh jurus seranganmu rasanya merupakan suatu persoalan yang lain. Jika kau inginkan aku orang she Tan tidak ikut campur dengan urusan pihak Isana Kelabang Emas sebenarnya bukan suatu persoalan yang sulit."
“Hmmmm! apakau kau hendak mengajukan beberapa syarat?"
Sedikitpun tidak salah, asalkan Majikan Isana Kelabang Emas bisa hidupkan kembali orang-orang yang telah ia bunuh, cayhe segera akan berpeluk tangan tidak ikut campur lagi di dalam urusan ini."
"Manusia busuk! besar benar nyalimu, kau berani mempermainkan diriku?...."
Mendadak sepasang mata Hu Sang Popo memancarkan cahaya kehijau-hijauan, kelima jari kukunya yang hitam bagaikan arang kontan menyentilkan ilmu gulung serangan dahsyat yang membawa desiran tajam langsung mengancam jalan darah "Sian Khie" "Khie Bun" "Siang Thay" lima buah jalan darah penting.
Menghadapi musuh tangguh di depan mata sejak tadi Tan Kia-beng sudah bikin persiapan, karena itu sewaktu serangan jari Hu Sang Popo menyambar datang ia sudah geserkan badannya menyingkir sejauh lima depa kesamping.
Siapa nyana belum sampai kakinya berdiri tegak, segulung hawa pukulan yang maha dahsyat dengan membawa hawa tekanan yang menyesakkan nafas sudah menekan kembali seluruh badannya.
Kecepatan serangan serta keanehan jurus pukulan ini benar-benar sangat luar biasa perduli hendak menggunakan gerakan apapun susah untuk menghindarkan diri dari kurungan angin pukulan tersebut.
Kejadian ini memaksa pemuda she Tan diam-diam harus bergertak giginya kencang kencang, sang tubuh mendadak berputar setengah lingkaran telapak tangan sebelah dengan jurus "Thiat Bee Kiem Ko" atau Kuda Baja Trisula emas menerima datangnya serangan dengan keras lawan keras.
"Braak! dengan menimbulkan suara bentrokan keras masing-masing telapak saling berbentrokan satu kali.
Kuda-kuda Tan Kia-beng kena tergempur berturut turut ia mundur sejauh tujuh delapan langkah ke belakang. ia merasakan isi perutnya goncang keras darah bergolak dalam rongga dadanya.
Hu Sang Popo sendiripun tidak menyangka bila Tan Kia-beng bisa menerima datangnya serangan yang ia lancarkan dalam keadaan tidak menguntungkan itu, ia sendiripun kena tergetar mundur tiga langkah lebar ke belakang.
Setelah terjadinya bentrokan ini dalam hati mereka masing-masing sudah mempunyai perhitungan sendiri-sendiri. Walaupun tenaga dalam pemuda she Tan kalah setengah tingkat jika dibandingkan dengan tenaga lweekang dari Hu Sang Popo tapi untuk mengalahkan dirinya dalam waktu singkat rasanya bukan suatu pekerjaan yang gampang.
Sedang Tan Kia-beng sendiri, walaupun ia menderita sedikit rugi di dalam bentrokan tadi, tapi pandangannya terhadap keadaan situasipun jauh lebih lunak, lebih tenang dari keadaan semula.
Dalam hati ia merasa sangat gusar dan mangkel atas sikap Hu Sang Popo yang keras dan mengatakan turun tangan kontan melancarkan serangan, hawa murninya disalurkan mengelilingi seluruh badan dan berusaha keras untuk menahan golakan darah di dalam dadanya, kemudian tertawa dingin.
"Watak semacam ini apakah seharusnya dimiliki oleh seorang jagoan kenamaan semacam kau?" ejeknya sinis.
Pada wakut itu sifat buas dari Hu Sang Popo sudah kumat, secara samar sama hawa nafsu membunuh melintas wajahnya Terhadap perkataan yang diucapkan Tan Kia-beng ia tidak ambil gubris.
Mendadak tubuhnya menubruk ke depan cakar setannya dalam waktu singkat mengirim lima belas buah serangan gencar.
Seketika itu juga hawa khie kang melanda bagaikan ombak samudra, desiran angin tajam berkelebat simpang siur. kontan tubuh Tan Kia-beng kena terkurung ke dalam bayangan telapak.
Menghadapi kejadian macam begitu sejak semula Tan Kia-beng sudah bikin persiapan ia membentak keras telapak tangannya digerakkan mengiringi gerakan badannya menyongsong ke depan, begitu turun tangan ia pun mengeluarkan ilmu telapak Siauw Siang cheit ciang untuk balas melancarkan serangan
Dalam waktu singkat ia sudah mengirim dua belas buah pukulan.
Dengan munculnya ilmu kuno yang sangat lihay ini, sekalipun Hu Sang Popo memiliki tenaga lweekang yang sukar
diukur kesempurnaannya pun untuk sementara tak bisa berkutik terhadap dirinya.
Kedua orang itu dengan gerakan cepat berusaha mengalahkan pihak yang lain, bagaikan kilat menyambar kembali dua puluh jurus berlalu dengan sia-sia, sampai saat ini masih belum berhasil juga menemtukan siapa menang siapa kalah.
Tan Kia-beng pun mengerti kalau tenaga lweekang pihak lawan jauh lebih tinggi satu tingkat jika dibandingkan tenaga lweekang nya, waktu semakin lama ia pasti bukan tandingannya.
Sampai waktunya ada kemungkinan besar terpaksa ia mengandalkan ilmu pedangnya untuk menghadapi serangan lawan, oleh sebab itu dengan sangat berhati-hati sekali pemuda itu melayani musuhnya.
Selama hidup Hu Sang Popo belum pernah menemui musuh tangguh, karena kejadian ini terpeliharalah suatu watak sombong dan dingin yang bukan buatan, saat ini melihat serangannya hanya berhasil mencapai kedudukan seimbang dalam pertempurannya melawan seorang bocah, dalam hati merasa semakin gusar lagi.
Mendadak ia bersuit nyaring, tubuhnya mencelat setengah depa ke tengah udara rambut putih di atas kepalanyapun secara mendadak pada bangun berdiri.
Tubuhnya bergetar satu lingkaran penuh sepasang telapak saling bersilang menciptakan beribu-ribu buah bayangan telapak.
Seketika itu juga empat penuru dipenuhi oleh hawa tekanan yang sangat dahsyat menggulung tubuh pemuda she Tan.
Ketika itu Tan Kia-beng sedang salurkan kekuatannya mempertahankan diri dari tekanan lawan, secara tiba-tiba ia merasakan adanya segulung hawa angin pukulan tidak berwujud tapi dahsyat bagaikan ambruknya gunung thay-san menekan ke arahnya bahkan memunahkan seluruh daya kekuatan yang ia salurkan keluar, hatinya merasa sangat terperanjat.
Tenaga pukulan sedemikian anehnya baru pertama kali ini ditemuinya selama hidup.
Kelihatan lingkungan kepungan makin lama semakin kecil, daya tekanan pun makin lama semakin besar, ia tahu jika saat ini tidak ambil suatu tindakan maka dirinya pasti akan menderita luka dibawah serangan tenaga lweekangnya yang amat sempurna itu.
Buru-buru ia tarik napas panjang, hawa khei-kang Jie Khek Kun Yen Cin Khie nya disalurkan mengelilingi seluruh tubuhnya, sepasang telapak dengan satu hawa Im yang lain hawa Yang segera membentuk gerakan Thay-kek di tengah udara membabat keluar.
Pada waktu itu ia sudah dapat mengerahkan hawa murninya sesuai dengan kemauan hati, serangan yang baru saja ia lancarkan membawa segulung angin taupan yang hebat tiada tara.
"Sreett! Sreeet! dengan menimbulkan suara yang amat aneh di tengah udara, bergemalah suara ledakan keras memecahkan kesunyian.
Desiran angin putaran memencar keempat penjuru, seluruh rambut Hu Sang Popo pada bangun berdiri, tubuhnya kena terpental sejauh delapan depa dari tempat semula.
Sedangkan Tan Kia-beng sendiri berturut turut mundur tiga langkah ke belakang dengan sempoyongan.
Terdengar Hu Sang Popo menjerit aneh
"Hmmm.... tidak kusangka ternyata kaupun berhasil mempelajari ilmu Jie Khek Kun Yen Cin Khie, jangan salahkan aku akan turun tangan telengas terhadap dirimu!"
Begitu perkataan selesai diucap, segulung kabut warna hijau yang amat tebal bagaikan angin taupan menggulung datang.
Kabut tersebut belum menyambar tiba, empat penjuru sudah dipenuhi dengan hawa tekanan yang menyesakkan pernapasan, hal ini membuat tubuh pemuda tersebut susah untuk bergerak.
Tan Kia-beng sudah beberapa kali menemui ilmu pukulan Hong Mong Ci Khie tapi belum pernah merasakan daya tekanan sedahsyat kali ini, diam-diam ia merasa bergidik juga sehingga bulu kuduk pada bangun berdiri.
Mendadak ia membentak keras, sepasang telapak tangannya dengan sepenuh tenaga didorong ke depan, dalam keadaan kritis untuk kedua kalinya dia mengeluarkan ilmu Jie Khek Kun Yen Cin Khie nya dengan sepenuh tenaga.
"Bluuummm!!!" sekali lagi tengah kalangan digetarkan oleh suara ledakan yang menggoncangkan seluruh permukaan tanah, pasir debu beterbangan memenuhi angkasa.
Seluruh tubuh Tan Kia-beng kena terpukul getar sehingga mencelat ke tengah udara dan berjumpalitan beberapa kali lalu jatuh terbanting ketas tanah.
Sebalinya Hu Sang Popo sendiripun dalam bentrokan kekerasan kali ini kena terpukul mundur lima, enam langkah jauhnya.
Tapi dengan wataknya yang buas, ganas dan kejam sewaktu merasakan dirinya terdesak mundur hawa murni segera disalurkan untuk menahan golakan darah dalam dada.
Tiba-tiba ia bersuit aneh, tubuhnya mencelat ke tengah udara, dengan kepala di bawah, kaki di atas laksana anak panah yang terlepas dari busur meluncur ke arah Tan Kia-beng yang menggeletak di atas tanah.
Bersamaan dengan berkelebatnya bayangan tubuh Hu sang Popo ke tengah udara di tengah kalanganpun digetarkan oleh dua bentakan nyaring disusul oleh munculnya dua rentetan cahaya keperak perakan satu dari kiri yang lain dari kanan mengulang datang.
Tapi Hu Sang Popo sama sekali tidak pandang sebelah matapun terhadap datangnya serangan pedang dari Leng Poo Sianci serta Pek Ih Loo Sat yang dari kiri serta kanan.
Ujung bajunya ke belakang, seketika terasalah segulung hawa tekanan yang amat keras mendesak mundur tubrukan kedua orang itu, sedang ia sendiri melanjutkan tubrukannya ke arah Tan Kia-beng.
Kelihatan jelas sebentak lagi pemuda she Tan itu akan menemui ajalnya ditangan sang nenek tua.
Sekonyong konyong....
Serentetan cahaya biru yang menyilaukan mata melayang naik ke tengah angkasa menyambut datangnya tubuh Hu Sang Popo yang sedang menubruk datang. Si nenek tua itu sama sekali tidak menyangka dalam keadaan luka parah Tan Kia-
beng masih bisa melancarkan serangan dengan menggunakan pedangnya, dalam keadaan terburu-buru hampir hampir saja dadanya tertembus oleh cahaya pedang tersebut.
Masih beruntung tenaga dalamnya amat sempurna dan sudah mencapai taraf kesempurnaan dan dapat diatur sekehendak hati.
Ketika dilihatnya hawa pedang itu hampir menyambut kedatangan badannya, ujung baju tiba-tiba digetarkan ke depan, tubuh pun mencelat delapan depa semakin ke atas lalu sesudah berjumpalitan beberapa kali tubuhnya melayang satu kaki kesebelah kanan.
Kendati perubahan geraknya dilakukan secepat kilat, tak urung jubat bagian bawahnya kea terbabat juga oleh cahaya pedang itu sehingga gumpil sepanjang satu depa.
Selama hidup belum pernah dia menerima kerugian seperti kali ini, melihat pakaiannya kena terbabat robek, hatinya semakin gusar lagi.
Ujung kaki menutul permukaan tanah, tubuhnya kembali mencelat ke tengah udara dan untuk ketiga kalinya menubruk ke arah Tan Kia-beng.
Mengambil kesempatan sewaktu tubuh si nenek tua itu kena terdesak mundur oleh serangan pedangnya. Tan Kia-beng meloncat bangun, pedang kumala digetarkan memancarkan cahaya kebiruan. Bersama-sama dengan badan ia menubruk ke arah Hu Sang Popo.
Gerakan tubuh dari kedua orang itu sama-sama dahsyatnya, terlihat bayangan tubuh saling berkelebat, cahaya pedang kacau balau sukar dibedakan, ketika masing-masing pihak saling berpisah tubuh kedua orang itu pun mundur lima depa ke belakang.
Kelihatan jelas langkah Tan Kia-beng sudah kacau balau, setelah mundur sempoyongan beberapa jauh ia baru berhasil berdiri tegak.
Sedangkan Hu Sang Popo dengan mata melotot buas, sepuluh jarinya dipentangkan lebar-lebar, rambut putih pada bangun berdiri dan keadaannya mirip kuntilanak, sangat menakutkan sekali.
Ketika itu Pek Ih Loo-sat serta Leng Poo Sianci yang kena digetar mundur oleh Hu Sang Popo sudah meloncat datang dan berdiri disamping kiri kanan Tan Kia-beng untuk melindunginya.
Tan Kia-beng dengan padang dilintangkan di depan dada, sepasang mata memancarkan cahaya tajam yang menakutkan melototi Hu Sang Popo.
Darah kental mengucur keluar membasahi ujung bibirnya, masing-masing saling berhadap hadapan bagaikan jago tarung, siapapun tidak berani turun tangan terlebih dahulu.
Leng Poo Sianci serta Pek Ih Loo sat adalah jago-jago wanita yang belajar ilmu silat sejak kecil, pengetahuan mereka amat luas.
Walaupun melihat keadaan dari Tan Kia-beng sangat mengenaskan dan hati mereka terasa seperti diiris iris, tapi siapapun tak berani mengucapkan sepatah katapun.
Tenaga lweekang Hu Sang Popo amat sempurna, setelah mengatur pernapasan sebentar kesegaranpun sudah pulih kembali seperti sedia kala.
Tiba-tiba ia membentak keras, sepasang ujung bajunya diayun keluar. Segulung kabut hijau yang maha dahsyat bagaikan angin taupan menghajar datang.
Sebat, cepat dan dahsyat jauh berbeda dengan keadaan biasa. Secepat kilat Tan Kia-beng pun getarkan pergelangan tangannya, desiran angin pedang menderu-deru, beruntun ia mengirim tujuh buah serangan sekaligus.
"Kalian cepat mundur!" bentaknya keras.
Pek Ih Loo sat serta Leng Poo Sianci mengerti jika hawa pukulan Hong Mong Ci Khie ini luar biasa dahsyatnya, dengan sebat mereka melayang mundur sejauh satu kaki dua depa ke belakang.
Ketika mereka lagi ke tengah kalangan, maka tampaklah cahaya pedang tersebut sudah saling berbentur dengan gulungan kabut hijau itu, suara ledakan yang keras bagaikan ambruknya gunung berapi berkumandang tiada hentinya menembusi awan.
Mendadak Tan Kia-beng memperkencang permainan pedangnya, diikuti telapak kirinya didorong ke depan sekali lagi melancarkan satu pukulan dengan menggunakan ilmu Jie Khek Kun Yen Kan Kun So, dengan demikian hawa pukulan yang maha dahsyat itu pun berhasil ditahan olehnya.
Kendati begitu tak urung dadanya tergetar juga jauh sejauh lima, enam langkah ke belakang.
Hu Sang Popo sendiripun kena terdesak mundur sejauh delapan depa oleh kelihatayan ilmu pedang "Sian Yin Ciet Can" tersebut.
Tapi sebentar kemudian ia sudah meraung keras, tubuhnya kembali menubruk ke depan mengiringi sepasang telapak tangannya yang bersama-sama didorong kemuka.
Dalam sekejap mata ia sudah kirim delapan babatan dahsyat mengurung tubuh lawannya, ia ada maksud di dalam
serangannya kali ini membereskan sang pemuda yang ada dihadapannya, sehingga tiada sayang sayang tenaga pukulanpun mencapai sepuluh bagian.
Angin pukulan yang maha dahsyat laksana tiupan angin taupan segelombang demi segelombang menerjang dari empat penjuru, angkasa terasa sumpek dan napas terasa sesak, pasir, debu, debaran, ranting serta batu-batu kerikil beterbangan memenuhi angkasa membuat suasana semakin menyeramkan.
Tan Kia-beng serta Hu Sang Popo yang berulang kali saling mengadu jiwa dengan masing-masing andalan kekuatan Ji Khek Kun Yen Kan Kun So serta Hong Mong Cie Khienya, saat ini isi perutnya sudah terluka parah, dan selama ini hanya bertahan dengan andalkan tenaga murninya.
Melihat Hu Sang Popo melancarkan serangan kembali dengan sepenuh tenaga terpaksa pemuda itu gertak gigi dan dengan paksa tarik napas panjang panjang ilmu pedang Sian Yen Chiet Can nya sekali lagi dilancarkan keluar berturut turut mengirim tujh buah serangan sekaligus.
Dalam sekejap mata cahaya kebiru biruan memancar memenuhi empat penjuru, hawa pedang simpang siur tiada hentinya, seketika terbentuklah selapis cahaya yang rapat dan kuat.
Walaupun Hu Sang Popo sudah kerahkan seluruh tenaga selama beberapa saat pun susah baginya untuk terjang hancur kurungan bayangan pedang itu.
Tapi dengan ketajaman mata si nenek tua itu, sejak semula ia telah menemukan jika Tan Kia-beng sudah tidak tahan lagi, bila diperpanjang lebih lama lagi maka ia bakal rubuh dengan sendirinya.
Tak kuasa lagi nenek tua itu dongakkan kepalanya tertawa seram.
"Apakah kau sampai saat ini masih belum suka menyerah kalah dengan hati rela? Haruslah kau ketahui untuk merajai Bulim bukanlah suatu pekerjaan yang amat gampang."
Tan Kia-beng benar-benar amat mendongkol, sepasang matanya memancarkan cahaya tajam. Sreet sreeet! Ia mengirim dua buah babatan dahsyat ke depan.
"Kau jangan bermimpi disiang hari bolong" bentaknya keras. "Asalkan siauw ya mu masih bisa bernapas, aku tak bakal menyerah kalah kepadamu."
"Bangsat cilik, sungguh kau barnyali. Lihat saja aku segera akan bereskan dirimu."
"Jika punya nyali ayoh cobalah, siauw ya tak bakal jeri terhadap dirimu."
Dalam pembicaraan masing-masing pihak kembali saling menyerang dan bertahan sebanyak tiga puluh jurus.
Walaupun keadaan dari Tan Kia-beng pada saat ini amat kritis seperti berada diujung tanduk, tapi iapun sadar seberapa dahsyatnya ilmu pedang Sian Yen Chiet Can yang diandalkan.
Perduli Hu Sang Popo melancarkan serangan seberapa dahsyatpun dengan sedikit dipaksa ia masih bisa memunahkannya. oleh karena itu untuk beberapa saat Hu Sang Popo tak dapat mengapa apakan dirinya.
Pada saat ini orang yang paling gelisah adalah Pek Ih Loo sat serta Leng Poo Sianci. Walaupun mereka melihat dengan mata kepala senTan Kia-beng sipujaan hatinya kena terdesak oleh Hu Sang Popo tapi tak punya kekuatan untuk memberi bantuan. Mereka berdua tahu bahwa tenaga lweekang yang
mereka miliki masih amat cetek. sekalipun turun tanganpun hanya mendatangkan kerepotan saja dan memecahkan perhatian sang pemuda.
Oleh karena itu kedua orang gadis tersebut hanya bisa berdiri disamping kalangan dengan hati gelisah.
Tiba-tiba berubah menghebat kembali dan situasi berhasil diatasi, mereka baru merasa hatinya rada lega.
Hu Sang Popo yang terang terangan dapat melihat Tan Kia-beng menderita luka parah ia anggap dengan mudahnya berhasil memusnahkan pemuda tersebut siapa nyana walaupun sudah diserang beberapa saat lamanya walaupun pihak lawan kelihatan sangat ngotot tapi tidak berhasil juga baginya untuk memecahkan pertahanan pedangnya yang rapat, diam-diam hatinya merasa terperanjat dan rasa kagum terhadap pemuda she Tan inipun semakin menebal.
Walaupun sedetik, semenit berlalu dalam ketegangan, ketika itu siang hari sudah tiba. Sang surya memancarkan cahaya keemas emasan mencoroti wajah Tan Kia-beng yang pucat pasi bagaikan mayat. Butiran keringat sebesar kacang kedelai sebutir demi sebutir menetes keluar membasahi keningnya.
Ia mulai merasa kepalanya pening jantung berdebar keras. dan pemuda ini mulai sadar bila hawa murninya sudah menemui kerusakan hebat, hal ini jelas bisa dibuktikan dari panjang pendeknya cahaya pedang yang berhasil ia pancarkan keluar dari ujung pedang pusaka Kiem Ceng Giok Hun Kiam tersebut.
Tetapi, sesuatu keinginan untuk menyambung hidup membuat ia selalu bertahan, ia tetap menaga ilmu pedangnya sampai kacau bahkan sejurus demi sejurus ia semakin
mendesak. Cuma saja cahaya pedang yang dipancarkan keluar pun makin lama semakin kecil, semakin pendek.
Ketika itulah dengan suara yang serak seperti gembrengan bobrok Hu Sang Popo kebali ***!
"Eee bangsat cilik! asalkan kau suka menyanggupi untuk bekerja sama dengan pihak Isana Kelabang Emas kami, aku segera akan tinggalkan satu nyawa buat dirimu."
"Kentutmu! kau sedang bermimpi di siang hari bolong!" teriak Tan Kia-beng keras, ia betul-betul amat gusar.
Sreeet! Sreeet! cahaya pedang kembali berkelebatan memenuhi angkasa, seketika itu juga lingkaran penyerangpun semakin luas hingga mencapai jarak dua kaki.
"Heee.... heee.... heee.... bangsat cilik. aku lihat kau betul-betul keras kepala" bentak Hu Sang Popo sambil tertawa seram. Dengan tiada sayang sayangnya kau serang aku" tapi kau lupa bahwa hawa murni yang kau miliki makin lama semakin habis, sampai waktunya aku tidak usah turun tangan lagi kaupun tak tak bukan lolos dari kematian. aku cuma merasa sayang kepandaian silat yang kau dapatkan dengan susah payah, harus musnah di tempat ini berunding secara baik-baikpun masih bisa, apa kau anggap aku benar-benar tidak cara untuk membereskan dirimu?"
Pada saat itulah mendadak dari tempat kejauhan berkumandang keras datang suara seseorang yang segera menyambung perkataan dari si nenek tua itu, "Loohu bo! kau sungguh tidak tahu malu, mendesak-desak seorang angkatan muda sampai sebegitu rupa.... Hmmm! terhitung enghiong macam apakah kau".
Pek Ih Loo sat yang mendengar perkataan itu hatinya jadi kegirangan setengah mati tak kuasa lagi ia berteriak keras,
"Su Gien Popok! kau cepat bantu dirinya usir pergi si nenek setan itu, ia sudah terluka parah!"
Dalam waktu yang amat singkat itulah si Su Gien dengan ujung baju berkibar tertiup angin tahu-tahu sudah tiba di depan Tan Kia-beng serta Hu Sang Popo.
"Tahan!” bentaknya keras.
Sreet! segulung hawa khei kang yang amat santar langsung menggulung tubuh si nenek tua itu.
"Hmmm! kutu busuk, kaupun ingin cari mati!" teriak Hu Sang Popo seraya tertawa dingin.
Ujung jubahnya segera digetarkan ke depan menyambut datangnya hawa khei kang yang dibabat keluar oleh Su Gien tadi.
Braaak! suara ledakan keras bergema memecahkan kesunyian, tubuh Hu Sang Popo kena terpukul mundur delapan depa ke belakang, air mukanya berubah hebat.
Sedangkan Su Gien sendiri pundaknya hanya bergoyang keras lalu mundur dua langkah ke belakang tapi ia tahu kesempatan untuk memperoleh kemenangan justru terletak pada saat ini.
Badannya segera maju lagi ke depan.
"Terima lagi serangan dari aku sikutu buku!" bentaknya keras.
Sepasang telapak dibalik, segulung hawa pukulan Khie kang laksana angin puyuh secara samar-samar mengandung tenaga tekanan yang sangat kuat menghajar kemuka.
Dalam bentrokan tadi ia tahu bahwa tenaga lweekang si nenek tua ini sudah banyak berkorban, karena dalam
pukulannya kali ini ia sudah mengerahkan seluruh tenaga lweekang hasil latihan selama puluhan tahun ini.
"Braaak!" sekali lagi kedua gulung tenaga pukulan itu bentrok satu sama lainnya. suara ledakan bergema memenuhi angkasa diikuti Hu Sang Popo mendadak bersuit nyaring tubuhnya tahu-tahu sudah berkelebat sejauh tujuh delapan kaki tingginya, sedikit ujung kaki menutul dahan pohon untuk kedua kalinya ia mumbul ke atas tanah.
Dalam waktu singkat ia sudah berada kurang lebih dua puluh kaki jauhnya lalu dalam beberapa kali kelebatan saja sudah lenyap tak berbekas.
Tidak usah diragukan lagi, ke dalam bentrokan terakhir ini jelas ia sudah menderita kerugian yang amat besar.
Sedang Su Gien ketika itu masih berdiri termangu-mangu di tempat semula, lama sekali ia tidak mengucapkan sepatah katapun.
"Hmmm! nenek setan itu benar sangat jahat" teriak Pek Ih Loo sat sambil depakkan kakinya ke atas tanah. "Pepek, kenapa kau lepas dia pergi?"
"Heeei....! sebetulnya pepek mu ada kemauan hanya sayang tenaga kurang" perlahan-lahan Su Gien menghela napas panjang. "Jika dibicarakan sungguh memalukan sekali, apabila bukan dia sudah amat lama bergebrak melawan siauwte ini sehingga sebagian besar tenaga lweekangnya hancur, mungkin dengan andalkan sedikit tenaga dalamku ini pepek bukan tandingannya.
Mereka berdua sembari berbicara putar badan dan bergerak mendekati Tan Kia-beng.
Tiba-tiba....
Dengan menimbulkan suara keras tubuh Tan Kia-beng jatuh terjengkang ke atas tanah. kejadian ini sudah tentu mengejutkan Leng Poo Sianci serta Pek Ih Loo sat, mereka menjerit keras lalu bersama-sama menerjang kesisi tubuhnya.
Pikiran kedua orang gadis itu boleh dikata amat kacau, coba bayangkan Tan Kia-beng dalam keadaan hawa murni punah, seluruh tubuh amat lemah dapatkah dia menahan datangnya tubrukan tersebut?
Sewaktu tubuh mereka hampir menubruk ke atas tubuh Tan Kia-beng mendadak....
Segulung angin lunak menerjang keluar menciptakan selapis tembok tak berwujud menahan jalan maju kedua orang itu.
Merasa dirinya terhadang, baik Leng Poo Sianci maupun Pek Ih Loo sat sama-sama dibuat tertegun lalu dongakkan kepalanya ke atas.
Tampaklah orang yang turun tangan menghadang mereka bukan lain adalah Su Gien ketika itu iapun sedang melototi mereka berdua dengan sinar mata tajam.
"Eeei!!! kenapa kalian begitu tidak tahu urusan?" tegurnya keras. "Saat ini seluruh tubuhnya lemah tak bertenaga, mana dia kuat untuk menahan gangguan kalian?"
Habis berkata ia membongkok dan menarik pergelangan tangan Tan Kia-beng untuk diperiksa urat nadinya. akhirnya ia gelengkan kepalanya berulang kali.
Si orang tua itu Leng Poo Sianci serta Pek Ih Loo sat yang melihat perubahan air muka saking cemasnya air mata jatuh berlinang.
"Su Gien Pepek, bagaimana lukanya?" seru Hu Siauw-cian sambil tarik tarik tangan empeknya,
Sambil menghela nafas panjang Su Gien menggeleng.
"Nyawanya sih masih bisa dipertahankan cuma...."
"Cuma kenapa? cepat katakan!"
Su gien melirik sekejap ke arah Hu Siauw-cian, kembali ia hela napas panjang dan menggeleng.
"Cuma seluruh kepandaian ilmu silatnya bakal musnah."
"Aah! soal ini tidak mungkin, dengan tenaga dalam sebegitu sempurna, bagaimana mungkin kepandaian silatnya bisa musnah?"
"Semoga saja apa yang kalian ucapkan sedikitpun tidak salah."
Mendadak jari tangannya bergerak cepat menotok beberapa buah jalan darah penting pada tubuh pemuda tersebut kemudian menguruti pula beberapa urat pentingnya, setelah itu ia baru menghembuskan napas panjang dan bangun berdiri.
"Apakah keadaannya tidak parah?" desak Hu Siauw-cian dengan cepat, ia sudah tidak kanti lagi.
"Biar kita tunggu dulu sampai ia tersadar kembali dari pingsannya" kata Su Gien sambil usap keringat-keringat pada keningnya. "Apa yang bisa pepek bantupun hanya terbatas sampai disini saja."
Pada waktu itulah Leng Poo Sianci berseru tertahan.
"Aaakh! ia sudah sadar...."
Sedikitpun tidak salah ketika itu Tan Kia-beng sudah membuka matanya kembali, lalu dengan sekuat tenaga meronta untuk bangun.
Buru-buru Hu Siauw-cian maju membimbing dirinya, mengambil sapu tangan tolong dirinya mengusap darah yang membekas diujung bibir, lalu katanya cemas, "Engkoh Beng, bagaimanakah perasaanmu sekarang atas lukamu? coba kau salurkan hawa murnimu mengelilingi seluruh tubuh, menurut Su Gien Pepek katanya kepandaian silatmu bakal musnah keseluruhannya.
Tadi sewaktu Tan Kia-beng kehabisan tenaga murni, dan ia masih bisa bertahan mati-matian melawan Hu Sang Popo kesemuanya mengandalkan semangat yang kuat serta harapan melanjutkan hidup yang besar, oleh karena itu ia bisa bertahan sebegitu lama.
Kemudian setelah kedatangan Su Gien dan memukul mundur musuh tangguh semangatnya jadi mengendor, sehingga akhirnya jatuh tidak sadarkan diri.
Menanti ia tersadar dari pinsannya, empat anggota badan segera dirasakan lemah tak bertenaga, semangatnya lesu lagi kusut. ia tak pernah menyangka kalau ada kemungkinan besar tenaga dalamnya bisa penuh.
Sekarang setelah disadarkan kembali oleh Hu Siauw-cian hatinya baru merasa terperanjat. buru-buru hawa murninya dikumpulkan tiap dicoba mengelilingi seluruh badan.
Siapa nyana kendati ia sudah menggunakan berbagai macam cara, belum berhasil juga mengumpulkan hawa murninya, tak terasa lagi dengan hati kecewa ia menghela napas panjang.
Selama ini Hu Siauw-cian selalu bersandar disisi tubuhnya, melihat keadaannya sewaktu menyalurkan hawa murninya, dalam hati gadis ini segera mengetahui jika keadaan tidak beres, melihat pula ia menghela napas panjang semakin yakinlah hatinya bila dugaan dari Su Gien sedikitpun tidak salah.
Saking cemasnya, jantungnya terasa berdebar debar keras.
Setiap orang yang berlatih ilmu silat kebanyakan memandang kepandaian silat bagaikan menghadapi nyawa sendiri, kepandaian silat punah sama artinya mendapat hukuman mati, apalagi terhadap seorang jagoan seperti Tan Kia-beng, peristiwa ini rasanya jauh lebih tersiksa daripada mati.
Hu Siauw-cian mengerti jelas akan hal ini, iapun tak berani bertanya lagi sebaliknya menghibur dengan kata-kata halus.
"Kemungkinan sekali peristiwa ini hanya bersifat sementara, sesudah beristirahat beberapa hari tentu kesehatanmu bakal balik pulih kembali, lebih baik pergi dulu ke dusun Biang Cung. Kemungkinan besar keempat orang bibi bisa memberi bantuan!"
Dengan hati sedih Tan Kia-beng menggeleng, saat ini boleh dikata hatinya sangat kecewa bercampur putus asa semangat jantannya ikut lenyap bersama-sama punahnya seluruh kepandaian silat.
Leng Poo Sianci pun tahu kritisnya suasana ketika itu, setelah tertegun beberapa saat mendadak ia berjalan mendekati kesisi tubuh Tan Kia-beng.
"Kau tidak usah cemas, aku akan temani dirimu pergi mencari Tia, setiap tahun penuh dia orang tua suka mencari obat, ia tentu punya cara untuk membantu."
Sekali lagi Tan Kia-beng menggelengkan kepalanya, ia menghela napas sedih.
Maksud baik nona biar cayhe terima di dalam hati saja, jangan dikata ayahmu belum tentu bisa menemukan cara untuk menolong diriku, sekalipun kita punya cara kemana hendak pergi untuk menemukan dirinya? bersamaan itu pula cayhepun tidak melelahkan nona karena urusanku, jika nona tidak ada urusan lagi sekarang juga silahkan berlalu dari sini".
"Eeei.... apa perkataanmu?" seru Leng Poo Sianci rada melengak.
"Teringat aku orang she Tan sudah terlalu banyak menanam ikatan dendam dengan banyak orang pelbagai tempat, jikalau peristiwa musnahnya kepandaian silatku sampai tersiar di dalam dunia persilatan, hal ini tentu akan memancing datangnya kejaran dari banyak musuh bebuyutan. Saat itu kemungkinan besar nona akan sangat menderita sekali."
Mendengar perkataan itu Leng Poo Sianci tertawa dingin tiada hentinya.
"Kau anggap aku Cha Giok Yong manusia macam apa? antara dirimu serta aku sudah terikat tali persahabatan yang erat. mati hidup bersama-sama, susah sama dijinjing senang sama dinikmati, sekalipun aku Cha Giok Yong harus mati dengan berceceran darahpun tak ada yang perlu disesali".
"Heeei! tapi apa perlunya kau berbuat begitu?" Tan Kia-beng menghela napas panjang. "Aku orang she Tan bisa jadi begini inilah karena nasibku tidak bagus, mana boleh karena aku lantas menyeret pula orang lain untuk ikut merasakan tersiksa. Cayhe sudah bulatkan tekad, harap nona jangan menaruh rasa kuatir lagi terhadap diriku."
Perasaan Hu Siauw-cian paling gelisah, melihat mereka hanya berbicara terus hatinya semakin cemas.
"Eeei.... waktunya sudah tidak banyak lagi, mengapa kau masih juga berbicara tiada hentinya? kejayaan serta kemashuran nama Teh Leng Kauw tergantung pada dirimu. Apapun yang bakal terjadi kau harus pergi dulu satu kaki kedusun Tau Siang Cung, pokoknya kau tidak usah kau pikirkan hal-hal yang tak berguna!"
"Aku pikir satu satunya jalan inilah yang paling tepat" timbrung Su Gien pula dari samping. "Peduli apapun yang bakal terjadi kau harus menemui dahulu Teh Leng Su Ci beserta suhengmu, kemudian perlahan-lahan kita baru cari akal lain".
"Perkataan dari Loocianpwee tidak salah akhirnya Tan Kia-beng mengangguk. "perduli bagaimanapun aku harus pergi kedusun Tau Siang Cung, mereka masih menunggu kedatanganku."
Setelah berpikir sebentar tambahku, "Cuma aku ingin pergi menemui Sam Kuang Sinnie terlebih dahulu, kini Ui Liong supek masih menanti kedatanganku di kuil tersebut ia memiliki pil Sak Leng, kemungkinan sekali bisa bantu aku memulihkan tenaga lweekang yang punah."
"Hmmm! aku tahu kau ingin berjumpa dulu dengan Mo Cuncu" olok Pek Ih Loo-sat sambil cibirkan bibirnya. "Menurut penglihatanku jauh lebih baik bila saat ini pikirkan dulu persoalan itu, pusatkan saja perhatianmu untuk menuju kedusun Tau Siang Cung. Setelah tiba disana kita baru kirim orang untuk pergi mencari Ui Liong Tootiang dan minta obat Sak Leng Tannya bukankah hal ini jauh lebih bagus"
Belum sempat Tan Kia-beng memberikan jawaban, Su Gien sudah tidak sabaran lagi, selanya dari samping, "Waktu yang kita peroleh saat ini sedikit sama nilainya dengan emas satu kilo, sudah.... sudah.... tidak perlu diributkan lagi, lebih baik berangkat dulu kedusun Tau Siang Cung. Di sana keadaan aman dari sanapun kita masih bisa kirim orang untuk mencari Ui Liong Tootiang, bukankah hal ini jauh lebih baikan?"
Selesai berbicara tidak menanti lagi pendapat dari Tan Kia-beng, ia meloncat ke tengah udara.
Loohu masih ada urusan penting yang harus diselesaikan, maaf aku harus berangkat satu langkah terlebih dahulu, setelah urusan selesai aku pergi memberi kabar kepada Teh Leng Su Ci untuk menyambut kedatanganmu, kalian berangkatlah perlahan-lahan!" serunya keras.
Sepeninggalnya Su Gien, kembali Tan Kia-beng menghela napas panjang. perasaan hatinya pada saat ini benar-benar sangat kacau. suatu kesedihan yang timbul dari dasar hati kepahlawanannya secara mendadak muncul dari dasar lubuk hatinya.
Hu Siauw-cian takut ia terlalu sedih, buru-buru melangkah maju ke depan dan menghibur sambil menepuk nepuk pundaknya yang kekar.
"Mari kita berangkat! kau tidak usah bersedih hati lagi sekalipun kepandaian silat benar-benar punah kaupun masih ada waktu untuk berlatih kembali. lain waktu aku tentu akan menjelajahi seluruh tempat untuk mencarikan obat mujarab dan bantu meningkatkan tenaga lweekang."
Tan Kia-beng tidak menjawab lagi, ia melanjutkan perjalanan dengan kepala tertunduk rendah rendah. kali inilah ia baru merasakan tersiksanya seseorang bila kehilangan ilmu
silat, langkahnya terasa berat dan ngambang lain dari pada keadaan biasa.
Sejak Tan Kia-beng mengucapkan sepatah kata tadi Leng Poo Sianci tidak mengucapkan sepatah katapun, ia berdiri tertegun di sana.
Menanti Tan Kia-beng melangkah pergi tanpa menggubris dirinya lagi, hatinya merasa semakin sedih, sebenarnya ia kepingin mengumbar amarah dengan mengucapkan beberapa patah kata, tapi teringat kalau pada saat ini hatinya sedang kacau maka ia batalkan maksud hatinya itu.
Dalam hati gadis itu lantas mengambil keputusan untuk mencari ayahnya terlebih dulu setelah menemui ayahnya maka ia baru berangkat lagi untuk bantu pemuda ini memulihkan kembali tenaga lweekangnya.
Sesudah mengambil keputusan ia lantas maju dua langkah ke depan.
"Kalian berdua jalanlah perlahan-lahan. aku segera pergi mencari Tia kemudian datang mencari dirimu lagi untuk menyembuhkan lukamu itu...." serunya.
Sehabis berkata dengan kerahkan ilmu meringankan tubuhnya laksana sambaran kilat ia berkelebat pergi.
Memandang bayangan punggungnya yang lenyap dari pandangan Tan Kia-beng merasa hatinya amat sedih seseorang yang berada dalam kesusahan kadang kala baru bisa merasakan betapa berharganya seorang sahabat karib.
Perkenalannya dengan Leng Poo Sianci tidak begitu lama, tapi persahabatan yang ia tujukan kepadanya ternyata begitu jujur, dan bersungguh sungguhnya, sedang ia sendiri.... apa yang sudah ia berikan kepadanya?
Dari Leng Poo Sianci ia berpikir sampai kewanita cantik dari balik kabut serta si Dara Berbaju Hijau Gui Ci Cian, ia merasa mereka semuanya adalah sahabat sahabat karib, dua kali si wanita cantik dari balik kabut dengan taruhan nyawa melindungi dirinya, si Si Dara Berbaju Hijaupun menanamkan pula benih budi kepadanya.
Sedang ia sendiri, karena berbagai persoalan yang amat banyak sukar untuk membalas budi kebaikan orang lain.
Teringat akan hal tersebut tidak kuasa lagi ia menghela napas panjang, gumamnya, "Heeei! budi kebaikan ini terpaksa aku akan balas pada penjelmaan yang kedua...."
Sejak Tan Kia-beng menemukan bila seluruh tenaga lweekangnya punah, hati terasa amat sedih sehingga menghela nafas panjang tiada hentinya.
Ketika itulah, mendadak....
"Bangsat cilik, tidak kusangka akhirnya kaupun merasakan juga keadaan seperti ini hari! haaa.... haaa.... haaa...." seseorang berseru keras dari tempat kejauhan diiringi suara gelak tertawa yang menyeramkan.
Ketika mereka palingkan kepalanya, tampaklah Pek Lok Suseng sambil goyang goyangkan kipasnya munculkan diri dari balik hutan, disisinya ikut berjalan keluar seorang pemuda yang bukan lain adalah Suto Liem. sedang dibelakang mereka masih ada segerombolan toosu toosu yang menggembol pedang.
Tak terasa lagi Pek Ih Loo sat mendengus dingin, di atas wajahnya mulai terlintas selapis hawa napsu membunuh, dalam hatinya sejak semula sudah bulatkan tekad jika orang-orang itu ada maksud jelek terhadap Tan Kia-beng maka ia
akan menggunakan tindakan yang paling telengas untuk menghadapi mereka.
Tan Kia-beng yang melihat orang-orang itu bukan lain adalah anggota Heng-san-pay hatinya rada jadi tenang karena ia merasa dengan nama Heng-san-pay sebagai suatu perguruan kalangan lurus tidak mungkin mereka suka turun tangan menggunakan kesempatan sewaktu orang lain terluka.
Selagi ia sedang bercakap-cakap dengan Pek Lok Suseng, mendadak muncul kembali dua orang lelaki berusia pertengahan dengan dandanan jagoan Bulim, mereka langsung meluncur masuk ke dalam kalangan.
Diam-diam Tan Kia-beng merasa terperanjat, jika orang itu adalah anggota Isana Kelabang Emas maka ia bakal mendapatkan banyak kerepotan.
Pada waktu itu Pek Lok Suseng beberapa orang sudah bersama-sama menghentikan langkahnya kurang lebih satu kaki di hadapan Tan Kia-beng lalu bersama-sama memandang ke arah pemuda itu sambil tertawa bangga.
Kiranya sewaktu Tan Kia-beng beserta Leng Poo Sianci dan Pek Ih Loo sat meninggalkan Suto Liem sekalian berangkat kepuncak Si Sim Hong, Pek Lok Suseng sekalianpun membuntuti dari belakang.
Dengan watak Sie Cu-peng yang licik, dan banyak akal, sewaktu melihat Tan Kia-beng berulang kali mendapatkan cegatan cegatan dari musuh tangguh mereka tetap menyembunyikan dirinya tidak keluar.
Menanti Tan Kia-beng berhasil mengalahkan orang-orang Isana Kelabang Emas, mereka baru melanjutkan kuntitannya ke depan.
Setibanya dipuncak Si Sim Hong, menggunakan kesempatan sewaktu Tan Kia-beng bercakap-cakap dengan Sak Cing Hujien ia melingkar kepuncak sebelah belakang untuk menggabungkan diri dengan beberapa orang suhengnya dari partai Heng-san Pay.
Dengan demikian mengerti jelas situasi pertempuran dipuncak Si Sim Hong beberapa saat berselang, banyak anggota tujuh partai besar yang terluka maupun binasa, diantara tujuh orang ciang bunjien dari tujuh partai besarpun hampir seluruhnya terluka semua. Yen Yen Thaysu dari Siauw-lim pay dalam pertempurannya melawan Majikan Isana Kelabang Emas sudah menderita luka pula.
Tapi beruntung adanya cegatan Yen Yen Thaysu maka ketujuh orang ciang bunjien dari tujuh partai besar bisa meninggalkan gunung Ui San dalam keadaan selamat.
Setelah semua orang mengetahui keadaan yang sesungguhnya merekapun ikut meninggalkan tempat kejadian.
Tapi Pek Lok Suseng yang masih teringat terus akan dendamnya Heng-san It-hok segera mengusulkan sekali lagi pergi menengok Tan Kia-beng sekalian.
Kebetulan sekali waktu itu Tan Kia-beng sedang melangsungkan suatu pertempuran yang sangat mengerikan melawan Hu Sang Popo. Hal ini membuat mereka jadi ketakutan sehingga menghembuskan napas berat pun tak berani.
Kemudian Su Gien datang, Tan Kia-beng jatuh tak sadarkan diri. Walaupun mereka dengar jelas bila tenaga lweekang pemuda she Tan itu sudah punah tapi mereka takut mencari gara gara dengan kedua orang wanita iblis itu semakin takut
lagi terhadap Su Gien, maka dari itu menanti mereka sudah berlalu beberapa orang itu baru turun tangan.
Tan Kia-beng yang melihat Pek Lok Suseng tertawa keras terus menerus, alisnya segera dikerutkan.
"Urusan apa yang patut membuat saudara merasa bangga" tegurnya dingin.
"Aku sedang mentertawakan keadaan saudara mirip dengan naga terjerumus dalam air dangkal. macan ganas kehilangan kuku cakarnya, kejayaan yang telah berhasil kau pupuk sejak tempo dulupun sekarang hanya tinggal kenangan belaka"
Mendengar perkataan tersebut mendadak Pek Ih Loo-sat maju ke depan.
"Apakah kau ingin turun tangan menggunakan kesempatan sewaktu orang berada dalam keadaan bahaya? Hmmm! haruslah kau ketahui masih ada nonamu disini."
"Heee.... heee.... heee.... walaupun Pek Ih Loo sat terkenal akan keganasannya, sayang sekali pada saat ini kau tak bakal bisa mempertahankan nyawamu lagi"
"Hmmm! punya nyali kau boleh coba-coba"
Sudah lama Pek Lok Suseng mendengar nama besar dari Pek Ih Loo sat, sudah tentu ia sendiri tidak berani turun tangan. Mendadak ia berpaling ke arah Suto Liem.
"Sute! jika kau ingin membalaskan dendam kekalahan Siong Hok Susiokmu tempo dulu, inilah saat yang paling baik, ayoh cepat turun tangan!"
Suto Liem mengangguk.
"Baik! biar aku coba...."
Selesai berkata tubuhnya laksana sambaran kilat langsung menerjang ke arah Tan Kia-beng lalu melancarkan serangan mangancam pergelangan dari pemuda tersebut.
"Kau berani!" bentak Pek Ih Loo-sat gusar.
Golok lengkung dengan membentuk selapis cahaya keperak perakan langsung membabat pinggang Suto Liem.
Agaknya Pek Lok Suseng sudah menduga akan kejadian ini, sewaktu Suto Liem menerjang tadi iapun sudah cabut keluar pedangnya.
Menanti golok Pek Ih Loo sat membabat ke depan, iapun segera menggerakkan pedang serta telapaknya untuk menghajar punggung gadis itu hal ini memaksa Hu Siauw-cian harus putar badan melindungi diri sendiri.
Suto Liem yang melancarkan serangan ke arah Tan Kia-beng sama sekali tidak menggunakan pedang maupun telapak melainkan mengeluarkan ilmu menangkap, tujuannya jelas sekali ia ingin mencoba-coba kekuatan lawan dalam serangannya ini.
Tepat pada saat telapak tangannya hampir menyentuh pergelangan tangan Tan Kia-beng mendadak terdengar pemuda she Tan itu mendengus dingin. Telapak tangannya dibalik dengan jurus "Huan Im Hu Yu" atau Mendobrak awan menghancurkan Hujan balik mencengkeram pergelangan musuh.
Tak terasa Suto Liem jadi terperanjat, cepat-cepat ia salurkan hawa murninya.
***(hal.58-59 tidak ada)***
per satu? jikalau tujuan kedatanganmu mencari aku dikarenakan ingin membalas dendam atas kematian Thiam
cong Sam Loo maka orang yang kau tuju adalah salah besar, jika punya nyali pergilah cari Majikan Istana Kelabang untuk bikin perhitungan apa gunanya mencari aku?"
"Jika bukan karena kau, mana mungkin mereka bertiga bisa bencana?" teriak si jago pedang dari Kun Wu dengan gusar.
Sejak kehilangan seluruh kepandaiannya pikiran Tan Kia-beng sudah butek, tidak disangka pada saat seperti ini berulang kali ia berjumpa dengan manusia manusia tidak pakai aturan, hatinya semakin gusar lagi.
Ia tertawa dingin tiada hentinya.
"Sekalipun kematiannya dikarenakan aku orang she Tan, lalu apa yang hendak kalian lakukan?" tantangnya.
"Cabut keluar ototmu danbeset kulitmu untuk membayar hutang nyawa dari ketiga orang itu."
Bersamaan dengan selesainya pembicaraan tersebut mendadak tubuhnya menubruk ke depan, cahaya pedang laksana rantai membabat ke arahnya.
Tiba-tiba....
Cahaya pedang berkelebat lewat sebelah pedang tahu-tahu melayang datang dari sisi kalangan langsung mengunci datangnya gerakan pedang sijago pedang dari Kun Wu ini bersamaan itu pula di depan tubuh Tan Kia-beng sudah muncul seorang pemuda tampan.
Tak terasa Yen Hua itu sijagoan pedang dari Kun Wu jadi melengak.
"Siapa saudara? berani benar menghalang halangi maksudku" bentaknya gusar.
"Suto Liem dari Heng-san-pay!"
**** kangouw, juga tidak pernah tahu peraturan peraturan apa saja yang berlaku di dalam suatu partai besar.
Ia hanya merasa turun tangan menghadapi seorang yang kehilangan kepandaian silatnya bukan suatu perbuatan enghiong. Bersamaan itu pula iapun merasa kagum terhadap kepandaian silat yang dimiliki Tan Kia-beng sehingga timbullah rasa sayang dalam hatinya.
Oleh sebab itu tak terasa lagi timbullah suatu pikiran dalam benak Suto Liem untuk melindungi pemuda tersebut.
---ooo0dw0ooo---
Jilid: 22
Sewaktu si jago pedang dari Kun Wu melihat ia bungkam, dalam anggapannya pemuda tampan tersebut sudah dibikin jeri oleh sikap Be Giok Liong, segera sambungnya dengan suara keras, "Kau anak murid siapa dalam partai Heng-san-pay? haruslah kau ketahui selama ini tujuh partai besar selalu bekerja sama bagaikan satu tubuh, sekalianpun ciangbunjin kalian Thian Kang Tootiang sendiripun sewaktu menemui diriku harus menaruh tiga bagian rasa mengalah, tidak kusangka ternyata kau berani bersikap kurang ajar. ayoh cepat menyingkir kesamping."
Beberapa patah perkataan yang membawa nada gertakan ini jika ditujukan kepada anak murid partai Heng-san-pay yang lain kemungkinan sekali akan manjur, tapi terhadap Suto Liem sama sekali tidak mendatangkan reaksi.
Sehabis mendengar perkataan dari Kun Wu Kiam, Suto Liem kerutkan alisnya sambil tertawa dingin.
"Sudah! Tak usah banyak cakap lagi. Tidak bisa tetap tidak bisa. Jika kalian paksa hendak menggunakan kekerasan, lebih baik kalahkan dulu siauw ya mu."
Si jago kelana Bee Giok Liong betul-betul amat gusar, dengan cepat ia saling tukar pandangan sekejap dengan Kun Wu Kiam lalu diiringi suara bentakan keras bersama-sama melancarkan satu pukulan menghajar tubuh Tan Kia-beng.
Serangan yang datangnya secara mendadak ini sama sekali diluar dugaan Suto Liem dalam keadaan terperanjat pedangnya langsung digetarkan keras.
"Kau berani!" bentaknya gusar.
Pedangnya dengan sejajar dada langsung dibabat ke depan.
"Hee hee heee bangsat cilik. nyalimu benar-benar tidak kecil." jengek sijago pedang dari Kun Wu sambil tertawa dingin.
Pedangnya dikebaskan, dalam waktu singkat ia mengirim tiga buah serangan berantai ke arahnya memaksa Suto Liem terpaksa harus menggerakkan pedangnya menolong diri sendiri.
Kelihatannya serangan dari si jago kelana tersebut akan menghajar kepala Tan Kia-beng.
Kejadian ini sudah tentu membuat Tan Kia-beng jadi sangat mendongkol, sinar mata berkelebat lalu tertawa dingin, telapak tangan dibalik menyongsong datangnya serangan tersebut.
Ternyata ia sudah lupa kalau tenaga dalamnya telah punah sehingga tanpa sadar sudah gerakkan tangannya.
Jika dibicarakan pada hari hari biasa, dengan andalkan tenaga lweekang yang dimiliki Bee Giok Liong saat ini tidak sampai mengerahkan tiga bagian tenaga sudah cukup untuk membereskan dirinya, tapi lain keadaannya pada ini hari.
Ketika itulah terdengar suara jeritan kaget berkumandang memenuhi angkasa.
"Jangan, cepat mundur...."
Diikuti segulung tenaga lunak tapi dingin menerjang keluar dari belakang tubuhnya langsung menyambut datangnya serangan dari sijago kelana tersebut.
"Braaak!" diikuti suara bentrokan keras, tubuh Bee Giok Liong mencelat ke tengah udara membawa sembawa darah segar bagaikan curahan hujan, lalu roboh ke atas tanah.
Suara jeritan ngeri hanya bergema separuh jalan lalu berhenti, orang itu pun menemui ajalnya seketika itu juga.
Perubahan yang terjadi secara mendadak ini benar-benar mengejutkan seluruh hadirin di tengah kalangan.
Kiranya Pek Ih Loo-sat yang menguatirkan keselamatan Tan Kia-beng telah mengirim satu serangan gencar memaksa Pek Lok Suseng terpukul mundur ke belakang setelah itu ia meloncat kesisi tubuh Tan Kia-beng.
Kebetulan sekali waktu itu sijago kelana Be Giok Liong sedang melancarkan serangan ke arah Tan Kia-beng, tanpa pikir panjang lagi ilmu SIan Im Kong Sah Mo Kang dikerahkan. bercampur dengan Tk Yen Mo CIang dihantamkan ke depan.
Serangan yang dilancarkan dalam keadaan terburu-buru ini boleh dikata sudah menggunakan seluruh tenaga lweekang yang dimilikinya, sudah tentu Be Giok Liong bakal tahan menerima serangan tersebut.
Ketika itu sijago pedang dari Kun Wu pun kena didesak mundur tujuh, delapan depa oleh desakan serangan pedang Suto Liem yang aneh tapi lihay, melihat musuhnya mengundurkan diri, sang pemuda tampan tersebutpun menghentikan gerakannya.
Dengan adanya kejadian ini Pek Lok Suseng jadi melengak dan bingung dengan sendirinya, buru ia berjalan mendekati pemuda she suto itu.
"Sute! apa yang sudah terjadi? tenaga lweekang bangsat cilik itu sudah punah dan saat inilah merupakan suatu kesempatan yang baik untuk membereskan di Suto Liem tertawa dingin.
"Caramu berpikir sama sekali berlawanan dengan apa yang aku pikirkan, seluruh ikatan balas membalas harus dibicarakan lagi setelah tenaga dalamnya pulih seperti keadaan semula.
"Jikalau tenaga dalamnya tak bisa pulih untuk selamanya?"
"Maka semua ikatan dendam yang terikat selama ini harus dibikin tuntas sampai disini saja, coba kau bayangkan aku Suto Liem sebagai seorang lelaki sejati patutkah turun tangan terhadap seorang manusia yang tiada bertenaga untuk melawan? apa penderitaan yang ia rasakan pada saat ini sudah cukup besar, kita tak boleh menyusahkan dirinya lagi."
Mendengar perkataan tersebut air muka Pek Lok Suseng kontan saja berubah sangat hebat.
"Bangsat cilik itu merupakan musuh bebuyutan dari perguruan kita, sekali pun kau tidak ingin turun tangan, tidak seharusnya lepaskan dirinya dengan demikian mudah."
Kepada gerombolan toosu yang ada dibelakang ia lantas ulapkan tangannya.
"Ayo turun tangan, kita bereskan dulu si bangsat cilik itu.
"Siapa yang berani turun tangan aku akan suruh dia rasakan bagaimanakah kehebatan pedangku" mendadak Suto Liem membentak keras sambil getarkan pedangnya.
Bentakan ini langsung membuat para toosu itu jadi ketakutan dan bersama-sama menghentikan langkahnya. sinar mata dialihkan ke arah Pek Lok Suseng.
Terhadap sutenya Pek Lok Suseng sendiripun jadi kehabisan akal, alisnya lantas dikerutkan rapat.
Sekalipun kau tidak pandang mata terhadap aku yang jadi suhengmu, apakah peraturan perguruan Heng-san-pay pun tidak suka kau gubris?" teriaknya.
"Heee.... heee.... heee.... Heng-san-pay adalah sebuah perguruan besar dari kalangan lurus, dan tidak mungkin peraturan perguruan yang berlaku tidak mengindahkan keadilan serta kejujuran. jikalau semisalnya benar-benar berlawanan dengan keadilan haaa.... haaa.... haaa.... aku Suto Liem tidak sudi mengikuti perguruan macam itu lagi."
"Kurangajar, benar-benar nyalimu berani membanding bandingkan perguruan kita" bentak Pek Lok Suseng dengan air muka berubah hebat. "Apakah kau tidak takut menerima hukuman siksa potong lengan?"
“Haaa.... haaa.... haaa.... aku Suto Liem hanya tahu berbuat apa yang rasanya dapat kulakukan, perduli macam apakah peraturan yang berlaku aku tidak mau tahu lebih baik kalian tidak usah mengikat diriku dengan topi besar."
Pek Ih Loo sat yang melihat pertentangan diantara mereka suheng te berdua makin lama semakin runcing, kepada Tan Kia-beng segera bisiknya, "Engkoh Beng, mari kita pergi!
jikalau di tengah jalan tiada halangan kemungkinan besar serbelum hari jadi gelap kita sudah bisa tiba di kota Swan Jan."
Tan Kia-beng mengangguk, mereka putar badan dan perlahan-lahan turun dari gunung.
Selama ini Pek Ih Loo Sat selalu mengikuti dan melindungi pemuda tersebut dari arah belakang, sedangkan sijago pedang dari Kun Wu karena kematian kawannya Be Giok Liong. Dalam hati lantas mengerti dengan andalkan tenaga dia seorang tak mungkin bisa melawan pihak lawan, karena itu sambil kempit mayat kawannya buru-buru lari turun gunung.
Para toosu dari Heng-san-pay pun dikarenakan ketidak setujuan Suto Liem, tak seorangpun diantara mereka yang berani turun tangan menghadang, mereka membiarkan kedua orang itu perlahan-lahan lenyap dibalik kegelapan.
Melihat Tan Kia-beng sudah pergi, Pek Lok Suseng tahu beribut terus dengan Suto Liem pun bukan suatu cara yang baik, karena sutenya ini walaupun termasuk dalam perguruan Heng-san-pay, tetapi kenyataan ia belum pernah mendatangi kuil Sam Yen Koan di atas gunung Heng-san, jika sampai ribut terus dengan dirinya kemungkinan besar ia benar-benar bisa melakukan sesuatu tindakan sehingga memaksa dirinya tak bisa turun dari panggung lagi.
Jauh lebih baik jika saat ini sedikit mengalah kepadanya.
Dengan wataknya yang kejam dan telengas sejak semula ia sudah dapatkan satu siasat keji untuk menghadapi Tan Kia-beng, pikirnya, "Bangsat cilik itu mengikat dendam di mana mana, kenapa tidak aku sebarkan berita punahnya kepandaian silat bangsat itu kemana mana? Sampai waktunya sekali pun
kepandaian silat dari Pek Ih Loo sat amat tinggipun bakal sukar untuk menyelamatkan nyawanya."
Setelah keputusan diambil, ia pura-pura perlihatkan sikap hambar, katanya, "Sute! Bila kau ngotot tidak suka turun tangan pada saat ini baiklah! Biar kita kasih kesempatan satu kali buat mereka. Sekarang hari sudah tidak pagi kitapun harus segera berangkat. Ih heng perlu cepat-cepat kembali ke gunung Heng-san untuk meninjau keadaan luka dari Ciang bun Suheng."
Pada hal kembali ke gunung Heng-san adalah palsu, menjalankan siasat busuk adalah tujuan utamanya.
Karena Suto Liem paling tidak suka terikat oleh segala macam peraturan perguruan iapun tidak ingin ikut serta Pek Lok Suseng kembali ke gunung, mendengar perkataan tersebut ia lantas rangkap tangannya menjura.
"Bila masih ada urusan silahkan suheng berlalu! Siauwte masih harus berkelana cari pengalaman, di kemudian hari bila ada kesempatan tentu aku datangi gunung Heng-san untuk menyambangi suheng."
Habis berkata ia lantas berpisah terlebih dulu, Pek Lok Suseng pun dengan membawa serta para toosu lainnya buru-buru turun gunung.
---ooo0dw0ooo---
Kita balik pada Tan Kia-beng serta Pek Ih Loo sat setelah turun gunung.
Pek Ih Loo sat yang mengetahui tenaga Tan Kia-beng sudah punah sehingga keadaannya sama dengan orang biasa, laripun secara diam-diam lantas salurkan hawa murninya untuk menarik lengannya melanjutkan perjalanan cepat.
Tapi sebentar kemudian ia dapat merasakan walau tenaga dalam dari Tan Kia-beng sudah punah tapi langkah kakinya jauh lebih cepat dari keadaan orang biasa, tak sampai hari jadi gelap kedua orang itu sudah tiba di kota Swan Jan dan mencari sebuah rumah penginapan untuk istirahat.
Walaupun jarak antara kota Swan Jan dengan dusun Tau Siang Cungcuma terpaut tida empat hari perjalanan bahkan Su Gien sudah berangkat kirim kabar terlebih dahulu, rasanya di dalam satu, dua hari ini tentu ada orang yang bakal datang menyambut kedatangan mereka.
Tapi, perasaan hati Pek Ih Loo-sat tetap diliputi ketegangan, ia takut di dalam satu dua hari yang singkat ini bisa terjadi suatu peristiwa.
Sejak gadis ini terjunkan diri ke dalam dunia kangouw belum pernah ia merasakan kuatir, takut, dan terkejut macam begini. Baru pertama kali ini ia benar-benar merasakan kejadian tersebut.
Tan Kia-beng mengerti jelas bagaimana perasaannya. sambil tertawa ia malah menghibur, "Mati hidup tergantung takdir. yang harus kau kuatirkan? walaupun kepandaian silatku sudah punah tapi menghadapi manusia sebangsa Pek Lok Suseng sekalian belum sampai kupandang sebelah matapun"
"Sejak aku terjunkan diri ke dalam dunia kangouw" kata Hu Siauw-cian sambil kerutkan alisnya "Pertarungan mati hidup sudah kualami entah kesekian kalinya, tapi belum pernah aku merasa bergidik macam ini hari, aku selalu kuatir bisa terjadi suatu peristiwa"
Tan Kia-beng tersenyum.
"Soal ini kemungkinan sekali disebabkan kau terlalu menguatirkan nasibku, sebenarnya tidak mengapa! eei....!
seharian penuh kau sudah bertempur badanmu tentu lelah, cepat pergilah tidur dahulu, aku rasa sekalipun ada orang bermaksud jahat terhadap diriku, berita ini pun tak bakal tersebar sedemikian cepatnya, apalagi orang yang mengetahui urusan ini tidak begitu banyak"
"Walaupun perkataanmu benar, tapi aku selalu merasa bahwa Pek Lok Suseng bukan sebangsa manusia baik-baik"
"Dengan andalkan sedikit kepandaiannya, perbuatan apa lagi yang masih bisa ia lakukan? sudahlah, kau tidak usah kuatir terus, pergilah tidur, akupun harus duduk sebentar kemudian baru tidur"
"Hhmmm.... akupun merasa mulai rada lelah" Hu Siauw-cian menguap dan bangun berdiri.
Habis berkata ia lantas melangkah keluar dari kamar pemuda tersebut, bicara sesungguhnya perjalanan yang baru saja ia tempuh bersama-sama Tan Kia-beng benar-benar sangat melelahkan dirinya.
Sewaktu kedua orang itu sedang bercakap-cakap di dalam kamar tadi, diluar jendela ada sepasang mata yang jeli sedang memperhatikan keadaan di dalam ruang tersebut.
Sewaktu sinar matanya terbentur dengan wajah Tan Kia-beng yang pucat pasi bagaikan mayat, diam-diam ia menghela napas panjang dan menanti setelah Hu Siauw-cian berlalu iapun ikut berkelebat pergi.
Ketika itu magrib baru saja menjelang datang. di tengah jalan raya banyak sekali orang yang berlalu lalang, di depan rumah penginapanpun ramai sekali dengan suara hiruk pikuk.
Sang pelayan sedang berdiri menanti kedatangan tamu di depan pintu rumah penginapan mendadak dibikin sadar oleh
munculnya seorang Dara Berbaju Hijau yang amat cantik dan berpakaian perlente.
Melihat munculnya bidadari cantik, dengan wajah penuh senyum sang pelayan maju menyongsong.
"Nona apakah kau mencari kamar untuk menginap? di dalam rumah penginapan kami terdapat kamar kelas satu yang paling bersih. tanggung nona pasti puas"
Sambil tersenyum nona berbaju hijau itu mengangguk sang pelayanpun segera menghantar ia ke belakang rumah penginapan yang merupakan kamar kelas satu.
Setelah pintu kamar terbuka sedikitpun tidak salah, keadaan disana bersih dan nyaman, dengan perasaan puas Dara Berbaju Hijau itu mengangguk.
Sang pelayan yang melihat tetamunya sudah ambil putusan, buru-buru ia bekerja keras menghidangkan air teh, ambil air untuk cuci muka dan bereskan pembaringan.
Ternyata Dara Berbaju Hijau itu tidak ribut cuci muka atau minum teh, tapi dari dalam buntalannya mengambil keluar sebuah benda putih bersih bagaikan salju, keadaannya sedikit mirip loba berbentuk bayi.
"Coba kau carilah sebuah nampan untukku" katanya kepada sang pelayan.
Sang pelayan menyahut, tidak selang lama kemudian ia sudah membawa datang sebuah nampan. ketika itulah si Si Dara Berbaju Hijau mengambil keluar sebilah pisau dan dibelahnya loba putihi tersebut menjadi berpuluh puluh iris kemudian diletakkan ke atas nampan setelah itu ia masukkan kembali sisa loba putih tadi ke dalam buntalan.
"Heeei pelayang" katanya sambil berpaling dan tersenyum. "Coba kau bawalah barang ini kekamar siang-kong she-Tan yang ada di sana, jika ia bertanya kepadamu katakan saja ada buah Touw bagus".
Walaupun Sang pelayan menyahut tapi di atas wajahnya terlintas suatu keragu raguan karena perbuatan semacam ini sudah sering ia jumpai dalam tugasnya sehari hari, ia takut nona itu taruh racun di atas nampan atau melakukan sesuatu perbuatan sehingga mengakibatkan tidak baik buat orang yang dituju.
Sejak semula sidara cantik berbaju hijau itu sudah mengerti maksud hatinya, dari dalam saku ia ambil keluar setahil perak dan disusupkan genggamannya. lalu mengambil sebiji loba dan dimasukkan ke dalam mulut.
"Benda ini sebenarnya akan kuhantarkan sendiri, cuma dikamarnya masih ada seorang nona berbaju putih...."
Bicara sampai disini sengaja ia mempertajam nada suaranya.
Setelah mendapat uang, pelayan itu dengan setengah mengerti setengah tidak manggut manggut.
"Hamba paham.... hamba paham."
Dengan membawa nampan ia lantas berlari menuju keluar.
Benda yang ada di atas nampan itu adalah suatu benda yang sangat berharga, sudah tentu sang Dara Berbaju Hijau itu tidak berlega hati membiarkan sang pelayan membawa pergi benda tersebut dengan begitu saja.
Sepeninggalnya sang pelayan, ia pun berkelebat keluar dari kamar dan mengikuti dari belakang tubuh orang itu.
Pelayan tersebut benar-benar pandai melakukan pekerjaan, setibanya di depan kamar Tan Kia-beng ia lantas mengetuk pintu dan menghantarkan loba tadi ke hadapan sang pemuda.
"Buah ini adalah buah Touw dari daerah sekitar sini" katanya sembari tertawa. Rasanya amat manis dan harum baunya. Karena hamba muka siankong kurang dan aku pikir tentu sudah masuk angin maka sengaja kucarikan buah segar untuk siankong icipi."
Waktu itu Tan Kia-beng sedang duduk murung seorang diri dibawah sorotan sinar lampu. hatinya amat kesal sekali, mendadak melihat sang pelayan datang membawa senampan buah segar dan ucapannya begitu menarik hati, hatinya lantas menduga jika orang itu sedang menginginkan persenan.
Diambilnya irisan loba tadi dan dimasukkan ke dalam mulut, ketika merasa amat manis dan segar tak kuasa lagi ia ambil irisan yang kedua.
Tidak selang beberapa saat kemudian beberapa irisan loba tadi sudah disikat habis, dari sakunya ia lantas ambil keluar setahil perak dan dilemparkan ke atas baki.
"Eehmmm.... buah tersebut benar-benar manis, terima kasih terima kasih.... jika besok ada lagi tolong kau bawakan kemari."
Sang pelayan yang mendapat persenan lipat ganda, wajahnya lantas berubah kegirangan, mulutnya tiada henti mengucapkan terima kasih sedang dalam hati pikir, "Pekerjaan bagus semacam ini mungkin selama hidup tak akan kujumpai lagi. dari mana aku bisa dapatkan buah sebagus itu?"
Sepeninggalnya sang pelayannya, Tan Kia-beng pun tidak pikirkan urusan itu ke dalam hati, benaknya terus menerus memikirkan setelah kedatangan didusun Tau Siang Cung.
Ia merasa kepandaian silatnya sudah punah, sudah tentu tak dapat menjabat sebagai Kauwcu dari Teh Leng Kauw lagi, tapi perkumpulan tersebut bagaimanapun harus didirikan kembali. kalau tidak bagaimana ia bisa menghibur sukma Han Tan Loo dialam baka?
Ia merasa orang yang paling cocok untuk jabatan ini adalah suhengnya si Penjagal Selaksa Lie. sampai waktunya ia sudah ambil keputusan untuk serahkan seruling kumala itu kepadanya.
Lama sekali pemuda itu duduk termenung dibawah sorotan sinar lampu, ia tidak merasa bila mara bahaya sudah mengancam dari empat penjuru, orang-orang yang ada maksud mencelakai dirinya satu demi satu mulai mengalir datang, dan mungkin ratusan orang jago lihay sudah berkumpul disebelah sana
Kiranya tempat ini merupakan suatu tempat yang penting dalam berkumpulnya jago-jago Bulim. kebanyakan para jago yang mencari berita dan mereka mereka yang baru turun dari gunung Ui san pada peristiwa disitu
Pada sore hari itu juga, dalam dunia persilatan sudah digemparkan oleh dua buah berita, Pertama. Pertemuan puncak digunung Ui san diakhiri dengan suatu pertempuran dahsyat karena serbuan orang-orang Isana Kelabang Emas. Banyak jago-jago liehay dari tujuh partai besar yang menemui ajalnya dalam pertarungan tersebut bahkan para ciangbunjin partai besarpun menderita luka parah,
Perkumpulan Kay-pang yang pengaruhnya hampir merata diseluruh pelosok Bulim pun dalam pertarungan ini banyak yang menderita luka maupun mati binasa.
Kedua. Ahli waris Han Tan Loojien yang baru baru ini menggemparkan seluruh dunia kangouw, Tan Kia-beng di dalam pertarungan tersebut melawan Majikan Isana Kelabang Emas sama-sama telah menderita luka kemudian di dalam pertarungannya melawan Hu Sang Popo, guru dari Majikan Isana Kelabang Emas kehilangan seluruh kepandaian silatnya. Sekarang dibawah kawalan Pek Ih Loo sat sedang turun gunung dan melewati kota Swan Jan menuju desa Tau Siang Cung.
Berita tersebut bagaikan segulung angin taupan melanda seluruh dunia persilatan di dalam waktu yang singkat. Terhadap berita yang pertama banyak orang kecuali terkejut hanya bisa menghela napas panjang.
Tapi mengenai peristiwa punahnya kepandaian silat yang dimiliki Tan Kia-beng laksana besi semberani menghisap perhatian banyak orang.
Demikianlah, mereka mereka yang tempo dulu pernah mengikat permusuhan dengan pemuda tersebut mulai melakukan pengejarannya keempat penjuru, mereka hendak menggunakan kesempatan ini berusaha melenyapkan nyawa sang "Anakan Iblis" ini.
Dan banyak pula jago-jago Bulim yang mempunyai nafsu besar pada melakukan pengejaran, tujuan mereka bukan lain adalah pedang kuno Kiem Ceng Giok Hun Kiam.
Kota Swan Jan yang pada hari hari biasa tenang, dalam sekejap mata sudah jadi ramai oleh tiupan angin taupan....
---ooo0dw0ooo---
Kita balik pada Tan Kia-beng yang duduk seorang diri dibawah sorotan lampu, selagi ia melamun dengan hati sedih
mendadak telinganya dapat menangkap suara baju tersampok angin berkumandang datang.
Hatinya jadi amat terperanjat, diam-diam pikirnya.
"Saat ini seluruh tenaga dalamku punah, jika yang datang adalah musuh tangguh bagaimana aku bisa tahan untuk melakukan perlawanan?"
Ketika itulah tampak sesosok bayangan manusia berkelebat lewat, dan orang itu bukan lain adalah Pek Ih Loo-sat.
Setibanya dalam kamar, gadis itu langsung meniup padam lampu yang menerangi ruangan, kapada Tan Kia-beng bisik lirih, "Sstt! kelihatannya pada malam ini sangat aneh kemungkinan besar berita ini sudah bocor".
"Kalau benar-benar bocor maka orang yang membocorkan berita tersebut tidak luput tentu perbuatan dari Pek Lok Suseng manusia itu memang patut dibunuh mati" seru Tan Kia-beng sambil kerutkan alisnya.
"Hmmm! nanti jika aku temui dirinya lagi aku pasti akan berusaha untuk membinasakan dirinya dibawah tusukan golok lengkung beracunku".
"Sekarang waktu masih terlalu pagi aku rasa mereka tak akan berani turun tangan, kau beristirahatlah terlebih dahulu untuk kumpulkan tenaga...."
"Tidak perlu, aku pikir saat ini Su Gien pepek tentu sudah tiba didusun Tau Siang Cung, orang yang menyambut kedatangan kitapun seharusnya sudah datang, aku pikir daripada menanti disini jauh lebih baik segera berangkat melakukan perjalanan, kemungkinan sekali tindakan ini jauh berada diluar dugaan mereka."
Keadaan Tan Kia-beng pada saat ini benar-benar diliputi kemasgulan, teringat kekuatan yang ia miliki sampai Majikan Isana Kelabang Emaspun menaruh tiga bagian rasa jeri terhadap dirinya, kini sesudah tenaga lweekangnya punah ternyata harus melarikan diri terbirit-birit.
Hal ini membuat semangatnya terpukul lama sekali tak terjawabkan olehnya perkataan dari Hu Siauw-cian itu.
Si Pek Ih Loo sat pun tahu bila saat ini hatinya sedang risau, dengan suara setengah berbisik hiburnya.
"Kadangkala seorang lelaki sejati harus menahan sabar melihat keadaan, malam ini kau tak bertenaga untuk turun tangan, sementara waktu menghindarpun rasanya bukan suatu persoalan yang memalukan. Menanti tenaga lweekangmu sudah pulih kembali seperti sedia kala perlahan-lahan kita cari kembali mereka untuk bikin perhitungan.
"Heeei.... rasanya inilah satu satunya jalan yang bisa ditempuh" akhirnya Tan Kia-beng menghela napas panjang.
"Kalau begitu mari kita segera berangkat"
Habis berkata mendadak tangannya menyambar menggendong tubuh Tan Kia-beng ke atas punggungnya lalu melesat keluar melalui jendela.
Melarikan diri dengan digendong seorang gadis rasanya baru pertama kali ini dirasakan Tan Kia-beng, suatu perasaan malu yang sukar ditahan segera mengalir keluar dari dasar hatinya.
"Eeei.... cepat turunkan diriku, aku bisa jalan sendiri teriaknya cemas.
"Sssttt.... perlahan sedikit kalau bicara" buru-buru Pek Ih Loo sat memberi peringatan, "Urusan sangat mendesak,
bagaimanapun aku harus menggendong dirimu keluar dari pintu kota dulu, kemudian kita bicarakan lagi."
Tidak memperduli suara teriakan dari Tan Kia-beng lagi ia melesat keluar kota laksana anak panah yang terlepas dari busur.
Ilmu meringankan tubuh yang dimiliki gadis ini benar-benar amat sempurna, walaupun ia harus menggendong seseorang di dalam melakukan perjalanan tapi sedikitpun tidak kelihatan terganggu.
Sejenak kemudian mereka sudah melewati tembok kota dan tiba disuatu tempat yang sunyi.
Tan Kia-beng yang melihat gadis itu berlari dengan sepenuh tenaga, lama kelamaan hatinya merasa tidak tenang.
"Siauw Cian, turunkan diriku, biarlah aku berjalan lambat lambat...." kembali teriaknya.
Pek Ih Loo sat yang melihat pemuda tersebut sekali lagi berteriak, terpaksa menurunkan dirinya dan menghela napas panjang.
"Saat ini tiada waktu untuk banyak mengindahkan kaidah kesopanan lagi terus terang kukatakan jikalau bukannya seluruh tenaga lweekang pun punah perlu apa kita takuti mereka?"
"Heee.... heee.... heee.... kalau memang tidak takut, buat apa kalian melarikan diri terbirit birit" mendadak dari belakang mereka berkumandang suara seseorang menyambung.
Mendengar perkataan tesebut Pek Ih Loo sat jadi sangat terperanjat, dengan sebat ia putar badannya.
Tampaklah seorang siucay berusia pertengahan yang memakai jubah warna merah darah sambil bergendong tangan
sudah berdiri dibelakang mereka dan ketika itu sedang memandang ke arahnya dengan pandangan dingin Tan Kia-beng sudah tentu kenal dengan si siucay berusia pertengahan yang bukan lain adalah "Siauw Siang Yu Su" itu kawan dari Heng-san It-hok dalam usahanya merebut pedang kumalanya.
Tak terasa lagi ia mendengus dingin, kepada Pek Ih Loo Sat bisiknya lirih, "Dia adalah Siauw Siang Yu Su."
Pek Ih Loo Sat yang melihat hanya dia seorang yang munculkan diri apalagi nama Siauw Siang Yu Su di dalam pandangannya sama sekali tidak berharga, tak terasa segera berseru dengan nada dingin, "Perduli siapakah dia nonamu tetap tak pandang sebelah matapun, jika ia bermaksud jahat. Hmmm! mungkin di dalam tempat sesunyi ini bakal bertambah dengan selembar sukma gentayangan."
“Ooouw benar begitu?" ejek Siauw Yu Su seraya tertawa dingin, kakinya selangkah demi selangkah maju mendekati tubuh Tan Kia-beng.
Mendadak Pek Ih Loo Sat meloncat ke depan menghadang dihadapan tubuh pemuda tersebut, alisnya melentik.
"Bila kau berani maju satu langkah lagi nonamu segera akan cabut nyawa anjingmu bentaknya keras.
Walaupun Siauw Yu Su tidak jeri, tapi bala bantuan ada di belakang dan sekarang belum tiba, kena dibentak oleh Pek Ih Loo Sat ia jadi berdiri tertegun dan tidak berani maju lagi.
Terhadap Siauw Siang Yu Su sudah tentu Pek Ih Loo sat tak akan pandang sebelah matapun, tapi ia tahu dibelakangnya berturut turut bakal mengejar datang banyak sekali jago-jago liehay, ia takut setelah kedatangan banyak musuh tak ada kesempatan lagi baginya untuk melindungi keselamatan pemuda tersebut.
Dengan cepat ditariknya pemuda itu untuk diajak pergi.
"Buat apa kita urusi manusia manusia rendah yang rakus akan milik orang lain, mari kita pergi!"
Lambat lambat kedua orang itu menggerakkan kakinya untuk berlari dari sana, tapi pada saat itulah tampak sesosok bayangan manusia kembali berkelebat datang diiringi suara tertawa keras yang menusuk telinga.
"Haaa.... haaa.... haaa.... mau pergi tidak susah, asalkan pedang kumala yang berada di atas pinggangmu berikan kepadaku" serunya.
Tan Kia-beng segera berpaling, dengan cepat ia berhasil mengenali orang itu bukan lain adalah "Siauw Bian Yen Loo" atau si Raja Akhirat berwajah ketawa Song Chiet tak terasa alisnya berkerut, rasa gusar memuncak dalam hatinya.
Sungguh anjing anjing yang tidak tahu malu" diam-diam makinya di dalam hati. "Jikalau kepandaian silatmu belum punah rasanya mereka tak akan punya nyali begitu besar untuk cari gara gara"
Kejadian ini memang nyata, terang terangan Si Raja Akhirat berwajah ketawa Song Chiet serta Siauw Siang Yu Su tahu jika kepandaian dari Tan Kia-beng sudah punah mereka baru timbul keberanian untuk merampas pedang kumalanya.
Saat ini setelah kedatangan si Raja Akhirat berwajah ketawa Song Chiet, semangat dari Siauw Siang Yu Su pun timbul kembali tanpa mendengus atau mengucapkan sepatah katapun ia maju menerjang ke depan dan melancarkan satu cengkeraman membabat dada pemuda she Tan.
"Kau cari mati!" bentak Pek Ih Loo sat teramat gusar.
Telapak tangannya mengirim satu pukulan tak berwujud ke tengah udara, segulung hawa pukulan berhawa dingin menusuk tulang langsung menghajar keluar bagaikan amukan ombak dahsyat di tengah samudra.
Ilmu pukulan Sian Im Kong Sah Mo Kang sudah terkenal di dalam dunia kangouw dan menjagoi kepandaian macam apapun. Dalam keadaan terburu-buru Siauw Siang Yu Su pun tidak ingin menempuh bahaya menerima datangnya serangan tersebut, buru-buru telapak tangannya ditekan ke bawah lalu menyingkir ilmu langkah kesamping.
Pada saat Pek Ih Loo sat melancarkan pukulan mendesak mundur Siauw Siang Yu Su itulah Si Raja Akhirat berwajah ketawa Song Chiet memperdengarkan suara tertawa anehnya yang lebih mirip jeritan kuntilanak, tubuhnya laksana angin puyuh berkelebat menubruk ke arah Tan Kia-beng.
Melihat kejadian itu Pek Ih Loo-sat merasa cemas bercampur gusar, dengan diiringi suara gemerincing yang nyaring tahu-tahu golok lengkung terbuat dari peraknya sudah dicabut keluar.
Dengan gerakan "Hut Ciang Hoa Im" atau Mengebut Tembok Bayangan Bunga golok lengkungnya memancarkan serentetan cahaya keperak perakan langsung melindungi seluruh tubuh Tan Kia-beng diikuti suara bentakan bergema memenuhi angkasa sreet! Sreeet! Sreeet! berturut-turut ia mengirim tiga buah serangan berantai.
Golok lengkungnya dengan memancarkan cahaya tajam dengan disertai titik titik bintang perak yang amat banyak meluncur ke tubuh lawan.
Ketiga buah jurus serangan yang dilancarkan dalam keadaan gusar ini benar-benar amat cepat dan santar, telengas bukan main.
Walaupun Siauw Siang Yu Su serta si Raja Akhirat berwajah ketawa semuanya adalah jago-jago lihay dari kalangan dunia persilatan tapi menghadapi serangan serangan aneh yang cepat dan santar ini kena terdesak juta sehingga terpukul mundur terus ke belakang.
Tapi Pek Ih Loo sat yang terus menerus menguatirkan keselamatan Tan Kia-beng, ia tidak berani berpisah terlalu jauh. Setelah berhasil memaksa mundur kedua orang itu buru-buru buyarkan serangan dan mundur kembali kesisi pemuda tersebut.
Baik Siauw Siang Yu Su maupun si Raja Akhirat berwajah ketawa sama-sama adalah jago-jago kangouw kawakan, sudah tentu mereka dapat menangkap juga titik kelemahan tersebut.
Mereka berdua lantas saling tukar pandangan sekejap, suatu siasat bagus muncul dalam benak mereka berdua orang itu tidak lagi menerjang secara hadap-hadapan tapi bergerak gerilya, satu maju yang lain mundur dan tujuan yang mereka arah hanya Tan Kia-beng seorang.
Menanti Pek Ih Loo sat berhasil memaksa mundur Siauw Siang Yu Su, maka si Raja Akhirat berwajah ketawapun bergerak maju ke depan.
Siasat ini benar-benar merupakan suatu siasat yang amat licin, bukan saja membuat Pek Ih Loo sat tidak berhasil melancarkan serangan bahkan lama kelamaan jadi lelah sendiri. keringat mengucur keluar membasahi seluruh tubuh.
Ketika itu orang yang paling merasa sedih adalah Tan Kia-beng sendiri, sejak ia munculkan diri ke dalam dunia kangouw dan mengalami betah seberapa banyak pertarungan sengit serta kepungan berapa banyak jagoan lihay selalu berhasil memunahkan keadaan bahaya dengan andalkan kepandaian silat serta kecerdikannya.
Tidak disangka pada suatu ketika tenaga lweekangnya punah dan membutuhkan seorang perempuan untuk melindungi dirinya. Kontan saja hati kecilnya pada saat ini benar-benar seperti disiksa.
Siauw Siang Yu Su yang melihat siasatnya berhasil mengenai sasaran, hatinya jadi kegirangan setengah mati, diam-diam pikirnya, "Aku tidak akan takut kelihayan dari budak itu, asalkan waktu berlarut agak lama akhirnya akan keteledor juga."
Teringat akan hal itu, tak kuasa ia dongakkan kepalanya tertawa terbahak-bahak.
"Haaa.... haaa.... haaa.... budak busuk, sekarang seharusnya kau mengetahui kelihayan dari Toa-yamu bukan? jika tidak kau serahkan pedang kumala dari bangsat cilik itu, aku takut kalian susah untuk meloloskan diri dari bencana."
Dalam keadaan gusar napsu membunuh secara samar-samar menyelinap di atas wajah Pek Ih Loo Sat, mendadak golok lengkungnya digetarkan keras. Sambil putar golok ia membabat pinggang lawan, sedang tangan kirinya dengan menggunakan dua belas bagian tenaga Sian Im Kong Sah Mo Kang dihajarkan ke depan.
Siauw Siang Yu Su sama sekali tidak menyangka kalau gadis itu bisa melancarkan serangan mematikan ke arahnya, dalam keadaan terperanjat ia tidak berani manyambut
serangan tersebut dan buru-buru mengundurkan diri ke belakang.
Pak Ih Loo sat mendengus dingin, di dalam waktu singkat ia sudah mengirim tujuh buah babatan dan melancarkan lima buah serangan berantai.
Seketika itu juga seluruh angkasa telah dipenuhi dengan cahaya keperak perakan yang gemerlapan menyilaukan mata, angin pukulan berhawa dingin menderu deru bagaikan taupan, kontan jalan mundur dari Siauw Siang Yu Su kena tertutup rapat, kelihatannya ia sudah terjerumus dalam keadaan bahaya.
Si Raja Akhirat berwajah ketawa Song Chiet yang menonton jalannya pertarungan dari sisi kalangan, walaupun terang terangan melihat Siauw Siang Yu Su berada dalam keadaan bahaya tapi ia tidak maju membantu, secara diam-diam tubuhnya menyelinap ke belakang punggung Tan Kia-beng lalu melancarkan satu cengkeraman ke depan.
Walaupun tenaga dalam dari Tan Kia-beng sudah punah, tapi perasaannya masih tajam, melihat serangan dari si Raja Akhirat berwajah ketawa berkelebat datang cepat laksana sambaran kilat, mendadak pundaknya bergerak lalu dengan amat ringan menghindarkan diri dua langkah ke samping
Perubahan yang terjadi secara mendadak ini sampai ia sendiripun dibuat keheran heranan.
Si Raja Akhirat berwajah ketawa yang melihat serangannya tidak berhasil mencapai pada sasarannya segera tertawa dingin.
"Hmmm! kau ingin melarikan diri? jangan bermimpi disiang hari bolong!"
Sepuluh jari tangannya dipentangkan lebar-lebar dari kiri serta kanan mencengkeram datang.
Tapi suara tertawa dingin yang diperdengarkan olehnya itu segera mengejutkan Pek Ih Loo Sat dan bersamaan itu pula telah menolong selembar nyawa Siauw Siang Yu Su.
Kiranya Pek Ih Loo Sat yang sudah membenci Siauw Siang Yu Su ketika itu sedang melancarkan serangan dahsyat siap-siap mencabut nyawanya, mendadak dari belakang tubuhnya berkumandang datang suara tertawa Si Raja Akhirat berwajah ketawa yang amat menyeramkan, hal ini membuat ia jadi terperanjat.
Buru-buru serangan dibatalkan, lantas putar badan dan berlari mendekati Tan Kia-beng.
Tapi disebabkan gadis tersebut hanya mengejar Siauw Siang Yu Su terus menerus, jaraknya dengan Tan Kia-beng sudah terpaut dua kaki jauhnya, perduli gerakan tubuhnya sebagaimana cepatpun tidak bakal bisa menandingi kecepatan gerak dari si Raja Akhirat berwajah ketawa yang melancarkan serangan jarak dekat.
Kelihatan jelas sepasang telapak si raja akhirat berwajah ketawa Song Chiet bakal menempel di atas baju Tan Kia-beng.
Mendadak....
Segulung angin pukulan berhawa dingin tahu-tahu meluncur datang dan langsung mengancam jalan darah "Ih Liang" serta "Kwan Pang" pada punggung Song Chiet, datangnya serangan amat aneh dan luar biasa
Jikalau Si Raja Akhirat berwajah ketawa tidak buyarkan serangan dan mengundurkan diri maka ia bakal terluka dibawah serangan tersebut.
Karena itu tanpa perduli Tan Kia-beng lagi pergelangan tangannya ditekan ke bawah lantas tubuhna menyingkir kesamping, dengan amat sebat ia meloloskan diri dari desakan serangan tersebut.
Ketika ia berpaling tampaklah entah sejak kapan dibelakang tubuhnya sudah muncul dua orang kakek tua berwajah buas dan memakai mantel bulu berwarna ungu.
Sebagai seorang yang sering melakukan perjalanan di dalam dunia kangouw sudah tentu ia mengenali jika kedua orang tua itu adalah si "Siauw Bian Coa Sim" atau Si muka Riang Berhati Ular Go Tau Seng serta "Suo Hu Bu Ciang" atau Si Setan Gantung Pengikat Sukma Ong Thian anggota dari Chuan Tiong Ngo Kui, diam-diam hatinya merasa bergetar dan mengetahui jika keadaan tidak menguntungkan.
Tapi diluaran ia tetap mempertahankan ketenangannya, sambil tertawa terbahak-bahak ujarnya, "Haaa.... haa.... haaa.... aku kira siapa, kiranya Penguasa Go serta penguasa Ong."
"Hmmm! jikalau saudara masih kenal dengan kami bersaudara itulah sangat bagus, harap urusan malam ini kalian suka mengalah demi memandang wajah kami" seru Si Muka Riang berhati ular Go Tou Seng dingin.
Mendengar perkataan tersebut pada mulanya si Raja Akhirat berwajah ketawa rada tertegun, tapi sebentar kemudian ia sudah tertawa seram.
"Penguasa Go! kaupun terlalu tidak pandang aku Song Chiet barang setahilpun, bangsat she Tan itu tiada ikatan keluarga maupun sanak saudara dengan dirimu dengan andalkan apa kalian suruh aku mengundurkan diri?"
"Walaupun antara kami dengan orang she Tan tiada ikatan apapun tapi ia sudah berhutang darah dengan kami." kata Go Tou Seng dengan nada semakin ketus. "Ini malam kami dua bersaudara sudah tiba disini. jangan dikata hanya kau seorang sekalipun tujuh partai besar datang kemari semuapun aku tidak akan membiarkan mereka ikut campur di dalam urusan ini."
Waktu Pek Ih Loo sat sudah berdiri disisi Tan Kia-beng, sedang Siauw Siang Yu Su yang baru saja berhasil meloloskan diri dari kematian setelah tenangkan hatinya lantas berkelebat dan berdiri sejajar dengan si Raja Akhirat berwajah ketawa.
Walaupun mereka mengerti jika Chuan Tiong Ngo Kui bukan manusia yang gampang diganggu, tapi dengan kedudukan dirinya sebagai seorang jago kenamaan sudah tentu mereka pun tidak ingin tunjukkan kelemahan sendiri dihadapan orang lain apalagi diantara lima setan baru dua orang yang datang. Mereka sama sekali tidak tahu jika ketiga setan lainnya sudah menemui ajalnya sewaktu berada diperkampungan Thay Gak Cung.
Merasakan jumlah orangnya tidak kalah banyak semangat Siauw Siang Yu Su serta Si rajah akherat berwajah ketawa berkobar kembali.
"Baiklah, kita tentukan secara blak-blakan saja" ujarnya kemudian. "Perduli kalian hendak menggunakan cara apa untuk menghadapi bangsat she Tan itu kami tidak akan ikut campur, asalkan barang yang ada di pinggangnya kita tentukan dulu akhirnya siapa yang bakal dapatkan."
Si Setan Gantung Pengikat Sukma Ong Thian pentangkan matanya bulat bulat, cahaya hijau berkelebat menggidikkan hati.
"Urusan ini gampang sekali ditentukan" katanya dengan suara keras.
Akhirnya siapa yang bakal peroleh benda tersebut baiknya kita selesaikan dengan mengandalkan kepandaian sendiri sendiri. Tapi perkataan harus dijelaskan dahulu, bila kalian pastikan diri akan mencampuri urusan ini, sampai waktunya jangan salahkan kami dua bersaudara akan turun tangan telengas."
Keadaan dari si Raja Akhirat berwajah ketawa Song Chiet serta Siauw Siang Yu Su pada saat ini sudah mirip menunggang di atas punggung harimau, maju mundur serba salah.
Bila semisalnya mereka sungguh lepas tangan maka dikemudian hari tak bakal ada muka lagi bagi mereka berdua untuk tancapkan kaki di dalam dunia persilatan jika mereka tidak suka lepas tangan. Chuang Tiong Ngo Kui pun bukan manusia yang gampang diganggu.
Dengan cepat si Raja Akhirat berwajah ketawa melirik sekejap ke arah Siauw Siang Yu Su kemudian terbatuk batuk kering. selagi ia menoleh dan hendak mengucapkan sesuatu mendadak sinar matanya terbentur dengan beberapa sosok bayangan jago-jago Bulim yang entah sejak kapan sudah munculkan diri dari empat penjuru hutan. jumlah mereka kurang lebih ada tiga puluh orang.
Bila ditinjau dari dandanan mereka jelas merupakan anak buah dari Chuan Tiong Ngo Kui, diam-diam hatinya jadi terperanjat. perkataannya yang hendak diucapkan keluarpun segera ditelah kembali.
Simuka Riang berhati Ular Go Tou Seng yang melihat perubahan air mukanya segera mengerti kalau orang itu sudah dibikin jeri, tak terasa sekali lagi dia tertawa dingin.
Waktu sudah tidak banyak lagi, aku rasa saudara sekalian sudah ambil keputusan. kami tidak bisa tunggu lebih lama lagi."
Si Raja Akhirat berwajah ketawa Song Chiet dengan cepat ambil keputusan, mendadak ia mundur dua langkah dan berdiri sebaris dengan Tan Kia-beng berdua jelas tindakannya ini menunjukkan bila dalam keadaan kepepet ia akan bekerja sama dengan Pek Ih Loo sat untuk melakukan perlindungan.
Melihat kejadian itu simuka riang berhati ular tertawa dingin, tangannya diulapkan anak buahnya yang ada diempat penjuru dengan membentuk barisan perlahan-lahan mendadak mendekat.
Si setan gantung mengikat sukma Ong Thian pun mencabut keluar pedang Sang Bun Kiamnya yang lebar.
Melihat kejadian makin lama semakin tegang, diam-diam Siauw Siang Yu Su lantas berbisik kepada Pek Ih Loo sat, "Keadaan situasi pada malam ini jelas menunjukkan bila mereka bukan saja bermaksud jelek terhadap Tan Sauw hiap seorang bahkan semua orang yang hadir dikalangan pun tidak untung. Untuk sementara kami harus bekerja sama dengan kalian untuk melindungi nyawa kita tercabut sia-sia."
Dengan wajah hambar Pek Ih Loo sat mendengus dingin, ia tetap bungkam dalam seribu bahasa.
Si Setan Gantung Pengikat Sukma setelah mengeluarkan pedangnya, badan bergerak siap-siap melancarkan serangan. Tapi pada waktu itulah sepasang matanya telah terbentur dengan wajah seorang wanita cantik berbaju hijau yang
berdiri disisi kalangan sambil tersenyum simpul, kapankah gadis itu munculkan dirinya tak seorangpun yang tahu.
Tak kuasa lagi hatinya merasa sangat terkejut, kakipun tanpa terasa sudah mundur dua langkah ke belakang.
Siapakah dara cantik berbaju hijau itu, hampir boleh dikata semua orang yang hadir dikalangan pada saat ini mengenalinya. karena dia bukan lain adalah si Si Dara Berbaju Hijau Gui Ci Cian yang pernah melukai Liok lim Sin ci dalam sekali gebrakan.
Chuan Tiong Ngo Kui yang pernah menggabungkan diri pihak Isana Kelabang Emas sudah tentu mengenal juga dengan gadis ini sedang Siauw Bian Yen Loo serta Siauw Siang Yu Su pun pernah berjumpa dengan dirinya.
Hanya mereka tidak mengetahui apa maksud kedatangannya disana?
Hanya pikiran Tan Kia-beng seorang yang menjadi terang. sedang Pek Ih Loo sat pun bisa menduga beberapa bagian dan mengetahui bila ia tidak bermaksud jahat.
Tapi sungguh aneh sekali, setibanya di tengah kalangan dara cantik berbaju hijau itu sama sekali tidak menunjukkan sesuatu reaksi hanya berdiri disisi kalangan sambil melihat keramaian
Si Setan Gantung Pengikat Sukma yang telah mundur dua langkah ke belakang, sewaktu dilihatnya Gui Ci Cian tidak menunjukkan sesuatu gerakan, dalam hati lantas merasa jika ia sudah memperlihatkan kelemahan sendiri, karena itu diiringi suara bentakan keras tubuhnya menerjang ke depan sedang pedangnya dibabat ke arah Tan Kia-beng.
Pek Ih Loo sat mendengus dingin, golok peraknya dengan memancarkan cahaya keperak perakan langsung melindungi seluruh tubuh Tan Kia-beng sedang ujung baju kirinya bagaikan ular lincah menotok jalan darahnya.
Si Setan Gantung Pengikat Sukma segera menekan pergelangan tangannya ke bawah, hawa pedang berdesir balik mengancam lengan Pek Ih Loo sat, bersama-sama itu pula bentaknya keras, "Serbu!"
Seketika itu juga suara bentrokan bergema seru. orang-orang yang ada di sekeliling kalangan bersama-sama turun tangan melancarkan serangan.
Sejak simuka riang berhati ular menemui kekalahan di dalam perkampungan Thay Gak Cung dan diantara lima setan ada tiga setan yang mati, sekembalinya ke Chuan Tiong lantas tutup pintu berlatih giat bahkan melatih pula seluruh anak muridnya untuk mempersiapkan pembalasan dendam.
Oleh sebab itu kedahsyatan dari barisan Ngo Kui Im Hong Kiam Tin yang diatur saat ini mempunyai daya pengaruh yang jauh lebih dahsyat dari pada tempo dulu.
Serangan yang dilancarkan dengan pengerahan seluruh kekuatan ini seketika itu juga menggulung Pek Ih Loo sat sekalian terjerumus ke dalam lautan pedang yang penuh dengan kabut hitam.
Si Raja Akhirat berwajah ketawa sembari menggerakkan senjata Tui Hun Pan nya yang memancarkan cahaya kebiru-biruan berteriak keras.
"Jika malam ini bukan ikan yang mati, jaringlah yang bobol. Yu su! mari kita coba kedahsyatan dari ilmu pedang Im Hong Kiam dari atas punggung, dengan menciptakan selapis tembok cahaya pedang bersama-sama dengan Pek Ih Loo sat
mengurung dan melindungi Tan Kia-beng di dalam kurungan segi tiga.
Walaupun barisan pedang Im Hong Kiam Tin dari Chuan Tiong Ngo Kui mempunyai daya pengaruh yang luar biasa tetapi untuk menjebolkan pertahanan gabungan ketiga orang itu bukanlah suatu pekerjaan yang gampang, terutama sekali permainan pedang dari Pek Ih Loo sat benar-benar ganas dan buas hampir hampir tak ada orang yang berani mendekati dirinya.
Dengan watak simuka riang berhati ular yang licik, dan berpikiran panjang walaupun jelas ia melihat Dara Berbaju Hijau itu berdiri disisi kalangan tanpa ikut campur tapi hal ini merupakan suatu halangan yang selalu mengganjel dihatinya.
Ia merasa persoalan itu semakin cepat diberekan semakin baik, karena itu permainan pedang Bang Kun Kiam nya semakin gencar lagi. Seluruh angkasa sipenuhi dengan suara suitan aneh.
Begitu suara suitan bergema keluar, perputaran barisan itupun semakin cepat seaat kabut hitam menututpi seluruh pandangan mengiringi suara dengusan yang mendebarkan hati.
Dibalik deruan angin dingin bau busuk yang memuakkan makin lama semakin menebal, seketika itu juga si Raja Akhirat berwujud ketawa merasakan daya tekanan makin lama semakin berat.
Bagi Pek IH Loo sat masih tidak mengapa tapi buat Si Raja Akhirat berwajah tertawa berdua, mereka mulai merasa tidak tahan.
Lingkaran kepungan dari barisan pedang itu makin lama bergerak semakin menyempit SIauw Siang Yu su serta Si rajah
akherat berwajah ketawa sudah mulai merasa sulit untuk menggeserkan kakinya lagi.
Ketika itulah, mendadak....
Dua sosok bayangan manusia satu muka yang lain dibelakang meluncur datang mendekati ke tengah kalangan.
"Penguasa Go, harap kau tahan sebentar aku orang she Bok suami istri sudah datang" seru orang itu keras.
Tapi barisan pedang Ngo Kui Im Hong Kiam Tin dari "Chuan Tiong Ngo Kui" sudah bergerak mencapai puncaknya, mereka sama sekali tidak menggubris terhadap datangnya suara bentakan tersebut.
Melihat dirinya tidak digubris, orang itu jadi murka, sambil membentak marah tubuhnya berdua langsung menerjang masuk ke dalam barisan.
Dimana angin dingin menyambar lewat suara jeritan ngeri berkumandang memenuhi angkasa. dua orang lelaki kekar bagaikan batu kelereng bersama-sama dengan pedangnya terpukul mencelat meninggalkan kalangan.
Orang yang baru saja turun tanagn sama sekali tidak meninggalkan rasa welas asih menggunakan kesempatan ketika semua orang rada melengak dibuatnya itulah tiga buah serangan kembali menyambar lewat, bersamaan itu pula Pek Ih Loo sat sekalian yang berada di dalam kalangan menggunakan kesempatan itu menerjang ke depan, seketika barisan pedang kacau berantakan. suara jeritan berkumandang susul menyusul.
Go Tou Seng tidak tahu siapakah orang yang baru saja datang itu, melihat banyak anak buahnya terluka maupun binasa ia jadi gusar
Diiringi suara bentakan keras, barisan pedang berhenti bergebrak lalu berbareng dengan si Setan Gantung Pengikat Sukma meloncat keluar dan menerjang ke arah orang itu.
Setelah tiba dekat dengan kedua orang itu maka mereka baru mengenal jika orang itu bukan lain adalah "Thay Gak Cungcu" Bok Thian-hong suami istri.
Tak terasa lagi air mukanya berubah hebat, sambil tertawa dingin, serunya, "Bok heng, apa maksudmu berbuat demikian?"
"Karena terburu-buru, maaf kami turun tangan terlalu berat" buru-buru Bok Thian-hong manggut manggut sambil tertawa.
"Hmmm! apa maksud kedatangan Bok Toa Cungcu tidak usah ditanya aku pun sudah tahu" dengus si Setan Gantung Pengikat Sukma dingin.
"Kita semua berasal dari satu golongan yang sama perduli menghadapi persoalan apapun ada seharusnya dirundingkan dahulu caramu turun tangan melukai orang jelas membuktikan jika kalian tidak pandang sebelah matapun terhadap kami berdua!"
Walaupun Chuan Tiong Ngo Kui berwatak ganas dan buas, tapi terhadap Thay Gak Cungcu yang pernah menggetarkan dunia persilatan ia masih mengalah tiga bagian.
"Haaa.... haaa.... haaa.... kau sudah salah mengartikan maksudku" seru Bok Thian-hong sambil tertawa seram. "Tan Kia-beng adalah sute dari aku orang she Bok aku harap kalian suka memandang di atas wajah kami suami isteri berdua untuk melepaskan dirinya aku orang she Bok tentu akan merasa sangat berterima kasih."
Si Setan Gantung Pengikat Sukma melotot bulat bulat sehabis mendengar perkataan tersebut lalu dongakkan kepalanya tertawa seram.
"Bangsat cilik itu punya ikatan dendam sedalam lautan dengan kami kakak beradik. Malam ini akan sia-sia saja kau banyak cakap."
Lei Hun Hwie-cu yang selama ini berdiam diri, pada saat ini mendadak maju ke depan.
"Jika demikian adanya kalian berdua tidak suka memberikan muka kepada kami suami istri?" teriaknya sinis.
"Membunuh orang bayar nyawa, hutang uang bayar uang. Tiada berguna kalian berdua banyak bicara!"
---ooo0dw0ooo---
Jilid: 23
Si dara cantik berbaju hijau yang selama ini berdiri disamping tiba-tiba terawa dingin.
"Dikolong langit saat ini banyak orang yang tidak mengetahui akan kekuatan sendiri, aku ingin mengetahui akan kekuatan sendiri, aku ingin melihat orang-orang ini hendak menggunakan cara apa untuk memperlakukan orang lain."
Beberapa orang yang hadir disana rata-rata pada mengetahui bagaimanakah lihaynya si Si Dara Berbaju Hijau itu, walaupun mereka tidak tahu siapakah yang sedang dimaksudkan olehnya tapi perkataan tersebut cukup memancing perhatian yang amat besar dari semua orang.
Hanya Si Raja Akhirat berwajah ketawa serta Siauw Siang Yu su dua orang saja berpikiran dalam, walaupun tadi mereka
turun tangan bersama-sama Pek Ih Loo sat untuk melawan barisan Im Kiam Tin dari Chuan Tiong Ngo Kui tapi hal itupun dikarenakan keadaan yang memaksa.
Kini setelah keadaan tenang, kerakusannya muncul kembali. Menggunakan kesempatan sewaktu Si muka riang berhati ular Go Tou Seng sedang bercakap-cakap dengan Thay Gak Cungcu mereka berdua saling bertukar pandangan sekejap lalu satu dari kiri yang lain dari kanan bersama-sama menubruk ke arah tubuh Tan Kia-beng.
Jarak diantara kedua orang itu sangat dekat, apalagi turun tangan secara tiba-tiba, walaupun Pek Ih Loo sat berada sangat dekat dengan pemuda itupun dibuat gelagapan.
Tan Kia-beng yang sedang berdiri tenang di tengah kalangan, mendadak melihat si Raja Akhirat berwajah ketawa dua orang turun tangan bersama-sama, dengan sebat ia menggerakkan telapak tangannya membentuk gerakan setengah lingkaran di tengah udara lalu dengan jurus "Jiet Ceng Tiong Thian" membabat keluar.
Terasalah segulung angin pukulan hawa khie-kang yang maha dahsyat laksana angin taupan menggulung keluar, kehebatannya sangat luar biasa.
Si Raja Akhirat berwajah ketawa sama sekali tidak menyangka jika tenaga dalam dari Tan Kia-beng sudah pulih kembali, tidak ampun lagi dadanya dengan tepat kena terhajar keras.
Suara jeritan ngeri berkumandang memenuhi angkasa, tubuhnya bagaikan kelereng mencelat ke tengah udara membawa hujan darah yang amat deras, tubuhnya begitu terjengkang ke atas tanah, napaspun segera berhenti bergerak.
Melihat kejadian itu Siauw Siang Yu su yang ada dibelakangnya jadi sangat terkejut, sedikit tangannya berayal iganya kena satu hajaran dahsyat.
Diiringi suara dengusan berat iapun muntahkan darah segar, tubuhpun mencelat sejauh satu kaki lebih kemudian putus nyawa.
Perubahan yang terjadi diluar dugaan ini seketika itu juga menggetarkan seluruh kalangan, bahkan sampai Pek Ih Loo sat sendiripun dibuat kebingungan setengah mati, hanya sidara cantik berbaju hijau Gui Ci Cian seorang yang tetap berdiri disana dengan senyuman dikulum.
Tan Kia-beng yang secara mendadak berhasil memukul mati dua orang jagoan lihat dalam satu jurus, pikirannya segera jadi tersadar kembali, pikirnya.
"Bukankah seluruh tenaga dalamku sudah punah? kenapa secara tiba-tiba pulih kembali seperti sedia kala?"
Teringat akan persoalan itu buru-buru hawa murninya dikumpulkan dipusar lalu perlahan-lahan disalurkan mengelilingi seluruh tubuh
Terasa segulung aliran panas muncul dari pusar, mengikuti keinginannya menembusi ratusan buah jalan darah penting langsung menembusi urat darah dan mencapai pada puncaknya.
Ia merasa tenaga dalam yang dimilikinya saat ini bukan saja sudah pulih kembali seperti sedia kala bahkan kekuatannya berlipat ganda, semangat jadi berkobar kobar, setelah menghembuskan napas panjang lambat lambat ia berjalan maju ke depan.
Keadaan Chuan Tiong Jie Kui ketika itu sudah tidak seangker, sesombong tadi lagi seluruh harapannya ikut musnah bersama-sama dengan getaran angin pukulan yang dilancarkan Tan Kia-beng terhadap si Raja Akhirat berwajah ketawa serta Siang Yu Su
Thay Gak Cungcu suami istri yang pada mulanya masih tarik otot bersitegang, mengikuti perubahan suasana perlahan-lahan jadi halus kembali. melihat Tan Kia-beng selangkah demi selangkah berjalan mendekat tanpa terasa merekapun ikut mundur berulang kali ke belakang.
Tiba-tiba sidara cantik berbaju hijau Gui Ci Cian tertawa terkekeh kekeh.
"Orang-orang yang ada maksud mengincar pedang pusaka milik orang lain, sekarang boleh mulai turun tangan. jika sampai terlambat lagi mungkin tidak akan mendapatkan kesempatan lagi."
Walaupun Pek Ih Loo sat dapat melihat jika tenaga dalam Tan Kia-beng sudah pulih kembali tapi karena kuatir dia yang sembuh sulit untuk menahan serangan gencar, tubuhnya segera melayang kesisinya dan sambil menuding Chuan Tiong Jie Kui makinya, "Sekarang kalian tiada halangan untuk mengeluarkan barisan Ngo Kui Im Hong Kiam Tin lagi, biarlah nonamu coba-coba".
Sebaliknya Tan Kia-beng sama sekali tidak menggubris Chuan Tiong Jie Kui lagi, ia langsung berjalan mendekati Thay Gak Cungcu.
"Jie suheng, apakah selama ini baik-baik saja?" tegurnya sembari menjura.
Dengan perasaan sedih Bok Thian-hong menggeleng lalu tertawa getir.
"Tenaga dalam Hian ti sudah pulih seperti sedia kala berarti pula tugas dari kami suami istri selesai sampai disini saja. Ih heng tahu bahwa dosa yang telah aku lakukan sudah bertumpuk tumpuk. sampai waktunya tentu akan mengambil tindakan tindakan dimana perlu, Ih heng tidak ingin menyusahkan Hian ti lagi."
Habis berkata lengannya diulapkan lalu mencelat ke tengah udara dan lenyap dibalik hutan yang lebat, dengan perasaan sedih Lei Hun Hwie cu melirik pula sekejap ke arah pemuda tersebut lalu menguntil Bok Thian-hong berlalu dari sana.
Dengan perasaan berduka Tan Kia-beng memandang bayangan punggung Bok Thian-hong suami isteri hingga lenyap dari pandangan. jika mengikuti tindak tanduk yang dilakukan suami isteri itu pada masa tempo dulu seharusnya dijatuhi hukuman mati, tapi sejak perkampungan Thay Gak Cung kena tersapu bersih dan Bok Thian-hong kehilangan separuh lengannya keadaan dari suami istri tersebut berubah seperti dua orang yang lain. pada pengangkatan ciangbunjin dikemudian hari hukuman apa yang harus dijatuhkan kepada mereka rasanya masih sulit untuk dibicarakan.
Dengan seorang diri ia berdiri termenung disana, sedang antara Pek Ih Loo sat dengan Chuan Tiong Jie pun sudah meningkat pada situasi yang penuh ketegangan.
Kedua orang setan yang sudah terbiasa melakukan kebuasan, sudah tentu tak bakal menerima caci maki serta sindiran sindiran pedas dari Pek Ih Loo sat, ketika gadis tersebut maju menerjang ke depan merekapun telah mengatur Ngo Kui Im Hong Kiam Tin nya menanti kedatangan pihak musuh.
Selama semalaman penuh hati Pek Ih Loo sat penuh diliputi kemasgulan, dan hingga kini tiada kesempatan untuk diumbar keluar.
Kini setelah badannya menerjang maju ke depan, tanpa ragu ragu lagi diiringi suara bentakan keras golok lengkung keperak perakan membentuk serentetan cahaya tajam menyambar pinggang Go Tou Seng.
Tujuan utama dari simuka riang berhati ular sebenarnya tidak berada pada Pek Ih Loo sat, tapi ia tahu asalkan mereka berhasil mengurung gadis ini ke dalam kepungan maka Tan Kia-beng pasti akan turun tangan memberikan pertolongan.
Menggunakan kesempatan itulah mereka akan mengurung pemuda tersebut ke dalam barisan, oleh sebab itu melihat Pek Ih Loo sat bergerak merekapun segera tertawa dingin.
Pedang Sang Bun Kiam nya dengan menimbulkan suara suitan aneh menggulung tubuh pihak lawan ke dalam kurungan kabut hitam hawa pedangnya, diikuti suara bentakan bergema memenuhi angkasa, si Setan Gantung Pengikat Sukma memerintahkan anak muridnya untuk mulai menggerakkan barisan pedangnya.
Seketika itu juga kabut hitam memenuhi angkasa, suara suitan aneh memekikkan telinga, tubuh Pek Ih Loo sat tahu-tahu sudah terkurung di tengah lautan pedang yang menyilaukan mata.
Tan Kia-beng yang sedang berdiri tertegun di tengah kalangan dan secara tiba-tiba mendengar suara yang aneh berkumandang keluar dari belakang tubuhnya dengan sebat putar badan.
Melihat Hu Siauw-cian kena didesak Chuan Tiong Jie Kui sehingga terkurung rapat rapat di dalam barisan Ngo Kui Im
Hong Kiam Tin kontan alisnya dikerutkan, tubuh bergerak siap ikut serta menerjunkan diri ke dalam kalangan.
Mendadak....
Sesosok bayangan manusai berkelebat lewat "Kau jangan turun tangan dulu," teriaknya merdu. "Lukamu baru saja sembuh, kau beristirahat biar aku wakili dirimu".
Tubuhnya dengan sebat segera meluncur masuk ke dalam kalangan.
Kiranya orang itu bukan lain adalah sidara cantik berbaju hijau, Gui Ci Cian adanya.
Ia mengerti jelas sebagaimana dahsyatnya kepandaian silat yang dimiliki kedua orang gadis tersebut, setelah ada mereka berdua yang turun tangan sekalipun Ngo Kui datang semuapun belum tentu bisa mengapa apakan mereka berdua.
Oleh karena itu ia lantas menghentikan gerakan tubuhnya dan sambil bergendong tangan menonton jalannya pertarungan dari samping kalangan.
Pada halaman depan kita pernah mengungkap bahwa berita punahnya kepandaian silat yang dimiliki Tan Kia-beng sudah tersiar luas diseluruh dunia persilatan, orang yang melakukan pengejaran kepadanyapun bukan cuma satu dua rombongan saja.
Ketika itu di dalam hutan sudah kedatangan berpuluh rombongan orang yang pada saat itu pada bersembunyi dan menonton jalannya situasi dengan hati tenang.
Ketika dilihatnya Chuan Tiong Jie Kui beserta anak buahnya sudah berlangsung suatu pertarungan sengit melawan kedua orang gadis itu dan kini hanya tinggal Tan Kia-beng seorang
diri berdiri disisi kalangan mereka anggap inilah suatu kesempatan yang bagus untuk turun tangan.
Sreeet! sreeet! sreeet! berturut turut berpuluh puluh orang meluncur keluar dari balik hutan.
Dua orang yang pertama adalah manusia aneh berpakaian mantel warna ungu dengan wajah kurus kering bagaikan mayat hidup begitu melayang turun ke atas permukaan tanah langsung menubruk ke arah Tan Kia-beng gerakannya sangat cepat bagaikan sambaran kilat.
Pada saat si manusia aneh menubruk ke arah pemuda she Tan itulah mendadak berbareng waktunya berkumandang pula dua kali suara bentakan nyaring disusul menubruk datangnya dua orang menyongsong kedatangan manusia aneh tersebut.
Bayangan manusia berkelebat lewat, masing-masing sudah berpisah dan berdiri kurang lebih lima depa dari Tan Kia-beng.
Terhadap datangnya tubrukan bayangan manusia itu Tan Kia-beng sama sekali tidak ambil gubris, ia tetap berdiri di tempat semula tenang-tenang saja, menanti orang-orang itu sudah melayang turun ia baru melirik sekejap ke arah mereka.
Ternyata orang-orang itu tidak terlalu asing baginya, si manusia aneh itu bukan lain adalah "Thay Heng Siang Mo" sedang orang yang menghajar mundur si manusia aneh itu adalah "Im Yang Siu su" atau si siucay banci Hoo Kian serta seorang kakek tua berdandan toosu.
Masing-masing pihak berdiri saling berhadap hadapan bagaikan jago hendak bertarung, mendadak terdengar si Toa mo Lie Ie membentak keras, "Orang she Hoo, sepasang matamu lebih baik kau pentang sedikit terang, di dalam peristiwa ini sudah ada kami bersaudara yang turun tangan selamanya tak akan membiarkan orang lain ikut campur."
Mendengar teguran itu tanpa sedikit jeri pun Im Yang Siu su tertawa terbahak-bahak "Orang she Lie. seberapa besar tenaga yang kau miliki?"
"Hmmm! jadi kau tidak percaya? Nih cobalah"
Telapak tangan dibalik kontan mengirim satu pukulan dahsyat ke depan.
Air muka Im Yang Siu su berubah hebat selagi ia bersiap-siap hendak mengirim serangan untuk menyambut datangnya hajaran itu mendadak dari sisi tubuh kembali menggulung keluar serentetan angin serangan langsung menyambut datangnya serangan dari Toa mo.
"Braaak! Bluuum.... di tengah bentrokan keras suara ledakan bergema memecahkan kesunyian. Lie Ih dengan mata melotot gusar berturut turut mundur lima langkah ke belakang.
Ketika ia pertajam matanya, maka terlihatlah orang yang serangannya di tengah jalan tadi bukan lain adalah si orang tua berdandan toosu itu.
Tak kuasa lagi matanya melotot semakin besar, bentaknya gusar, "Siapakah saudara? kau bersiap-siap hendak satu melawan dua?"
Im Yang Siu su yang ada dikalangan cepat menimbrung seraya tertawa tergelak.
"Soal itu harap saudara suka berlega hati, Ngo Ih Koan-cu yang namanya terkenal di mana mana tidak mungkin akan menggunakan sistim dua lawan satu, apalagi Ong-heng pun bukankah masih berada disini?"
Toa mo, Lie Ih yang mendengar disebutkannya nama Ngo Ih Koan-cu, ia baru tahu jika si kakek tua berdandan toosu ini
bukan lain adalah Ngo Ih Koan-cu yang terkenal di dalam Bulim karena ilmu Sia bun Khie kang nya.
Tak kuasa hatinya merasa terperanjat, tapi dengan wataknya yang buas walaupun sang hati kaget telapak tangannya tetap dipersiapkan untuk melancarkan serangan, badannya perlahan-lahan maju mendekat.
Jie-mo ong Kang sebenarnya sudah siap hendak turun tangan, tapi secara mendadak satu ingatan berkelebat di dalam benaknya.
"Loo-toat: tunggu sebentar, jangan turun tangan dulu" bentaknya cepat.... "Apakah kau sudah melupakan tujuan kita datang kemari?"
Diluar kedengarannya ia seperti sedang memperingatkan Toa-mo jika tujuan mereka yang terutama adalah menghadapi Tan Kia-beng sehingga tidak ada gunanya untuk beribut dengan orang lain, padahal yang benar ia sedang memperingatkan Toa-mo untuk sementara menahan sabar sembari menanti kedatangan bala bantuan yang sebentar lagi akan tiba.
Mendengar peringatan tersebut "Toa mo" Lie Ih jadi tersadar kembali, ia tertawa dingin.
"Baik! hutang piutang kali ini kita catat dulu untuk dibikin perhitungannya dikemudian hari, kita hadapi dulu sibangsat cilik ini"
Badannya berputar siap menubruk kembali ke arah Tan Kia-beng.
"Tunggu sebentar!" tiba-tiba Si siucay banci membentak. "Aku orang she Hoo ingin mengutarakan pula satu urusan dengan dirimu. ini malam setelah ada aku orang she Hoo serta
Koancu disini, kami tak akan membiarkan orang lain untuk ikut campur"
Selesai berkata bagaikan putaran roda kereta langsung menghadang dihadapan Tan Kia-beng.
Walaupun terang terangan pemuda she Tan ini mendengar jika orang-orang itu sedang memperbincangkan soal pedang kumala yang tergantung pada pinggangnya tapi ia tetap bungkam dalam seribu bahasa, sepasang matanya dengan tajam memperhatikan pertarungan antara Chuan Tiong Ngo Kui melawan si Dara Berbaju Hijau serta Pek Ih Loo sat.
"Toa Mo" Lie Ih setelah kena terpanasi oleh kata-kata si siucay banci, kegusarannya tak terbendung lagi, diiringi suara suitan nyaring sepasang telapak tangannya diputar sedemikian rupa secepat kilat melancarkan delapan buah serangan dahsyat.
Im Yang Siu su yang melihat kejadian itu, alisnya melentik.
"Kau kira aku orang she Hoo benar-benar jeri terhadap dirimu" teriaknya sambil tertawa dingin.
Telapak tangan membabat kaki menendang, di dalam sekejap mata ia sudah melancarkan tujuh buah pukulan lima buah tendangan.
di tengah suara bentrokan keras masing-masing pihak mundur dua langkah ke belakang, keadaan tetap seimbang.
Jie-mo yang melihat Toa-mo sudah bergebrak melawan orang, alisnya berkerut, mendadak tubuhnya maju menerjang ke depan tangannya secepat kilat mencengkeram tubuh Tan Kia-beng.
Di dalam sangkaannya serangan yang ia lancarkan kali ini pasti akan mendatangkan hasil, siapa nyana mendadak dari
sisi tubuhnya melayang datang sebuah serangan yang langsung mengancam jalan darah "Ci Ti Hiat" pada lengannya itu pula terdengar seseorang berseru ketus, "Saudara, lebih baik kau sedikit jujur kalau tidak jangan salahkan pinto akan turun tangan telengas."
Serangan tersebut mendesak Jie mo, Ong Kuang harus menarik kembali serangannya ke belakang.
"Jadi kalian berdua sudah ambil keputusan menjadi pengawal orang malam ini?"
"Kalau benar kau mau apa?"
"Jie mo, Ong Kuang yang kena dipancing keluar watak gunanya segera meraung ganas tubuhnya bagaiakn kalap menubruk ke depan. dimana cakar setannya dipentang, digetarkan dalam waktu singkat ia sudah mengirim sebelas buak serangan dahsyat.
Gencar, dahsyat, telengas, kontan menggulung seluruh tubuh Ngo Ih Koancu ke dalam bayangan telapak.
Sudah lama Ngo Ih Koancu mengetahui bagaimanakah ganas serta telengasnya tindak tanduk Siang Mo, pada saat ini ia tidak berani berlaku gegabah, ujung baju buru-buru dikebaskannya kemudian dengan mengerahkan ilmu meringankan tubuhnya yang amat sempurna secepat kilat meloloskan diri dari jepitan kesebelas buah serangan tersebut. kemudian dengan mengumpulkan seluruh tenaga Sian bun Khie-kang nya balas mengirim serangan.
Demikianlah empat orang sudah memecah jadi dua kelompok saling beradu sengit dengan mengerahken seluruh kepandaian silat yang dimilikinya selama ini.
Melihat kejadian itu Tan Kia-beng mendengus sinis, lalu sembari tertawa dingin serunya, "Anjing menggigit anjing, kalian adulah jiwa kalian, siauw ya tiada kesempatan untuk menikmati peristiwa ini lagi."
Mendadak tubuhnya berkelebat langsung menerjang masuk ke dalam barisan Ngo Kui Im Hong Kiam Tin dari Chuan Tiong Jie Kui.
"Siauw Cian, cepat hajar habis mereka, hari sudah gelap".
Mulutnya berbicara, diam-diam hawa khie kang Jie Khek Kun Yen Kan Kun So nya dipersiapkan setiap waktu turun tangan.
Pek Ih Loo sat serta sidara cantik berbaju hijau Gui Ci Cian bisa bertahan di dalam barisan Ngo Kui Im Heng Kiam Tin tanpa menang tanpa kalah disebabkan watak kedua orang gadis itu sama-sama keras dan sombong siapapun tidak ingin dibantu pihak yang lain bersamaan itu pula merekapun tidak mau membantu pihak lain, maka dari itu walaupun kelihatannya mereka bergebrak dengan kerja sama, padahal masing-masing orang bertahan mengandalkan kepandaian sendiri.
Oleh karena itu walaupun sudah bertahan tapi tidak berhasil juga membobolkan pertahanan barisan tersebut.
Setelah Tan Kia-beng berteriak dari luar kalangan, mereka berdua baru tersadar kembali.
Sidara cantik berbaju hijau Gui Ci Cian pertama tama yang unjuk gigi, ujung bajunya dikebaskan keluar, segulung kabut hijau yang tebal segera menggulung keluar bagaikan gulungan air di tengah samudera.
Suara jeritan ngeri berkumandang memenuhi angkasa, dua orang jagoan pedang yang berada di depan kena terpukul pental dari kalangan oleh hantaman Hong Mong Cie Khie tersebut.
Kebetulan sekali pada waktu itu Pek Ih Loo sat pun sudah mulai unjuk gigi, golok peraknya laksana sambaran kilat mengirim tiga buah serangan berantai yang amat gencar telapak kirinya dengan mengumpulkan sepuluh bagian tenaga dalam mengirim satu pukulan Tok Yen Mo Cian.
Di tengah jeritan ngeri yang menyayatkan hati, dua orang jago pedang mati seketika dibawah serangan telapaknya, kontan suasana dalam barisan jadi kacau balau.
Selama ini Tan Kia-beng menonton jalannya pertarungan disisi kalangan dengan tenang, sewaktu dilihatnya simuka riang berhati ular Go Tou Seng masih juga memberi petunjuk kepada para anak buahnya untuk menutup lubang lubang kelemahan yang baru saja bobol dan siap pertahankan terus keutuhan barisan pedangnya hati jadi mendongkol.
Dengan alis berkerut, hawa napsu melintasi di atas wajahnya mendadak sepasang telapak tangannya didorong ke depan. Ilmu pukulan Jie Khek Kun Yen Kan Kun So sudah dilancarkan kemuka.
Gerombolan jago yang sedang bergerak seru itu tidak menyangka bakal muncul suatu hajaran sedemikian dahsyatnya, suara jeritan ngeri berkumandang saling susul menyusul, tubuh mencelat barisan bobol kocar kacir tidak karuan.
Selama hidup Chuan Tiong Jie Kui belum pernah menemui ilmu pukulan selihay dan seaneh ini, tak terasa hatinya jadi
sangat terperanjat, tanpa memperduli anak muridnya lagi mereka kebaskan pedang dan melarikan diri terbirit birit.
Pek Ih Loo sat benar-benar mendendam terhadap kedua orang setan tersebut, tubuhnya bergerak siap melakukan pengejaran tapi kena dicegah oleh Tan Kia-beng.
"Tidak usah dikejar lagi!" serunya cepat "Cepat atau lambat mereka tak bakal lolos dari cengkeraman kita, tinggalkan agar di kemudian hari Mo Cuncu bisa membalas dendam buat diri sendiri."
Setelah mendengar perkataan tersebut Hu Siauw-cian baru menghentikan langkahnya mendadak ia menemukan sidara cantik berbaju hijau Gui Ci Cian tetap berdiri termangu-mangu disana, buru-buru ia menyenggol Tan Kia-beng seraya berbisik lirih, "Eeei.... kenapa kau tidak menyapa kawanmu itu?"
Diperingatkan oleh Hu Siauw-cian, Tan Kia-beng baru merasakan hatinya rada bergerak, ia merasa kedatangan Gui Ci Cian pada malam ini sangat mendadak sekali bahkan pulihnya tenaga dalam yang punahpun sangat aneh ia duga dibalik kesemuanya ini masih ada hal hal yang patut dicurigakan.
Cuma ia mimpipun tidak menyangka jika buah "Touw" yang dibawa sang pelayan rumah penginapan waktu itu sebenarnya adalah sebuah jin som yang sudah berusia seribu tahun.
Buru-buru ia melangkah maju mendekati si Si Dara Berbaju Hijau.
"Nona, kenapa hingga sekarang kau belum kembali ke gurun pasir?" tegurnya seraya menjura.
"Heeei.... urusan sudah berubah jadi begini, bagaimana kau bisa pulang ke gurun pasir?" perlahan-lahan dara she Gui ini menghela napas panjang.
"Apakah suhumu belum kembali ke gurun pasir?"
"...."
"Apa mungkin pihak Isana Kelabang Emas sudah mempersiapkan siasat licik lain?"
"...."
"Lalu kenapa?"
Dengan nada sedih kembali Gui Ci Cian menghela napas panjang.
"Kau selalu saja mendesak aku untuk memberi keterangan tentang urusan macam itu. kau suruh aku Gui Ci Cian secara bagaimana memberikan jawabannya? terus terang kukatakan, semua pekerjaan yang aku Gui Ci Cian lakukan selama beberapa hari ini kesemuanya merupakan perbuatan yang melanggar peraturan perguruan Isana Kelabang Emas, apakah kau merasa kesemuanya ini masih belum cukup?"
Tan Kia-beng tahu kepahitan hatinya, buru-buru menyambung.
"Jikalau Nona merasa susah untuk menjawab pertanaanku itu sudah tentu cayhe tak akan mendesak, tapi entah secara bagaimana mendadak di tengah malam ini kau bisa muncul disini, apa tujuanmu?"
"Berita tentang punahnya kepandaian silat yang kau miliki sesudah tersebar luas diseluruh dunia kangouw, kedatangan dari aku Gui Ci Cian lain dari pada keajaiban terhadap dirimu."
"Jadi maksudmu kau sudah tahu bila tenaga dalamku bakal pulih kembali seperti sedia kala?"
"Bolehlah dikatakan demikian!"
"Aaakh! budi yang amat besar ini pada suatu hari aku orang she Tan tentu akan membalasnya!" seketika Tan Kia-beng jadi tersadar kembali dan buru-buru menjura ke arah gadis tersebut.
Dengan sebat Gui Ci Cian meloncat ke samping menghindarkan diri dari penghormatan itu.
Apakah aku hanya membutuhkan ucapan terima kasihmu saja setelah sudah susah payah menempuh bahaya menghianati perguruan?...."
Sepasang matanya mendadak memerah, titik-titik air mata jatuh berlinang diiringi suara helaan napas panjang katanya lagi, “Gui Ci Cian masih ada sepatah kata hendak kuberi tahukan kepadamu, sejak jaman kuno dua jago tak akan berdiri berbareng dikemudian hari mara bahaya masih banyak harap kau suka baik-baik berjaga diri, dan siauw moay pun mohon diri terlebih dulu."
Dengan cepat ia melirik sekejap ke arah pemuda tersebut, bayangan hijau berkelebat dengan membawa desiran tajam gadis itu lenyap dibalik hutan.
Menanti bayangan dari gadis itu sudah lenyap tak berbekas Tan Kia-beng baru merasakan hatinya sedih, perlahan-lahan ia hela napas panjang.
"Heeei! sekali lagi ia menolong diriku...."
Ia merasa budi yang diterimanya selama ini benar-benar sangat banyak dan entah di kemudian hari secara bagaimana bisa mengembalikannya, sembari berpikir tak terasa
gumamnya seorang diri, "Nona Gui! aku sudah banyak berhutang budi kepadamu tapi nasib dari aku Tan Kia-beng memang kurang bagus, banyak persoalan yang melibatkan diriku! kasih sayangmu, budi pertolonganmu aku rasa hanya bisa kubalas pada penjelmaanku yang akan datang.
Ia merandek, lalu dengan nada yang berbeda sambungnya lagi, "Tidak.... tidak bisa jadi. teringat aku Tan Kia-beng adalah seorang lelaki sejati mana boleh berhutang budi kepada seorang gadis? aku harus berusaha keras untuk mengembalikan hutang budi ini...."
Melihat pemuda itu bergumam dan berkemak kemik tiada hentinya Pek Ih Loo sat lama kelamaan tidak sabaran lagi, ia lantas maju menegur dengan nada cemas.
"Eeei kenapa kau? semua orang cemas atas punahnya tenaga dalammu sebaliknya setenagamu pulih kau malah enak-enakan bercokol disini, seharusnya cepatan dikit kau mengunjungi dusun Tau Siang CUng agar semua orang bisa berlega hati."
Setelah ditegur Tan Kia-beng baru terkembali dari impian, ia menghela napas panjang, putar badan dan berkata dengan aras-arasan, "Mari kita pergi!"
Sekonyong-konyong....
Beberapa bayangan manusia meluncur datang dengan kecepatan bagaikan kilat, serunya tertawa seram teriaknya, "Hee.... heee.... bangsat cilik, kau tidak usah bikin rencana untuk pergi lagi, masih kawan kawan karibmu yang sengaja datang menemui dirimu"
Tan Kia-beng melirik sekejap, kiranya orang-orang itu adalah Thay Heng Sing Mo serta Ngo Ih Koan cu dan Im Yang
Siauw-su berempat, alisnya kontan melentik lalu disambung dengan tertawa tergelak yang mendirikan bulu roma.
"Haaa.... haaa.... haaa.... aku kedatangan kalian adalah disebabkan pedang mustika yang tergantung pada pinggang siauw-yamu ini, tapi aku bisa berkata kepada kalian secara terus terang, ingin merebut padang mustika bukanlah suatu pekerjaan yang gampang."
Bicara sampai disitu sinar mata berkelebat memancarkan cahaya tajam, sambil melototi keempat orang itu tak berkedip lanjutnya, "Heee.... heee.... heee.... jika kalian benar-benar ngotot ingin dapatkan pedang ini, baiklah! tinggalkan dulu batok kepala kalian sebagai barang jaminan."
Tay Heng Siang Mo sebagai manusia yang berhati paling keji, ternyata kali ini kena digertak juga sehingga mundur dua langkah ke belakang dengan ketakutan.
Bagaimanapun Ngo Ih Koancu jauh lebih tebal imannya diantara orang-orang itu, ia maju dua langkah ke depan, seraya menuding kepada pemuda itu tegurnya gusar, "Sombong benar kau manusia tak tahu diri, bicara terhadap angkatan tuapun berani tidak pakai aturan."
"Hee.... heee.... heee....mengandalkan keadaan raut muka kalian yang tiga bagian tidak mirip manusia, tujuh bagian mirip setan berani ngaku-ngakuan sebagai angkatan tua Hmmm! tidak becus" sela Pek Ih Loo sat sambil tertawa dingin.
Mendadak ia menoleh dan sambil menarik tangan Tan Kia-beng ajaknya, "Engkoh Beng tak usah gubris mereka lagi, mari kita pergi!"
Thay Heng Siang Mo sudah terbiasa melakukan kejahatan, tadi merekapun hanya dibuat terperanjat dalam beberapa saat
saja, setelah hatinya berhasil ditenangkan napsa rakus pun mulai melintas seluruh wajahnya.
Masing-masing pihak setelah saling bertukar tanda, mendadak berbareng menubruk ke arah Tan Kia-beng.
"Setan hidup, mayat hidup, agaknya kalian sudah bosan hidup?" bentak Pek Ih Loo sat teramat gusar.
Dibawah berkibarnya ujung baju, itu maju menyongsong kedatangannya, telapak kiri jadi kanan secara tiba-tiba melancarkan tujuh buah serangan dahsyat sercara terpisah mengancam bagian bagian penting ditubuh sepasang setan itu.
Jurus serangannya ganas geraknya sebat memaksa sepasang iblis itu harus menarik kembali serangan tubrukannya mentah mentah.
Ketika mereka dapat melihat bahwa orang yang berhasil mendesak mereka mundur ke belakang hanyalah seorang gadis cantik berbaju putih, watak buas kontan semakin berkorban, diiringi teriakan ganas sekali lagi mereka menubruk kemuka.
Si Iblis Tua menerjang Pek Ih Loo sat sedang si iblis kedua menubruk Tan Kia-beng.
Ketika itu tenaga dalam yang dimiliki Tan Kia-beng sudah pulih seperti sedia kala, walaupun terang terangan ia melihat datangnya serangan dari sepasang iblis itu teramat dahsyat, tapi ia beralagak pilon pura pura tidak merasa.
Menanti tubuh Jie mo hampir mendekati badan pemuda itulah, tiba-tiba terdengar suara bentakan merdu berkumandang memecahkan kesunyian, segulung merah dengan membawa serentetan cahaya tajam yang menyilaukan
mata laksana sambaran petir menggulung tubuh Ong Kuang, hawa pedang mendesir dan di dalam sekejap mata sudah ada delapan buah serangan menggurat memekikkan telinga.
Si Jie Mo, Ong Kuang belum sempat melihat bayangan tubuh dari sang penyerang, ia sudah kena terdesak mundur berulang kali.
Ngo Ih Koancu serta Im Yang Siauw su yang melihat Thay Heng Siang Mo sama-sama sudah berjumpa dengan musuh tangguh, hatinya jadi kegirangan, masing-masing dengan kumpulkan seluruh tenaga lweekang yang dimiliki selangkah demi selangkah mendekati Tan Kia-beng....
Tiba-tiba....
Dari tempat kejauhan berkumandang datang suara bentakan merdu yang sangat nyaring, "Engkoh Beng jangan cemas, ayahku sudah datang!"
Begitu suara manusia bergema datang, kembali serentetan cahaya keperak perakan yang amat tajam laksana pelangi menggulung seluruh tubuh Im Yang Siauw su serta Ngo Ih Koancu, serangan tersebut jauh lebih ganas dan lebih santar pada datangnya serangan pertama kali.
Seketika itu juga seluruh angkasa dipenuhi dengan cahaya keperak perakan, desiran pedang menderu deru menggidikkan hati, dalam keadaan gugup Ngo Ih Koancu serta Im Yang Siuw-su tidak berani menyambut datangnya serangan tersebut dengan keras lawan keras.
Masing-masing pihak setelah mengirim sebuah babatan dahsyat buru-buru mengundurkan diri, cahaya keperak perakan itupun sirap dan muncullah seorang nona berkuncir dengan menenteng pedang pendek berdiri angker disisi tubuh pemuda she Tan itu.
Kiranya nona itu adalah "Leng Poo Sianci" Cha Giok Yong.
Selama ini ia terus menerus menguatirkan keselamatan dari Tan Kia-beng, karena itu tidak berani melakukan pengejaran.
Baik Ngo Ih Koancu maupun Im Yang Siuw su sama-sama tidak mengenali gadis ini, melihat mereka kena didesak mundur oleh seorang nona cilik sudah tentu tidak mau teruma begitu saja.
Tanpa memberinya kesempatan untuk bercakap-cakap dengan Tan Kia-beng lagi, masing-masing pihak sekali lagi menerjang maju ke depan.
Ngo Ih Koancu yang mempunyai kedudukan tinggi dalam Bulim untuk menjaga nama baiknya sama sekali tidak menerjang gadis tersebut, tubuhnya yang ada di tengah udara mendadak menyingkir ke samping lalu mencengkeram pergelangan tangan Tan Kia-beng.
Leng Poo Sianci menggetarkan pedang pendeknya, cahaya keperak perakan memencarkan keempat penjuru dan memotong dari tengah jalan, bersamaan itu pula diiringi suara bentakan nyaring teriaknya, "Kau berani!"
"Heee.... heee.... heee.... budak busuk lebih baik kurangi saja lagakmu" seru Im Yang Siauw su seraya tertawa dingin.
Lima jari disentilkan ke depan memancarkan lima rentetan desiran angin serangan yang tajam masing-masing secara terputar menyerang jalan darah "Cing Cu", "Hong Wie", "Ih Sin" tiga buah jalan darah penting memaksa Leng Poo Sianci mau tak mau harus buyarkan serangan untuk melindungi diri sendiri.
Sedangkan telapak dari Ngo Ih Koancu dengan gerakan yang sama melanjutkan kembali serangannya mencengkeram Tan Kia-beng.
Tan Kia-beng yang melihat semua orang mengira malam ini dirinya mudah diganggu dan semua orang mengarah dirinya dengan serangan serangan gencar tak urung hawa gusar berkobar juga.
Sedikit pundaknya bergerak, sang tubuh bagaikan putaran gangsingan meloloskan diri dari kepungan dan dengan sangat mudah sekali ia berhasil meloloskan diri dari datangnya serangan Ngo Ih Koancu itu.
"Semuanya berhenti!" bentaknya keras.
Suara bentakan ini mengandung hawa lweekang yang maha dahsyat, setiap patah kata bergetar memenuhi angkasa membuat semua orang merasakan hatinya bergetar keras, jantung berdebar dan telinga berdengung.
Dengan hati melengak mereka sama-sama menghentikan gerakannya.
Dengan wajah penuh terkejut bercampur kegirangan Leng Poo Sianci melayang mundur kesisi tubuhnya.
Tenaga lweekangmu sudah pulih kembali?" serunya kaget.
Tan Kia-beng mengangguk, diikuti Pek Ih Loo sat serta gulungan bayangan merah itupun mengundurkan diri kesisi tubuh pemuda tersebut.
Kiranya bayangan merah tadi adalah Mo Tan-hong, itu Mo Cuncu.
Tetapi pada saat ini pemuda she Tan ini tiada waktu buat bercakap-cakap dengan mereka. dengan sebat badannya maju dua langkah ke depan, sinar matanya dengan tajam menyapu
empat penjuru kemudian berseru dengan nada mendalam, "Aku tahu pada malam ini banyak kawan kawan karib datang melindungi aku orang she Tan, cuma sayang aku orang she Tan tidak memiliki ilmu membelah diri sehingga tak dapat menyambut kedatangan kalian satu persatu, aku rasa lebih baik kawan kawan yang bersembunyi di atas pohon serta dibelakang batu sama-sama unjukkan diri! pokoknya aku orang she Tan tentu akan memberi kesempatan agar semua orang bisa puas hati."
Ia merandek sejenak, kemudian diiringi suara gelak tertawa yang sangat menyeramkan katanya lagi, "Maksud kedatangan kalian semua aku sudah paham, bukankah kamu menginginkan pedang bobrok ini? jikalau kalian merasa punya pegangan mari! silahkan ambil sendiri!"
Sreeet! pedang kumala dicabut keluar dari sarungnya lalu dilemparkan keluar....
Sreeet! Sreeeet! pedang kumala dengan meninggalkan serentetan cahaya kebiru biruan yang memanjang laksana seekor naga sakti meluncur tiga kaki keangkasa langsung menyambar ke arah serentetan pohon Yang Liuw yang berjajar disana.
Tindakannya ini jauh berada diluar dugaan para jago, Thay Heng Siang Mo sebagai manusia yang paling tamak membarengi gerakan pemuda tersebut masing-masing orang dengan arah yang terpisah menubruk ke arah pedang tadi.
Diikuti bayangan manusia berkelebat lewat dari empat penjuru, dua tiga puluh sosok bayangan manusia dari arah yang bersama-sama unjukkan diri dengan tujuan sama.
Menanti pedang kumala itu hampir menggulung di atas pohon Yang liuw itu, tiba-tiba Tan Kia-beng menarik kembali suara gelak tertawanya.
"Kembali!" bentaknya keras.
Lengan tangan dengan dahsyat disabetkan ke belakang, daya luncur dari pedang kumala itupun secara mendadak bertambah cepat.
Cahaya pedang berkelebat lewat, diiringi suara ledakan keras berpuluh puluh batang pohon Yang liuw yang berdiri berjajar kena terbabat putus jadi dua bagian dan roboh ke atas tanah, sedang cahaya pedang itu laksana kilat meluncur balik lagi ke tempat semula.
Yang paling sial diantara jago-jago itu adalah Thay Heng Siang Mo, ketika mereka meluncur sampai di tengah jalan kebetulan berjumpa dengan cahaya pedang yang meluncur balik. Suara jeritan ngeri bergema memecahkan kesunyian hujan darah bermuncratan memenuhi empat penjuru, kedua orang itu sama-sama menemui ajalnya dengan pinggang terbabat putus jadi dua bagian.
Pedang kumala itu sendiripun dengan tenang sudah meluncur balik lagi ketangan Tan Kia-beng.
Kiranya baru saja ia sudah melemparkan pedang kumalanya dengan jurus "Tan Kiauw Wuo Hong" atau jembatan Panjang Menghadang Pelangi dari ilmu pedang Sian Yan Ciet Can.
Dengan adanya kejadian ini kontan seluruh kalangan jadi gempar, masing-masing orang dengan serabutan melarikan diri terbirit birit, bahkan sampai Ngo Ih Koancu serta Im Yang Siuw Su yang mempunyai nama besar pun diam-diam ngeloyor pergi.
Dalam waktu yang amat singkat suasana diempat penjuru kembali jadi sunyi senyap sesosok bayangan manusiapun tidak nampak.
Waktu itulah perlahan-lahan Tan Kia-beng memasukkan kembali pedangnya ke dalam sarung dan menggeleng dengan wajah sedih. sebenarnya ia tidak ingin pamerkan ilmu saktinya itu tapi berhubung dengan keadaan memaksa membuat ia harus turun tangan juga.
Leng Poo Sianci tidak pernah tahu sampai soal itu, terdengar ia mendengus dingin.
Jika berganti aku.... Hmmm! orang-orang itu satupun tak bakal kubiarkan hidup".
"Tapi apa perlunya kita berbuat begitu?" seru Tan Kia-beng serunya menghela napas panjang. "Orang-orang itu hanya dipengaruhi oleh napsu belaka, dan belum tentu merupakan iblis iblis yang sangat jahat, bisa berbuat bajik berbuatlah bajik kepada siapapun."
"Haaa.... haaa.... haaa.... Kiranya Loo ta bukan saja memiliki kepandaian ilmu silat yang melebihi orang-orang bahkan hatipun welas kasih, sungguh sungguh merupakan seorang jago berbakat alam yang susah dijumpai. Loolap betul-betul kagum! Loolap betul-betul kagum!" secara balik hutan.
Dan bersamaan dengan selesainya perkataan itu muncul pula sesosok bayangan manusia yang bukan lain adalah Hay Thian Sin Shu
Tak kuasa lagi merah padam selembar wajah Tan Kia-beng, buru-buru ia menjura dengan penuh penghormatan.
"Loocianpwee terlalu memuji, boanpwee tidak berani menerima!"
"Selamanya Loolap berbicara sesuai dengan kenyataan, kapan aku pernah memuji dirimu". selalu Hay Thian Sin Shu serius.
Ketika itu Pek Ih Loo Sat, Mo Tan-hong serta Leng Poo Sianci sama-sama sudah tiba disisi Tan Kia-beng, mendengar Hay Thian Sin Shu begitu memuji pemuda tersebut dalam hati kecil masing-masing kontan muncul suatu perasaan yang berbeda beda.
Yaitu kecuali mereka merasa bergirang hati secara samar-samar mulai merasa kuatir juga bahwasanya diri sendiri tak bakal berhasil mendapatkan hati pemuda itu.
Cuma saja rasa kuatir ini bukan muncul dengan sia-sia, adalah dikarenakan beberapa orang kawan gadis dari Tan Kia-beng masing-masing mempunyai syarat serta hubungan yang cukup meyakinkan.
Pek Ih Loo-sat adalah anggota perguruan Teh-leng-bun, apalagi ada Si Penjagal Selaksa Li pegang peranan, sedang Mo Tan-hong mempunyai hubungan yang paling erat dengan pemuda itu, diapun mempunyai Ui Liong Tootiang sebagai tulang punggung sebaliknya Leng Poo Sianci ada ayahnya yang pegang peranan, asalkan ia sudah merehat ke depan maka harapannya sangat besar
Oleh karena itu mereka semua tak terasa sama-sama dongakkan kepala memperhatikan sang pemuda, mereka mengharap dari perubahan wajah lawannya berhasil menemukan hal hal yang kurang.
Perasaan kaum gadis semacam ini sudah tentu tak akan dirasakan oleh Tan Kia-beng. Hay Thian Sin Shu sendiripun
tidak ambil perhatian. hanya saja sewaktu melihat air muka pemuda itu rada berubah ia tidak berbicara lagi sebaliknya alihkan bahan pembicaraan.
“Loohu dengar dari siauw li katanya, sewaktu Loote bergebrak mati matian melawan Hu Sang Popo sudah kehilangan seluruh tenaga murni yang dimiliki, lalu secara bagaimana kau bisa pulih kembali seperti sedia kala dalam waktu yang singkat?"
Pada saat ini Tan Kia-beng sudah mengetahui bahwa buah "Touw" yang dimakannya sewaktu ada dirumah penginapan adalah pemberian dari si Si Dara Berbaju Hijau itu, dan justru tenaga dalamnya bisa pulih kembali seperti sedia kala dengan andalkan kemujaraban buah tersebut.
Sekalipun dia merasa tidak enak untuk menceritakan hal yang sebenarnya disamping itu iapun merasa kurang baik untuk berbohong dihadapan angkatan tua.
Setelah ditanyai oleh Hay Thian Sin Shu tak tertahan lagi merah padam selembar wajahnya, lama.... lama sekali ia baru menyahut, "Soal ini boanpwee sendirinyapun tak tercengang dibuatnya".
Hay Thian Sin Shu adalah seorang jago kawakan yang banyak pengalaman, melihat sang pemuda menunjukkan sikap semacam ini ia lantas tahu bila ia tentu ada perkataan yang terasa susah diucapkan, karenanya tidak mendesak lebih lanjut.
Loote bisa pulih kembali seperti sedia kala inilah suatu peristiwa yang patut digirangkan oleh kita semua" ujarnya seraya tertawa terbahak-bahak. "Loolap masih harus pergi ke gunung Bu-tongsan untuk merundingkan sesuatu urusan
dengan Thian Liong Tootiang, kita berjumpa lagi dilain kesempatan."
Setelah menjura ia tarik tangan Leng Poo Sianci dan dengan cepat berlalu dari sana.
sepeninggalnya Hay Thian Sin Shu, Tan Kia-beng baru punya waktu untuk berpaling dan berbicara dengan Mo Tan-hong.
Tidak menanti pemuda itu buka suara Mo Tan-hong sudah menceritakan kisahnya selama ini.
Kiranya setelah dia bersama-sama Ui Liong Tootiang berlalu dari gunung Ui san, di tengah jalan berjuma dengan Sam Kuang Sinnie.
Sam Kuang Sinnie lantas mengajak Ui Liong Tootiang bersama-sama pergi mencari beberapa obat obatan sekalian kembali ke gunung Ui san untuk menemukan kembali Tan Kia-beng.
Siapa nyana ketika tiba di kota Swan Jan mereka mendapatkan kabar tentang punahnya tenaga lweekang yang dimiliki Tan Kia-beng. saking cemasnya mereka lantas melakukan pencarian siang malam dan sangat kebetulan sekali gadis ini berhasil menemui Tan Kia-beng disini.
Ketika Pek Ih Loo sat sambil membopong Tan Kia-beng keluar dari kota Swan Jan tadi, waktu menunjukkan kentongan kedua. Kini setelah mengalami pertempuran yang maha sengit dengan para penghadang jalan haripun telah terang tanah.
Seraya mendongakkan kepalanya memandang cuaca mendadak Pek Ih Loo sat mencibirkan bibirnya dan mengomel panjang lebar.
"Huuu.... empek Su Gien betul-betul tolol, ia bilang mau kasih kabar kedusun Tau Siang Cung, kenapa sampai sekarang masih belum juga kelihatan munculnya seorang manusiapun, apakah ia lupa?"
Belum habis ia berkata mendadak....
Serentetan suara ujung baju tersampok angin bergema datang, dari tengah udara muncullah empat orang wanita setengah baya yang berwajah cantik melayang turun ke atas tanah.
"Eeei.... nona Cian, kau jangan sembarangan menuduh angkatan tua dengan tuduhan yang bukan bukan" seru mereka seraya tertawa. "Kabar sih sudah tiba sejak tadi, justru kami kakak beradik yang salah ambil jalan."
Habis berkata mereka berempat sama-sama menjura ke arah Tan Kia-beng sekalian mengundang ia mendatangi dusun Tau Siang Cung untuk merundingkan rencana berdirinya perkumpulan Teh Leng Kauw.
Tan Kia-beng merasa setelah urusan di gunung Ui san selesai, ia memang ada seharusnya mengunjungi dusun Tau Siang Cung untuk berjumpa dengan beberapa Tiang loo perguruan, karena ia lantas mengangguk tanda setuju.
Demikianlah, beberapa orang itu dengan mengerahkan ilmu meringankan tubuh bersama-sama meluncur ke arah dusun Tau Siang Cung.
Setelah Tan Kia-beng tiba didusun Tau Siang Cung, ia baru tahu bahwa di dalam dusun gunung yang amat kecil itu sudah berkumpul jago-jago perguruan Teh-leng-bun yang tidak sedikit jumlahnya, bahkan terhadap persiapan persiapan berdirinya perkumpulan Teh Leng Kauw sudah mereka atur sedemikian rapinya, dan kini satu satunya persoalan yang
belum dipecahkan adalah dibutuhkannya sejumlah modal pembangunan untuk mendirikan markas besar serta sebuah lapangan latihan silat.
Terhadap urusan ini baik Teh Leng Su Ci, Si Penjagal Selaksa Li maupun si kakek berbaju kuning Pek San yang telah lama mengikuti Han Tan Loojien sama-sama tidak memperoleh suatu akal yang sempurna.
Menanti Tan Kia-beng sudah tiba, merekapun lantas memajukan persoalan ini untuk dibahas.
Tiba-tiba Mo Tan-hong teringat kembali dengan harta karun keluarganya segera ia ambil keluar dua lembar peta harta tersebut dan diserahkan ketangan Tan Kia-beng.
"Engkoh Beng!" ujarnya. "Tempo dulu Cau Phoa pernah menyerahkan sapu tangan berisikan peta ini kepadaku, asalkan kita gali harta karun ini berbukan tak perlu dirisaukan lagi untuk mencari modal pembangunan?"
Tan Kia-beng tidak menerima angsuran tersebut, dalam hati ia sudah hebatkan tekad tak akan menerima bantuan orang lain untuk mendirikan kembali partainya, sekalipun Mo Tan-hong adalah kawan seiring senasib tapi ia anggap persoalan ini merupakan persoalan lain.
Dengan cepat ia menggeleng.
"Harta karunmu ini seharusnya kau ambil untuk kau gunakan sendiri, haruslah kau ketahui bahwa kau pun punya masa depan dan aku tidak ingin merusak ataupun mengganggu barang-barang berhargamu itu kita masih punya banyak akal untuk mengatasi persoalan ini!"
Si Penjagal Selaksa Li Hu Hong jadi orang berwatak sombong, angkuh dan suka menyendiri, ia sebagai murid tertua dari Teh-leng-bun karena sedikit kesalah pahaman sehingga mendapatkan hukuman dari perguruan membuat ia selama ini merasa amat menyesal harapan untuk mendirikan kembali Teh Leng Kauw hanya terbentur pada soal melihat keuangan saja. Sudah tentu ia tak mau menyusahkan siauw sutenya lagi, dengan cepat timbrungnya dari samping, "Soal keuangan merupakan suatu persoalan yang sangat kecil, Hian-ti tidak perlu merasa kuatir. Percaya Ih heng pasti bisa mengatasinya".
"Perkataan dari Hu Hian tit sedikitpun tidak salah" sambung si kakek berbaju kuning Pek San pula, "Suasana dalam dunia kangouw saat ini penuh diliputi oleh manusia manusia iblis yang gemar membuat keonaran, keadaan sangat kacau. Inilah suatu kesempatan yang sangat baik bagi perguruan kita untuk memusnahkan iblis iblis pengacau itu seraya mempertahankan keutuhan serta keadilan dalam dunia persilatan dengan demikian tujuan kita tidak sampai menyimpang dari tujuan Loo Kauwcu kita tempo dulu....!"
Kata-kata yang bersemangat ini kontan saja membangkitkan kembali semangat di hati pemuda she Tan ini dengan darah panas berkobar kobar dirongga dada ia meloncat bangun seraya berteriak keras, "Boanpwee rasa dihadapan kita saat ini masih ada beberapa persoalan yang harus diselesaikan terlebih dahulu kemudian baru membicarakan lagi tentang didirikannya kembali perkumpulan Teh Leng Kauw. Pertama. Secepat mungkin kita sebarkan berita tentang akan didirikannya kembali perguruan Teh Leng Kauw keseluruh dunia persilatan, agar semua jago sealiran dapat tahu bahwa Teh-leng-bun masih utuh. Kedua. Kirim orang bersama-sama Mo Cuncu memasuki Chuan Tiong untuk
membinasakan Chuan Tiong Jie Kui, sekalian mengundang kawan kawan karib Mo Cun-ong tempo dulu atas nama partai kita untuk mengadakan perayaan peringatan atas kematian Raja muda she Mo yang gagah perkasa. Dan yang ketiga. Atas nama partai kita mengundang seluruh partai partai besar yang ada untuk bersama-sama sekali lagi memanggil Majikan Isana Kelabang Emas memasuki daerah Tionggoan lagi sekalian bikin penyelesaian yang terakhir. dengan demikian kitapun harus menjaga gelombang-gelombang yang ia timbulkan kembali dikemudian hari...."
Ketiga persoalan yang ia ajukan, kecuali persoalan yang pertama tak sebuahpun yang tidak menggirangkan hati semua orang, tapi disamping itu persoalan inipun merupakan suatu pekerjaan yang penuh bahaya.
Suasana di dalam ruangan penuh diliputi kesunyian yang mencekam. lama sekali Toa cie dari Su ci, yaitu Han Bwee pertama tama yang buka suara memecahkan kesunyian, "Walaupun saat ini partai kita belum secara resmi mengumumkan tentang kepartaian kita tapi kau sebagai satu satunya ahli waris Kauwcu yang terakhir merupakan pula kita yang akan datang. setiap urusan yang kau usulkan boleh diusulkan dengan cepat kami semua pasti akan mendukung dengan sepenuh hati."
Saat ini Tan Kia-beng tidak sungkan lagi selanya.
"Walaupun perkataan tersebut tidak salah tapi ada seharusnya kita rundingkan dulu persoalan ini bersama-sama kemudian baru diambil keputusan"
Ia merandek sejenak, melihat semua orang tidak menolak, iapun lantas menyambung kembali, "Jikalau para cianpwee sekalian tidak menampik, maka aku akan putuskan persoalan ini sampai disini saja."
Pada saat itu tiba-tiba Mo Tan-hong bangun berdiri lalu berkata, "Siauw li tahu bahwa pada saat dan keadaan seperti ini aku tidak berhak untuk ikut berbicara, tapi perhatian yang diberikan partai kalian terhadap siauw li benar membuat siauw li merasa sangat berterima kasih, sedangkan mengenai soal memasuki daerah Chuan Tiong untuk mencari balas terhadap Chuan Tiong Jie Kowi, suhu maupun Ui Liong supek sudah punya rencana sendiri, siauw li tak berani merepotkan saudara sekalian lagi."
Habis berkata ia bangun berdiri untuk memberi hormat kepada sekeliling ruangan lalu bertindak keluar dari tempat itu.
---ooo0dw0ooo---
Jilid: 24
Ucapan ini jelas diutarakan karena penolakan Tan Kia-beng terhadap harta karunnya, dan pemuda itu sendiri sama sekali tidak menyangka kalau ia katakan mau pergi lantas berlalu, ia dibuat rada melengak.
Sedangkan para jago yang ada di dalam ruanganpun sebagian besar tidak mengetahui hubungan diantara mereka berdua, oleh karena itu tak ada yang buka suara untuk mencegah.
Menanti Tan Kia-beng merasakan bahwa ada sedikit tidak beres, Mo Tan-hong sudah tiba diluar kebun. Terburu-buru ia bangun berdiri seraya mengejar keluar.
"Cuncu! Cuncu! tunggu dulu, kau kembalilah!" teriaknya keras keras.
Tapi bayangan dari Mo Tan-hong sudah lenyap dari pandangan. tak terasa lagi ia menghela napas sedih, "Heee! sungguh...."
Tiba-tiba dari belakang tubuhnya berkumandang datang suara tertawa dingin yang menyambung kata-katanya, "Heee.... heee.... heee.... orang lain tidak suka menerima kebaikan hatimu mengapa kau harus gelisah?"
Walaupun terang terangan Tan Kia-beng mengetahui bahwa Hu Siauw-cian sedang mengejek dirinya, tapi ia pura-pura tidak mendengar.
Waktu itu para jago yang ada di dalam ruangan pun bersama-sama sudah berjalan keluar Tan Kia-beng yang merasa dirinya sebagai seorang Kauwcu merasa tidak sepantasnya ia campurkan urusan muda mudi dalam persoalan besar dengan paksa menahan golakan dihatinya ia putar badan seraya berkata lirih, “Kalau ia tidak suka menerima bantuan kita untuk membalaskan dendam musuh ayahnya, biarlah sudah! biar ia pergi sendiri...."
Semua orang tahu bahwa perkataan ini diucapkan dari dasar hati yang sedih, tapi tak seorangpun mengucapkan suara hanya Pek Ih Loo sat yang tertawa dingin tiada hentinya.
Demikianlah mereka semua lantas balik lagi ke dalam ruangan tengah, baru saja mereka melangkah masuk melalui pintu depan, mendadak orang-orang itu sama menghentikan langkahnya sembari menjerit kaget, "Iiih?!!!...."
Kiranya dalam waktu yang amat singkat itulah di atas meja ruangan entah sejak kapan kapan telah ada yang mengirim datang dua butir batok kepala lelaki dan perempuan yang
masih mengucurkan darah segar, keadaannya sangat menyeramkan.
Pertama-tama Tan Kia-beng yang mengenali dahulu bahwa kedua buti batok kepala tersebut berasal dari Bok Thian-hong suami isteri, tak kuasa lagi ia menjerit kaget diikuti hawa gusar langsung memuncak dalam otaknya.
Sreeet! badannya dengan cepat melesat masuk ke dalam ruangan. ia menemukan di bawah baki yang berisikan batok kepala itu tersisip secarik kain sapu tangan yang terukirkan beberapa tulisan dari darah segear, "Siapa yang mengikuti aku hidup, siapa yang menentang mati, berani merusak pekerjaan kami bunuh!"
Dibawahnya tertulis pula beberapa kata tulisan kecil, "Bok Thian-hong suami isteri berani berhianat, ia secepatnya mendapat hukuman potong kepala!"
Kecuali itu tak terdapat kata-kata lainnya lagi, dan yang paling menyolok dipaling akhir terlukiskan seekor kelabang sedang pentangkan cengeramnya.
Habis membaca surat itu dengan amat gusar Tan Kia-beng berteriak keras, "Tidak ada orang lain lagi, jelas perbuatan ini hasil kerja dari orang-orang Isana Kelabang Emas."
Walaupun Bok Thian-hong adalah murid murtad dari Teh-leng-bun tapi bagaimanapun juga ia adalah anggota perguruan Teh-leng-bun, apalagi ia sudah bertekad melakukan kebajikan, kontan saja peristiwa ini memancing rasa gusar dari semua orang.
Si Penjagal Selaksa Li, Hu Hong dengan rambut berdiri mata melotot bulat-bulat mendengus dingin.
"Hmmm! kalau memang pihak Isana Kelabang Emas ada maksud mencari gara gara dengan Teh-leng-bun, aku ingin lihat akhirnya siapa yang mati diantar siapa."
Teh Leng Su Ci pun sama-sama dibuat gusar oleh peristiwa tersebut, sambil tertawa dingin kata Han Bwee, "Dengan adanya peristiwa ini malah kebetulan sekali, kami kakak beradik sudah ada puluhan tahun lamanya tidak pernah mencampuri urusan dunia kangouw, kali ini kemungkinan besar kami akan membuka pantangan membunuh!"
Dalam hati Tan Kia-beng mengetahui bahwa tindakan dari Isana Kelabang Emas ini jelas hendak menunjukkan kekuatannya di hadapan perguruan Teh-leng-bun.
Sejak permulaan antara ia dengan majikan Isana Kelabang Emas sudah ada ikatan dendam karena terbunuhnya Cu Swie Tiang Cing dan cepat atau lambat diantara mereka tentu akan dilakukan suatu penyelesaian mana boleh karena urusannya lantas menyeret persoalan tersebut ke dalam partai?
Setelah berpikir sebentar, akhirnya ia ambil keputusan untuk menyelesaikan persoalan ini secara pribadi, dengan wajah serius dan hati tenang ujarnya lambat lambat, "Tentang urusan in boanpwee sudah punya perhitungan sendiri di dalam hati dan besok segera akan terjun kembali ke dalam dunia kangouw. sedang Cianpwee sekalian silahkan meneruskan usaha kalian untuk mendirikan kembali kejayaan perguruan, tidak usah kalian repot repot memikirkan urusan ini."
"Soal ini mana boleh jadi?" buru-buru Han Bwee menggeleng. "Jikalau pihak Istana Kelabag Emas sudah melakukan tantangan secara terang terangan kepada pihak Teh-leng-bun kita, apakah kami semua masih bisa duduk sambil berpeluk tangan?"
Tiba-tiba Tan Kia-beng bangun berdiri kemudian tertawa panjang.
Keputusan Boanpwee sudah bulat, aku percaya masih punya kepandaian untuk menghadapi mereka".
Dengan langakah lebar ia lantas melangkah keluar dari ruangan tanpa menoleh lagi.
Han Bwee ada maksud hendak menasehati dirinya dengan beberapa patah kata, tapi maksudnya ini kena dicegah oleh Pek San seorang tua berbaju kuing itu.
Menanti Tan Kia-beng sudah pergi jauh Pek San baru berkata lambat lambat, "Walaupun diluaran pihak Isana Kelabang Emas menentang perang kepada Teh-leng-bun padahal tujuan yang paling utama hanya Kauwcu seorang, musuh gelap kita terang, jikalau kita semua harus bersama-sama mengiringinya bukan saja tidak berhasil menyelidiki keadaan musuh bahkan serangan tidak menguntungkan buat posisi kita lebih baik secara berpencar kita lindungi kauwcu secara diam-diam, pertama pada saat saat kritis kita bisa turun tangan menolong disamping itu sekalian bisa menyelidiki keadaan pihak musuh entah bagaimana menurut pendapat Su Ih?"
Teh Leng Su Ci bersama-sama mengangguk.
"Demikianpun baik juga!"
Dasar watak Si Penjagal Selaksa Lie kurang sabaran, mendengar perkataan itu ia lantas bangun mohon diri.
"Jika demikian adanya, boanpwee serta budak Cian akan berangkat selangkah terlebih dahulu"
Demikianlah Si Penjagal Selaksa Lie ayah beranak jadi satu rombongan, Teh Leng Su Ci empat orang jadi rombongan lain
dan Pak San seorang diri membentuk satu grop pada hari itu juga secara berpisah meninggalkan dusun Tau Siang Cung menyebar ke dalam dunia persilatan.
---ooo0dw0ooo---
Sekarang kita balik pada Tan Kia-beng sepeninggalan dari dusun Tau Siang Cung.
Seorang diri ia melakukan perjalanan dan tibalah disebuah kota kecil, dalam hati diam-diam pikirnya.
"Jika didengar dari ucapan si Si Dara Berbaju Hijau Gui Ci Cian agaknya majikan Isana Kelabang Emas masih berada di daerah Tionggoan dan belum kembali ke gurun pasir, sekarang aku harus pergi kemana untuk menemukan dirinya?"
Berpikir akan persoalan ini hatinya jadi bimbang, dan tanpa terasa ia sudah berjalan masuk ke dalam sebuah kedai makan kecil.
Sebenarnya pemuda ini tak dapat minum arak, karena hatinya sedang murung ia bermaksud menggunakan pengaruh arak untuk menyapu kerisauan tersebut.
Rumah makan ini walaupun berada disebuah kota kecil tapi perabotnya sangat bersih dan menarik, sipelayan melihat Tan Kia-beng masuk ke dalam kedai mereka dengan wajah tertawa tawa segera menyambut kedatangannya.
"Siangkong, kau ingin memesan sayur apa?"
"Apa saja boleh dibawa kemari, pokoknya beberapa macam cukuplah"
Sipelayan menyahut, baru saja ia putar badan mendadak dari sebelah dalam kedengaran seseorang berteriak keras, "Eeei pelayan, ambilkan arak baik dua teko, ya ya mu sudah tidak tahan!"
Suaranya nyaring bagaikan genta bahkan kedengaran sangat dikenal, tak terasa hati pemuda ini rada bergerak dan segera menoleh ke arah mana berasalnya suara tersebut.
Ketika itulah ia menemukan bahwa suara tersebut muncul dari sebuah kamar tertutup dibalik kedai, jelas kedai inipun menyediakan sebuah ruangan makan yang tersendiri.
Sang pelayan yang sedang mendengar teriakan itu buru-buru menyahut dan menghantarkan dua teko arak kesana. sedang Tan Kia-beng sendiripun sembari bersantap mulai ambil perhatian terhadap ruangan itu.
Mendadak terdengar suara keras yang nyaring bagaikan genta itu berkumandang lagi memecahkan kesunyian.
"Haaa.... haaa.... haaa.... sumoay! rahasia hatimu sudah Ih heng ketahui, hanya sayang perasaan hatimu itu bakal sia-sia belaka"
Kembali terdengar suara seorang gadis menyambung dengan nada manja, "Suheng, kau kenapa? setelah minum tiga cawan arak lantas bicara tidak karuan aku melarang kau banyak bicara"
"Baik, baik.... tidak bicara aku tidak bicara. cuma saja kau harus tahu yang menjalankan bingung yang menonton jelas, aku cuma nasehati dirimu saja"
"Heeei...."
Gadis itu menghela nafas panjang, dan tidak banyak berbicara lagi.
Mendadak horden tersingkap dan muncullah lelaki dan seorang gadis dari ruangan tersebut, yang lelaki berjubah hijau dengan muka cambang perawakan tinggi kekar sedang
yang gadis berjubah panjang dan mempunyai selembar wajah yang sangat cantik.
Ketika mereka melihat Tan Kia-beng pun duduk disana wajahnya rada melengak, kemudian disusul silelaki bercambang itu tertawa tergelak dan buru-buru menjura.
"Selamat berjumpa, selamat berjumpa tidak disangka kita bisa berjumpa kembali di tempat ini"
Tan Kia-beng sendiripun tidak pernah menyangka kalau ia bisa berjumpa dengan "Ci Lan Pak" Kong Sun Su serta Gui Ci Cian disini, setelah tertegun beberapa waktu ia pun tertawa tergelak.
"Sungguh manusia hidup dimanapun dapat berjumpa, sejak kapan Kong Sun heng menginjakan kakinya didaratan Tionggoan?"
Air muka Kong Sun Su berubah serius, ia menggeleng berulang kali.
"Heeei.... bukankah dikarenakan dia."
Telapak tangannya yang gede ditabokkan ke atas pundak Gui Ci Cian, setelah itu sambil tertawa sambungnya, "Kawan lama berjumpa seharusnya dilanjutkan dengan pembicaraan, tempat ini tidak sesuai sebagai tempat perjumpaan, bagaimana kalau kita cari tempat lain saja?"
Sinar mata pemuda she Tan itu dengan cepat menyapu sekejap wajah Gui Ci Cian, kemudian ia lemparkan sekeping perak ke atas meja dan melangkah keluar.
"Hian Heng moay silahkan!"
Tiga orang bersama-sama keluar dari dusun dan tidak selang lama sudah tiba disamping hutan yang sunyi.
Walaupun mereka saling bersahabat dan diluaran berbicara sungkan tapi kenyataan kedudukan mereka memisahkan posisi kedua belah pihak sebagai musuh besar, oleh karena itu setengah harian lamanya masing-masing pihak tak berhasil menemukan perkataan yang rasanya sesuai untuk diucapkan keluar.
Setelah saling berdiam diri beberapa waktu, Kong Sun Su yang pertama tama memecahkan kesunyian terlebih dahulu, ia mendehem beberapa kali.
"Sumoayku ini memiliki otak yang cerdik dan watak yang jujur, polos, sejak kecil memperoleh kasih sayang dari suhu dan jarang memandang orang di dalam pandangnya...."
Ia adalah seorang lelaki kasar yang tak dapat bicara halus, walaupun ia berusaha membicarakan persoalan ini sehalus mungkin tapi maksudnya tak tercapai, oleh sebab itu setelah mengucapkan kata-kata itu dan tidak melihat Tan Kia-beng menimbrung, kembali sambungnya, "Sikapnya terhadap Tan heng boleh dikata.... boleh dikata...."
"Suheng, mungkin kau sudah dibuat mabok oleh air kata-kata? kenapa bicara tidak karuan?'
Silelaki kekar dan kasar dari gurun pasir ini tidak takut langit tidak takut bumi justru yang bikin pusing kepalanya adalah urusan siauw sumoay nya ini, kena ditegur kontan ia telan kembali kata-katanya, lalau tertawa tergelak.
"Ada pepatah mengatakan, orang yang mabok hati lebih tajam perkataan dari Ih heng adalah kata-kata yang sejujurnya"
Tan Kia-beng yang melihat sikap kedua orang suheng moay itu, dalam hati lantas mengerti apa yang akan mereka ucapkan, pura pura tidak paham mendadak katanya, "Apa
yang hendak Kong Sun heng bicarakan? jikalau tak ada urusan lain siauwte akan mohon diri."
Mendengar perkataan itu Kong Sun Su jadi melengak dibuatnya, belum sempat ia mengucapkan sesuatu Tan Kia-beng sudah menyambung kembali, “Pertemuan kita kali ini masih memperlihatkan sedikit persahabatan, tapi sejak ini hari kedudukan kita akan berubah bagaikan air dan api selama hidup tak akan bersatu kembali."
“Apa maksud dari perkataan Tan heng ini?" kembali Ci Lan Pak berseru dengan nada tertegun.
"Suhumu sudah menyatakan perang terhadap Teh-leng-bun bahkan tanpa sebab membinasakan suhengku Bok Thian-hong dendam ini aku orang she Tan bersumpah akan menuntutnya kembali."
"Haaa? ada urusan ini?" kontan saja air muka Kong Sun Su berubah hebat.
"Selamanya aku orang she Tan tidak pernah berbohong, terus terang saja aku katakan sekalipun tak ada peristiwa inipun dendam terbunuhnya ayahku pada suatu hari pasti akan kutuntut"
Kong Sun Su dasarnya adalah seorang lelaki kasar, berbicara selamanya blak-blakan dan tidak pernah pakai putar kayun, ia tidak tahu jika dendam Tan Kia-beng terhadap Isana Kelabang Emas sudah mencapai titik yang tak bisa dilepaskan lagi. Sebagai murid tertua sekalipun ia menaruh maksud persahabatan dengan sang pemuda tapi mencapai keadaan semacam ini mau tak mau ia pun tak bisa cuci tangan.
Oleh karena itu habis mendengar perkataan dari Tan Kia-beng yang sangat tegas ini ia manggut berulang kali.
"Jikalau perataan dari Tan heng adalah kenyataan sekalipun diantara kita ada ikatan persahabatan sampai waktunya tak terhindar lagi kita harus berjumpa pula di kalangan pertempuran, hanya saja siauwte tidak becus dan tidak berhasil menasehati suhuku semakin tidak leluasa lagi menasehati Heng thay untuk melepaskan dendam tersebut. yaaa.... segalanya kita tunggu saja takdir yang menentukan".
"Mengungkap soal dendam ayahnya hawa amarah yang berkobar didada Tan Kia-beng tak terkendalikan lagi, ia tidak ingin banyak berbicara lagi dengan mereka, dengan cepat pemuda itu putar badan dan berkelebat pergi dengan kerahkan ilmu meringankan tubuhnya.
Dalam sekejap mata ia sudah berada berpuluh puluh kaki jauhnya.
Pada mulanya si Si Dara Berbaju Hijau, Gui Ci Cian merasa ada banyak ucapan yang hendak diutarakan keluar, cuma saja dikarenakan Kong Sun Su ada disisinya ia merasa kurang leluada untuk berbicara terus terang, selamanya ia hanya melirik pemuda itu dengan sepasang mata yang penuh kemurungan.
Siapa sangka Kong Sun Su tidak tahu keadaan dan bicara kaku sehingga menimbulkan rasa dendam lama maupun dendam baru di hati Tan Kia-beng dan mengakibatkan ia berlalu dengan membawa gusar, tak tertahan lagi gadis ini menghela napas sedih.
Dengan kejadian ini Kong Sun Su pun tak dapat membendung hawa gusar di dalam dadanya, seraya tertawa tergelak serunya, “Kau tidak usah murung hati dikarenakan persoalan ini, pada suatu hari suheng tentu akan paksa bocah cilik itu menuruti perintah kita.”
“Suheng kau pun tidak usah marah marah, soal ini tak bisa disalahkan dirinya, mari kita pergi!" Gui Ci Cian menggeleng dan menghela napas ringan.
“Hmmm! dahulu aku terlalu pandang tinggi dirinya, tidak kusangka ia adalah seorang manusia yang begitu sombong, sumoay sungguh sayang cinta kasihmu yang murni serta sebuah raja jinsommu yang sangat berharga harus diberikan kepada manusia macam begini”
“Heee....! urusan yang telah lewat apa gunanay dibicarakan kembali?....”
Pembicaraan berhenti sampai disitu, kedua orang itupun perlahan-lahan berkelebat menuju ke arah Timur dan akhirnya lenyap dari pandangan.
---ooo0dw0ooo---
Kita balik pada Tan Kia-beng yang meninggalkan Kong Sun Su dalam keadaan gusar setelah berlari beberapa waktu mendadak ia berhenti.
Dalam hati ia mulai merasa bahwa dengan kepergiannya ini maka sedikit banyak akan mempengaruhi gengsi Gui Ci Cian, dalam hati merasa sangat menyesal. Orang lain sudah ada dua kali menolong dirinya bahkan secara diam-diam sudah banyak membantu dia, sekalipun diri sendiri tiada minat untuk mempererat hubungan seharusnya jangan menyia nyiakan harapan orang lain yang datang dari ribuan li.
Semakin dipikir hatinya semakin tidak enak tapi dalam keadaan seperti ini iapun merasa tidak mungkin untuk balik mencari dirinya lagi, terpaksa sambil menghela nafas panjang gumamnya, "Nona Gui, aku Tan Kia-beng benar-benar telah menyia nyiakan harapanmu, tapi aku tak bisa apa apa...."
Dari Gui Ci Cian ia teringat pula akan Mo Tan-hong, ia merasa kali ini gadis tersebut meninggalkan dusun Tau Siang Cung dengan membawa amarah jikalau pergi mencari suhunya Sam Kuang Sin nie masih baikan, jikalau ia seorang diri pergi mencari Chuan Tiong Jie Kui bukankah keadaan akan berubah sangat berbahaya?
Bagaimanapun juga untuk beberapa saat majikan Isana Kelabang Emas tak mungkin bisa ditemukan, jauh lebih baik pergi ke daerah Chuan Tiong bantu ia selesaikan dulu Chuan Tiong Jie Kui kemudian baru balik kemari dan menghadapi majikan Isana Kelabang Emas dengan kekuatan seorang diri dengan demikian ia tak akan menjalani hubungan.
Setelah mengambil keputusan iapun mengubah perjalanan untuk berangkat ke daerah Chuan Tiong.
Pertarungan sengit antara jago-jago Bulim didaratan Tionggoan dengan pihak Isana Kelabang Emas kelihatannya sudah beres, dan suasanapun berubah menjadi tenang kembali.
Padahal Majikan Isana Kelabang Emas tidak pulang ke gurun pasir tapi tetap tinggal didaratan Tionggoan sembari secara diam-diam melakukan kegiatan kegiatannya bersamaan itu pula satu satunya partai yang terbesar diluar tujuh partai besar yaitu Kay-pang, sejak pertarungan tersebut kehilangan banyak sekali jago-jago lihaynya atau paling sedikit untuk sementara waktu tiada berkekuatan lagi untuk mencampuri urusan dunia kangouw.
Dengan demikian banyak sekali jago-jago dari kalangan Hek-to maupun iblis iblis sakti yang menggunakan kesempatan ini pada munculkan diri ke dalam dunia kangouw.
Dengan demikian partai partai yang semula terdesak lama kelamaan mulai melebarkan sayapnya kedaratan Tionggoan....
Disamping itu berita akan munculnya kembali partai Teh Leng Kauw yang pernah menggemparkan dunia persilatan pada lima puluh tahun berselang dengan cepat tersebar luas di dalam dunia kangouw.
Pada masa yang lalu, Teh Leng Kauw di bawah pimpinan Han Tan Loojien pernah menciptakan banyak sekali peristiwa peristiwa yang menggemparkan seluruh kolong langit dan kini secara tiba-tiba mengumumkan kembali munculnya partai tersebut kejadian ini segera menimbulkan banyak pendapat dikalangan Bulim.
Ada orang yang merasa serangkaian peristiwa menguntungkan segera akan bermunculan ada pula yang merasa murung dengan berita itu. alasannya karena Si Penjagal Selaksa Lie serta Thay Gak Cungcu, Bok Thian-hong sama-sama merupakan anggota Teh Leng Kauw, dengan berdirinya kembali perguruan tersebut jelas tak akan melakukan perbuatan perbuatan yang baik.
Apalagi nama Tan Kia-beng sebagai Kauwcu Teh-leng-bun yang terbaru mempunyai julukan sianakan iblis dalam dunia persilatan, dibawah pimpinan manusia manusia semacam ini jelas tak akan menyenangkan, oleh seban itu reaksi yang ditimbulkan dari partai partai besarpun sangat hambar.
Pada waktu itulah Tan Kia-beng dengan seorang diri telah tiba di kota Wu Han sebagai salah satu kota yang terbesar disepanjang sungai Tian Kang, suasana dalam kota amat ramai dengan berbagai atraksi atraksi yang menarik.
Ketika pemuda itu memasuki kota tersebut ia lantas menemukan kalau suasana rada sedikit kurang beres, dengan
pengalaman Bulim yang dimilikinya saat ini ia merasa jago yang ditemuinya selama ini rasanya bukanlah manusia manusia dari kalangan lurus.
Cuma saja, sudah jelas pemuda she Tan ini tak akan memandang sebelah mata terhadap manusia manusia seperti ini, diam-diam ia mendengus dingin melirik sekejap ke arah mereka pun tidak.
Ia mencari sebuag losmen untuk beristirahat dan bersiap-siap besok harinya dengan menunggang perahu memasuki daerah Chuan Tiong.
Selama beberapa waktu ini karena sering menemui pertarungan pertarungan sengit, jarang sekali pemuda ini memperoleh kesempatan untuk berlatih ilmunya.
Kota Wu Han terasa asing baginya dan orang yang dikenalpun tak ada, seharian ini Tan Kia-beng tidak keluar dari kamar dan malam harinya setelah mengunci pintu lantas duduk bersemedi untuk atur pernafasan.
Dengan cepat ia menemukan kalau tenaga dalamnya kembali memperoleh kemajuan yang amat pesat, sewaktu hawa murni disalurkan mengelilingi seluruh tubuh ia merasa badannya sangat nyaman.
Dalam sekejap mata pemuda ini sudah mengelilingi seluruh tubuh satu kali, dan keadaranpun perlahan-lahan mulai punah sehingga akhirnya berada dalam keadaan lupa diri.
Tiba-tiba....
Sreet! dari atas atap rumah seperti ada orang yang melayang datang, walaupun suara tersebut amat perlahan tapi di dalam pendengaran pemdua ini sangat jelas sekali, segera bentaknya nyaring.
"Kawan dari mana yang berada di atas atap?"
"Hee.... heee.... heee.... ternyata nama besarmu bukan kosong belaka. Kaupun punya sedikit simpanan!" jengek orang itu sambil tertawa dingin.
Dalam pada itu, orang tersebut sudah tiba di depan jendela.
"Jangan banyak bacot lagi, jikalau kedatangan saudra adalah bermaksud mencari gara gara dengan cayhe, ayoh cepat sebutkan namamu."
"Leng Lam It Sin Sam Sah sengaja datang berkunjung dan ingin minta petunjuk tentang ilmu sakti dari Teh Leng Kauwcu
"It Sin Sam Sah" diam-diam pikir Tan Kia-beng dalam hatinya. "Belum pernah aku dengar nama ini?"
Ketika sedang berpikir, jendela sudah terbuka disusul munculnya seorang lelaki kekar berbaju pendek, kaki telanjang dan kepala gundul.
"Kaukah yang bernama Tan Kia-beng, Kauwcu dari perguruan Teh-leng-bun"
"Tempat ini tak ada orang lain, sudah tentu aku"
"Harap saudara suka pergi ketepi sungai sebentar, berani?"
"Mengapa?"
"Leng Sam It Sin Sam Sah menantikan kedatangan saudara, jikalau kau tidak berani datang maka segera umumkan saja kepada seluruh Bulim dan bubarkan perguruan Teh Leng Kauw, sejak ini hari jangan menyombongkan diri lagi di dalam dunia kangouw."
Tan Kia-beng mendongak lalu tertawa dingin tiada hentinya.
"Hmmmm! jangan dikata cuma kalian beberapa orang siluman kecil, sekalipun Isana Kelabang Emas yang membuat orang merasa jeripun siauw ya berani terjang."
"Bagus, anggap saja kau punya simpanan"
Habis berkata kembali badannya berkelebat keluar dari jendela langsung meluncur ketepi sungai, ternyata gerak geriknya lincah kuat dan cepat laksana kilat.
Diam-diam Tan Kia-beng merasa amat terparanjat.
"Siapakah orang ini? sungguh lumayan kepandaian silat yang ia miliki...."
Agaknya orang itu ada maksud untuk mencoba kepandaian dari Tan Kia-beng, selama di dalam perjalanan ia kerahkan ilmu meringankan tubuhnya sehingga mencapai titik puncaknya. gerak gerik tubuhnya cepat laksana petir dan di dalam sekejap mata sudah berkelebat sejauh ratusan kaki.
Tan Kia-beng mendengus dingin, pikirnya, "Hmm! Bila cuma menghadapi kau makhluk aneh tiga bagian mirip manusia, tujuh bagian mirip setan saja aku tak sanggup menangkan apa gunanya aku berkelana lagi di dalam kolong langit?"
Hawa murni disalurkan mengelilingi seluruh tubuh, kemudian dengan kerahkan ilmu meringankan tubuhnya ia berkelebat sejajar dengan orang itu.
Dari kota menuju tepi sungai tidak ada seberapa jauh, tidak selang lama mereka sudah tiba ditepi sungai. Orang itu segera berhenti dan menoleh.
Melihat sang pemuda yang mengikuti dari sisinya telah berdiri dengan tenang tak terasa lagi ia menyingkir seram
"Sudah tiba!"
Teriak ini diucapkan dengan suara keras. diluaran sepertinya ia sedang memberi tahu kepada Tan Kia-beng padahal yang benar ia memberi tanda kepada kawan kawannya.
Belum sempat Tan Kia-beng mengucapkan sesuatu, dari tempat kejauhan tampaklah tiga sosok bayangan manusia laksana kilat menubruk datang.
Dua orang diantaranya mempunyai dan seperti seorang yang mengundang datang sang pemuda tadi, sedang orang yang ketiga mempunyai raut muka yang sangat bengis dengan cambang memenuhi seluruh wajah, badannya tinggi dengan jubat sutera yang kotor, sikapnya amat congkak.
Begitu menemui Tan Kia-beng, sambil menuding ia segera menegur.
"Kaukah yang dinamakan Teh Leng Kauwcu?"
"Kalau benar ada apa dan kalau bukan mau apa?"
"Terus terang aku beritahu kepadamu Loo hu bernama 'Leng Lam Shia Sin' atau si dewa sesat dari Leng Lam bersama mereka 'Hek Sah' atau Malaikat Hitam, 'Wen Sah' atau simalaikat wabah serta "Peng Sah" atau simalaikan penyakitan bersama-sama disebut "It Sin Sam San" atau satu dewa tiga malaikan. Kali in merupakan kali yang pertama memasuki daratan Tionggoan dan khusus ingin minta petunjuk dari ilmu silat partai partai besar. Aku dengar kabar kepandaian silat yang kau miliki sangat liehay dan dalam Bulim mempunyai sedikit nama, sengaja kami ingin datang untuk meminjam batok kepalamu sebagai kado dari pemunculan kembali kita orang didaratan Tionggoan."
Mendengar perkataan itu Tan Kia-beng baru tahu bahwa orang-orang ini hanya berharap bisa mengalahkan dirinya dan
menaikkan pamor sendiri di dalam daratan Tiongoan, tak terasa lagi ia tertawa panjang.
"Cara berpikir dari kalian berempat benar-benar luar biasa, tapi entah kami semua ingin maju satu persatu ataukah ingin maju berbareng? menurut penglihatanku lebih baik kalian maju bersama-sama saja, sehingga siauw-ya pun tidak usah repot repot lagi"
"Hmm! kau jangan pentang bacotmu yang bau." simalaikat Wabah mendadak meloncat maju ke depan seraya membentak kers. "Untuk menggebah remuk kau si bangsat cilik apa perlunya kita harus turun tangan bersama-sama, cukup Toa-ya seorang sudah lebih untuk membereskan dirimu."
Dengan pandangan dingin Tan Kia-beng melirik sekejap ke arahnya kemudian dongakkan kepalanya sambil tertawa dingin.
Simalaikan wabah jadi amat gusar, telapaknya dengan membawa deruan angin tajam kontan dibabat ke depan, bersamaan itu pula teriaknya kasar, "Bangsat cilik, apa yang kau sombongkan?"
Serangan yang ia lancarkan barusan ini teramat aneh, sedikitpun tidak membawa deruan angin tajam bahkan angin yang diserangpun jauh berbeda dari keadaan biasa.
"Iiih? ilmu silat aliran manakah ini? diam-diam teriak Tan Kia-beng dihatinya dengan nada tercengang.
Buru-buru pundaknya bergerak, sang badan dengan sebat menyingkir tiga depa kesamping.
"Bangsat cilik, coba bogem mentahku ini" teriak simalaikan wabah seraya tertawa seram.
Telapak tunggal diputar satu lingkaran kemudian digetar keras keras dan dibabat keluar sepasang kaki bagaikan titiran petir melancarkan delapan buah tendangan maut, dalam sekejap mata angin menderu deru, geledek menyambar taupan menggetar dan seketika itu juga jalan mundur bagi Tan Kia-beng empat penjuru sudah kena terhadang.
Pertempuran ini boleh dibilang merupakan suatu cara bertarung yang luar biasa, di tengah berkelebatnya bayangan telapak serta angin tendangan Tan Kia-beng tertawa terbahak-bahak, ilmu meringankan tubuh Ong Ho Sin Lie kontan dikerahkan keluar, sang tubuh laksana mengalirnya air sungai di dalam beberapa kali kelebatan saja telah berhasil meloloskan diri dari kepungan.
"Haaa.... haaa.... haaa.... ilmu sakti dari Leng Lam tidak lebih cuma begini saja, aku lihat lebih baik kalian maju berbareng saja."
Simalaikat wabah merah merasa terkejut bercampur gusar, ia membentak keras tubuhnya semakin menubruk ke depan telapak menyambar kaki menyepak laksana kilat kembali mengirim sebelas buah pukulan dan delapan buah tendangan.
Kali ini Tan Kia-beng tidak berani bergebrak sedikit berayal lagi, ilmu telapaknya dikerahkan keluar dan menyambut datangnya serangan lawan dengan keras lawan keras.
"Braaak! Bluuummm!" diiringi bentrokan keras, serangan simalaikat wabah sudah kena terhadang.
"Coba kaupun cicipi ilmu pukulan dari siauwya mu!"
Sreeet! Dengan menggunakan jurus "Jiet Ceng Tiong Thian" ia balas melancarkan satu pukulan.
Segulung angin pukulan santer laksana ambruknya gunung Thay-san menggulung keluar dengan sangat dahsyat.
Untuk menghindarkan diri tidak sempat lagi, buru-buru simalaikat wabah angkat telapak tangannya membuat satu gerakan satu lingkaran lalu disorong kemuka.
Sekali lagi suara bentrokan keras memecahkan kesunyian dan memekikkan telinga semua orang.
Bagaikan orang yang mabuk oleh air kata-kata, tubuh simalaikat wabah mundur sempoyongan sejauh delapan depa dan akhirnya muntah darah segar.
Sebaliknya Tan Kia-beng hanya tergetar sedikit saja, pinggangnya segera menekuk dan ia sudah bisa berdiri tegak kembali.
Si Malaikat Hitam serta simalaikat berpenyakitan sewaktu melihat simalaikat wabah terluka, mereka bersama-sama membentak keras. Tubuhnya dengan cepat menubruk ke depan. Gerakannya santar bagaikan gulungan angin puyuh.
Hanya di dalam sekejap mata masing-masing sudah mengirim sembilan buah pukulan dan mengirim tiga buah tendangan.
Serangan yang dipancarkan dalam keadaan gusar ini bukan saja amat dahsyat bahkan setiap gerakan amat ganas, dan keji. Satu juruspun tak ada yang terlepas dari jalan jalan darah penting, hal ini memaksa Tan Kia-beng terdesak mundur tiga langkah ke belakang.
Saat ini watak buas dari sepasang malaikat sudah berkobar, begitu mendapatkan posisi yang bagus serangan dilancarkan semakin gencar lagi laksana titiran air hujan. Dengan hati
gemas mereka keluarkan semua kepandaian yang dimilikinya untuk membabat hancur tuubh pemuda she Tan ini.
Dengan munculnya kejadian ini kontan saja memancing berkobarnya hawa gusar dalam dada Tan Kia-beng, ia tarik napas panjang panjang dan salurkan hawa murninya mengelilingi seluruh tubuh satu kali. Ilmu pukulan "Tok Yen Mo Ciang" dipancarkan keluar dengan menggunakan tenaga pukulan yang luar biasa.
Seketika itu juga hawa dingin menyebar menggidikkan badan, hawa tekanan segulung demi segulung menekan dari empat penjuru, makin lama semakin mempersempit arena kalangan dan akhirnya kalangan pertempuran tinggal dua kaki belaka. Serangan serangan yang dilancarkan sepasang malaikat dalam gusar ternyata tak satupun yang berhasil memaksa pihak lawan mundur ke belakang setengah langkahpun.
Leng Lam Shia Sin adalah pentolan iblis nomor wahid di kalangan Hek-to sekitar daerah Leng Lam, sudah banyak tahun ia mengundurkan diri dari keramaian dunia persilatan, kali ini ia munculkan diri ke dalam tujuannya yang terutama tidak lain ingin merajai daratan Tionggoan.
Dan tujuan mereka yang paling utama adalah Tan Kia-beng, dan hal ini sudah mereka persiapkan sebelumnya.
Karena menurut anggapan mereka selama banyak tahun ini nama Tan Kia-beng di dalam dunia kangouw sudah sangat cemerlang dan ia merupakan satu satunya pemuda berbakat yang susah dicari keduanya selama ratusan tahun ini.
Asalkan mereka berhasi lmengalahkan dirinya maka ini berarti bahwa maksud mereka untuk merajai Bulim sudah separuh bagian terpenuhi.
Siapa sangka baru saja bergebrak beberapa jurus, simalaikat wabah sudah kena dirubuhkan dengan menderita luka dalam yang parah, si Malaikat Hitam serta malaikat penyakitan yang turun tangan bersama-sama pun tak berhasil memperoleh kemenangan, saat itulah ia baru mulai merasa bahwa kepandaian silat dari pemuda ini benar-benar luar biasa dan kelihatannya jika ia tidak turun tangan sendiri urusan tak akan jalan.
Karena itu dengan cepat bentaknya keras, "Tahan!"
Mendengar suara bentakan tersebut, sepasang malaikat itu sama-sama menarik kembali serangannya seraya mengundurkan diri ke belakang, sedang Tan Kia-beng sendiripun lantas menarik kembali serangannya.
Dilihatnya Leng Lam Shia Sin dengan langkah lambat sedang berjalan maju ke depan, sambil teriak ke arahnya.
"Tidak kusangka ternyata kaupun masih mempunyai beberapa bagian pegangan, selama ini Loohu tidak pernah bergebrak melawan orang-orang dari kalangan boanpwee, tapi mengingat kaupun merupakan seorang ketua dari suatu perguruan besar, maka jangan salahkan kalau aku hendak menggunakan tingkatan yang lebih besar mengusik yang kecil."
Sejak Tan Kia-beng mengetahui tujuan kedatangan mereka adalah ingin menggunakan dirinya mempertinggi nama mereka, dalam hati sudah amat mendongkol, apalagi tindak tanduk Leng Lam Shia Sin yang terlalu pandang enteng dirinya semakin membuat hawa amarahnya memuncak, dengan cepat ia meloncat maju ke depan.
"Eeei.... kalau mau bergerak ayo cepatan dikit, di tengah malam buta begini siauw ya tak punya banyak waktu lagi untuk banyak bacot dengan kalian."
Selembar wajah kuda dari Leng Lam Shia Sin jadi berengut, jenggotnya berkibar kibar tertiup angin.
"Haaa.... haaa.... haaa.... selama banyak tahun ini belum pernah aku menemui manusia yang berani kurang ajar terhadap loohu, kau jangan anggap setelah mengandalkan kepandaian Teh-leng-bun mu yang luar biasa lantas boleh pentang-pentang lagak seenaknya, jika tidak kuberi sedikit hajaran kau masih anggap dikolong langit tak ada manusia lain."
Di tengah suara tertawaan kalap jubah lebarnya berkelebat lewat sepasang tangan laksana kilat melancarkan serangan dari arah samping.
Buru-buru Tan Kia-beng menarik dadanya ke belakang lalu melayang mundur setengah depa ke belakang, bersamaan itu pula sepasang telapak tangannya bersama-sama didorong ke depan, satu melindungi dada yang lain mencengkeram pergelangan.
Menghindar menyerang dilakukan dalam sekejap mata dan dengan kecepatan yang sangat luar biasa.
Leng Lam Shia sin jadi sangat terperanjat, telapak tangannya yang melancarkan serangan segera ditekan ke bawah, dari sabetan berubah jadi babatan menghajar perut bagian bawah dari Tan Kia-beng, sedang badannya yang berputar santar langsung menubruk kemuka, lima jari disentilkan bersama-sama mengirim bokongan mengancam punggung musuh.
Serangan satu jurus dua gerakan ini benar-benar luar biasa, jikalau pihak lawan ada maksudnya menghindarkannya diri dari serangan muka pasti akan termakan oleh serangan jarinya.
Tan Kia-beng sebagai seorang jagoan yang sudah berkali kali menemui pertarungan sengit, pengalamannya amat luas. Ketika melihat serangan lawan menggulung datang bagaikan tiupan angin taupan ia sama sekali tidak menghindar maupun berkelit. Diiringi suara bentakan keras telapak tangannya didorong ke depan menyambut datangnya serangan tersebut.
"Braaak!" Kembali dua gulung angin pukulan berbentur satu sama lainnya, mengakibatkan debu serta pasir beterbangan ke empat penjuru.
Dengan terjadinya bentrokan ini dalam hati masing-masing punya perhitungan sendiri dan siapapun tidak berhasil mengalahkan pihak yang lain.
Karena kejadian ini maka masing-masing pihak dengan kumpulkan hawa murninya diseluruh badan mulai bergeser menantikan kesempatan yang lebih baik untuk mengirim serangan berikutnya!
Di dalam hati seratus dua puluh bagian Leng Lam Shia Sin merasa tidak puas pihak lawan hanya seorang pemuda berusia dua puluh tahunan ternyata tidak berhasil dipukul rubuh oleh tenaga latihan puluhan tahunnya oleh karena itu sewaktu debu membuyar serangan yang kedua kembali menghajar datang
Bocah cilik kalau punya kepandaian beranikah kau menerima tiga buah serangan loohu?"
“Haaa.... haaa.... haaa.... jangan dikata tiga jurus sekalipun seratus jurus apa salahnya?"
Telapak tangannya dibalik, ilmu sakti Pek Tiap Sin Kang diseluruh pengelilingi seluruh tubuh, segulung angin pukulan yang amat keras bagaikan putaran roda kereta menggulung keluar.
Suara bentrokan memecahkan kesunyian, pepohonan, rerumput pada melayang dan memenuhi angkasa, tubuh Tan Kia-beng rada tergetar dan terdorong mundur beberapa langkah dengan sempoyongan.
Air muka Leng Lam Sia Sin berubah semakin hebat lagi, dengan wajah hijau membesi ia terdesak mundur lima langkah lebar ke belakang, darah dirongga dada terasa bergolak sangat keras, tapi dengan andalkan hawa murninya yang sempurna buru-buru ia tekan kembali golakan tersebut, sedang serangan ketigapun langsung dikirim keluar.
Tan Kia-beng menggertak gigi kencang-kencang, sepasang telapak didorong kemuka mengakibatkan bentrokan yang jauh lebih hebat.
Masing-masing pihak kena tergetar keras oleh pantulan hawa pukulan tersebut membuat sang badan terpelanting sejauh satu tombak lebih.
Bluuk! punggung Tan Kia-beng tertumbuk di atas sebatang pohon besar, beruntung tidak sampai jatuh tapi telinga terasa berdengung, darah segar hampir hampir muncrat keluar.
Sebaliknya Leng Lam Shia Sin kena ditolong oleh si Malaikat Hitam serta si Malaikat Penyakitan. Kedua orang manusia liar yang berhati keji ini melihat sang pemuda tersebut sudah menunjukkan keadaan tidak tahan oleh bentrokan bentrokan yang terjadi berulang kali, segera bersama-sama menubruk kemuka.
Satu dari kanan yang lain dari kiri dengan kumpulkan seluruh tenaga yang dimiliki mengirim satu pukulan gencar ke depan.
Leng Lam Shia Sin yang melihat kejadian itu segera membentak mencegah, tapi keadaan sudah terlambat satu tindak.
Terlihatlah angin pukulan dari mereka berdua sudah mengurung empat penjuru dari sekeliling tubuh pemuda itu.
Mendadak suara bentakan keras bergema memecahkan kesunyian, tubuh kedua orang itu bagaikan layang layang putus terpental keudara dan mencelat balik ke belakang lalu terbanting jatuh ke atas tanah keras keras darah segar muncrat keluar bagaikan pancuran sehingga mengotori seluruh permukaan tanah.
Kiranya Tan Kia-beng membenci cara rendah yang dilakukan kedua orang itu, dalam keadaan berbahaya ia sudah mengirim satu pukulan dengan menggunakan ilmu "Jie Khek Kun Yen Kan Kun So."
Leng Lam Shia Sin sendiri sama sekali tidak menyangka dalam keadaan napas serangan tengah pukulan Tan Kia-beng masih sebegitu dahsyatnya, dalam hati merasa amat terperanjat, dengan cepat ia menubruk maju ke depan.
"Kita masih ada satu jurus serangan yang belum selesai" bentaknya keras.
Sepasang telapak dipentangkan lebar-lebar lantas dibabat ke depan, segulung angin pukulan yang sangat hebat dengan membawa suara desiran tajam laksana anak panah yang terlepas dari busur menerjang jalan jalan darah penting diseluruh tubuh Tan Kia-beng.
Waktu itu Tan Kia-beng masih bersandar di atas pohon untuk memulihkan kembali hawa murninya yang buyar, melihat Leng Lam shia Sin melancarkan serangan kembali, sepasang matanya kontan dipentangkan lebar-lebar, sambil tertawa panjang serunya, "Heee.... heee.... heee.... menggunakan nyawa dua ekor anjing untuk memulihkan tenaga murni. Hmmm! Apakah kau tidak merasa malu?"
Dimulut berbicara begitu, tangannya sudah kumpulkan tenaga dalam menyambut datangnya serangan tersebut dengan jurus "Jiet Ceng Tiong Thian"
"Braaak!" sekali lagi suara ledakan keras bergema serasa membelah bumi, diikuti robohnya dua buah benda ke atas tanah.
Masing-masing pihak kena terpukul pental sejauh tujuh, delapan depa dan roboh terjengkang di atas tanah, tapi dengan sebat mereka meloncat bangun lagi.
Sejak terjunkan diri ke dalam dunia kangouw, kali ini merupakan yang ketiga bagi Tan Kia-beng di dalam menghadapi musuh tangguh dan melakukan suatu pertarungan mati matian, diam-diam ia merasa sangat terperanjat, pikirnya, "Kelihatannya dalam dunia kangouw, dimana mana terdapat orang pinter, tidak disangka seorang manusia yang berwajah biasa pun bisa memiliki tenaga lweekang yang sangat luar biasa.
Ia terkejut, Leng Lam Shia Sin semakin terkejut. Sidewa sesat ini pada masa lalu sudah pernah menggetarkan dunia kangouw, apalagi setelah ia peroleh sejilid kitab "Sam Mey Cin keng" dari sebuah ruangan batu dan tutup pintu berlatih selama tiga puluh tahunan, di dalam anggapannya kemunculannya untuk kedua kali dalam dunia kangouw pasti akan berhasil menguasahi seluruh daratan Tionggoan.
Siapa sangka di dalam dunia kangouw ternyata sudah muncul pula seorang pemuda lawan tangguhnya setelah masing-masing saling bentrok empat kali, siapapun tidak berani berlaku ceroboh lagi.
Mata dipejamkan hawa murni disalurkan mengelilingi satu kali, kurang lebih seperminum teh kemudian mereka baru selesai bersemedi.
"Tiga buah serangan sudah berlalu, sekarang seharusnya akulah yang mengirim beberapa serangan untukmu!" teriak Tan Kia-beng lantang.
Tubuhnya berkelebat maju ke depan, ilmu pukulan Siauw Siang Chiet Ciang dilancarkan bagaikan sambaran petir. beruturut turut ia mengirim dua belas buah pukulan maut
Sekejap mata dua belas gulung tenaga tekanan yang maha dahsyat dari dua belas sudut yang berlainan sama-sama menggulung datang, hawa tekanan berat bagaikan tindihan gunung Thay-san.
Seluruh rambut serta jenggot Leng Lam Shia Sin bangun berdiri. wajah berubah merah padam bagaikan orang mabok, tubuhnya yang berada di dalam kepungan bayangan telapak mengirim satu jeritan panjang yang sangat menyeramkan, telapak raksasanya dikebas kebaskan mengirim serentetan hawa serangan tajam menghela datangnya tekanan angin puyuh dari empat penjuru.
Dengan demikian suatu pertarungan yang maha sengitpun segera berlangsung ditepi hutan....
Angin pukulan menderu deru, suara bentakan bergema saling susul menyusul menambah keseraman serta kengerian di tengah malam buta.
Sewaktu kedua orang itu sedang melangsungkan suatu pertarungan antara mati hidup disamping hutan, dari tempat kejauhan secara tiba-tiba melayang datang sesosok bayangan hitam, sungguh indah gerakan badannya dan mirip dewi rembulan yang turun dari kahyangan, sekali melesat tubuhnya sudah berada sejauh tujuh, delapan kaki dan dalam sekejap mata setelah berada dibelakang pohon besar, sinar matanya dengan dingin memandang jalannya pertarungan tersebut, air mukapun secara samar-samar terlintas suatu senyuman dingin yang amat menyeramkan.
Waktu itu sudah mendekati kentongan ketiga, sinar rembulan menyoroti empat penjuru dengan remang remang, angin dingin berhembus santar membuat rerumputan dan daun bergoyang goyang dengan diiringi suara gemerisikan yang menambah suasana dalam kalangan semakin menyeramkan.
Si malaikat wabah yang kena terpukul luka oleh Tan Kia-beng tadi, setelah beristirahat beberapa waktu kesehatan pun telah pulih kembali seperti sedia kala, langkahnya perlahan-lahan mulai bergeser mendekati kalangan pertarungan.
Tapi sewaktu badannya tiba kurang lebih tiga tombak dari sisi kalangan ia kena dipaksa mundur terus oleh deruan angin pukulan yang menyambar nyambar di sekeliling kalangan.
Inilah suatu pertarungan sengit yang belum pernah ditemui selama ini, masing-masing pihak dengan mengandalkan cepat melawan cepat, sudah salingb ergebrak melampaui delapan ratus jurus, seranganpun makin lama semakin perlahan, tapi wajahnya jauh lebih tegang dari keadaan semula.
Satu kentongan kembali sudah lewat, jurus jurus serangan yang dikeluarkan kedua belah pihakpun semakin lambat lagi, setiap serangan yang hendak dikeluarkan agaknya mengalami
pemikiran dulu yang sangat matang, dan begitu jurus tersebut dikeluarkan maka serangan serangan berantai lainpun lantas menyusul datang.
Jurus jurus serangan yang digunakan Leng Lam Shia Sin kebanyakan merupakan serangan serangan aneh yang dipancarkan diluar dugaan orang lain.
Sedangkan jurus jurus serangan yang digunakan Tan Kia-beng semuanya merupakan serangan serangan jujur yang mengutamakan sifat blak blakan, tapi dibalik kejujuran terkandung pula banyak perubahan yang susah diduga sebelumnya.
Ketika itu hawa murni yang digunakan masing-masing pihak sudah hampir habis dikerahkan keluar jurus jurus serangan yang digunakan pun hampir habis dipakai, jikalau semisalnya salah satu pihak diantara mereka berdua usulkan untuk menunda pertandingan ini kemungkinan besar segera akan memperoleh kesepakatan dari pihak lain, tapi mereka berdua tak ada yang berpikiran demikian, masing-masing pihak bertahan sampai titik darah penghabisan.
Mendadak....
"Bocah buyung, boleh dikata kau merupakan satu-satunya musuh tangguh yang pernah loohu temui selama ini" seru Leng Lam Shia Sin dengan suara parau.
"Haaa.... haaa.... haaa.... musuh tangguh semacam kaupun boleh dikata merupakan musuh nomor tiga yang paling tangguh selama ini" sambung Tan Kia-beng sambil tertawa terbahak-bahak dengan napas terengah engah.
Beberapa patah perkataan ini agaknya kembali memancing kemarahan dihati Leng Lam Shia Sin, ia tertawa seram.
"Bocah buyung! kau terlalu pandang tinggi dirimu! jikalau kedua orang itu mempunyai tenaga dalam seperti aku, apakah kau anggap kamu orang masih punya kekuatan untuk bergebrak melawan diriku?"
"Tidak percaya ya sudahlah siapapun yang sudi pentang bacot setinggi tingginya dengan diriku?"
Bocah buyung, kau jangan keburu bangga loohu masih memiliki beberapa simpanan yang belum aku gunakan!"
"Haaa.... haaa.... haaa.... sama-sama.... sama...."
"Kau masih punya simpanan apa lagi yang belum kau keluarkan? ayoh tiada halangan sekalian keluarkan biar Loohu pun ikut mencicipi...."
"Beri tahu padamupun tiada halangan, dengan dasar kepandaian silat yang kau miliki aku rasa seharusnya kaupun tahu namanya itulah yang disebut sebagai 'Jie Khek Kun Yen Kan Kun So'!"
Leng Lam Shia Sin merasa amat terperanjat, ia mengetahui untuk bisa melatih ilmu pukulan Jie Khek Kun Yen Kan Kun So harus berlatih dulu ilmu berhawa Im serta ilmu berhawa Yang yang berbeda satu sama lainnya, dan orang yang berhasil memiliki kepandaian semacam ini dikolong langit amat jarang sekali. Bocah ini berkata bahwa ia pun bisa menggunakan ilmu macam begini bukankah sengaja ia menyombongkan diri.
Bersamaan itu pula yang dikuatirkan olehnya bukan terletak di dalam soal ini, melainkan ilmu tersebut justru merupakan lawan dari ilmu sakti "Lei Hwee Sin kang"nya yang mengandalkan tenaga Sian Im Cin khie oleh sebab itu di atas wajahnya kontan terlintas suatu perasaan kaget.
Tan Kia-beng yang melihat dia lama sekali tidak berbicara setelah mendengar perkataan tersebut, dalam hati lantas mengira pihak lawannya tidak kenal dengan kepandaiannya itu, kembali teriaknya, "Kepandaianku sudah aku jelaskan dan bagaimana dengan kepandaianmu? Kenapa tidak kau utarakan?"
Leng Lam Shia Sin kerutkan alisnya rapat rapat, selintas hawa membunuh berkelebat di atas wajahnya.
"Kau ingin menjajal kepandaianku? nah ini terimalah!"
Mendadak tubuhnya meloncat ke tengah udara. sepasang telapak bersama-sama dibabat keluar, jurus serangan ini datangnya cepat, santar dan luar biasa, dalam sekejap mata telah berada di depan dada.
Tan Kia-beng tidak menyangka ia bisa melancarkan serangan secara membokong, dalam jarak sedemikian dekatnya bagaimanapun juga ia tidak sempat untuk meloloskan diri lagi, saking khekinya pemuda itu sampai menggertak gigi kencang kencang.
Sepasang telapak segera dibalik menyambut datangnya serangan tersebut....
Diiringi suara bentrokan keras, empat telapak menempel jadi satu dan terjadilah suatu pertarungan adu tenaga lweekang yang amat seru.
Inilah siasat licik dari Leng Lam Shia Sin karena ia dengar Tan Kia-beng sudah mempelajari ilmu sakti Jie Khek Kun Yen Kan Kun So, maka ia ada maksud untuk mencari kemenangan dengan beradu tenaga dalam, pertama, ia andalkan kesempurnaan dari tenaga lweekangnya dan kedua dengan andalkan tenaga sakti "Lei Hwee Sin Kang"nya maka ia memperoleh banyak keuntungan dari pertarungan ini, karena
waktu semakin lama maka isi perut pihak lawan akan terbakar luka oleh daya panas yang dipancarkan.
Beradu tenaga dalam macam begini baru pertama kali ini dialami pemuda she Tan pada mulanya ia merasa agak tertegun, menanti dirasakan adanya segulung aliran naik melalui lengannya dan menyerang ke dalam badan, ia baru merasa terperanjat, cepat ilmu sinkangnya disalurkan keluar melindungi badan, akhirnya setelah mengandalkan kesempurnaan tenaga lweekangnya ia berhasil juga mengimbangi kekuatan lawan.
---ooo0dw0ooo---
Jilid: 25
Walaupun ilmu sakti Pek Tiap Sin Kang termasuk ilmu sakti bertenaga hawa Im, dan dengan paksa masih bisa digunakan untuk menahan datangnya serangan tenaga lweekang pihak lawan yang panas bagaikan baranya api tungku, tapi lama kelamaan pemuda tersebut tidak tahan juga, seluruh tubuhnya mulai dibasahi oleh peluh panas yang perlahan-lahan berubah jadi uap.
Leng Lam Shia Sin begitu merasakan bahwa lawanpun menggunakan tenaga lweekang berhawa panas, dalam hati merasa amat girang. ia mendengus dingin tenaga lwekang "Lie Hwee Sin Kang"pun disalurkan semakin dahsyat lagi mendesak pihak lawannya.
Seketika itu juga tekanan semakin bertambah, terasa segulung aliran panas yang membara mengalir keluar melalui sepasang telapak tangannya menekan pemuda tersebut mati matian.
Bersamaan itu pula dari antara alisnya secara lambat lambat mengepul keluar selapis kabut tipis warna merah darah yang segar membungkus seluruh badannya membuat selembar wajahnya berubah semakin menyeramkan.
Berhubung pengalaman Tan Kia-beng dalam soal ini masih begitu kurang, setelah kena dihalau oleh pihak lawan ia lantas terperosok ke dalam keadaan yang sangat kritis, apalagi tekanan tekanan hawa sakti Lie Hwee Sin kang begitu besar membuat badannya kering dan panas, tak urung hawa murninya kena terpukul juga oleh kejadian ini.
Lama kelamaan wajahnya mulai terdesak oleh tekanan Leng Lam Sin kang sehingga berubah merah padam, keringat mengucur keluar bagaikan curahan hujan, asalkan waktu berlangsung sedikit lebih lama lagi dia pasti akan menemui kekalahan.
Adu tenaga lweekang semacam ini merupakan pantangan besar bagi orang-orang Bulim, kebanyakan orang berusaha keras untuk menghindarkan kejadian ini dan tidak ingin melakukan suatu perbuatan menempuh bahaya, karena mereka tahu asalkan sudah terjadi suatu duel tenaga dalam maka satu pihak jika tidak mati tentu bakal terluka parah, bahkan dalam saat yang amat kritis keadaan masing-masing pihak sangat lemah. sekalipun didorong oleh seorang bocah berusia tiga tahun pun karena kaget atau tergelak segera akan kena terpukul hancur isi perutnya oleh pihak lawan.
Sewaktu kedua orang itu sedang saling bertahan itulah, si malaikat wabah yang berdiri tiga tombak dari kalangan pertarungan selangkah demi selangkah mendesak maju ke depan.
Di tengah tanah pegunungan yang sunyi dan tak berpenghuni, watak kejinya mulai menyelimuti orang itu. Ia
tidak peduli terhadap peraturan Bulim lagi sepasang matanya melotot lebar-lebar memperhatikan pihak lawannya, sedang sang telapak diayunkan ke atas.
Tampak kakinya selangkah demi selangkah semakin mendekati Tan Kia-beng, asalkan diayunkan telapak tangannya maka pemuda tersebut tentu akan menemui ajalnya.
Mendadak....
Sesosok bayangan manusia yang tinggi besar laksana sambaran kilat meluncur datang, melihat perbuatan rendah itu ia segera membentak keras dengan suaranya bagaikan genta, "Kawanan tikus, kalian berani main bokong?"
Sreet! segulung angin pukulan menggulung datang bagaikan puyuh. dalam keadaan terperanjat si malaikat wabah kontan putar badan sembari dorognan telapak tangannya keluar.
Suara jeritan ngeri berkumandang memenuhi angkasa, tubuh si malaikat wabah laksana sebutir batu ketepil kena terpukul pental oleh orang tersebut sehingga ia muntah darah segar berulang kali, badannya bagaikan layang layang putus mencelat sejauh dua tombak lebih.
Suara sampokan ujung baju terkena angin berkumandang datang disusul suara dengusan berat bergema memenuhi angkasa, orang itu sambil bertolak pinggang sudah berdiri diantara kedua orang itu disusul ujung baju tersampok angin. kembali sesosok bayangan ramping melayang turun ke dalam kalangan
Tadi, sewaktu si malaikat wabah menunjukkan maksud tidak baik Tan Kia-beng pun sudah melihat dengan sangat jelas, tapi berada dalam keadaan yang apa boleh buat
walaupun terang terang ia tahu bahwa tindakan orang itu tidak akan mendatangkan maksud baik terhadap dirinya tapi iapun tak sanggup untuk melepaskan diri dari kalangan.
Pada saat yang kritis mendadak dari tengah jalan muncul bintang penolong dan membinasakan diri simalaikat wabah menolong dirinya lolos dari mara bahaya, pada mulanya ia masih menganggap orang yang menolong dirinya adalah anggota Teh-leng-bun menanti matanya berhasil melirik jelas siapakah orang itu ia baru paham.
Kiranya mereka adalah si Kong Sun Su beserta si Si Dara Berbaju Hijau Gui Ci Cian.
Terlihatlah keadaan mereka berdua penuh diliputi ketegangan yang seorang berdiri dengan wajah serius sepasang mata melotot bulat bulat sedang yang lain mengerutkan alisnya, jelas keadaan mereka sangat menguatirkan keselamatan pemuda tersebut.
Tak terasa lagi Tan Kia-beng merasa sangat berterima kasih tapi dalam keadaan seperti ini ia tak berani cabangkan pikiran untuk berpikir urusan lain, buru-buru tenaga lweekangnya disalurkan sekuat tenaga untuk bikin perlawanan yang terakhir.
Dalam keadaan demikian sekali lagi ia bertahan selama kurang lebih seperminum teh lamanya, dan perlahan-lahan pemuda ini mulai merasa sedikit tidak tahan, tak kuasa lagi diam-diam ia menghela napas panjang pikirnya, "Heeei! tidak kusangka nama besar Teh Leng Kauw akhirnya hancur ditanganku...."
Teringat akan Teh-leng-bun, suatu ingatan baikpun berkelebat di dalam benaknya kembali ia berpikir, “Tenaga lweekangku bukannya kalah dengan tenaga lweekang yang ia
miliki, hanya saja tenaga lweekangnya termasuk dalam golongan panas dan sangat mempengaruhi pengarahan tenagaku, mengapa aku tidak gunakan ilmu "Sian Im Kong Sah" untuk coba-coba melakukan perlawanan?"
Berpikir akan persoalan tersebut buru-buru hawa murni ditarik keluar dari pusar, sepasang telapak disusut didorong tenaga lweekang Pek Tiap Sin kangnya langsung ditarik masuk diikuti mengalir keluarnya serentetan tenaga lweekang berhawa dingin menyapu bersih sisa sisa panas yang masih tersisa di badan.
Kontan saja dari atas batok kepalanya menggulung keluar selapis kabut putih yang amat tipis menyegarkan kembali otaknya yang sudah dibikin bingung oleh hawa panas tadi
Pemuda she Tan ini pernah menerima peninggalan hawa lweekang dari Han Tan Loojien yang berkekuatan hampir seratus tahun hasil latihan, dan selama ini tenaga tersebut tiada hentinya melumer dan menggabung dengan tenaga sendiri saat ini setelah kesadarannya pulih semangatpun berkobar, dengan cepat ia kerahkan seluruh kekuatan yang dimilikinya bagaikan mengamuknya ombak besar di tengah samudra menghajar kemuka.
Leng Lam Shia Sin yang sengaja menciptakan suatu pertarungan adu lweekang dengan pihak lawan di dalam anggapannya ia pasti berhasil memperoleh hasil yang diinginkan. Siapa sangka pada saat pihak lawan hampir tidak kuat mempertahankan diri mendadak tenaga lweekangnya dari aliran Yang berubah jadi aliran tenaga tenaga Im yang mengutamakan dingin, tergulung hawa pukulan yang dingin membekukan darah laksana gulungan air sungai menggulung datang, dalam hati merasa sangat terperanjat.
Baru saja sedikit ia cabangkan pikiran pertahanan mulai bobol dan merasa tidak kuat menahan diri lagi ia baru merasa keadaan sangat tidak menguntungkan bagi dirinya.
Ketika itulah mendadak Tan Kia-beng kerahkan seluruh kekuatan yang dimilikinya, ia membentak keras sepasang lengan bersama-sama digetarkan keluar, ternyata tubuh Leng Lam Shia Sin yang tinggi itu berhasil digetarkan ke tengah udara setinggi dua tombak dan jatuh tak bisa bangun lagi.
Melihat musuhnya roboh Tan Kia-beng pun segera meloncat bangun, seraya menuding tubuh Leng Lam Shia Sin yang kaku ia tertawa tergelak.
“Haaa.... haaa.... haaa.... saat ini seharusnya kau tahu bahwa di dalam dunia persilatan didaratan Tionggoan tak ada tempat lagi buat kalian manusia manusia iblis dari luar daerah untuk tancap kaki...."
Belum habis ia tertawa, badannya sudah terhuyung huyung dan akhirnya roboh ke atas tanah.
Melihat kejadian itu si Si Dara Berbaju Hijau Gui Ci Cian menjerit sedih tubuhnya langsung menubruk ke depan dan membimbing drinya bangun kemudian dari dalam sakunya mengambil keluar dua lembar buah seperti buah Touw, ia masukkan buah tersebut ke dalam mulutnya sendirinya untuk dihancurkan kemudian tanpa perduli suhengnya Kong Sun Su ada disana, dengan mulut menempel mulut ia masukkan hancuran buah tersebut ke dalam mulut pemuda tersebut.
Ci Lan Pak yang melihat kejadian ini dari sisi kalangan cuma bisa menghela napas panjang tubuhnya perlahan-lahan berputar dan melangkah menuju keluar.
Mendadak.... dari balik pohon melayang datang sesosok bayangan hijau kemudian disusul munculnya seorang wanita
cantik berusia setengah baya dengan wajahnya yang dingin menggidikkan.
"Su ji! bawa bangsat cilik itu kembali ke gurun pasir" bentaknya dingin.
Dalam keadaan terperanjat "Ci Lan Pak" Kong Sun Su buru-buru bongkokkan badannya menyahut, "Turut perintah!"
Tubuhnya sekali berkelebat sudah tiba di hadapan si Dara Berbaju Hijau itu kemudian dengan nada memberat bentaknya, "Suhu ada perintah untuk membawa Tan heng kembali ke gurun pasir, harap sumoay segera menyingkir kesamping."
Perlahan-lahan Gui Ci Cian membimbing bangun Tan Kia-beng, setelah itu mendadak ia meloncat bangun.
"Apakah kau ingin turun tangan menggunakan kesempatan sewaktu orang lain berada dalam keadaan bahaya?" tegurnya dengan alis menjengat.
Tapi sewaktu dilihatnya Majikan Isana Kelabang Emas berdiri disana dengan wajah membesi, tak terasa lagi kepalanya ditundukkan rendah-rendah dan tidak berani banyak berbicara lagi.
Dengan pandangan sangat dingin Liuw Lok Yen melirik sekejap kerah gadis tersebut lalu mendengus berat.
"Bagus, bagus sekali, kiranya dalam Isana Kelabang Emas pun ada manusia makan di dalam merangkak keluar. Hampir-hampir saja membocorkan rahasia perguruan".
Mendadak ia membentak kembali, "Gui Ci Cian, tahukan kau apa hukuman seseorang yang berani mengkhianati perguruan Isana Kelabang Emas dan mengadakan hubungan gelap dengan pihak musuh?"
"Kutungi seluruh anggota badan kemudian penggal kepala"
"Hmmm! jika kau sudah tahu itulah sangat bagus."
Mendadak entah dari mana datangnya suatu semangat jantan, tiba-tiba Gui Ci Cian membangkang dengan suara keras, "Tecu berani melanggar peraturan perguruan sudah seharusnya dijatuhi hukuman, tapi terhadap seorang yang sudah kehilangan daya tahan harap suhu suka membuka satu jalan...."
"Heee.... heee.... heee.... sungguh ringan benar perkataanmu" dengus Majikan Isana Kelabang Emas sambil tertawa dingin tiada hentinya. "Tahukan kau bahwa semua rencana kami sudah hancur berantakan ditangan dia seorang? Hmmm! terhadap orang lain mungkin masih bisa dirundingkan, tapi terhadap dirinya kami tak akan mengampuni."
Gui Ci Cian masih ada maksud untuk memohon lebih lanjut, tapi Liuw Lok Yen dengan gusar sudah kebaskan ujung jubahnya.
"Sudah! tidak usah banyak bicara lagi, segera ikuti aku pergi dari sini."
Kepada Kong Sun Su kembali bentaknya, "Cepat turun tangan, totok dulu jalan darahnya kemudian tawan dia dan bawa kembali ke gurun pasir."
Kong Sun Su menyahut, ia maju ke depan siap turun tangan.
Tiba-tiba....
Serentetan suara suitan panjang yang sangat menyeramkan berkumandang datang hal ini membuat semua orang merasa tergetar hatinya.
Ketika itulah dua sosok bayangan manusia laksana sambaran kilat meluncur datang ke tengah kalangan.
"Mengambil kesempatan sewaktu orang lain terluka parah turun tangan, Hmmm terhitung perbuatan seorang Bulimkah macam begitu?
Orang yang baru saja datang bukan lain adalah si Penjagal Selaksa Li, Hu Hong ayah beranak.
Melihat Tan Kia-beng duduk bersila dengan wajah bersemu kuning, mereka jadi tersantap gusarnya, rambut pada berdiri mata melotot bulat bulat, sedang Pek Ih Loo sat pun telah mencabut keluar golok lengkungnya melindungi sisi tubuh Tan Kia-beng.
Sejak permulaan Ci Lan Pak memang tiada bermaksud untuk mencekalai Tan Kia-beng, kena dibentak oleh Si Penjagal Selaksa Li iapun lantas berhenti berjalan.
Liuw Lok Yen sama sekali tidak kenal Si Penjagal Selaksa Li Hu Hong tapi dari jubah hitamnya yang dikenakan ia teringat akan seseorang yaitu majikan kereta maut yang sangat mengemarkan seluruh dunia kangouw sekalipun begitu ia tidak pandang sebelah matapun terhadap orang ini, walaupun mendengar Hu Hong berteriak tapi ia pura-pura berlagak pilon.
Mendadak sinar matanya dialih ke atas golok lengkung yang berada ditangan Pek Ih Loo sat, seraya kemudian tegurnya dingin.
"Coba tanya pada budak itu, dari mana ia dapatkan golok lengkung itu?"
Tidak menanti Ci Lan Pak mengajukan pertanyaan, Pek Ih Loo sat sudah menyahut dengan suara keras, “Golok ini aku
dapatkan setelah membinasakan Cui Toa Kongcu, kau mau apa?"
Air muka Liuw Lok Yen kontan berubah hebat, selintas napsu membunuh berkelebat di atas wajahnya.
"Sekalian tangkap budak itu, bersama si she Tan seret ke gurun pasir!" teriaknya melengkiing.
Pada saat ini Kong Sun Su tak bisa berlagak pilon lagi, sedang Gui Ci Cian dibawah perintah gurunya mau tak mau harus turun tangan juga.
Ia melayang kehadapan Hu Siauw-cian, lalu serunya lirih, "Harap maafkan Siauw-moay terpaksa harus mengikuti perintah suhu."
Tangannya mendadak disambar keluar mencengkeram pergelangan Pek Ih Loo sat.
Hu Siauw-cian mendengus dingin. tubuhnya menyingkir kesebelah kiri meloloskan diri dari datangnya serangan cengkeraman itu, golok lengkungnya lantas dimasukkan kembali kesisi pinggang kemudian dengan sepasang telapak tangannya berturut turut melancarkan tujuh buah serangan sekaligus.
Selamanya gadis ini belum pernah memberi kesempatan kepada pihak musuhnya, ketujuh buah serangan tersebut dilancarkan laksana curahan hujan deras disertai tiupan angin puyuh, segulung demi segulung menekan datang.
Si Si Dara Berbaju Hijau Gui Ci Cian kena terdesak sehingga mundur setengah langkah ke belakang, ujung bajunya dengan cepat dibentangkan dengan mengikuti tiupan angin melayang ke tengah udara kemudian dengan sebat iapun balas melancarkan sembilan buah serangan berantai. Gerakan tubuh
dari masing-masing pihak lincah cepat dan cekatan dan kedua-duanya menggunakan gerakan cepat untuk mengalahkan pihak lawan di dalam sekejap mata bayangan manusia bertumpukan sehingga sulit dibedakan lagi mana kawan mana lawan.
Pada waktu Gui Ci Cian saling bergebrak melawan Hu Siauw-cian itulah.
Ci Lan Pak Kong Sun Su pun ikut turun tangan. Mendadak tubuhnya mencelat ke tengah udara kemudian langsung menubruk ke arah Tan Kia-beng.
"Kau berani!" bentak Si Penjagal Selaksa Li Hu Hong dengan suara keras. Sreeet! segulung angin pukulan dengan dahsyatnya dibabat keluar, hawa dingin serasa menusuk tulang menggulung datang bagaikan amukan ombak di tengah samudra.
Air muka Kong Sun Su kontan berubah hebat, iapun mengirim satu pukulan menahan datangnya serangan lawan lawan lalu mundur sejauh lima depa lebih ke belakang. telapak tangan disilangkan di depan dada siap-siap menghadapi sesuatu.
"Jikalau saudara berusaha menghalangi usahaku lagi, Hmmm! jangan salahkan cayhe segera akan bertindak kurang sopan."
Si Penjagal Selaksa Li mendongakkan kepalanya tertawa terbahak-bahak.
"Haaa.... haaa.... haaa.... kalau begini urusan jadi sama tidak suka lepas tangan dengan begini saja sebaliknya malah memecah aku orang she Hu yang turun tangan menghadang, apa maksud perkataanmu ini...."
Di tengah suara gelak tertawanya secara samar-samar penuh diliputi oleh kesedihan, suaranya laksana jeritan burung hantu dan sangat menusuk telinga.
Ci Lan Pak yang kena terdesak oleh perintah suhunya, walaupun terang-terangan tahu bila perbuatannya ini sangat melanggar peraturan Bulim tapi berada dalam keadaan apa boleh buat dengan mulut membungkam sekali lagi menubruk maju ke depan.
Tangannya dengan sebat digerakkan mencengkeram tubuh pemuda she Tan yang sedang duduk bersila.
Si Penjagal Selaksa Li mendengus dingin, ilmu pukulan "Tok Yen Mo Ciang"nya segera disalurkan keluar mengirim satu pukulan dahsyat ke depan.
Kali ini Kong Sun Su sudah melakukan persiapan, ia tidak berkelit maupun menghindar tangannya yang sedang melancarkan cengkeraman mendadak berubah jadi serangan tabokan.
"Braaak!!" dua telapak saling berbentur satu sama lainnya disusul bergemanya suara dengusan berat memenuhi angkasa, masing-masing pihak saling mundur dua langkah ke belakang, dan dihati kedua orang tuapun mempunyai perhitungan bahwa tenaga lweekang mereka berada diantara keimbangan.
Setelah Si Penjagal Selaksa Li mengirim sebuah serangan sang tubuhpun ikut mendesak maju ke depan, ilmu Tok Yen Mo Ciang dikerahkan keluar dan secepat kilat ia mengirim delapan buah serangan berantai yang mengakibatkan munculnya hawa dingin serasa menusuk tulang melanda keluar segelombang demi segelombang.
Di dalam sekejap mata hawa tekanan tersebut sudah berubah menjadi selapis tembok hawa murni yang menekan keluar dengan kekuatan luar biasa.
Kong Sun Su sebagai murid tertua dari Majikan Isana Kelabang Emas, tenaga lweekangnya sangat sempurna, jadi orangpun berwatak jujur dan gagah, dalam keadaan terdesak terpaksa ia gerakkan badan salurkan tenaga saling berebut melancarkan serangan dengan Si Penjagal Selaksa Li.
Keadaan dari mereka berdua jauh berbeda dengan keadaan dari Pek Ih Loo sat yang bergebrak mengandalkan kelincahan, begitu melancarkan serangan mereka masing-masing menggunakan gerakan yang paling lihay dan pukulan yang paling dahsyat untuk merubuhkan musuh.
Angin pusing berputar, pasir debu mengepul memenuhi seluruh angkasa bayangan manusia saling bergumul susah dibedakan mana yang menang mana yang kalah.
Liuw Lok Yen yang dengan tenang berdiri disisi kalangan melihat mereka berempat sudah melangsungkan suatu pertarungan yang sengit dalam hati mengerti dalam waktu singkat sukar bagi mereka untuk menentukan siapa menang siapa kalah, pikiran dengan cepat berputar.
Mendadak tubuhnya meloncat keudara kemudian laksana sambaran kilat meluncur ke arah Tan Kia-beng, kecepatannya luar biasa laksana sambaran kilat, kelima jarinya dengan sebat mencengkeram ke arah ulu hati pemuda tersebut.
Tindakannya ini jauh berada diluar dugaan Si Penjagal Selaksa Li ayah beranak. jangan dikata untuk turun tangan menolong sekalipun berpikirpun belum sempat kelima jari dari Majikan Isana Kelabang Emas sudah hampir menempel pada ujung baju Tan Kia-beng.
Mendadak....
Pemuda she Tan itu meloncat bangun kemudian dengan sebat menyingkir lima depa ke samping diikuti sambil menuding Liuw Lok Yen bentaknya gusar, "Menggunakan cara yang demikian rendah untuk hadapi seseorang, patutkah kau disebut sebagai seorang ketua partai besar?"
Waktu itu baik Si Penjagal Selaksa Li, Hu Hong maupun Hu Siauw-cian sama-sama sudah melepaskan lawan lawannya dan berburu datang, melihat pemuda itu sudah bisa meloncat bangun sang hati jadi tercengang bercampur gembira.
Dengan hati penuh rasa girang Pek Ih Loo sat berteriak keras, "Engkoh Beng, kau sudah sembuh seperti sedia kala?"
Tubuhnya dengan cepat menubruk maju ke depan.
Pada mulanya Gui Ci Cian yang melihat secara mendadak Liuw Lok Yen melancarkan serangan bokongan ke arah Tan Kia-beng dalam hati merasa amat terperanjat, dan kini melihat pemuda itu aman tenteram tak kekurangan apapun saking girangnya iapun lupa keadaan.
"Luka dalam sudah tidak mengapa?" teriaknya keras.
Tapi begitu kata-kata meluncur keluar ia baru merasa jika dirinya sudah salah berbicara, dengan cepat kata-kata selanjutnya dikatakan kembali.
Melihat Tan Kia-beng secara mendadak meloncat bangun Liuw Lok Yen sendiripun merasa urusan sedikit berada diluar dugaan tapi ia tidak malu disebut sebagai seorang pimpinan Bulim. keadaannya masih tetap tenang-tenang saja seperti keadaan semula.
Melihat Gui Ci Cian ikut berteriak kegirangan, dengan sinar mata dingin diiringinya sekejap gadis itu, dalam hati majikan Isana Kelabang Emas ia merasa sangat mendongkol sekali.
"Cian jie, kemarilah!" serunya sambil menggape.
Gui Ci Cian tidak mengerti apa sebabnya secara tiba-tiba Liuw Lok Yen memanggil dia kesana, terpaksa dengan langkah lambat ia melangkah juga ke depan.
“Suhu, kau memanggil Tecu ada perintah apa?” tanyanya lirih.
"Kau masih teringat punya suhu semacam diriku?"
Ujung baju mendadak dikebaskan ke depan segulung hawa pukulan yang maha dahsyat dengan cepat menekan ke arah depan.
Sudah tentu Gui Ci Cian sama sekali tidak menduga kalau suhunya bisa turun tangan sangat jahat kepadanya, kena digetarkan oleh pukulan tersebut ia menjerit ngeri, tubuhnya mencelat setinggi satu kaki lebih dan langsung terbanting jatuh ke tengah rerumputan
Kebetulan sekali arah daya lemparan itu tepat mengarah di mana Tan Kia-beng berdiri dengan cepat pemuda itu ulurkan tangan menerima datangnya badan gadis itu dan dengan halus diletakkan ke atas tanah.
Dengan kejadian ini hawa amarah dihati pemuda she Tan inipun tak terbendung lagi alisnya melentik lalu membentak gusar, "Liauw Lok Yen, kau tidak perlu cari gara gara lagi dengan orang lain, ini hari kita pun harus bereskan hutang hutang kita tempo dulu."
Liauw Lok Yen yang menghantam luka Gui Ci Cian, hawa amarah dihatinya belum padam, secara mendadak mendengar Tan Kia-beng menantang dirinya untuk bertempur bagaikan api bertemu bensin tubuhnya langsung menerjang maju ke depan.
"Perkataanmu sedikitpun tidak salah" serunya dingin. "Memang sudah seharusnya kita selesaikan hutang hutang serta perhitungan perhitungan kita tempo dulu, kau boleh mulai melancarkan serangan."
Tan Kia-beng dongakkan kepalanya tertawa panjang.
"Siapa lemah mati siapa menang bertahan, masing-masing andalkan kekuatan yang dimiliki, buat apa harus bertanding dengan pakai aturan."
"Kalau begitu nih! terimalah seranganku"
Ujung bajunya digetarkan ke depan, dengan menggunakan jurus "Siu Liong Si Swie" atau tenaga Sakti Menyendok Air ia membabat ke arah tubuh pemuda tersebut.
Tapi, dengan mata kepala sendiri ia dapat melihat pertarungan sengit antara Tan Kia-beng dengan Leng Lam Shia Sin sehingga sebagian besar tenaga murninya rusak, apa lagi pertarungan adu tenaga yang sudah dihamburkan dengan percuma, sekalipun beruntung tidak sampai terluka dan memperoleh bantuan dua lembar raja jimsom kemudian beristirahat beberapa saat, tapi tenaga lweekangnya belum pulih seperti sedia kala bukannya.
Begitu melihat Liuw Lok Yen melancarkan serangan, ia membentak keras, telapak tangan bersama-sama digerakkan untuk menyambut datangnya serangan tersebut.
Ia sudah lama membenci dan mendendam majikan Isana Kelabang Emas saat ini dendam lama bercampur pula dengan dendam baru membuat ia jadi amat gusar sehingga mendekati kekalapan begitu melancarkan serangan seluruh kepandaian yang terdahsyat dikeluarkan semua.
Angin pukulan menderu demi laksana mengamuknya ombak dahsyat di tengah samudra diikuti memecahnya rentetan angin puyuh yang memecah ketepian, setiap jurus yang diarah adalah jalan darah pihak lawan.
Mereka berdua tanpa banyak berbicara lagi langsung melangsungkan suatu pertarungan sengit membuat seluruh orang yang hadir di tengah kalangan jadi tegang dibuatnya, seluruh raut muka Si Penjagal Selaksa Li berkerut kencang, wajahnya memberat dan melangkah demi selangkah ia bertindak maju ke depan.
Walaupun watak Pek Ih Loo sat berangasan dan kasar, tindak tanduk panas serta tajam, bagaimanapun dia adalah seorang gadis hatipun rada lembek jika dibandingkan anak pria.
Sekalipun Gui Ci Cian adalah musuh cintanya, tapi melihat gadis itu disebabkan urusan Tan Kia-beng akhirnya memperoleh hajaran yang keji dari Liuw Lok Yen tak urung hatinya tidak tega juga.
Perlahan-lahan ia membimbing dirinya bangun, lalu ambil keluar saputangan dan mengusap kering darah pada ujung bibirnya.
"Bagaimana dengan keadaan lukamu?" tanyanya lirih.
Gui Ci Cian menghela napas ringan, ia menggeleng.
Kebetulan Ci Lan Pak pun sedang menghampiri dirinya, ia lantas mengucapkan terima kasih kepada Hu Siauw-cian dan berjalan menyongsong kedatangan suhengnya.
Bagaimana hubungan antara guru dan murid jauh lebih erat, sepasang suheng moay ini dengan wajah tegang berlari ke samping kalangan pertempuran siap-siap melancarkan pertolongan apabila gurunya berada dalam keadaan bahaya.
Yang paling sedih menghadapi peristiwa semacam ini adalah Gui Ci Cian kerena kedua orang yang sedang melakukan pertarungan sengit di tengah kalangan pada saat ini satu pihak adalah gurunya dan lain pihak adalah kekasihnya, perduli siapapun yang terluka ia tidak ingin hal itu sampai terjadi tapi dalam suatu pertarungan sedemikian sengitnya mungkinkah kedua-duanya selamat?
Ketika itu masing-masing pihak sudah bergebrak sebanyak seratus jurus lebih, tapi belum juga berhasil menentukan urutan kemenangan.
Liauw Lok Yen pernah bergebrak melawan Tan Kia-beng dan ia pun tahu jika pemuda ini bukan manusia biasa bersamaan itu pula pertarungan ini menyangkut pula mati hidup serta sukses tidak nya usaha Isana Kelabang Emas untuk mencapai apa yang dicita-citakan. Oleh karena itu serangan serangan yang dilancarkan sangat cermat dan berhati-hati, selama ini banyak bertahan dari pada menyerang, setiap melancarkan satu jurus serangan tentu merupakan suatu gerakan yang ganas dan keji.
Mendadak terdengar Tan Kia-beng berteriak keras, "Akan kupaksa kau merasakan bagaimanakah kelihayan dari ilmu silat Teh-leng-bun!"
Badannya meloncat maju ke depan dan secara kilat mengirim sebuah serangan dahsyat.
Liuw Lok Yen segera merasakan datangnya serangan ini bukan totokan pula serangan babatan, anehnya luar biasa. Kelihatannya tidak aneh padahal kecepatannya laksana kilat dan tahu-tahu seluruh jalan darah penting dibadannya sudah terkurung dibawah serangan serangan gencarnya, diam-diam dalam hati merasa sangat terperanjat.
Sepasang ujung bajunya segera ditari tarikan dengan gencar menciptakan berlapis lapis bayangan baju yang melindungi seluruh jalan darah dibadan bersamaan itu pula badannya melengkung bagaikan busur lalu dengan sekuat tenaga meloloskan diri dari lingkungan kepungan.
Begitu Tan Kia-beng berhasil merebut posisi yang menguntungkan segera berlangsunglah suatu penyerangan secepat kilat seluruh kepandaian yang digunakan adalah jurus jurus serangan yang termuat di dalam kitab pusaka Teh Leng Cin keng ganas, telengas dan dahsyat.
Serangkai ilmu silat yang dimiliki Liauw Lok Yen kebanyakan mendapat bimbingan dari Hu Sang Popo, sejak mendirikan Isana Kelabang Emas ia menganggap tiada tandingan diseluruh kolong langit.
Saat ini ia baru merasa bahwa kepandaian silat yang dimiliki pemuda ini betul-betul campur aduk tiada habis habisnya, berkali ia kena didahului lima, enam belas jurus banyaknya baru berhasil mengirim sebuah serangan balasan. seketika air mukanya berubah hijau membesi, sepasang mata melotot bulat bulat, teriaknya melengking, "Jikalau malam ini Loo nio tidak berhasil membereskan dirimu, malu aku menjabat sebagai Majikan Isana Kelabang Emas".
Dendam membunuh ayahku, benci membinasakan suhengku, ini hari juga akan kubereskan, iblis bangsat serahkan nyawamu!" Tan Kia-beng pun membentak keras.
Sreeet! Sreeet!! ilmu pukulan Siauw Sian Chiet Cian berturut turut dipancarkan secepat kilat, dalam sekejap mata dua puluh satu jurus puklan sudah dikerahkan semua setiap serangan penuh disertai hawa khei kang yang luar biasa membuat pasir dan debu mengepul memenuhi empat penjuru, pepohonan pada patah jadi dua bagian.
Watak buas didasar hati dari datangnya serangan tersebut, ujung baju berkibar kencang mendadak di tengah berkelebatnya bayangan telapak suara bentrokan bergema saling susul menyusul. ternyata dengan keras lawan keras ia menerima datangnya kedua puluh satu buah serangan gencar itu.
"Manusia she Tan kau jangan berlahk dulu" jeritnya dengan suara setengah melengking. "Malam ini jika bukan kau adalah aku pokoknya salah satu harus pergi meninggalkan dunia yang fana ini"
"Haaa.... haaa.... haaa.... perkataanmu sedikitpun tidak salah, aku orang she Tan pun bersumpah tak akan hidup berdampingan dengan dirimu."
"Bluummm! Braaak!" mendadak masing-masing pihak kembali beradu kekerasan mengakibatkan masing-masing pihak terdorong mundur dua langkah ke belakang.
Berhubung waktu itu Tan Kia-beng sedang buka suara dan perhatian sedikit bercabang ia terpukul mundur setengah langkah lebih ke belakang baru bisa berdiri tegak, saking khekinya alis kontan saja berkerut.
"Tiada halangan kita orang mencoba serangan yang kedua" bentaknya keras.
Telapak tangan diputar satu lingkaran, dengan menggunakan jurus "Jiet Ceng Tiong Thian" ia mendorong telapak tangannya ke arah dada musuh, serangan ini telah menggunakan sembilan bagian tenaga sakti Pek Tiap Sin kang.
Liuw Lok Yen tertawa dingin.
"Aku akan mengiringi kemauanmu dengan taruhan nyawa!"
Telapak tangan didorong kemuka, segulung hawa pukulan yang lunak tapi berhawa dingin dengan cepat meluncur kemuka.
Yang satu bertenaga keras dan yang lain bertenaga lunak dengan cepatnya saling berbentur di tengah udara....
"Bluuuummm!!" kembali ditegah kalangan dipekikkan oleh suara ledakan yang maha dahsyat, Liue Lok Yen ternyata kena terdorong oleh daya pantulan yang sangat aneh itu sehingga ujung baju berkibar kibat, sang tubuh menyusut mundur tujuh, delapan langkah.
Sedangkan Tan Kia-beng sendiripun dengan sempoyongan mundur lima langkah lebar ke belakang.
Mendadak tubuh Liuw Lok Yen laksana kerikil mental balik, ujung jubahnya disilangkan di depan dada, segulung kabut warna hijau yang tebal bagaikan mengamuknya ombak dahsyat langsung menggulung datang.
Pada saat itulah perempuan tersebut telah mengeluarkan ilmu sakti andalannya "Hong Mong Cie Kie" untuk menguasai pihak lawan.
Ketika itu Tan Kia-beng pun sudah punya kepercayaan seratus persen terhadap ilmu sakti Jie Khek Yen Kun Ciu Khie nya melihat Liauw Lok Yen mengeluarkan ilmu sakti "Hong Mong Cie Khie" dari Liuw Lok Yen, tidak disangka hanya terpaut beberapa hari saja ilmu tersebut sudah merupakan ilmu tandingan dari Hong Mong Cie Khie.
Kiranya tenaga murni hasil latihan seratus tahun yang diterimanya dari Han Tan Loo jien serta butiran pil dari ular seribu tahun tersebut setelah melewati pertarungan sengit melawan Liuw Lok Yen, Hu Sang Popo serta Leng Lam Shia Sin saat ini sudah terhisap semua ke dalam tubuhnya, sekarang ia telah memilikinya dua kali enam puluh tahun hasil latihan, oleh karena itu begitu ilmu pukulan Jie Khek Yen Kan Kun So nya dikeluarkan, daya kehebatannya berhasil menembusi tenaga khiekang yang melindungi sekeliling tubuh perempuan tersebut.
Cuma saja pemuda itu masih belum menyadari, menanti serangan berhasil merubuhkan Liuw Lok Yen ia beru tertegun dibuatnya, tapi sebentar kemudian pemuda sudah tersadar kembali bentaknya keras, "Dendam terbunuhnya ayahku berat bagaikan gunung Thaysan, Liuw Lok Yen serahkan nyawamu!"
Tubuhnya segera melompat dan menubruk ke arah Liuw Lok Yen yang menggeletak di atas tanah.
Ci Lan Pak serta Gui Ci Cian yang melihat suhunya kena dirubuhkan oleh Tan Kia-beng, tak terasa hatinya bergidik.
Kong Sun Su dengan mata melotot gusar dan diiringi suara raungan keras segera menubruk ke arah Tan Kia-beng.
Si Penjagal Selaksa Lie tertawa dingin tiada hentinya, sang tubuh melintang dan menghalangi perjalanannya.
Kong Sun Su yang berada dalam keadaan gusar tidak memilih putih hijau lagi angin pukulannya dilancarkan menderu deru dalam sekejap mata delapan buah pukulan sudah dilancarkan keluar dan setiap serangan semuanya menggunakan hampir mencapai sepuluh bagian tenaga, dahsyatnya bagaikan ombak besar menghantam pantai, sungguk luar biasa.
Sekalipun Si Penjagal Selaksa Li memiliki tenaga lweekang yang amat sempurna untuk sementara iapun kena terdesak juga sehingga kalang kabut dan tak sanggup melancarkan serangan balasan.
Waktu itu Tan Kia-beng sudah tiba di sisi Liuw Lok Yen, dilihatnya perempuan itu memejamkan matanya rapat rapat, air muka berubah pucat pasi bagaikan mayat seluruh tubuhnya berlepotan darah sedang semangatnya lesu. Gui Ci Cian sedang memeluk badannya dan mengusap darah kering yang mengalir keluar dari bibir. melihat Tan Kia-beng menubruk datang dengan keadaan yang sangat ganas, dengan cepat ia bangun berdiri.
"Apa yang hendak kau lakukan?" tegurnya dingin.
"Menuntut balas buat kematian berdarah dari ayahku beserta kawan-kawan Bulim yang ia celakai"
"Dari kedua belas urat nadinya sudah ada lima yang terputus, apakah kau tidak ingin melepaskan seorang manusia yang sudah mendekati saat saat kematian?"
Bukannya cayhe telah turun tangan terlalu ganas, tapi menghadapi manusia licik berhati ular macam begini jikalau tidak dibasmi tentu akan mendatangkan bencana di kemudian hari."
Mendadak Gui Ci Cian menjerit melengking, "Kau anggap dirimu sebagai seorang pendekar sejati yang mengutamakan keadilan, tidak disangka ternyata tidak tahu diri, terus terusan kau berkata ingin membalaskan dendam ayahmu apakah aku Gui Ci Cian tidak boleh melindungi keselamatan guruku? jikalau kau bulatkan tekad ingin membinasakan dirinya lebih baik binasakan dulu aku."
Dengan adanya kejadian ini maka keadaan Tan Kia-beng jadi serba salah, beberapa kali Gui Ci Cian turun tangan menolong nyawanya, jikalau ia keras kepalanya ingin membinasakan juga Liuw Lok Yen yang sudah hampir mendekati ajalnya ini maka jelas ia akan bergebrak melawan gadis tersebut, mana boleh peristiwa ini sampai terjadi?
Karenanya ia tertawa panjang....
“Haaa.... haaa.... haaa.... kau tidak usah menyindir diriku dengan menggunakan kata-kata semacam ini, nona sudah banyak meletakkan budi pertolongan kepada cahye aku orang she Tan merasa sangat berhutang budi, malam ini dengan memandang di atas wajah nona akan kulepaskan dirinya satu kali, dengan demikian bisa pula cayhe sedikit membalas kebaikan budi nona dimasa yang lalu."
Habis berkata ia menjura lalu putar badan dan berjalan ke arah Si Penjagal Selaksa Li dengan langkah lebar.
Perkataan ini jelas mengutarakan bahwa ia hendak menggunakan selembar nyawa dari Liuw Lok Yen untuk melunasi hutang budi yang telah diberikan Gui Ci Cian kepadanya selama ini.
Waktu itu sidara cantik berbaju hijau ini sedang kacau balau, ia tiada perhatian untuk meresapi kata-kata tersebut setelah menggendong tubuh suhunya Liuw Lok Yen ia baru
berteriak keras, "Suheng tidak usah bergebrak lagi dengan mereka, mari kita pergi!"
Golakan hatinya Ci Lan Pak pun pada saat ini sudah rada tenang kembali, dengan cepat ia tarik kembali serangannya lantas menjura ke atas Tan Kia-beng.
"Siauw-te sebagai murid tertua dari Isana Kelabang Emas tidak berani menghianati perguruan karena urusan pribadi, urusan malam ini akan cayhe bereskan tiga tahun mendatang."
Habis berkata ia menjura lalu putar badan dan mengejar Gui Ci Cian yang sudah berangkat terlebih dahulu dengan cepat.
Angin puyuh sudah berlalu, sang suryapun memancarkan cahayanya menerangi seluruh jagat, dalam satu malaman Tan Kia-beng harus mengalami dua kali pertarungan sengit pada saat ini iapun merasa sedikit lelah. dengan mengiringi angin bagaikan sejuk ia menghembuskan napas panjang.
"Majikan Isana Kelabang Emas sudah jadi cacad aku rasa ia tiada bertenaga lagi untuk melaksanakan suatu gerakan" katanya seraya menoleh ke arah Si Penjagal Selaksa Li. "Harap suheng dengan cepat balik kedusun Tau Siang Cung untuk menyelesaikan persiapan persiapan, sedang siauwte masih harus memasuki daerah Chuan Tiong terlebih dulu."
Si Penjagal Selaksa Li mengerti pemuda ini hendak menyelesaikan dahulu urusan dari Mo Tan-hong karena itu ia mengangguk dan sambil menarik tangan Pek Ih Loo sat berlalu dari sana.
Menanti Si Penjagal Selaksa Li sudah berlalu mendadak di atas benak Tan Kia-beng terbayang kembali sikap Gui Ci Cian si Si Dara Berbaju Hijau itu sesaat hendak pergi. wajahnya
kelihatan begitu murung sedih dan mendongkol tak terasa lagi ia menghela napas panjang.
"Nona Gui, walaupun aku tahu kau mencintai diriku, tapi peristiwa ini tak bisa aku hindari...."
Bagaimanapun ia masih merasa kasihan terhadap Gui Ci Cian walaupun kali ini dikarenakan hubungannya dengan gadis tersebut sudah mengampuni Majikan Isana Kelabang Emas yang telah menjadi cacat tapi justru karena persoalan in hatinya semakin tidak enak dibuatnya.
Selagi ia berpikir keras seorang diri, mendadak....
Dari tempat kejauhan berkelebat datang sesosok bayangan manusia diiringi suara gelak tertawa yang amat keras.
"Eeei.... bocah cilik!" bentak orang itu keras. "Bibit bencana sudah berhasil dibabat putus, sekaranglah saatnya untuk unjukkan diri sembari menyusun kembali kecemerlangan serta kejayaan dari Han Tan Loojien. kenapa kau seorang diri berdiri disini dengan wajah begitu murung?...."
Perlahan-lahan Tan Kia-beng mendongakkan kepalanya memandang sekejap ke arahnya, kiranya orang itu adalah si pengemis aneh dari Hong Jen Sam Yu, tak terasa lagi ia menghela napas panjang.
"Aku merasa kerepotan yang dialami seorang manusia benar-benar sangat banyak” katanya.
"Haaa.... haaa.... haaa.... jikalau terhadap kau manusia yang berbakat dan sombongpun mempunyai kerepotan, orang lain mungkin sudah pada bosan hidup” sahut si pengemis aneh sambil tertawa terbahak-bahak.
Melihat Tan Kia-beng tetap berdiri dengan mulut membungkam mendadak ia tarik kembali tertawanya dan
menyambung dengan wajah serius. “Apa yang telah membuat kau jadi kesal aku si pengemis tua sudah mengerti sangat jelas, aku beri tahu padamu pekerjaan yang dirasakan harus dirasakan janganlah ragu ragu untuk diselesaikan, dan pekerjaan yang tak dapat dikerjakan lebih baik buang saja jauh jauh dengan demikian maka kau tak bakal jadi kesal."
"Heeei! perkataanmu memang sedikitpun tidak salah tapi ada banyak urusan yang terjadi tidak segampang seperti apa yang kau bicarakan barusan ini."
“Baik, baik.... anggap saja perkataanmu cengli dan kini ada suatu persoalan coba kau katakan seharusnya dilakukan atau tidak?"
"Urusan apa?"
Mo Cuncu berangkat seorang diri menuju ke bawah puncak Soat Hong untuk menggali harta karun yang ditanam Cau Phoa menurut apa yang aku si pengemis tua ketahui perjalanannya kali ini sangat bahaya sekali dan kau harus cepat-cepat berangkat kesana.
“Bagaimana kau bisa tahu?” tanya Tan Kia-beng dengan perasaan terperanjat.
“Kemarin malam aku si pengemis tua memperoleh berita dari mulut seorang anak muridku, sebenarnya urusan ini tak bakal memancing perhatian banyak orang, tapi berhubung Chuan Tiong Jie Kui secara tiba-tiba membawa sejumlah orang dari daerah Chuan Tiong berangkat ke Siang Si bersamaan dengan itu pula saudara-saudara perkumpulan kami menemukan banyak wajah wajah asing yang melakukan penguntitan terhadap Cuncu, maka mereka lantas mengertikan jika tujuan mereka sebetulnya bukan terletak pada soal harta karun."
"Jika demikian adanya, keadaan gadis itu penuh diliputi mara bahaya," habis mendengar perkataan dari si pengemis aneh itu Tan Kia-beng merasa hatinya bergolak dan kepingin sekali waktu itu juga berangkat menemui gadis tersebut.
Setelah melangkah beberapa tindak tiba-tiba ia berhenti dan menoleh, "Loocianpwee kau ada maksud hendak pergi kemana?"
"Haaa.... haaa.... haaa.... selama hidup aku si pengemis tua hanya ribut untuk urusan orang lain, kali ini sedikit banyak aku harus menemani dirimu."
Demikianlah kedua orang itu segera berangkat melakukan perjalanan menuju ke daerah Siang Sie.
---ooo0dw0ooo---
Kita balik pada Mo Tan-hong yang ada maksud hendak menyumbangkan seluruh harta peninggalan ayahnya untuk modal pihak Teh Leng Kauw dalam mendirikan kembali perkumpulan tersebut, siapa sangka mendapat penolakan yang tegas dari Tan Kia-beng.
Dasar pikiran kaum gadis terlalu picik rasa curiga amat banyak, ia mengira penolakan Tan Kia-beng dalam soal harta peninggalan ayahnya ini berarti pula penolakan terhadap cintanya.
Sejak permulaan ia memang memiliki watak yang suka murung dan berperasaan halus, dimanapun wajahnya selalu meliputi kesedihan ia pernah melihat dengan mata kepala sendiri antara Tan Kia-beng dengan Pek Ih Loo sat tak pernah berpisah barang selangkahpun melihat pula cinta kasih Leng Poo Sianci terhadap dirinya. bahkan mereka mengandalkan kedudukan ayahnya untuk ambil keputusan, sebaliknya ia seorang diri, keturunannya berantakan dan kepandaian silat
yang dimiliki kalah satu tingkat dengan mereka, lama kelamaan gadis ini mulai merasa bahwa ia tak bakal sanggup untuk mengalahkan saingan saingannya.
Karena persoalan ini maka ia ambil keputusan untuk secara diam-diam mengundurkan diri dari lingkaran setan ini, ia hendak melepaskan diri dari soal cinta kemudian pergi membunuh mati Chuan Tiong Jie Kui dan akhirnya kembali kesisi suhunya, cukur gundul jadi nikou dan membuang segala persoalan keduniawian.
Tapi ketika ia sudah meninggalkan dusun Tau Siang Cung, mendadak hatinya kembali berputar pikirnya, "Kali ini aku hendak memasuki daerah Chuan Tiong untuk membalaskan dendam sakit hati ayahku. bila berhasil kubunuh kedua orang itu keadaan masih baikan, tapi jikalau sampai mati, bukankah harta karun itu bakal tertanam di atas tanah untuk selama lamanya?"
Berpikir akan persoalan tersebut pikiran pun segera berubah, ia mengambil keputusan untuk menggali dulu harta karun tersebut kemudian secara diam dikirim kedusun Tau Siang Cung setelah itu baru berangkat mencari balas terhadap Chuan Tiong Jie Kui.
Siapa sangka segala gerak geriknya sudah terjatuh dalam pengamatan dua rombongan manusia, rombongan pertama adalah kuku garuda dari Chuan Tiong Jie Kui sedang golongan yang lain adalah mata mata Isana Kelabang Emas.
Orang-orangitu sebenarnya dikirim didusun Tau Siang Cung untuk mengawasi gerak gerik orang-orang Teh Leng Kauw, sewaktu mereka menemukan Mo Tan-hong meninggalkan dusun itu seorang diri mereka lantas kirim orang untuk menguntit sekalian melaporkan kejadian ini kepada pimpinan masing-masing.
Pengalaman Mo Tan-hong dalam berkelana dikalangan dunia kangouw sangat cetek apalagi hatinya penuh diliputi oleh kemurungan, ia tiada perhatian sama sekali terhadap persoalan ini dan tetap mengikuti peta yang dibawa berangkat menuju ke gunung Soat Hong san di daerah Siang Sie.
Di tengah malam buta bulan itu juga, ia berhasil menemukan dua peti harta karun yang ditanam oleh Cou Phoa, ketika sang peti dibuka maka gadis itu menemukan kecuali intan permata yang mahal harganya kebanyakan merupakan barang-barang antik kesukaan ayahnya.
Memandang barang-barang yang ditinggalkan, Mo Tan-hong terbayang kembali akan kenangan lama, kemudian langsung memuncak memenuhi seluruh lubuk hatinya, sambil memeluk peti peti tersebut ia menangis tersedu sedu.
Ia keluarkan seluruh kekesalan serta penderitaannya selama ini, oleh karena itu suara tangisnya amat memilukan hati.
Pada saat itulah dari empat penjuru berdesir datang angin ringan. bagaikan bayangan setan muncullah serombongan manusia manusia aneh berwajah bengis yang mendesak maju ke depan dengan wajah penuh hawa nafsu membunuh.
Sedangkan Mo Cuncu sendiri semakin menangis hatinya semakin sedih, ternyata ia sama sekali tidak merasa bahwa keadaan di sekelilingnya sudah penuh diliputi oleh tanda bahaya, asalkan orang-orang aneh itu maju dua langkah lagi ke depan maka dalam sekali hantaman gadis tersebut pasti akan menemui ajalnya seketika itu juga.
Entah karena terpengaruh oleh suara tangisnya ataukah terpengaruh oleh harta kekayaan di dalam peti, mendadak
salah seorang diantara manusia manusia bengis itu menghela nafas panjang.
Walaupun Mo Tan-hong pada saat ini penuh diliputi oleh kesedihan dan sedang mengenang kembali kematian ayahnya tempo dulu, tapi sepasang telinganya masih tajam.
Begitu mendengar suara helaan nafas tersebut dengan cepat ia merasa dan melompat bangun.
Ketika dilihatnya orang-orang itu sudah berada sangat dekat dengannya, dengan perasaan terperanjat ia cabut keluar pedangnya dan membentak keras seraya menuding ke arah orang-orang itu, "Siapa kalian? jika berani maju selangkah lagi jangan salahkan pedang nonamu tidak kenal ampun"
Mendadak....
Dari balik hutan berkumandang datang suara yang amat menyeramkan menyahut ucapannya, "Chuan Tiong si wajah riang berhati ular penguasa Go serta si setan gantung pencari sukma penguasa Ong, sengaja datang kemari untuk mengirim kau pulang kerumah nenekmu."
Mendengar orang yang datang adalah Chuan Tiong Jie Kui simusuh besar pembunuh ayahnya air muka Mo Tan-hong kontan berubah hijau membesi, alisnya berkerut dan dengan perasaan bergolak jeritnya melengking, "Kedatangan kalian sangat kebetulan sekali, nonamu memang lagi ada maksud untuk bikin perhitungan dengan kalian."
Pedangnya digetarkan keras, dengan menggunakan gerakan "Thian Way Hwie Lay" atau Tuar Tangit Terbang Datang tubuhnya bersama-sama sang pedang langsung menubruk masuk ke dalam hutan.
Siapa sangka ketika ia tiba ditepi hutan bayangan manusia berkelebat lenyap dan ia sudah menubruk tempat yang kosong. kontan saja gadis itu dibuat melengak.
Ketika itulah dari belakang tubuhnya berkumandang datang suara gelak tertawa yang amat keras.
"Haaa.... haaa.... haaa.... budak busuk! ya-ya mu sudah menanti disini!'
Dengan cepas ia putar badan, tampaklah Co Tou Seng bersama-sama dengan Ong Thian seorang satu kaki menginjak di atas peti harta karun tersebut sambil tertawa bangga.
Saking kheki bercampur mendongkol seluruh tubuh Mo Tan-hong gemetar sangat keras, ia membentak keras kemudian sekali lagi menubruk ke depan tapi situasi tidak membiarkan gadis itu bertingkah.
Suara bentakan bergema gegap gempita, bayangan manusia diempat penjuru sama-sama bergerak, orang-orang aneh yang berada di empat penjuru tadi dengan cepat menyebarkan diri membentuk barisan, masing-masing sambil lintangkan pedang di depan dada mengawasi seluruh gerak gerik gadis itu rapat rapat.
Sambil bergendong tangan simuka riang berhati ular berjalan bolak balik wajah menyengir buas.
---ooo0dw0ooo---
Jilid: 26
Ada pepatah mengatakan babat rumput tidak seakar akarnya angin musim semi bertiup tumbuh kembali, karena tepo dulu yayamu menaruh rasa iba hati kepadamu hampir
hampir saja memelihara harimau di rumah sendiri, malam ini kau serahkan saja nyawamu" serunya keras.
Dalam keadaan terkepung oleh musuh musuhnya Mo Tan-hong malah jadi semakin tenang, disamping secara diam-diam salurkan hawa murninya melakukan persiapan ia pun mulai melirik memeriksa keadaan di sekelilingnya, ketika melihat orang yang mengepung dirinya ada dua puluh orang, dan jangan dikata untuk menghadapi Chuan Tiong Jie Kui sekalipun mengandalkan kedua puluh orang manusia aneh itupun sudah cukup untuk menghadapi dirinya, ia tahu keadaan malam ini jauh lebih banyak bahaya dari pada rejeki.
Tak terasa lagi otaknya mulai berputar, pikirnya, "Jikalau malam ini harus mati akupun harus adu jiwa dengan Chuan Tiong Jie Kui kalau tidak matipun aku tidak meram."
Selagi berpikir seorang diri, simuka riang berhati ular sudah tertawa seram lagi.
"Budak busuk, jikalau kau sayang pada nyawamu lebih baik menurut saja perkataan yayamu dan berjanji tidak akan berhianat untuk selamanya maka yayamu tanggung...."
Suara bentakan keras memotong perkataannya yang belum selesai diucapkan, tubuh Mo Tan-hong bersama-sama dengan pedangnya menggulung keluar bagaikan tititran pelangi.
Sreeet! Sreeet! berturut turut ia mengirim tiga buah serangan sekaligus menghajar tubuh kedua orang setan itu.
Hawa pukulan ini telah lama dipersiapkan, begitu dilancarkan keluar kedahsyatannya sungguh luar biasa.
Simuka riang berhati ular serta si Setan Gantung Pengikat Sukma tiada berkesempatan untuk bercakap-cakap lagi, mereka berdua buru-buru mengundurkan diri ke belakang.
Saat ini Mo Tan-hong sudah bulatkan tekad untuk adu jiwa. serangan pertamameluncur keluar serangan lain menyusul beruntun. sambil gertak gigi ia melancarkan tujuh buah serangan sekaligus.
Dalam sekejap mata cahaya hijau berkelebat memenuhi angkasa bagaikan jaringan laba laba mengurung seluruh tubuh kedua orang itu.
Karena gegabah Chuan Tiong Jie Kui kena didesak mundur oleh Mo Tan-hong bahkan kesempatan untuk mencabut pedangpun tak ada.
Melihat pemimpinnya terkurung, para manusia aneh yang berada di sekeliling tempat itu secara berbareng menerjang maju ke depan, di dalam sekejap mata kabut hitam bergelombang memenuhi seluruh angkasa, pedang berkilat dan menyambar datang dari empat penjuru.
Atas kejadian ini CHuan Tiong Jie Kui baru berhasil meloloskan diri dari ceceran pihak lawan, dengan hati lega setelah meloncat keluar dari kalangan mereka mulai mengejek diiringi suara tertawa yang amat menyeramkan.
"Heee.... heee.... heee.... yayamu baik-baik ajak kau bicara kau sengaja tidak mau mendengar, sekarang cobalah dulu mencicipi bagaimana rasanya dikurung oleh barisan pedang Ngo Kui Im Hong Kiam Tin"
Kepandaian dari Mo Tan-hong memperoleh didikan langsung dari Sam Kuang Sin nie apalagi ia menelan pula butiran pil peninggalan Han Tan Loojien kemudian mengikuti Ui Liong Tootiang mempelajari isi kitab pusaka "Sian Tok Poo Liok" kepandaian silat yang sebenarnya sudah berada di atas kepandaian Chuan Tiong Jie Kui.
Hanya saja dikarenakan hatinya mengikuti napsu dan melancarkan serangan dengan sepenuh tenaga apalagi mendengar pula ejekan kata-kata kotor yang dilontarkan Chuan Tiong Jie Ku, hal ini membuah hatinya semakin mendongkol lagi.
Karena itu kepandaiannya memperoleh pukulan yang sangat besar, dibawah kurungan orang-orang aneh itu gadis tersebut kelihatan mulai keteter dan terdesak mundur terus menerus.
Melihat kejadian itu Chuan Tiong Jie Kui tertawa terbahak-bahak dengan bangganya mereka mulai mencomoti intan permata yang ada dikedua peti tersebut.
Pada waktu itulah mendadak sesosok bayangan ramping melayang turun dibelakang punggung kedua orang setan tersebut kemudian langsung menegur dingin.
Perintahkan manusia setan anak buahmu segera tarik diri dan berhenti bergebrak.
Dalalm keadaan seperti itu Chuan Tiong Jie Kui benar-benar amat terperanjat dengan kesempurnaan kepandaian silat yang mereka berdua miliki ternyata sama sekali tidak merasa ada orang yang muncul dibelakang punggung merekalah hal ini membuktikan seberapa lihaynya kepandaian yang dimiliki orang itu dengan cepat mereka putar badan
Tapi sebentar kemudian mereka berdua sudah dibuat tertegun, karena mereka menemukan orang yang berdiri dibelakang mereka adalah seorang wanita setengah baya dengan pakaian dandanan keraton berwajah sangat agung. Si wanita setengah baya itu sewaktu melihat mereka berdua tidak melakukan apa yang diperintahkan kembali dongakkan
kepalanya menegur dingin, “Kalian tidak mendengar apa yang aku ucapkan tadi?”
Si wajah riang berhati ular Go Tou Seng serta si Setan Gantung Pengikat Sukma Ong Thian merupakan jago-jago kangouw kenamaan, mereka tentu saja tak akan tahan mendengarkan perkataan macam begitu, hawa gusar langsung meliputi seluruh badan walaupun begitu mereka tidak berani umbar hawa amarahnya dengan sembarangan
Go Tou Seng dengan pandangan tajam memperhatikan perempuan itu dari atas hingga ke bawah, lalu seraya menjura sapanya, "Harap maafkan cayhe bermata tak berbiji sehingga tidak mengenali jagoan dari manakah yang telah datang?"
"Sak Cing Hujien dari Isana Kelabang Emas."
Tempo dulu Chuan Tiong Ngo Kui pernah bersekongkol dengan Thay Gak Cungcu dan pernah pula menjadi kaki tangan Isana Kelabang Emas, hingga perkampungan Thay Gak Cung kena tersapu bersih dan dari lima setan ada tiga yang mati terbunuh mereka baru putus hubungan.
Sekarang, secara tiba-tiba mendengar ia mengungkap soal Isana Kelabang Emas, hatinya jadi sangat terperanjat. diam-diam ia melirik sekejap ke samping ketika dilihatnya perempuan tersebut hanya seorang diri, nyalipun semakin bertambah besar.
Ia dongakkan kepalanya tertawa seram.
"Selamanya aku orang she Go tidak pernah mendengar kalau di dalam Isana Kelabang Emas ada seseorang macam kau, cukup mengandalkan beberapa patah perkataanmu itu apa kau kira aku orang she Go lantas mempercayainya seratus persen?"
Air muka Sak Cing Hujien tetap tidak berubah, kembali ia mendesak lebih lanjut dengan nada dingin, "Sebenarnya kalian suka mendengarkan perkataan tidak?"
Si Setan Gantung Pengikat Sukma jadi orang paling buas, saat ini ia tak bisa menahan sabar lagi, sambil meraung keras tubuhnya meloncat maju ke depan.
"Untuk memaksa yayamu ikut perintah tidak susah, asal kau bisa perlihatkan semacam barang kepadaku."
Sreeet! telapak tangannya dengan sejajar dada didorong ke depan, nama busuk Chuan Tiong Ngo Kui sudah lama terkenal dalam Bulim. serangannya ini tentu saja luar biasa dahsyatnya.
Terlihatlah segulung asap kabut hitam dengan disertai hawa pukulan berhawa dingin bagaikan seekor naga hitam menggulung ke arah depan.
Wajah Sak Cing Hujien masih penuh diliputi kehambaran, tubuhnya sedikitpun tidak bergeser barang setengah langkahpun, ketika angin pukulan berhawa dingin hampir saja mengenai badannya, mendadak.... Seorang lelaki kekar berdandan suku Biauw meraung keras dan munculkan dirinya dari belakang perempuan tersebut, telapak tangannya yang besar langsung ditekan ke depan dengan hawa murni penuh.
"Braaak!" dengan keras lawan keras kedua pulang angin pukulan itu saling terbentur satu sama lainnya di tengah udara.
Ledakan keras laksana guntur membelah bumi bergeletar di atas permukaan tanah si Setan Gantung Pengikat Sukma bagaikan orang mabok berturut turut mundur tujuh delapan langkah ke belakang dengan sempoyongan darah segarpun
muntah keluar dari ujung bibirnya.
Beruntung sekali tenaga dalam yang dia miliki amat sempurna, badannya berhasil mempertahankan diri tidak sampai roboh ke atas tanah.
Dengan timbulnya kejadian ini maka kontan saja simuka riang berhati ular jadi terperanjat dan berturut turut mundur dua langkah ke belakang.
Dengan pandangan dingin Sak Cing Hujien kembali melirik sekejap ke arahnya, lalu sambil dongakkan kepalanya ia tertawa sombong.
"Lebih baik cepat-cepat suruh mereka berhenti bergebrak, apakah kau tidak ingin meneguk arak penghormatan dan memilih arak hukuman?"
Saat ini dalam hati simuka riang berhati ular penuh diliputi kesedihan, ia sebagai seorang jagoan Bulim ternyata harus tunduk dibawah telapak kaki orang lain karena kepandaian pihak lawan lebih tinggi. kendati hatinya sangat takut ia tidak suka segera ikuti perintah.
Sak Cing Hujien melihat dia tidak suka mendengarkan perintahnya, kembali sambungnya, “Yang diminta pihak Isana Kelabang Emas adalah bocah perempuan itu dalam keadaan hidup hidup, harta karun ini boleh kalian dapatkan semua."
Haruslah diketahui watak orang-orang kangouw kebanyakan adalah kepala boleh putus tapi semangat tak boleh patah, Chuan Tiong Ngo Kui sebagai jagoan suatu daerah sudah tentu tak bakal sudi mendengarkan perintah orang lain.
Dalam keadaan kepepet tiba-tiba Sak Cing Hujien mengajukan persyaratan yang akhirnya berhasil melindungi muka mereka juga, dengan cepat Go Tou Seng melayang maju ke depan.
"Semuanya bubar!" bentaknya keras.
Manusia manusia aneh itu kebanyakan merupakan anak buahnya, mendengar teriakan itu merekapun buru-buru buyar dan mengundurkan diri kehadapannya.
Air muka Go Tou Seng pada saat ini sudah berubah sehingga sangat jelek susah dilukiskan, dengan gemas ia melotot sekejap ke arah Sak Cing Hujien lalu kepada manusia manusia aneh itu bentaknya kembali, "Bereskan semua harta karun yang ada dan segera bubar!"
Sewaktu orang-orang aneh itu melihat air muka pemimpin mereka sangat aneh seorang pun tak ada yang berani buka suara, buru-buru mereka masukkan seluruh harta yang ada ke dalam peti kemudian siap-siap digotong turun bukit.
Sekonyong konyong....
Dari balik hutan berkumandang datang suara teriakan aneh dari seseorang.
Eeee.... orang she Go, jual belimu kali ini sungguh lumayan juga hasilnya, adakah bagian untuk aku si pengemis tua?"
Go Tou Seng yang lagi menahan hawa mangkel dihatinya, begitu melihat munculnya si pengemis aneh yang mirip orang gila alisnya lantas berkerut, hawa gusarpun disalurkan keluar semua.
"Mengandalkan apa kau hendak paksa aku berikan satu bagian kepadamu?"
"Haaa.... haaa.... haaa.... andalkan sedikit hubunganku dengan Mo Cun-ong tempo dulu."
Air muka Go Tou Seng langsung berubah hebat.
"Apakah kau ingin mencarikan balas buat si setan tua itu?"
"Boleh dianggap demikian"
"Hmmm! hanya mengandalkan kalian Hong Jen Sam Yu?"
Sewaktu mereka sedang bercakap-cakap itulah, Sak Cing Hujien dengan diiringi silelaki kekar berdandan suku Biauw itu sudah melayang kehadapan Mo Tan-hong.
Gadis ini belum pernah menemui kedua orang itu, melihat munculnya kedua orang tersebut pedangnya langsung disilangkan di depan dada.
"Berhenti, apa yang hendak kalian kerjakan?" bentaknya keras.
"Cuncu jangan salah paham dulu, aku tidak membawa maksud jahat dan hanya ingin mengundang Cuncu untuk melakukan perjalanan ke gurun pasir." sahut Sak Cing Hujien dengan wajah ramah.
"Heee.... heee.... heee.... mengandalkan apa kalian hendak paksa aku berangkat?"
"Perjalanan kali ini akan menggantungkan Cuncu. Setelah tiba disana sudah tentu kau akan jadi paham sendiri."
"Hmmm! perduli apa yang hendak kau ucapkan, nona tetap tak akan pergi...."
Silelaki kekar yang berdandan suku Biauw itu mendadak maju ke depan, matanya yang aneh mendelik besar.
"Bicara baik-baik kepadamu kau tidak suka mendengar, apakah kau paksa kami harus menggunakan kekerasan?" teriaknya.
Mo Tan-hong pun menggetarkan pedangnya keras keras.
"Kau manusia tidak mirip manusia, setan tidak mirip setan. Apa kau anggap nonamu takuti dirimu?" berntaknya pula gusar.
Silelaki kekar berdandan suku Biauw itu langsung menggerakkan telapaknya disilangkan di depan dada siap melakukan terjangan tapi tindakannya ini berhasil dicegah oleh Sak Cing Hujien.
"Menasehati seorang nona ada baiknya jangan menggunakan kekerasan, karena jika demikian adanya bakal mendatangkan kejelekan dari pada keuntungan katanya serius.
Dengan amat gusar Mo Tan-hong menggerakkan pedangnya siap melancarkan babatan tapi melihat Chuan Tiong Jie Kui sedang bersitegang dengan si pengemis aneh, suatu ingatan dengan cepat berkelebat di dalam benaknya.
"Hutang ada pemiliknya, mau adu jiwa seharusnya pergi dulu mencari Chuan Tiong Jie Kui buat apa banyak bacot dengan mereka?"
tidak perduli desakan dari Sak Cing Hujien lagi mendadak badannya meloncat ke depan, cahaya pedang berkilauan langsung menubruk ke arah Chuan Tiong Jie Kui.
Melihat hal tersebut dengan suara silelaki kekar berdandan suku Biauw itu membentak keras.
"Kau masih ingin melarikan diri? tidak segampang yang kau pikir...."
Dari sisi pinggir ia melancarkan satu babatan yang maha hebat langsung ke arah depan.
Silelaki kekar ini dasarnya mempunyai tenaga dalam yang mengejutkan hati, angin telapak menderu deru bagaikan angin puyuh, dan dengan cepat berhasil menghadang badan Mo Tan-hong untuk maju.
Kejadian ini memaksa gadis tersebut tak berhasil meloncat ke depan lagi, badannya merosot turun ke atas tanah.
Sedang Sak Cing Hujien yang ada dibelakangnya mengambil kesempatan ini bagaikan sambaran kilat meluncur kehadapan tubuhnya, sang tangan dengan gencar mencengkeram pergelangan tangannya yang mencekal pedang.
Jurus serangan ini dilancarkan cepat dan gencar. baru saja Mo Tan-hong melayang turun ke bawah serangan sudah meluncur datang. hal ini memaksa gadis itu perduli menggunakan cara apapun tak akan berhasil menghindar diri dari serangan tersebut dan kelihatan ia bakal terjatuh ketangan Sak Cing Hujien
Tiba-tiba....
Sesosok bayangan manusia dengan membawa deruan angin tajam meluncur mendatar ke depan, tangannya langsung membabat tangan Sak Cing Hujien yang sedang melancarkan serangan itu, jikalau wanita setengah baya ini tidak cepat-cepat menarik kembali tangannya maka ia pasti akan terluka ditangan pihak lawan.
Sak Cing Hujien merasa hatinya bergetar keras, buru-buru ia buyarkan serangan tersebut lalu melayang tiga langkah kesamping, tapi ketika dilihatnya orang itu bukan lain adalah Tan Kia-beng air mukanya langsung saja berubah hebat, ia
tahu usahanya malam ini sudah jelas bakal memperoleh hasil yang sia-sia.
Tan Kia-beng setelah berhasil memukul mundur Sak Cing Hujien segera tertawa dingin tiada hentinya.
"Tanpa sebab pihak Isana Kelabang Emas memerintahkan Chuan Tiong Ngo Kui untuk membinasakan Mo Cun-ong, dan sekarang masih merasa kurang puas apakah kalian sungguh sungguh akan melakukan pembabatan rumput seakar akarnya?"
Dengan tiada leluasa Sak Cing Hujien tertawa terkekeh kekeh.
"Tan Sauw hiap, kau sudah salah paham maksud kami hanya berharap Cuncu suka bersama-sama kami berangkat ke gurun pasir dan sama sekali tiada maksud jahat untuk mencelakai dirinya".
"Perkataan bohong yang tepatnya digunakan untuk membohongi bocah umur tiga, mana bisa membuat aku percaya?" jengek Mo Tan-hong sambil tertawa dingin.
"Cuncu, disini tidak membutuhkan dirimu lagi cepat kau bantu si pengemis aneh untuk membereskan Chuan Tiong Jie Kui bentak Tan Kia-beng dengan cepat.
Mo Tan-hong sendiripun tahu disana cukup seorang Tan Kia-beng sudah bisa menghadapi orang-orang itu mendengar bentakan tersebut ia segera menubruk ke arah Chuan Tiong Jie Kui.
Silelaki kekar berdandan suku Biauw itu ada maksud hendak turun tangan mencegat tapi kena dicegah oleh kerdipan mata Sak Cing Hujien. Setelah Tan Kia-beng usir
pergi Mo Cuncu ia baru maju ke depan seraya berseru lantang.
Pada malam ini pertama tama aku orang she Tan ingin memberi tahukan suatu kabar kepadamu yaitu majikan Isana Kelabang Emas Liuw Lok Yen sekarang sudah jadi cacad dan selama hidupnya tidak punya harapan untuk membicarakan soal Bulim lagi ini soal yang pertama, kedua. permusuhan antara Majikan Isana Kelabang Emas dengan kawan kawan Bulim didaratan Tionggoan walau hal ini ditimbulkan dari bantuan yang diberikan para jago kepada Raja Muda Mo dalam menumpas pemberontakan di daerah Biauw Cian tempo dulu tapi kini yang mati sudah mati yang luka sudah luka, urusan sudah dibikin beres lagi pula Mo Cuncu adalah seorang gadis yang lemah sama sekali tidak ikut serta dalam tumpah darah yang terjadi dalam Bulim. mengapa kau tidak suka melepaskan dirinya?
Sebenarnya Sak Cing Hujien datang kemari adalah atas perintah Majikan Isana Kelabang Emas untuk menawan Mo Tan-hong maksud Majikan Isana Kelabang Emas pada mulanya adalah memakai Mo Tan-hong sebagai umpan untuk memancing kedatangan Tan Kia-beng beserta seluruh jago-jago yang punya hubungan dengan Mo Cun-ong ke gurun pasir lalu sekali sikat menghancurkan semua musuhnya itu.
Kini mendengar kabar bahwa Majikan Isana Kelabang Emas sudah jadi cacad hatinya jadi sangat terperanjat kontan saja air mukanya berubah jadi pucat pasi bagaikan mayat dengan sempoyongan ia mundur dua langkah ke belakang.
"Benar-benarkah perkataanmu itu?" tanyanya rada gemetar.
"Haaa.... haaa.... haaa.... selamanya aku orang she Tan tidak pernah berbohong."
Sak Cing Hujien menghela napas panjang untuk beberapa saat bagaikan badannya terjatuh dari suatu tempat laksaan tombak tingginya, semangat jantannya hancur berantakan mengikuti tersiarnya berita tersebut.
"Cayhe mengetahui jelas watakmu sangat ramah dan welas kasih, selama ini jarang sekali melakukan perbuatan jahat. karena itu untuk kali ini pun aku tidak ingin menyusahkan dirimu. semoga saja sekembalinya ke gurun pasir kau bisa instruksikan seluruh anggota Kelabang Emas jangan mempunyai ingatan untuk menjadi seluruh Bulim lagi."
Sejak dahulu Sak Cing Hujien pun tidak setuju dengan tindakan Majikan Isana Kelabang Emas yang begitu kejam, bahkan beberapa kali menasehati dirinya untuk buyarkan jahat macam begitu. kini setelah mendengar Majikan Isana Kelabang Emas jadi cacad dan seluruh jago-jago lihaypun banyak yang binasa, dalam hati mengerti masa kejayaan buat mereka sudah berlalu, tak terasa lagi ia menghela napas sedih.
Tubuhnya langsung berputar dan berlalu dari sana dengan cepat, silelaki kekar itu pun melotot sekejap ke arah Tan Kia-beng dengan pandangan gusar kemudian mengikuti dari belakang perempuan tersebut.
Melihat kedua orang itu berlalu Tan Kia-beng pun tidak melakukan pengejaran. tubuhnya segera meloncat dan langsung menubruk ke arah Chuan Tiong Jie Kui.
Waktu itu antara simuka riang berhati ular serta si pengemis aneh sedang melangsungkan suatu pertarungan sengit, sedang Mo Tan-hong dengan si Setan Gantung Pengikat Sukma pun terjadi pula suatu pertarungan yang tidak kalah serunya manusia-manusia aneh yang mengurung di sekeliling kalangan sewaktu melihat munculnya Tan Kia-beng
disana bersama-sama segera membentak keras, masing-masing menggerakkan pedangnya saling membabat sekenanya.
Tan Kia-beng berpekik nyaring, dengan jurus "Jiet Ceng Tiong Thian" ia sambut datangnya tubrukan orang-orang aneh itu.
Suara jeritan ngeri berkumandang memenuhi angkasa, dua orang lelaki yang berada dipaling depan kena terbabat oleh angin pukulan tersenut sehingga mencelat ke tengah udara dan terlempar bagaikan layang layang putus.
Sisanya pada berdiri tertegun bagaikan patung, Tan Kia-beng tidak perduli tubuhnya bagaikan pusaran angin puyuh kembali menggulung ke arah dua orang yang berjaga-jaga disisi peti harta karun tersebut, mendadak satu tangan mencengkeram seorang ia menangkap ujung baju kedua orang itu dan diangkat ke tengah udara, kedua orang tersebut belum sempat melihat jelas bayangan musuhnya tahu-tahu bagaikan buah touw matang telah menggelinding kesamping.
Anak buah dari Chuan Tiong Ngo Kui walaupun semuanya merupakan jago-jago keji yang tidak sayang nyawa sendiri, tapi melihat kehebatan dari Tan Kia-beng rata rata dia berdiri mematung juga saking kagetnya. seorangpun tak ada yang berani maju lagi.
Sedangkan waktu itu Chuan Tiong Jie Kui sedang pusatkan seluruh perhatian untuk menghadapi musuh tangguh mereka, terhadap peristiwa yang terjadi dikedua belah samping mereka tidak ambil tahu.
Setelah Tan Kia-beng berhasil merebut harta karun itu dengan cepat ia menerjang kehadapan Jie Kui.
"Tahan!" bentaknya keras.
Menanti kedua orang itu sama-sama sudah berhenti, kembali ia menegur sambil menuding Chuan Tiong Jie Kui.
"Bangsat keji, Mo Cun-ong tiada ikatan dendam dengan kalian, ternyata kamu turun tangan jahat pula terhadap dirinya, sekarang apa yang hendak kalian ucapkan lagi?"
Simuka riang berhati ular menyapu sekejap keempat penjuru, sewaktu dilihatnya orang-orang Isana Kelabang Emas sudah berlalu semua tinggal mereka sendiri tertegun disana kontan dalam hati merasa terperanjat dan mengetahui kalau keadaan jauh lebih banyak dari pada rejeki.
Segera ia bulatkan tekadnya dan tertawa seram.
"Bunuh orang bayar nyawa, hutang barang bayar uang, aku orang she Go berani turun tangan membinasakan manusia she Mo kenapa harus takut orang lain mencari gara gara dengan diriku"
"Haaa.... haaa.... haaa.... ternyata saudara jadi orang cukup terbka, sekarang turunan dari Mo Cun-ong sudah tiba, lebih baik kalian ambil keputusan diri sendiri dari pada harus menanggung hutang baru lagi"
Waktu itu Chuan Tiong Jie Kui sudah ambil keputusan, mereka berdua bersama-sama membentak keras, "Orang she Tan kau tidak usah banyak bacot lagi, siapa yang bakal menemui ajalnya masih susah ditentukan!"
Mereka berdua saling bertukar pandangan sekejap, sambil getarkan pedangnya mendadak kedua orang itu sama-sama menubruk ke arah Tan Kia-beng, pedang Sang Bun Kiam nya dengan diikuti dua rentetan cahaya gelap berturut turut mengirim tujuh buah serangan.
Seketika itu juga awan gelap menutupi seluruh angkasa, suara suitan aneh bergema menusuk telinga.
Pertarungan yang sedang berlangsung kali ini benar-benar telah menggunakan seluruh tenaga yang dimiliki kedua orang setan tersebut, karenanya serangan yang melanda datang betul-betul amat dahsyat.
Dibawah kurungan hawa pedang yang berlapis-lapis mendadak Tan Kia-beng tertawa panjang, serentetan cahaya tajam berwarna kebiru biruan tiba-tiba menembusi lapisan kabut hitam dan langsung menembusi angkasa laksana naga sakti yang terbang dilangit.
Terdengar suara jeritan ngeri bergema memenuhi angkasa, lengan kanan si Setan Gantung Pengikat Sukma tahu-tahu sudah terbabat putus menjadi dua bagian oleh sabetan cahaya tajam tersebut, kutungan lengan bersama-sama senjatanya mencelat ke tengah angkasa. darah segar muncrata bagaikan hujan sang tubuhpun mundur ke belakang dengan sempoyongan.
Tapi belum sampai ia berhasil berdiri tegak serentetan cahaya hijau sudah berkelebat datang menembusi dadanya.
Kiranya kebetulan sekali pada waktu itu Mo Tan-hong telah menerjang datang, dengan wajah penuh air mata ia cabut keluar pedangnya seraya berteriak sedih.
"Tia, putrimu yang tidak berbakti ini hari berhasil membalaskan dendam sakit hatimu"
Diikuti pedangnya laksana kilat menyambar lewat, batok kepala Ong Thian pun sudah terpenggal putus dari tempatnya semula.
Pada waktu itulah di tengah kalangan kembali berkumandang suara jeritan ngeri yang menyayatkan hati simuka riang berhati ular pun kena terbabat putus pinggangnya oleh serangan Tan Kia-beng.
Para manusia manusia aneh yang melihat majikan mereka pada mati semua
Buru-buru putar badan dan melarikan diri terbirit birit.
Musuh utama sudah terbunuh Tan Kia-beng pun tidak melakukan pengejaran lebih lanjut, sebaliknya Mo Tan-hong dengan wajah penuh diliputi napsu membunuh membentak keras kemudian melakukan pengejaran.
Tapi usaha ini kena dihalangi oleh si pengemis aneh.
Sambil tertawa terbahak-bahak katanya.
Musuh utama sudah terbasmi, manusia manusia rendah itupun tak akan bisa melakukan sesuatu perbuatan besar, biarkanlah mereka berlalu.
Setelah dinasehati Mo Tan-hong baru menghentikan langkah kakinya, ketika itulah Tan Kia-beng maju ke depan menghibur.
"Kini dendam besar sudah terbalaskan kau pun seharusnya memilih satu hari yang bagus untuk membuka suatu sembayangan untuk memperingati kematian ayahmu agar sukmanya dialam baka bisa tentram."
"Soal ini tidak usah merepotkan dirimu lagi, Ui Liong Supek sudah punya rencana yang tersendiri" kata Mo Tan-hong dengan wajah sedih dan menghela napas panjang.
Tan Kia-beng yang terbentur batu terpaksa membungkam, sedangkan si pengemis aneh yang ada disisinya buru-buru
menimbrung, "Malam semakin kelam, ada baiknya kita tinggalkan dulu tempat ini".
Mendadak Mo Tan-hong berjalan kesisi kedua peti harta tersebut, sambil disodorkan kehadapan Tan Kia-beng ujarnya, "Berkat pertolonganmu berulang kali, siauw moay merasa sangat berterima kasih sedikit barang peninggalan dari ayahku ini harap suka kau terima sebagai modal untuk mendirikan kembali kejayaan Teh Leng Kauw
Mendengar nada ucapannya berubah bahkan terasa seperti dalam sekejap mata jarak mereka berdua sudah terpaut sangat jauh melebihi laksaan li, dalam hati Tan Kia-beng merasa tercengang bercampur kaget ia tidak tahu apa sebabnya gadis tersebut bisa bersikap begitu hambar terhadap dirinya.
Setelah tertegun beberapa saat mendadak ia dongakkan kepalanya tertawa terbahak-bahak
"Aku orang she Tan begitu menghormati ayahmu adalah dikarenakan Beliau adalah seorang panglima perang yang setia dan bijaksana, kau kira aku kemaruk dengan harta kekayaan tersebut? haaa.... haaa.... haa.... kau terlalu pandang rendah aku orang she Tan, apa lagi kaupun harus mengurusi penguburan kembali jenasah ayahmu di tempat yang lebih layak serta pembangungan kembali istanamu, lebih baik ditinggalkan untuk kau gunakan sendiri saja"
Karena terdorong oleh golakan hatinya Mo Tan-hong sedikit bicara salah mengakibatkan mendapat tanggapan yang salah dari pemuda tersebut. sebenarnya ia ada maksud memberi penjelasan tapi ia tidak mengerti harus mengucapkan kata-kata yang bagaimana, akhirinya dengan nada tenang ujarnya, “Tan heng, kau jangan salah paham, soal kuburan ayahku
siauw moay sudah atur selesai, sedangkan mengenai pembangungan kembali istana. Heeei!!”
“Tan Hong tidak untuk dilahirkan sebagai seorang gadis, apa perlunya melakukan pekerjaan pekerjaan macam begitu? apalagi aku sudah ambil keputusan setelah dendamku terbalas aku akan mengikuti suhu untuk jadi murid budha dan habiskan sisa hidupku di dalam biara.”
“Kau akan jadi nikouw?" saking terperanjatnya Tan Kia-beng jadi menjerit tertahan, dengan cepat meloncat maju ke depan.
“Kau.... kau.... apakah kau....”
Akhirnya pemuda itu tak dapat meneruskan kata-kata selanjutnya. Mo Tan-hong mengerti perkataan apa selanjutnya yang hendak ia ucapkan seraya menghela napas panjang ujarnya.
Persoalan inipun bukan merupakan suatu persoalan yang luar biasa buat apa kau merasa begitu cemas? malam semakin kelam kitapun harusnya pergi.
Si pengemis aneh tahu bahwa hubungan mereka berdua sangat baik saat ini saat mereka berdua hanya karena urusan harta karun lantas timbul sedikit berselisih dalam hati lantas tahu bila dibalik kesemuanya ini tentu ada sebab yang lain.
Karena jikalau dirinya ikut campur kemungkinan sekali malah membuat ia semakin tidak enak, maka ia lantas menyambar peti di atas tanah dan tertawa terbahak-bahak
Mereka bersama-sama berlaku sungkan aku si pengemis tua tidak tahan melihat uang lebih baik barang-barang ini aku saja yang uruskan."
Ia tahu isi dari kedua peti tersebut adalah barang-barang berharga yang tak terhingga nilainya, cukup untuk mendirikan kembali perguruan Teh Leng Kauw maupun istana Mo Cuncu, oleh karena itu ia memberanikan diri untuk menguruskan harta tersebut daripada mereka berdua ngotot terus.
Baik Tan Kia-beng maupun Mo Tan-hong sama-sama bungkam dalam seribu bahasa karena perasaan hati mereka berdua sama-sama diliputi kemurungan dan tidak berminat sama sekali untuk mengurusi persoalan tersebut.
Si pengemis aneh yang melihat kedua orang itu sama-sama bungkam lantas tertawa terbahak-bahak sambil mengepit kedua buah peti itu ia putar badan dan berlalu dari sana
Hanya dalam sekejap mata si pengemis aneh dari Hong Jen Sam Yu ini sudah lenyap dari pandangan.
Menanti bayangan punggung dari si pengemis aneh sudah lenyap dari pandangan Tan Kia-beng baru menghela napas panjang ujarnya perlahan.
Hong moay kau terlalu banyak menaruh kesalah pahaman terhadap diriku.
Perkataan Tan heng terlalu berat potong Mo Tan-hong sambil tertawa dingin tiada hentinya. Kau sudah banyak membantu diri siauw moay untuk berterima kasihpun sudah tidak sanggup mana berani menaruh kesalah pahaman terhadap dirimu?"
“Kalau tidak ada kesalah pahaman mengapa, kau berkata ingin menghabiskan masa hidupmu dibiara?”
“Soal jadi nikouw atau tidak itu urusan pribadiku sendiri, agaknya tiada sangkut paut dengan Tan heng.”
Perkataan ini kontan membuat Tan Kia-beng jadi bungkam dalam seribu bahasa bersamaan itu pula kata "Tan heng" terasa sangat menusuk telinga.
Dasar ia memang seorang yang romantik tapi berperasaan halus ia sama sekali tidak tahu bahwa perkataan dari Mo Tan-hong ini justru sedang menantikan reaksi yang bakal mempengaruhi masa depannya. pemuda ini ada maksud menggunakan kesempatan ini hendak menyampaikan isi hatinya.
"Tempo dulu melakukan perjalanan ribuan li melindungi bunga keutara waktu itu aku tidak mempunyai perasaan apa apa terhadap dirinya" pikir pemuda ini di dalam hati. "Sekarang jikalau ia sudah berubah hati, bila aku paksa lebih lanjut malah tidak mendatangkan kebaikan, apa gunanya aku berbuat demikian?"
Ia segera tertawa terbahak-bahak.
"Perkataan dari Cuncu sedikitpun tidak salah, aku punya kebebasanmu dan aku punya kepentinganku, perkataan yang aku orang she Tan ucapnya kali ini memang rada terlalu banyak, tapi rasa cinta yang aku orang she Tan tunjukan kepadamu adalah suci bersih, aku berani bersumpah dibawah kesaksian Thian, mau percaya atau tidak itu terserah padamu."
Habis berkata ia putar badan dan berlalu.
Tindakan dari sang pemuda ini benar-benar berada diluar dugaan Mo Tan-hong, saking cemasnya air mata jatuh berlinang, jeritnya lirih, "Kau.... kau kembalilah!"
Tan Kia-beng berhenti dan putar badan.
"Cuncu kau masih ada perintah apa lagi?"
"Kau tidak setuju kalau aku jadi nikouw?"
"Haaa.... haaa.... haaa.... itu urusan Cuncu pribadi, aku orang she Tan mana berani mencampuri urusan orang lain?"
"Ooouw.... kiranya hatimu benar-benar sangat kejam, aku Mo Tan-hong sudah salah **** orang" saking khekinya Mo Tan-hong depak-depakkan kakinya ke atas tanah.
"Heee.... heee.... heee.... perkataan ini pada mulanya adalah kau sendiri yang ucapkan, apakah aku sudah salah berbicara?"
"Kalau begitu aku mau tanya kepadamu, terang terangan kau tahu jika Majikan Isana Kelabang Emas adalah musuh besar ayahku, kenapa kau lepaskan dia pergi?"
"Ia sudah berubah jadi seorang cacad yang sama sekali tak berguna, paling banter juga hanya bisa hidup tiga, lima tahun lagi. dilepaskan atau tidak akhirnya juga sama saja, apalagi orang-orang yang menggabungkan diri dengan pihak Isana Kelabang Emas pun tinggal sedikit, mereka tak bakal bisa bertahan terlalu lama lagi."
"Hmmm! aku kira urusan ini bukan? terang terangan kau sedang jual muka buat si Dara Berbaju Hijau itu, apa kau anggap aku tidak tahu?"
"Sekalipun benar demikian aku rasa ini pun bukan suatu peristiwa yang luar biasa! budi seharusnya dibalas dan inipun merupakan kebiasaan manusia, apa lagi aku orang she Tan sudah banyak berhutang budi kepadanya."
"Baik, anggap saja perkataanmu cengli, di kemudian hari aku akan biarkan dia memperoleh akhir yang baik."
"Kau jangan bicara sembarangan" bentak Tan Kia-beng saking mendongkolnya. "Walaupun Majikan Isana Kelabang
Emas sudah berubah jadi seorang cacad tapi jago lihay dibawah pimpinannya sangat banyak kau tidak boleh menempuh bahaya sesukamu".
Karena merasa cemas sikapnya pada waktu itu rada sedikit kasar, pada mulanya Mo Tan-hong memang sedang tidak gembira, mendengar dirinya dibentak begitu ketus kegusarannya semakin memuncak lagi.
Seraya putar badan jeritnya melengking, "Mau hidup atau mati itu bukan urusanmu!"
Habis berkata dengan salurkan ilmu meringankan tubuhnya ia berkelebat pergi dari sana dengan gerakan yang cepat.
Tan Kia-beng yang melihat gadis itu berlalu dengan membawa gusar sebenarnya siap-siap hendak melakukan pengejaran, tapi akhirnya ia berhenti.
Sedikit ragu ragu, bayangan dari gadis she Mo itupun sudah lenyap dari pandangan.
Pada mulanya ia anggap setelah urusan dipihak Isana Kelabang Emas bisa dibereskan untuk sementara waktu Chuan Tiong Jie Kui telah terbasmi dan perguruan Teh Leng Kauw didirikan kembali, dirinya bisa kawin dengan Mo Tan-hong untuk kemudian bersama-sama berkelana dalam dunia persilatan.
Siapa sangka karena sedikit kesalah pahaman ternyata Mo Tan-hong sudah cek cok dengan dirinya makin lama semakin jadi dan akhirnya berlalu dengan membawa marah.
Dalam hati semakin berpikir semakin musung, saking gemasnya diam-diam pikirnya, "Anak perempuan sungguh susah dikendalikan...."
Setelah tertegun beberapa saat, kemudian ia memberi penjelasan pada diri sendiri, “Walaupun saat ini dendam sakit hati ayahku sudah terbalas, tapi perintah terakhir dari Han Tan Loojien belum selesai aku kerjakan buat apa karena urusan perempuan lantas mendatangkan kemurungan buat diri sendiri? jika ia mau pergi biarkanlah ia pergi! pada suatu hari iapun bakal memahami keadaanku...."
Setelah mempunyai pikiran semacam ini hatipun jadi semakin lega. segera ia berlari ke arah depan.
Karena terganggu oleh urusan tadi haripun sudah terang tanah, ia kembali kerumah penginapan untuk beristirahat. waktu itu suasana dalam losmen tersebut hiruk pikuk ramai sekali.
Karena dalam hatinya ada urusan Tan Kia-beng berjalan dengan kepala tertunduk siapa nyana ketika itulah ia sudah terbentur seseorang....
Orang itu menjerit kesakitan dan mundur ke belakang dengan sempoyongan, matanya melotot bulat bulat siap hendak mengumbar hawa marah.
Tapi ketika dilihatnya orang itu adalah Tan Kia-beng, sampai rasa sakitpun lupa ia berteriak keras
"Tan Heng, kapan kau datang kemari?"
Tan Kia-beng yang tanpa sebab menerjang badan orang lain dalam hati merasa amat menyesal kini setelah dipanggil iapun baru menemukan jika orang itu bukan lain adalah Si Huan.
Si Ciat HUn Kiam dari partai Khong Tong Pay.
Saking girangnya dengan cepat ia meloncat bangun mencekal baju lengannya erat-erat
"Si Heng, kiranya kau!"
Kena dicengkeram kembali Si Huan menjerit kesakitan dan berturut turut mundur dua langkah ke belakang.
Waktu itulah Tan Kia-beng baru menemukan jika sebuah lengannya dibalut oleh kain buru-buru ia lepas tangan seraya bertanya dengan hati terperanjat.
"Si heng kau terluka?"
Susah dibicarakan dengan sepatah dua patah kata, mari kita kembali dulu ke dalam kamar" Si Huan menggeleng dan tertawa pahit.
Mereka berdua bersama-sama jalan masuk ke dalam kamar, setelah menuang dua cawan air teh Si Huan pun mulai menceritakan kisahnya.
"Tan heng, kau sudah memperoleh surat pemberitahuan tentang akan diadakannya pertemuan puncak para jago digunung Ui san tanya Si Huan setelah berada dalam kamar.
"Eei, aku tak tahu tentang urusan ini!"
"Waah.... kalau begitu sungguh aneh sekali" Si Huan menggeleng berkali kali. "Orang lain tidak tahu masih bisa dimaklumi, tapi bagaimana Tan heng bisa tidak tahu?"
Sebentar kemudian ia sudah tertawa terbahak-bahak.
"Menurut apa yang aku ketahui, di dalam pertemuan puncak kali ini, tujuannya justru ingin memberi kesempatan kepada Heng thay untuk merebut gelar jagoan pedang nomor wahid dari seluruh kolong langit."
Tan Kia-beng tetap dibuat kebingungan seperti diawang awang, maka dari itu pemuda ini tetap membungkam dalam seribu bahasa.
Sambung Si Huan lebih lanjut.
"Panitia dari pertemuan puncak para jago yang lalu Hay Thian Sin Shu menuduh Yen Yen Thaysu dari Siauw-lim pay serta Liok lim Sin Cie dengan meminjam nama pertemuan puncak ternyata mengadakan pertarungan mati-matian melawan pihak Isana Kelabang Emas telah merusak nama baiknya sebagai panitita penyelenggara, pada beberapa waktu ini ia sudah mengunjungi mereka dan memutuskan hendak mengundang lagi semua jago untuk mengulangi pertemuan puncak ini dalam menghasilkan jagoan pedang nomor wahid dari kolong langit, waktu yang ditentukan bulan ketiga sebentar lagi bakal tiba, kemungkinan sekali surat undangan buat Tan heng telah dikirimkan ke dusun Tau Siang Cung."
Waktu itu Tan Kia-beng jadi paham kembali ia tertawa hambar.
"Nama kosong semacam ini siauw-te benar-benar tak ada minat untuk ikut merebutnya bersamaan itu pula aku merasa tidak punya pegangan untuk menangkan pertandingan ini.
"Jikalau Tan heng sendiripun mengatakan tak ada pegangan, apa lagi orang lain lebih lebih tak usah dibicarakan lagi."
"Lebih baik kita kesampingkan dulu urusan pertemuan para jago, Si heng!! coba kau ceritakan dulu bagaimana kau bisa terluka?"
"Hal yang benar urusan ini ada sangkut pautnya dengan pertemuan puncak kali ini bahkan sedikit banyak ada sangkut pautnya dengan Tan heng."
"Eeei.... bagaimana mungkin urusan ini ada sangkut pautnya dengan diriku?"
"Setelah siauw-te meninggalkan Khong-tong Pay, selama perjalanan menuju keselatan di tengah perjalanan banyak dengar orang Bulim membicarakan bahwa gelar jagoan pedang nomor wahid kali ini pasti berhasil direbut oleh Tan-heng, siapa sangka sewaktu tiba di kota Kiem Long ternyata aku sudah berjumpa dengan seorang sastrawan setengah baya yang bernama Fei Tie, dalam rumah makan itu ternyata ia sudah maki maki Heng thay dengan kata-kata yang kotor bahkan sumbar katanya kali ini ia pasti berhasil merebut gelar jagoan pedang nomor wahid hanya dalam sekali gerak saja.
“Siauw-te yang mendengar perkataan tersebut dalam hati merasa sangat tidak senang, dan tantang dia untuk adu kepandaian diluar kota. Heeei....! Jika dibicarakan benar-benar sangat memalukan, ternyata Siauwte berhasil dibabat luka lengan kirinya oleh suatu serangan yang sangat aneh dari orang itu dalam jurus yang ketiga ratus, sebelum pergi ia mengejek diriku bahkan memesan untuk disampaikan kepada Tan-heng, katanya jikalau kau tidak berani munculkan diri dalam pertemuan kali ini lebih baik nama perguruan Teh Leng Kauw disimpan kembali dan sejak ini hari jangan coba-coba munculkan diri dalam dunia kangouw."
Habis mendengar kisah tersebut dengan hati gusar Tan Kia-beng meloncat bangun serunya keras, "Sekarang orang itu ada dimana? saat ini juga Siauwte akan pergi mencari dirinya."
Buru-buru Si Huan goyangkan tangannya mencegah.
"Heng thay! jangan terlalu mengikuti napsu. dalam pertemuan puncak para jago di gunung Ui san kau pasti bisa berjumpa dengan orang ini."
"Hmmm! memaki Siauwte sih tak kupikir dalam hati." teriak Tan Kia-beng gemas. "Tapi dendam satu tusukan pada tubuh Heng thay harus kutuntut balas."
“Jikalau demikian adanya, Heng thay sudah pastikan diri akan menghadiri pertemuan kali ini bukan?"
"Sebenarnya Siauwte tiada bernapsu untuk ikut, tapi setelah terjadi peristiwa macam begini, jikalau tidak pergi ia tentu mengira aku betul-betul takut."
Melihat hasutannya berhasil dengan hati girang Si Huan bangun berdiri.
"Siauwte masih ada sedikit urusan harus diselesaikan, biarlah kita berpisah dulu di sini dan berjumpa kembali digunung Ui san
Ia menjura lalu berlalu dari kamar itu dengan langkah lebar.
Setelah Si Huan pergi, Tan Kia-beng pun mulai murung kembali. sebenarnya ia tidak bernapsu untuk ikut hadir merebutkan gelar tersebut tapi dengan adanya kejadian ini mau tak mau ia harus hadir juga, tapi sewaktu teringat persoalan yang menyangkut Mo Tan-hong hatinya mulai merasa tidak tenteram, beberapa kali ia coba untuk menghilangkan pikiran tersebut dari dalam benak tapi selembar wajahnya yang cantik serta sepasang matanya yang lembut memancarkan cahaya cinta bercampur kesah selalu terbayang dalam benaknya.
Mo Tan-hong adalah gadis pertama yang dicintai, susah derita selama satu bulan lebih dijalan raya menuju keibu kota telah banyak menanamkan bibit cinta diantara mereka berdua. ciuman panjang sewaktu menyaru sebagai majikan kereta maut cukup membuktikan rasa cinta suci mereka.
Siapa sangka tidak lama kemudian ternyata cinta mereka berdua sudah tiba saat kehancurannya, bahkan karena apa ia sendiri pun tidak tahu.
Semakin dipikir ia merasa semakin tidak tenteram, akhirnya pemuda ini meloncat bangun.
"Tidak bisa jadi, aku harus pergi mengejar dirinya" teriaknya keras. "Jikalau dalam keadaan susah ia betul-betul berangkat ke gurun pasir bukankah persoalan akan semakin berat. Walaupun kepandaian silat dari Majikan Isana Kelabang Emas sudah punah tapi sisa jago-jago lihay masih banyak bila ia berangkat kesana dengan menempuh bahaya bukankah sama hanya menerjunkan diri ke dalam jebakan musuh?"
Akhirnya dengan langkah cepat ia menerjang keluar kamar.
Baru saja kakinya selangkah keluar dari rumah penginapan itu mendadak....
Seorang dara manis menubruk datang amat cepatnya seraya berteriak kegirangan, "Engkoh Beng, kiranya kau berada disini aku susah payah pergi mencari dirimu kemana mana...."
Belum sempat Tan Kia-beng melihat wajahnya, terasa segulung bau wangi menerjang masuk ke dalam pelukannya, waktu itulah ia baru menemukan jika orang itu bukan lain adalah "Leng Poo Sianci" Cha Giok Yong.
Dengan cepat ia dorong badannya ke belakang, lalu tegurnya, "Eeei.... apa maksudmu mencari diriku?"
"Apakah kau sungguh sungguh tidak tahu?" tanya Leng Poo Sianci dengan membelalakkan sepasang matanya.
Dengan aras arasan Tan Kia-beng menggeleng.
“Agar bisa memberi kesempatan kepadamu sehingga berhasil merebut gelar jago pedang nomor wahid dari kolong langit, ayahku telah memperoleh kemajuan dari empat orang panitia penyelenggara lainnya untuk membuka kembali
pertemuan puncak digunung Ui san pada bulan tiga tanggal satu yang akan datang....”
"Ehmmm! soal ini sih aku sudah tahu tapi saat ini aku ada urusan penting dan harus segera pergi mengejar seseorang."
"Tidak bisa jadi, waktu tinggal beberapa hari lagi kau harus segera mengikuti aku berangkat kesana."
Tidak perduli bagaimana reaksi dari pemuda itu lagi, ia tarik tarik tangan Tan Kia-beng untuk diajak pergi.
"Eeei.... bagaimana boleh jadi?" seru sang pemuda semakin cemas lagi. "Kau pergilah dulu, sampai waktunya aku pasti akan datang menghadiri."
Mendadak ia meronta melepaskan diri dari cekalan lalu mencelat ke tengah udara dan melayang pergi dengan salurkan ilmu meringankan tubuhnya yang paling lihay.
Kejadian ini kontan saja membuat Leng Poo Sianci jadi gemas sampai depak depakkan kakinya ke atas tanah.
"Hmm! Tindak tandukmu seperti mengejar setan saja. tentu sedang pergi mengejar gadis itu lagi.
Walaupun dimulut ia memaki dalam hati merasa kegirangan, ia tahu bagaimanakah watak dari Tan Kia-beng, setelah menyetujui ia pasti datang.
Bersamaan itu pula iapun tahu maksud ayah membuka kembali pertemuan puncak para jago digunung Ui san kali ini tidak lain ingin mempamerkan kepandaian silat yang dimiliki Tan Kia-beng disamping suatu tujuan lain yang lebih mendalam artinya dan hanya diketahui ayahnya serta dia sendiri.
Menanti bayangan punggung dari Tan Kia-beng sudah lenyap dari pandangan. Ia baru putar badan yang berangkat menuju ke gunung Ui san.
Musim semi telah datang, bunga-bunga memancarkan bau dan harum menambah kesemarakan suasana.
Puncak Si Sim Ong digunung Ui san yang banyak bertumpukan tulang belulang saat ini pulih kembali seperti sedia kala....
Tiga lima rombongan jago-jago Bulim dari arah yang berlainan sama-sama berangkat kepuncak gunung untuk ikut menghadiri pertemuan puncak para jago yang diadakan setiap lima tahun sekali dan segera akan dibuka siang hari itu juga.
Terburu-buru Leng Poo Sianci berlari menuju kepuncak sebelah depan, persoalan pertama yang penting baginya adalah mencari tahu apakah Tan Kia-beng sudah tiba atau belum.
Dilihatnya di tempat yang disediakan untuk kalian orang panitia penyelenggara sudah ada empat orang yang terisi, mereka adalah Thian Liong Tootiang, Yen Yen Thaysu, Liok Lim Sin Ci serta ayahnya Hay Thian Sin Shu, tempat kalian yang kosong adalah tempat yang disediakan untuk jagoan pedang nomor wahid tempo dulu, si Cu Swie Tiang Cing.
Di panggung sebelah kiri duduklah ketujuh orang ciangbunjin dari tujuh partai besar serta jago-jago lihay dari tujuh partai lain disamping mereka adalah pihak Kay-pang.
Gadis itu tahu jika engkoh Beng nya tentu tak akan duduk bersama-sama tujuh partai besar, sinar matanya kembali beralih kesebelah kanan yang ditempati oleh orang-orang Teh-leng-bun. yaitu Si Penjagal Selaksa Li ayah beranak, tapi bayangan dari Tan Kia-beng masih belum kelihatan juga,
saking cemasnya mendadak ia meloncat kehadapan Pek Ih Loo sat seraya menegur.
"Heeei! kau tidak berjumpa dengan dirinya?"
"Siapa?...." tanya Pek Ih Loo sat tercengang.
Tapi sebentar kemudian ia sudah jadi sadar kembali, sambil mendongakkan kepala sahutnya dingin.
"Bagaimana aku bisa tahu?"
Leng Poo Sianci yang kesenggot batunya merasa tidak enak untuk mengumbar hawa amarah saking khekinya ia putar badan dan langsung meluncur ke arah barak dimana duduk para panitia penyelenggara.
"Tia sungguh menjengkelkan engkoh Beng belum juga datang." "Yong jie! kenapa kau begitu tidak sampai aturan? ayoh cepat mundur!"
Sekalipun diluaran ia menegur padahal di dalam hatipun ikut cemas. Tanpa sebab Leng Poo Sianci kena ditegur oleh ayahnya ia segera cibirkan bibirnya dan putar badan meloncat turun dari panggung.
Saat ini waktu diadakannya pertemuan puncak sudah tiba tapi Tan Kia-beng belum juga kelihatan munculkan diri saking cemasnya ia putar badan lari kembali kemulut gunung ia percaya engkoh bengnya pasti tak akan mengingkari janji.
Siapa sangka serombongan manusia demi serombongan melayang masuk ke atas puncak tapi belum juga kelihatan Tan Kia-beng munculkan diri selagi gadis itu akan putar badan kembali kepunggung mendadak dilihatnya seseorang jago pedang yang masih muda dengan tangan terbalut kain berlari masuk ke atas puncak dengan sikap kuatir. ia kenal orang itu
adalah kawan dari engkoh Bengnya Si Ciat Hun Kiam Si Huan, buru-buru disongsongnya kedatangan pemuda tersebut.
"Eeei! apakah engkoh Beng datang bersama dirimu?"
Si Huan rada tertegun, tapi sebentar kemudian ia tersadar kembali dan tertawa terbahak-bahak.
“Haaa.... haaa.... haaa.... nona, kau jangan cemas dahulu, siauwte jamin ia pasti datang.”
Leng Poo Sianci masih ingin mendesak lebih lanjut tapi dari panggung mulai kedengaran suara tabuhan musik serta letusan mercon, ia tahu pertemuan sudah dimulai buru ia putar badan seraya berseru, "Pertemuan puncak sudah dimulai, mari kita cepat kembali kemungkinan sekali ia sudah tiba." Kedua orang itu bersama-sama lari ke depan panggung, pertemuan ternyata benar-benar sudah dibuka dan acara pertandinganpun sama halnya dengan dahulu yaitu dari masing-masing partai mengirim seorang sebagai wakil untuk saling bertanding sehingga akhirnya muncul urutan kesatu kedua dan ketiga.
Di atas panggung berdirilah seorang sastrawan berusia setengah baya berwajah putih bersih dengan menggembol sebilah pedang pada punggung dan sebuah seruling emas pada pinggangnya sikap maupun gerak geriknya amat jumawa.
Lawannya adalah seorang jago pedang muda yang berwajah tampan dan berperawakan kekar. Si Huan yang melihat orang itu tak terasa lagi langsung berteriak, "Aaakh! dialah orangnya”
“Siapa dia? Leng Poo Sianci tidak mengerti apa yang dimaksudkan,” ia bertanya.
“Orang ini she Fei bernama Tie bergelar Kiem Tie suseng atau si Sastrawan Berseruling Emas, ia bicara besar katanya gelar jagoan pedang nomor wahid pasti akan berhasil ia rebut. Hmmm! dia sedang bermimpi disiang hari bolong biar segera pergi hajar ia turun dari panggung sehingga nanti engkoh Beng tidak usah susah susah turun tangan.”
---ooo0dw0ooo---
JILID: 27
Melihat kepolosan serta kelincahan sang gadis, tak kuasa lagi Si Huan tertawa geli.
"Pertandingan pedang ada urutannya, mana boleh turun tangan semuanya, menurut penglihatanku jagoan muda ini mempunyai dasar ilmu silat yang sangat bagus!"
“Aku kenal dengan pemuda ini, dia adalah Suto Liem dari Heng-san pay, kami pernah bergebrak satu sama lainnya, ilmu silat yang ia miliki tidak jelek...."
Sewaktu mereka berdua sedang bercakap-cakap itulah di atas panggung sudah berlangsung suatu pertarungan yang sengit bahkan boleh dikata saling berebut posisi.
“Aduuuh celaka!” tiba-tiba Si Huan berteriak sambil depakkan kakinya ke atas tanah.
Jika bergerak menggunakan cara bagitu ia pasti menderita kalah. Belum habis ia berkata, Fei Tie yang ada di atas panggung sudah memperdengarkan suara dinginnya yang sangat menusuk telinga mendadak serentetan cahaya keemas emasan berkelebat menerjang kebalik hawa pedang lalu dalam beberapa kali getaran suara gemerincingan memecahkan kesunyian pedang ditangan Suto Liem sudah terbabat putus
jadi dua bagian dan mundur ke belakang dengan hati terperanjat.
Sang panitia penyelenggara yang ada di atas panggung segera munculkan diri mengumumkan Fei Tie yang berhasil merebut kemenangan.
Waktu itu para pemenang dari pertandingan permulaan berturut turut adalah Sak Ih dari Bu-tong-pay, "Tian Lam Kiam Khek" dari Thian-cong pay, Sim Ing dari Siauw-lim-pay serta lain lainnya pada berkumpul di depan panggung siap melangsungkan pertandingan babak kedua.
Si Huan dari Khong tong pay karena lengannya terluka tidak ikut serta dalam pertandingan kali ini, sedang Pek Ih Loo sat karena ada Tan Kia-beng yang ikut serta iapun tidak ikut ambil bagian sedang Leng Poo Sianci sendiri sama sekali tiada bermaksud untuk berbuat demikian, dengan begitu banyak mengurangi kesempatan buat jago-jago muda untuk merebut gelar tersebut.
Selesai pertandingan kedua, ternyata dengan andalkan seruling emasnya Fei Tie berhasil mengalahkan Sak Ih dari Bu-tong-pay, Tiam Lam Kiam Khek dari Thiam cong pay Sim Ing dari Siauw-lim-pay serta beberapa puluh orang lainnya, dengan cemerlang berhasil menggaet gelar jagoan pedang nomor wahid dari kolong langit itu.
Waktu itu orang-orang punya hubungan dengan Tan Kia-beng rata-rata merasa gelisah sekali terutama Leng Poo Sianci, hampir saja ia menangis dibuatnya.
Beberapa orang panitita penyelenggara pun pada merasa sedih karena dalam pertandingan kali ini gelar tersebut bukannya berhasil dicabut oleh para jago dari daerah Tionggoan sebaliknya bakal terjatuh ketangan seorang
sastrawan berusia setengah baya yang tidak dikenal asal usulnya.
Bilamana sungguh sungguh gelar jagoan pedang nomor wahid dari kolong langit ini kena direbut oleh seorang jagoan dari sebuah partai yang tidak dikenal maka kejadian ini merupakan suatu peristiwa yang sayang sangat memalukan bagi partai partai didaratan Tionggoan.
Si sastrawan berusia setengah baya Fei Tie setelah berhasil mengalahkan berpuluh puluh orang jago lihay, dengan bangga segera dongakkan kepalanya tertawa seram.
"Meurut berita yang tersiar dalam dunia kangouw, katanya kepandaian silat dari para jago didaratan Tionggoan sangat luar biasa ternyata tidak disangka cuma begini saja"
Dengan langkah lebar ia berjalan kehadapan panggung dimana duduk para panitita penyelenggara, setelah menjura dengan sikap jumawa katanya, "Pertandingan sudah selesai dan cayhe berhasil memenangkan semua pertandingan. harap para panitia penyelenggara suka ambil keputusan."
Thian Liong Tootiang yang duduk disisi kanan Hay Thian Sin Shu jelas mengetahui maksud kawannya ini mengadakan pertemuan kali ini, terasa lagi ia menoleh ke arahnya.
Waktu itu air muka Hay Thian Sin Shu sudah berubah hijau membesi, sepatah katapun tak diucapkan keluar. sedang Liok lim Sin Ci serta Yen Yen Thaysu pun merasa hatinya sedih.
Pada waktu itu dari atas barak sebelah Timur mendadak berkumandang datang suara bentakan nyaring, "Tunggu sebentar, masih ada satu kali pertandingan yang belum dipertandingkan"
Pek Ih Loo sat bagaikan serentetan cahaya putih meluncur masuk ke tengah kalangan.
Dengan pandangan menghina si Sastrawan Berseruling Emas Fei Tie melirik sekejap ke arahnya.
"Siapakah kau?" tegurnya dingin.
"Pek Ih LOo sat, Hu Siauw-cian dari Teh Leng Kauw!"
"Haa.... haaa.... haaa.... bukankah dari Teh Leng Kauw hanya diikuti oleh seorang manusia she Tan? bagaimana bisa muncul pula seorang she Hu?.... sungguh aneh sekali!"
"Karena ada urusan penting ia tak bisa hadir, nona wakili dirinya apakah tidak boleh?"
Sejak semula Yen Yen Thaysu memang tidak senang dengan Tan Kia-beng, mendadak ia meloncat bangun.
"Menurut peraturan, wakil yang ditunjuk oleh masing-masing partai tak boleh diwakilkan kepada orang lain. jika ia tidak datang berarti mengundurkan diri dari pertandingan"
Karena Tan Kia-beng yang ditunggu tunggu tak kunjung datang, dalam hati Hu Siauw-cian sudah dipenuhi oleh hawa amarah, kini mendengar pula Yen Yen Thaysu yang secara samar-samar agaknya melarang dia ikut serta dalam perebutan ini tak kuasa lagi tertawa dingin tiada hentinya.
Baru saja ia bermaksud untuk buka suara mendadak dari tempat kejauhan berkumandang datang pula suara bentakan yang amat nyaring, "Ayahku sama sekali tidak mendirikan partai perguruan, berhakkan siauw Ti untuk ikut serta dalam pertandingan ini?"
Bayangan merah berkelebat lewat, Leng Poo Sianci sudah meloncat naik ke atas panggung.
"Omintohud, siapakah ayahmu?" puji Yen Yen thaysu dengan suara rendah.
"Hay Thian Sin Shu!"
Waktu itu Hay Thian Sin Shu pun sudah meloncat bangun dari tempat duduknya.
"Yong jie, jangan mengacau suasana" bentaknya dengan nada berat.
Leng Poo Sianci sama sekali tidak perduli urusan ini, pedang pendeknya dicabut keluar dari sarung kemudian ditudingkan ke arah Kiem Tie Suseng.
"Kau berani adu kepandaian dengan nonamu?" tanyanya.
Si Sastrawan Berseruling Emas itu dongakkan kepalanya tertawa terbahak-bahak.
"Asalkan peraturan pertemuan ini mengijinkan, sudah tentu aku orang she Fei akan melayani."
"Tunggu sebentar!" mendadak Pek Ih Loo sat kebaskan goloknya memotong. "Persoalan nonamu belum mendapat penyelesaian."
Air muka Yen Yen Thaysu berubah menjadi adem, bentaknya berat, "Kecuali Tan Kia-beng dari Teh-leng-bun orang lain tidak dapat mewakili dirinya"
Leng Poo Sianci jadi semakin cemas.
"Ia tidak boleh ikut tapi aku boleh bukan?"
"Pada permulaan kau tidak dapatkan dari sudah tentu tidak boleh" bentak Hay Thian Sin Shu keras.
Si Sastrawan Berseruling Emas yang mendengar ribut ribut itu kembali dongakkan kepalanya tertawa tergelak.
"Haaa.... haaa.... haaa.... begitulah baru mirip tampang seorang panitia penyelenggara, waktu tidak pagi lagi cepat umumkan hasil pertandingan ini"
Mendadak....
"Haaa.... haaa.... haaa.... saudara jangan keburu merasa bangga dulu, lawanmu sudah datang!" dari barak sebelah Barat kedengaran seseorang tertawa tergelak.
Itulah suara ejekan dari si pengemis aneh, diikuti suasana dalam kalangan dipecahkan oleh suara tepuk tangan riuh rendah yang gegap gempita, kiranya pada waktu itulah Tan Kia-beng sudah munculkan dirinya di depan panggung.
Si sastrawan berseruling emas sama sekali tidak kenal dengan Tan Kia-beng tapi dari sikapnya ia berani memastikan kalau orang ini tentulah manusia yang dimaksudkan.
Dengan cepat ia putar badan menghadap ke arah pemuda tersebut.
“Kedatangan saudara sudah terlambat satu langkah!” serunya dingin.
Waktu Tan Kia-beng sedang saling menyapa dengan Sak Ih maupun Si Huan beberapa orang sahabat karibnya, melihat sikap sang sastrawan setengah baya itu amat jumawa dan mengucapkan pula kata-kata macam itu, dalam hatinya lantas menduga dialah si Sastrawan Berseruling Emas Fei Tie yang dimaksudnya. tak kuasa lagi ia mendongakkan kepalanya tertawa panjang.
"Sebenarnya cahyepun tiada berselera untuk ikut merebut gelar jagoan pedang nomor wahid dari kolong langit, terlambat atau tidak itupun tak jadi soal. hanya saja cayhe kepingin sekali mencoba-coba kepandaian silat luar biasa
hebatnya yang kau miliki itu."
Sewaktu mereka berdua sedang bercakap-cakap, mendadak terdengar Liok Lim Sin Ci berteriak keras, “Sebelum hasil pertandingan diumumkan Tan Kia-beng sudah tiba, maka menurut pendapatku ia berhak untuk mengikuti pertandingan kali ini."
Thian Liong Tootiang pun perlahan-lahan bangun berdiri setelah berjalan keujung panggung serunya pula. "Aku sebagai panitia penyelenggaraan pertemuan kali ini memutuskan si Sastrawan Berseruling Emas Fei Tie harus melawan Tan Kia-beng dahulu sebagai pertandingan final dalam perebutan gelar sebagai jagoan nomor wahid dari kolong langit jikalau kalah maka kedudukannya akan diurutkan dalam urutan yang kedua."
Begitu pengumuman tersebut disiarkan, tepuk tangan riuh rendah bergema memenuhi seluruh kalangan.
Sebaliknya si Sastrawan Berseruling Emas Fei Tie setelah mendengar perkataan tersebut terlintaslah suatu senyuman yang amat menyeramkan di atas wajahnya, ia mencabut keluar seruling emasnya dari pinggang lalu kepada Tan Kia-beng ujarnya.
"waktu sudah tidak pagi lagi, jikalau panitia penyelenggara memutuskan demikian silahkan saudara mulai menggerakkan senjatamu melancarkan serangan."
Tan Kia-beng yang melihat senjata yang ia gunakan adalah seruling emas, pemuda inipun meloloskan seruling kumalanya lalu disilangkan di depan dada.
Tangan kiri ditutupkan ke atas lubang lubang seruling, sedang wajahnya berubah serius.
"Sialahkan!" serunya.
Si Sastrawan Berseruling Emas Fei Tie berasal dari daerah Biauw Ciang, maksud kedatangannya kedaratan Tionggoan adalah hendak mencari nama besar. ia menganggap asalkan dirinya berhasil mengalahkan Tan Kia-beng seorang maka namanya jauh lebih cemerlang semisalnya ia berhasil mengalahkan seratus orang jago-jago lihay Bulim.
Oleh karena itu sejak permulaan ia sudah kumpulkan seluruh tenaga yang dimilikinya baru saja Tan Kia-beng mempersilahkan orang untuk melancarkan serangan, seruling emasnya dengan membawa serentetan cahaya keemas emasan sudah membabat datang mengancam dadanya.
Kecepatan gerakannya serta keanehan dari jurus serangannya benar-benar sangat luar biasa, seruling emasnya dengan membentuk beribu ribu desiran angin pukulan mendesak ke depan.
Dari mulut Si Huan, pemuda she Tan ini sudah mengetahui bagaimanakah dahsyatnya kepandaian silat yang ia miliki, seketika itu juga seruling kumalanya digetarkan, pertama tama membentuk selapis bayangan seruling dahulu di depan dada kemudian sang badan maju ke depan. dengan mengambil jurus jurus serangan dari aliran Teh-leng-bun ia balas mendesak pihak lawan.
Seketika itu juga serentetan cahaya tajam menggulung keluar.
Cukup ditinjau dari cara berkelit serta balas melancarkan serangan, Fei Tie sudah merasa bila pemuda yang dihadapinya saat ini jauh berbeda keadaannya dengan jago-jago yang lain dalam hati ia merasa sangat terperanjat.
Seruling emasnya buru-buru digetarkan jurus ilmu "Kiem Coa Tie Cau" atau gerakan seruling ular emasnya pun dilancarkan dengan gencar.
Sebatang seruling emasnya dengan membentuk selapis cahaya tajam dengan sekuat tenaga balas melancarkan serangan.
Gerakan kedua orang itu makin lama semakin cepat, dalam sekejap mata lima puluh jurus sudah berlalu.
Karena pihak lawan sekalipun menunujukkan sikap menghina tapi tidak memperlihatkan maksud jahat, maka selama ini Tan Kia-beng belum juga mengeluarkan ilmu saktinya.
Sebaliknya Pek Ih Loo sat benci orang ini terlalu pandang hina kawan kawan Bulim dari daratan Tionggoan, tak terasa lagi dari samping kalangan ia berteriak keras.
"Eeei.... kenapa kau sungkan sungkan untuk turun tangan? ayoh serang dengan sungguh sungguh"
"Jikalau aku menggantikan dirimu, sejak semula aku sudah keluarkan ilmu seruling Wu Yen Cing Hun Sam Si yang lihay itu" timbrung pula Leng Poo Sianci dengan cibirkan bibirnya.
Kena digosok oleh sepatah demi sepatah kata akhirnya Tan Kia-beng tergosok juga, ia bersuit nyaring, mendadak ilmu seruling Wu Yen Cing Hun Sam Si dikeluarkan.
Jurus serangan ini merupakan ilmu andalan dari Teh Leng Kauwcu tempo dulu dalam mencari nama di dalam Bulim, kelihayannya bukan alang kepalang, apalagi tenaga dalam yang dimiliki pemuda tersebut pada saat ini sudah memperoleh kemajuan yang pesat begitu dikeluarkan deruan angin sambaran geledek segera memecahkan kesunyian
dimana bayangan seruling berkelebat lewat sebuah tiang kayu terbuat dari kayu besipun kena tersapu patah. Walaupun jurus jurus serangan ilmu seruling Kiem Tan Tie Cau dari si Sastrawan Berseruling Emas itu sangat ganas tapi ia tak bakal bisa menahan kedahsyatan dari ilmu seruling Wu Yen Cing Hun Sam Sih, seketika itu juga tubuhnya kena terdesak mundur berulang kali. Melihat jagoan mereka berhasil merebut posisi di atas angin para jago yang ada dibawah panggung mulai bersorak sorai dengan gegap gempita.
Di tengah suara sorak sorai itulah mendadak Tan Kia-beng membentak keras seruling kumalanya disekitarnya dan tahu2 seruling emas yang ada ditangan Kiem Tie suseng kena tergetar lepas sehingga mencelat ke tengah udara.
Dengan perasaan terperanjat buru-buru Kiem Tie Suseng mengundurkan diri ke belakang, siapa sangka waktu itulah seruling kumala dari pihak lawan sudah menempel di atas dadanya, kontan semangatnya jadi hilang sepasang matapun dipejamkan rapat rapat.
Terdengar Tan Kia-beng mendongakkan kepalanya tertawa tergelak.
"Tanpa sebab kau berani menghina aku orang she Tan soal ini sih tidak penting, tapi kau berani pula melukai kawan karibku, bagaimanapun juga hal ini tak bisa aku lepaskan begitu saja aku harus kasi sedikit peringatan kepadamu...."
Seruling kumalanya sedikit digetarkan, ujung baju lengan kanannya sudah terbabas putus, diikuti cahaya seruling berkelebat lewat, tahu-tahu senjata itu sudah balik lagi ketangannya.
Sorak sorai kontan bergema memenuhi seluruh angkasa, Leng Poo Sianci bagaimana seekor burung walet langsung menerjang ke arahnya seraya berteriak gembira.
"Engkoh Beng, akhirnya kau berhasil juga!"
Badannya langsung menjatuhkan diri ke dalam pelukannya.
Si Huan sekalianpun sama-sama maju mengucapkan selamat kepada sang pemuda tersebut.
Ia benar-benar menang, bahkan dengan sangat mudah berhasil merebut gelar jagoan pedang nomor wahid dari kolong langit....
Tapi pemuda she Tan ini sedikitpun tidak menunjukkan kegirangan, ia berdiri termangu-mangu bagaikan patung di tempat semula, terhadap pujian serta ucapan selamat dari banyak orang ia sama sekali tidak mendengar maupun melihat. bahkan pengumuman dari panitia penyelenggara di atas panggungpun tak terdengar olehnya.
Perlahan-lahan dia menunduk dan memandang Leng Poo Sianci yang bersandar dalam pelukannya, ia menghela napas rendah perlahan-lahan didorongnya badan gadis itu lalu putar badan berlalu dari sana.
Melihat keadaan dari pemuda tersebut Leng Poo Sianci jadi sangat terperanjat.
"Engkoh Beng, kau...."
Dari arah belakang muncul pula beberapa puluh orang pengejar, agaknya merekapun dibuat terperanjat oleh sikap sang pemuda yang sangat aneh itu.
Mereka termasuk Si Penjagal Selaksa Li ayah beranak, Hay Thian Sin Shu ayah beranak, si pengemis aneh, si Ciat Hun Kiam Si Huan serta Sak Ih dari Bu-tong-pay.
Mendadak Si Penjagal Selaksa Li menarik tangan pemuda seraya menegur dengan suara berat, "Sute! kau harus tahu kejayaan serta kesuksesan dari Teh Leng Kauw kesemuanya tergantung di atas pundakmu? sekalipun kau ada urusan seberapa besarpun harus menyelesaikan dulu perintah terakhir dari suhu kemudian baru pergi." Teringat akan perintah terakhir dari suhunya Tan Kia-beng jadi sangat terperanjat dengan cepat ia dongakkan kepalanya. "Nasehat dari suheng sedikitpun tidak salah." Habis berkata kembali dia menghela napas panjang.
Bagaimanapun Si Penjagal Selaksa Li juga berpengalaman sangat luas ia tahu pemuda ini tentu sedang risau karena soal muda mudi kembali hiburnya. Maksud hati Hian ti sudah Ih heng pahami beberapa bagian soal ini serahkan saja ketanganku semua urusan kita bicarakan kembali setelah perguruan kita dirikan". Sekali lagi Tan Kia-beng dongakkan kepalanya memandang sekejap ke arahnya lalu menghela napas panjang.
"Ada pepatah mengatakan cinta selebar langit susah ditembel, benci sedalam lautan susah dibendung. Suheng, tahukah kau akan perasaan hatiku saat ini...."
Si Penjagal Selaksa Li ada maksud mendesak lebih lanjut, mendadak....
Dari mulut gunung melayang datang empat orang wanita setengah baya yang berwajah cantik sama-sama berjalan kehadapan Tan Kia-beng.
"Teh Leng Su Ci mengucapkan selamat atas keberhasilan Kauwcu merebut gelar jagoan pedang nomor wahid dari kolong langit" katanya menjura.
"Tapi apa gunanya nama kosong itu?" Tan Kia-beng tertawa pahit.
"Urusan sudah berubah jadi begini, harap Kauwcu suka berangkat kedusun Tau Siang Cung dan segera membuka perguruan kita secara resmi...." kata Teh Leng Su Ci serius.
Kedudukan Teh Leng Su Ci dalam perguruan Teh Leng Kauw sangat tinggi bahkan mereka berempat sudah datang sendiri, Tan Kia-beng merasa sungkan untuk menolak terpaksa ia mengangguk.
"Silahkan cianpwee berempat berangkat dahulu, boanpwee segera akan menyusul."
Setelah Teh Leng Su Ci berlalu, kawan kawan karib lain pun pada minta diri sehingga akhirnya tinggal si Penjagal Selaksa Li ayah beranak serta Hay Thian Sin Shu ayah beranak.
Sebenarnya Hay Thian Sin Shu ada banyak perkataan yang hendak disampaikan kepada Tan Kia-beng, tapi berhubung ada banyak orang disamping mereka selama ini tak ada kesempatan baginya untuk memenuhi maksud hatinya itu.
Saat ini melihat Tan Kia-beng berdiri dengan muka murung, agaknya sang hati penuh dibebani dengan banyak urusan, dalam hati lantas tahu jikalau saat ini tidak diucapkan maka kesempatan tak bakal ada lagi.
Tapi orang-orang itupun hendak berangkat kedusun Tau Siang Cung, ia merasa tidak enak untuk ikut serta dengan mereka tanpa diundang.
Akhirnya Si Penjagal Selaksa Li merasakan juga maksud pihak lawan, buru-buru ia menjura seraya berkata, "Seluruh keberhasilan suteku kali ini sedikit banyak karena usaha dari Cha-heng, siauwte merasa sangat berterima kasih sekali,
jikalau kalian tak ada urusan bagaimana kalau ikut kami untuk bermain main beberapa hari didusun Tau Siang Cung kami?"
"Mana mana, urusan sudah jadi begini buat apa saudara berlaku sungkan sungkan lagi? sedang mengenai kedusun Tau Siang Cung...."
"Upacara sebesar ini sudah seharusnya kita ikut menghadiri" sambung Leng Poo Sianci dengan cepat.
Mendengar perkataan tersebut Pek Ih Loo sat segera tertawa dingin tiada hentinya. suara tawaan tersebut sangat melengking menusuk telinga. hal ini membuat air muka Hay Thian Sin Shu berubah hebat.
"Hmmm! apanya yang perlu ditertawakan?" seru Leng Poo Sianci sambil cibirkan bibirnya.
Dengan gemas Si Penjagal Selaksa Li melotot Hu Siauw-cian sekejap, lalu kepada Hay Thian Sin Shu seraya menjura katanya, "Waktu tidak pagi lagi, mari kita segera melakukan perjalanan"
Kedua orang kakek tua itu bergerak dahulu di depan, tapi Tan Kia-beng tetap berdiri di tempat semula
Hu Siauw-cian yang ada dibelakang dengan cepat mendorong badannya.
"Ayoh cepat berangkat. apa yang lamunkan lagi?" tegurnya.
Setelah ditegur dengan aras arasan Tan Kia-beng baru kerahkan ilmu meringankan tubuhnya bergerak ke depan.
Sedikit membuang waktu itulah si Penjagal Selaksa Li berdua sudah lenyap dari pandangan.
Karena dalam hati masing-masing ada urusan yang dipikirkan maka selama dalam perjalanan tak seorangpun
diantara mereka bertiga yang buka suara maupun mendehem, demikianlah setengah jam sudah lewat dengan cepatnya.
Tiba-tiba....
Serentetan suara tertawa aneh yang sangat menyeramkan bergema memecahkan kesunyian, seorang nenek tua berambut ubanan melayang keluar dari sebuah hutan lebat dan menghadang jalan pergi ketiga orang itu.
"Bangsat cabul, kau larikan muridku ke mana?" bentak nenek itu dengan nada gusar.
Dalam keadaan terkejut Tan Kia-beng segera menghentikan langkahnya.
"Siapa kau?" tanyanya tercengang. "Siapakah muridmu, buat apa kau jatuhkan urusan yang tak ada ujung pangkalnya ini ketangan aku orang she Tan?"
"Manusia jumawa, apakah terhadap aku Phu Liuw Popo pun tidak kenal?" dengan gemas sambungnya, "Selamanya kedua orang muridku berbudi baik, jikalau bukan kau yang pancing mereka pergi kenapa sampai ini hari tidak juga kelihatan batang hidungnya?"
Tan Kia-beng dibuat kebingungan setengah mati ia tidak mengerti apa sebabnya si nenek tua ini secara mendadak mencari gara gara dengan dirinya, sepasang alis kontan dikerutkan rapat rapat, sebelum ia buka suara menanyakan urusan ini sampai jelas, Leng Poo Sianci sudah meloncat maju sambil membentak keras, "Siapa yang perduli kau adalah Phu Liuw atau Pay Liuw, aku cuma mau tanya padamu siapakah murid mustikamu itu dan apa sebabnya mencari gara-gara dengan engkoh Beng ku? Dari sepasang matanya Phu Liuw Popo memancarkan cahaya hijau dengan gemas ia melotot sekejap ke arahnya.
Nama besar Biauw-leng Siang-ciauw sudah amat terkenal dalam Bulim telinga kalianpun belum budak, apakah terhadap nama merekapun tidak tahu?
Pada saat ini Tan Kia-beng baru tahu kiranya Phu Liuw Popo ini adalah seorang yang saling bertukar satu pukulan dengan majikan Isana Kelabang Emas digunung Ui san tempo dulu dan menolong pergi Biauw-leng Siang-ciauw dari mara bahaya. Dalam keadaan seperti ini ia tidak ingin cari banyak urusan lagi dengan orang-orang itu badannya maju selangkah ke depan lalu menjura dengan wajah serius. "Sejak cayhe menolong muridmu meloloskan diri dari gunung Ui san hingga ini hari balum pernah berjumpa lagi dengan dirinya lebih baik kau orang tua mencari mereka di tempat lain saja"
"Omong kosong" bentak Phu Liuw Popo dengan penuh kegusaran. "Sejak kembali dari gunung Ui san kedua orang budak sampai itu merindukan terus dirimu, lenyapnya mereka berdua kali ini jikalau bukan kau yang culik siapa lagi yang berani berbuat tindakan macam ini?"
Walaupun Leng Poo Sianci mencintai Tan Kia-beng tapi perkenalannya dengan pemuda ini tidak begitu lama, setelah mendengar perkataan tersebut dengan perasaan setengah percaya setengah tidak ia melototi pemuda itu tajam tajam. agaknya ia ingin menembusi jantung kekasihnya ini.
Lain halnya dengan si Pek Ih Loo Sat Hu Siauw-cian, sudah lama ia berkenalan dengan Tan Kia-beng dan mengetahui bagaimana watak pemuda tersebut.
Mendengar perkataan itu dia tertawa dingin tiada hentinya.
"Heee.... heee.... heee.... kau sendiri tidak bisa mengurusi anak muridmu, sebaliknya tanpa sebab cari gara gara dengan orang lain Engkoh Beng ku adalah seorang lelaki sejati, mana
mungkin ia bisa jatuh hati terhadap kedua orang budak liar dari daerah Biauw Ciang? jikalau kau tidak menyingkir lagi, jangan salahkan aku tidak akan berlaku sungkan sungkan lagi terhadap dirimu."
Phu Liuw Popo si nenek tua ini walaupun mempunyai watak dingin, sombong dan jumawa tapi dalam hatipun tahu jika dalam persoalan ini tentu sudah terjadi kesalah pahaman, melihat pula kedua orang nona cantik itu begitu membelai sang perjaka hatinya semakin bimbang.
"Hmmm! kalau begitu urusan jadi sangat aneh sekali?...." dengusnya dingin.
Mendadak....
Serentetan cahaya emas berkelebat lewat si Sastrawan Berseruling Emas Fei Tie sambil mencekal senjatanya meluncur keluar dari balik hutan.
"Manusia she Tan, kau betul-betul bernyali besar." bentaknya keras.
Melihat kejadian itu Tan Kia-beng rada tertegun dibuatnya, ia tetap membungkam dalam seribu bahasa.
Kembali Fei Tie tertawa dingin tiada hentinya.
"Kau iblis gemar main perempuan, berani berani betul mencari gara gara dengan murid perguruan Biauw Sau Bun, Hmmm! ini hari aku orang she Fei akan suruh kau merasakan siksaan yang paling hebat."
Melihat sang sastrawan berseruling emas berlagak tengik, sejak permulaan Leng Poo Sianci sudah merasa tidak senang, pedang pendeknya segera dicabut keluar dan menerjang maju ke depan.
"Apa yang hendak kau lakukan?"
Dengan terjadinya tidnakan ini hawa amarah dari Phu Liuw Popo pun segera menuncak, seraya mendepakkan kakinya ke atas tanah, bentaknya, "Manusia cabul, jikalau ini hari kau tidak serahkan Biauw-leng Siang-ciauw aku akan segera cabut nyawa anjingmu"
Kena dimaki sebagai manusia cabul, Tan Kia-beng tak bisa menahan rasa gusar dihatinya lagi, sepasang matanya memancarkan cahaya tajam.
"Kalian sembarangan menuduh orang dengan semau hati sendiri berani pula memaki aku orang she Tan dengan kata-kata kotor Hmmm! apa kau anggap aku bisa diejek sesuka hati?"
Pek Ih Loo sat pun tak dapat menahan rasa gusar dihatinya lagi, golok lengkung "Engkoh Beng tidak usah banyak bicara dengan mereka lagi, terang terangan mereka ada maksud mencari gara gara dengan kita, lebih baik kita sikat saja."
Semakin berbicara semakin ketus, suasana pun berubah jadi tegang.
Tan Kia-beng tetap berdiri dengan kepala didongakkan ke atas wajahnya yang tampan sedikitpun tidak menunjukkan sikap jeri, sedang Pek Ih Loo sat serta Leng Poo Sianci dengan satu mencekal golok yang lain mencekal pedang pendek berdiri dikiri kanan sang pemuda dengan wajah penuh kegusaran.
Waktu itu wajah Phu Liuw Popo pun setelah berubah menghebat, rambutnya pada bangun berdiri ujung bajupun mengembang sebesar tong, sepasang matanya memancarkan cahaya kehijau-hijauan, seraya membentak lima jarinya langsung melancarkan cengkeraman ke depan.
Saking gusarnya napsu membunuhpun melinatas wajah Tan Kia-beng, ia membentak keras pula. dengan jurus "Jiet Ceng Tiong Thian" disambutnya serangan dahsyat yang di depan mata.
"Bluuuk!" diiringi suara bentrokan yang memekikkan telinga, tubuh Liuw Popo terpental balik sejauh delapan depa lebih ke belakang.
Sebaliknya Tan Kia-beng mendengus dingin, pundaknya sedikit bergoyang kemudian berdiri tegak kembali.
Selama berkelana di daerah Biauw Ciang si nenek tua Phu Liuw Popo belum pernah menemui tandingan, siapa sangka di dalam satu jurus ia menderita kalah ditangan seorang pemuda dari angkatan bawah, semakin gusarlah hatinya.
Sambil gertak gigi bentaknya gusar, "Jikalau ini hari ada kau pasti tak ada aku"
Sepasang lengan digetarkan sehingga berbunyi gemeretukan, perlahan-lahan telapaknya disilangkan di depan dada lalu selangkah demi selangkah mendesak maju ke depan. agaknya ia sudah salurkan seluruh tenaga yang dimilikinya untuk melakukan serangan adu jiwa.
Pada waktu itulah....
"Suhu, kau sudah salah menuduh orang" teriak seseorang dari tempat kejauhan dengan nada pilu.
Sreet! Sreeet! dua sosok bayangan manusia melayang turun ke tengah kalangan kemudian satu dari kiri yang lain dari kanan memeluk lengan Phu Liuw Popo erat-erat.
"Suhu, hampir hampir saja tecu tak bisa berjumpa dengan kau orang tua lagi" jeritnya sambil menangis.
Ketika melihat munculnya Yen Giok Kiauw serta Yen Giok Fang dalam keadaan selamat Phu Liuw Popo pun segera buyarkan tenaga lweekangnya, lalu menghela napas panjang dengan wajah kesal. Sembari membelai rambut mereka tanyanya halus, "Cepat katakan kepadaku, sebenarnya apa yang telah terjadi?"
"Suheng dia.... bangsat berwajah manusia berhati binatang, jikalau bukannya ada seorang cici baju merah yang telah turun tangan menolong kami, mungkin saat ini...."
Tidak menanti mereka selesai bicara saking gusarnya seluruh tubuh Phu Liuw Popo gemetar keras.
"Fei Tie! kau bangsat bagus betul perbuatanmu" bentaknya gusar.
Tapi, si Sastrawan Berseruling Emas Fei Tie sudah meloyor pergi sewaktu melihat munculnya Siang Ciauw disana.
Hal ini semakin menambah kegusaran dihati Phu Liuw Popo, sambil membentak gusar teriaknya, “Kalian berdua cepat ikut diriku, ia tak bakal bisa lari jauh."
Guru bermurid tiga orang segera salurkan ilmu meringankan tubuhnya berkelebat ke arah hutan, sebelum pergi si Yen Giok Fang dari cicik itu masih sempat melirik sekejap ke arah Tan Kia-beng dengan sinar mata penuh rasa cinta.
Dalam sekejap saja mereka sudah lenyap dari pandangan.
Setelah mengalami peristiwa macam ini Tan Kia-beng semakin menganggap perempuan adalah bibit bencana yang tak boleh diusik lagi, ia menghela napas panjang dan melanjutkan kembali perjalanannya mengikuti dari belakang kedua orang gadis tersebut
Setibanya didusun Tau Siang Cung, pemuda ini semakin terkejut lagi dibuatnya.
Ternyata rumah papan yang semula bobrok saat ini sudah berubah jadi sebuah bangunan besar yang mentereng dan sangat megah sekali, si pengemis aneh sambil tertawa terbahak-bahak berjalan keluar dari ruangan besar.
"Loote, coba kau lihat bagaimana dengan urusan yang aku si pengemis tua kerjakan?"
Tidak usah bertanya Tan Kia-beng pun tahu kesemuanya ini hasil bantuan dari pihak Kay-pang, buru-buru ia menjura.
"Terima kasih, terima kasih"
"Haaa.... haaa haaa.... kau jangan mengucapkan terima kasih kepadaku, seharusnya pergi mencari Mo Cuncu dan sampaikan terima kasihmu itu kepadanya."
Waktu itu Teh Leng Su Ci, Si Penjagal Selaksa Li, si kakek berbaju kuning Pek San sekalipun sudah berjalan keluar menyambut kedatangannya, mereka bersama-sama mengiringi Tan Kia-beng masuk ke dalam ruangan besar untuk bercakap-cakap, persoalanpun sekitar peresmian berdirinya kembali perguruan mereka yang telah ditetapkan pada tanggal satu bulan empat, dihadapan para kawan kawan Bulim.
Seenak saja Tan Kia-beng mengiakan, setelah itu dengan alasan hendak beristirahat ia bersembunyi di sebuah kamar kecil.
Padahal yang benar, pikirannya saat ini sangat kacau, lama lama sekai akhirnya dari dalam saku diambilnya keluar secarik saputangan dan pentangkan di atas meja lalu memandangnya dengan terpesona.
Tulisan di atas sapu tangan itu kira-kira berbunyi demikian, "Engkoh Beng, aku sudah salah menganggap dirimu, perbuatanmu memang benar mulia, tapi mana boleh aku titipkan dendamku ini agar kau yang wakili aku membalaskan? Liuw Lok Yen jadi dalang dari peristiwa pembubuhan ayahku. Aku bersumpah pasti akan membinasakan dirinya, tapi kau boleh berlega hati aku tak akan menempuh bahaya pergi ke gurun pasir seorang diri. Aku pasti akan menunggu setelah aku merasa kekuatanku sudah cukup.
Selamat berpisah engkoh Beng, harap kau jangan menguatirkan diriku sendiri, sedangkan mengenai urusan antara diri kita, aku sudah berpikir masak. Sebelum dendam ayahku terbalas aku belum mempunyai kebebasan! bersamaan itu pula aku tidak berharap karena urusanku membuat kau jadi murung, jadi kesal. seluruh kejadian yang kita alami selama ini anggap saja sebagai awan diangkasa.
Engkoh Beng! selamat berpisah. kenangan manis pasti berlalu dan tak ada perjamuan yang tak pisah.
Tertanda: Mo Tan-hong."
Sapu tangan itu ia temukan disebuah rumah penginapan sewaktu pemuda tersebut mengejar Mo Tan-hong, waktu itu karena terburu-buru hendak berangkat ke gunung Ui-san maka ia tak ada waktu untuk membacanya lebih teliti.
Ia merasa Mo Tan-hong bukan menaruh kesalah pahaman terhadap dirinya, tapi karena dendam ayahnya belum selesai terbalas!
Teringat kenangan semasa dahulu dimana mereka berdua bermesraan dengan begitu rapat, hatinya terasa amat sedih sekali.
Pada waktu itulah mendadak pintu kamar diketuk orang disusul munculnya Pek Ih Loo sat muncul di depan pintu bagaikan Kwan Im berwajah dingin.
“Bolehkah saya masuk ke dalam?” tanyanya sambil memandang pemuda itu dengan pandangan dingin.
“Sudah tentu boleh, Oie Kiong Tootiang dari Bu-tong-pay mengajukan diri sebagai Mak comblang untuk melamar Leng Poo Sianci buat dirimu, aku dengar keempat Ih Nay Nay pun sangat setuju dengan lamaran tersebut."
"Heee.... tapi aku sama sekali tak tertarik dengan persoalan itu" kata Tan Kia-beng sambil menghela napas panjang.
“Kau sudah menerima jabatan sebagai Kauwcu sudah seharusnya menjumpai pula seorang Kauw hujien apalagi diapun merupakan kawanmu.”
“Heee.... heee.... heee.... apakah kaupun tidak paham perasaan hatiku?” seru sang pemuda sambil tertawa dingin.
"Tapi saat ini ia tak berada disini, sedang kitapun...."
Bicara sampai disini mendadak ia membungkam, dua titik air mata jatuh berlinang membasahi pipi.
Melihat kejadian itu perasaan cinta dihati Tan Kia-beng muncul kembali, kenyataan membuktikan bahwa perasaan cintanya terhadap Hu Siauw-cian jauh lebih mendalam satu tingkat dari pada cintanya kepada Mo Tan-hong, hanya saja dikarenakan tingkatan kedudukan dalam perguruan menciptakan sebuah jurang pemisah yang sangat dalam di antara mereka berdua.
Kini, setelah melihat gadis itu menunjukkan sikap seperti itu, Tan Kia-beng tak dapat menahan diri, ia meloncat maju ke depan seraya mencekal pergelangannya erat-erat.
"Usia kita sebaya, mengapa diantara kita tidak boleh saling cinta mencintai dan membangun suatu rumah tangga sebagai suami sitri yang rukun?
Perlahan-lahan Hu Siauw-cian melepaskan diri dari cekalan pemuda tersebut lalu menghela napas panjang.
“Susiok! tenangkan hatimu soal ini tak mungkin terjadi"
Sejak pertemuan mereka dahulu kala hingga kini baru kali ini Hu Siauw-cian memanggil dirinya dengan sebutan "Susiok", kontan saja seluruh tubuh pemuda itu gemetar sangat keras.
Akhirnya ia menghela napas panjang, dengan lemas tubuhnya menjatuhkan diri bersandar di atas kursi.
Ketika itulah Hu Siauw-cian dengan kepala tertunduk rendah dan mulut membungkam dalam seribu bahasa mengundurkan diri dari dalam kamar.
Lama sekali Tan Kia-beng duduk termangu-mangu di atas kursi, akhirinya ia meloncat bangun dicarinya secarik kertas dan dibuatnya sepucuk surat lalu melepaskan seruling kumalanya dari pinggang dan ditindihkan ke atas surat tersebut.
Kemudian ia mendorong jendela, meloncat ke luar, dan dalam sekejap mata lenyap di tengah malam buta.
....
Ya memang! CINTA adalah sesuatu yang tak bisa dipaksakan, kesemuanya ada ditangan THIAN yang menentukan.
....
....
TAMAT
Anda sedang membaca artikel tentang Misteri Bayangan Setan 2 [Lanjutan Pendekar Bayangan Setan] dan anda bisa menemukan artikel Misteri Bayangan Setan 2 [Lanjutan Pendekar Bayangan Setan] ini dengan url http://cerita-eysa.blogspot.com/2011/09/misteri-bayangan-setan-2-lanjutan.html,anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya jika artikel Misteri Bayangan Setan 2 [Lanjutan Pendekar Bayangan Setan] ini sangat bermanfaat bagi teman-teman anda,namun jangan lupa untuk meletakkan link Misteri Bayangan Setan 2 [Lanjutan Pendekar Bayangan Setan] sumbernya.

Unknown ~ Cerita Silat Abg Dewasa

Cersil Or Post Misteri Bayangan Setan 2 [Lanjutan Pendekar Bayangan Setan] with url http://cerita-eysa.blogspot.com/2011/09/misteri-bayangan-setan-2-lanjutan.html. Thanks For All.
Cerita Silat Terbaik...

{ 0 komentar... read them below or add one }

Posting Komentar